UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN METODE RESITASI PADA SISWA TUNA GRAHITA KELAS VI SEMESTER I SLB ABC TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 20102011

(1)

commit to user

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN METODE RESITASI PADA SISWA TUNA GRAHITA

KELAS VI SEMESTER I SLB ABC TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PELAJARAN 2010/2011

S K R I P S I

Oleh :

Endro Sulartanto

NIM: X.5107524

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN METODE RESITASI PADA SISWA TUNA GRAHITA

KELAS VI SEMESTER I SLB ABC TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

Oleh :

Endro Sulartanto

NIM: X.5107524

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Maryadi, M.Ag. Drs. Munawir Yusuf, M.PSi.


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Jumat Tanggal : 27 Mei 2011

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. A. Salim Choiri, M.Kes. ………..

Sekretaris : Dewi Sri Rejeki, S.Pd.,M.Pd. ………..

Anggota I : Drs. Maryadi, M.Ag. .………..

Anggota II : Drs. Munawir Yusuf, M.PSi. ………..

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 1960 0727 198702 1 001


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Endro Sulartanto. UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

MATEMATIKA DENGAN PENERAPKAN METODE RESITASI PADA SISWA TUNA GRAHITA KELAS VI SEMESTER I SLB ABC TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Mei, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tuna grahita kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran matematika. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa tunagrahita kelas VI semester I SLB ABC Tawangsari Sukoharjo tahun pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 4 siswa. Teknik analisis data digunakan analisis desktiprif komparatif, yakni dengan membandingkan nilai tes antarsiklus. Yang dianalisis adalah nilai tes siswa sebelum melalui metode resitasi dan nilai tes siswa setelah melalui metode resitasi sebanyak dua siklus.

Berdasarkan hasil pengolahan data ditarik kesimpulan bahwa penerapan metode resitasi dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tuna grahita kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.


(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Endro Sulartanto. “EFFORT TO INCREASE THE STUDY ACHIEVEMENT

OF MATHEMATICS BY APPLYING THE RESITATION METHOD ON THE MENTALLY RETARDED CLASS VI SEMESTER I SLB ABC TAWANGSARI SUKOHARJO REGENCY IN THE SCHOOL YEAR 2010/2011”. Thesis, Surakarta: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, May 2011.

The aim of this research is to increase the study achievement of mathematics in the mentally retarded class VI SLB ABC Tawangsari, Sukoharjo Regency, in the school year 2010/2011.

The research used is Class Action Research (CAR) that is a study that is carried at by a teacher in the classroom where he or she teacher, by stressing on the perfectness or increasing practice and process in teaching mathematics. The subject of this study is all of the mentally retarded class VI semester I SLB ABC Tawangsari Sukoharjo Regency in the school year 2010/2011, consisting of 4 students. The technique of data analysis used in this study is descriptive comparative analysis, namely by comparing the test values inter-cycle. This study analyzes the students test values before the resitation method carried out and the students test values after the resitation method carried out for two cycles.

Based on the result of processing data, it can be concluded that the application of the resitation method can increase the study achievement of mathematics on the mentally retarded class VI SLB ABC Tawangsari Sukoharjo Regency in the school year 2010/2011.


(7)

commit to user

vii

MOTTO

Artinya: “Janganlah kamu merasa lemah dan berdukacita, padahal kamu adalah

orang yang berderajat paling tinggi, jika kamu benar-benar beriman” ( Q.S. Ali Imran: 139 )


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

- Ayahnda dan dan Ibunda tercinta. - Istri tercinta.

- Anak-anak tersayang.

- Rekan-rekan PLB FKIP UNS. - Murid-murid yang kusayangi. - Almamater.


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan penelitian tindakan kelas ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas. 3. Drs. H.A. Salim Choiri, M.Kes., Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa

yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi.

4. Drs. Maryadi, M.Ag., selaku pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Drs. Munawir Yusuf, M.PSi., selaku pembimbing II yang telah memberikan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Karmi T., S.Pd., selaku Kepala SLB ABC Tawangsari Sukoharjo yang telah memberikan ijin tempat penelitian dan informasi yang dibutuhkan penulis. 7. Dra. Sulasih, selaku teman kolaborasi yang telah meluangkan waktu mengamati

jalannya penelitian tindakan kelas.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian tindakan kelas ini.


(10)

commit to user

x

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya juga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga kebaikan Bapak, Ibu, mendapat pahala dari Allah SWT., dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Pebruari 2011


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 7

A. Kajian Teori ... 7

1. Anak Tuna Grahita ... 7

2. Prestasi Belajar Matematika ... 13

3. Metode Resitasi ... 20

B. Kerangka Berpikir ... 26

C. Hipotesis Tindakan ... 27

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28


(12)

commit to user

xii

Halaman

B. Subyek Penelitian ... 28

C. Data dan Data Penelitian ... 28

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 29

E. Validitas Data ... 32

F. Analisis Data ... 33

G. Indikator Kinerja ... 34

H. Prosedur Penelitian ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Pelaksanaan Penelitian ... 37

B. Hasil Penelitian ... 48

C. Pembahaan Hasil Penelitian ... 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Simpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Daftar Siswa Kelas VI SLB ABC Tawangsari sebagai Subjek

Penelitian ... 28 Tabel 2. Prosedur Penelitian ... 35 Tabel 3. Prestasi Belajar Matematika Siswa Tunagrahita Kelas VI SLB ABC

Tawangsari (Kondisi Awal) ... 37 Tabel 4. Prestasi Belajar Matematika Siswa Tunagrahita Kelas VI SLB ABC

Tawangsari (Siklus I) ... 41 Tabel 5. Prestasi Belajar Matematika Siswa Tunagrahita Kelas VI SLB ABC

Tawangsari (Siklus II) ... 46 Tabel 6. Prestasi Belajar Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan

Bilangan Bulat Setiap Siklus Melalui Penerapan Metode Resiasi .. 50 Tabel 7. Peningkatan Nilai Rata-rata Presasi Belajar Matematika Materi


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 27 Gambar 2. Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas ... 34


(15)

commit to user

xv

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1. Prestasi Belajar Matematika (Kondisi Awal) ... 37 Grafik 2. Prestasi Belajar Matematika (Siklus I) ... 42 Grafik 3. Prestasi Belajar Matematika (Siklus II) ... 47 Grafik 4. Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi Penjumlahan

dan Pengurangan Bilangan Bulat Setiap Siswa Melalui Metode

Resitasi ... 50 Grafik 5. Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi Penjumlahan


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 57

Lampiran 2. Daftar Siswa Kelas VI Tunagrahita SLB ABC Tawangsari Tahun Pelajaran 2010/2011 Sebagai Sampel Penelitian ... 58

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP 1) ... 59

Lampiran 4. Soal Tes Matematika Siwa Kelas VI/C SLB ABC Tawngsari (Siklus I) ... 62

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP 2) ... 67

Lampiran 6. Soal Tes Matematika Siwa Kelas VI/C SLB ABC Tawngsari (Siklus II) ... 70

Lampiran 7. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus I) ... 75

Lampiran 8. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus II) ... 76

Lampiran 9. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus I) ... 77

Lampiran 10. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus II) ... 78

Lampiran 11. Prestasi Belajar Matematika Siswa Tunagrahita Kelas VI SLB ABC Tawangsari (Kondisi Awal) ... 79

Lampiran 12. Prestasi Belajar Matematika Siswa Tunagrahita Kelas VI SLB ABC Tawangsari (Siklus I) ... 80

Lampiran 13. Prestasi Belajar Matematika Siswa Tunagrahita Kelas VI SLB ABC Tawangsari (Siklus II) ... 81

Lampiran 14. Rekapitulasi Prestasi Belajar Matematika Siswa Tunagrahita Kelas VI SLB ABC Tawangsari ... 82

Lampiran 15. Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 83


(17)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang berkalinan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosioinal, mental, sosial” (UU Sisdiknas, 2003: 21). Ketetapan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.

Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Untuk bisa memberikan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhannya, guru perlu memahami sosok anak berkelainan, jenis dan karakteristik, etiologi penyebab kelainan, dampak psikologis serta prinsip-prinsip layanan pendidikan anak berkelainan. Hal ini dimaksudkan agar guru memiliki wawasan yang tepat tentang keberadaan anak berkelainan, dalam hal ini anak tuna rungu sebagai sosok individu masih berpotensi dapat terlayani secara maksimal.

Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah meliputi semua aktivitas yang memberikan materi pelajaran kepada siswa agar siswa mempunyai kecakapan dan pengetahuan memadai yang dapat memberikan manfaat dalam kehidupannya. Dalam proses belajar mengajar matematika selain melibatkan pendidik dan siswa secara langsung, juga diperlukan pendukung yang lain yaitu: alat pelajaran yang memadai, penggunaan metode yang tepat, serta situasi dan kondisi lingkungan yang menunjang.


(18)

commit to user

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam diri siswa sendiri, maupun faktor dari luar berupa metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru mata pelajaran. Ngalim Purwanto (2002: 102) menjelaskan, “Ada dua faktor utama yang mempengaruhi belajar yaitu dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual, dan faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial”. Faktor yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

Di antara faktor di atas, faktor guru dan cara mengajar memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Bagaimana sikap dan kepribadian guru, ”tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada peserta didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai peserta didik” (Ngalim Purwanto, 2002: 104-105).

Matematika merupakan ilmu mengenai struktur pola, hubungan dan aturan-aturan. Hubungan-hubungan tersebut di dalam matematika berbentuk rumus (teorema dan dalil) matematika. Menurut Jujun S. Suriasumantri (1998:191), “matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan”. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial”, baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Matematika timbul sebagai hasil pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran, sehingga dalam mempelajari matematika sangat dibutuhkan pengertian, pemikiran dan pemahaman serta tidak cukup hanya bermodalkan hafalan saja.

Dalam suatu kegiatan belajar mengajar matematika akan menghasilkan keluaran (ouput) yang berkualitas jika didukung oleh pemanfaatan semua komponen yang ada secara maksimal. Dilihat dari komponen-komponen yang ada satu diantaranya adalah penerapan metode yang tepat. Setiap kegiatan yang


(19)

commit to user

dilakukan oleh guru maupun siswa tentu mempunyai tujuan. Lebih-lebih guru dalam pelaksanaan tugasnya mengajar atau melakukan kegiatan belajar mengajar selalu dan harus berorientasi pada tujuan yang sudah ditentukan. Untuk itu perlu dipikirkan bagaimana penerapan metode yang sesuai agar dalam waktu yang relatif terbatas dapat tercapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

Siswa penyandang tuna grahita memiliki keterbelakangan mental bila dibanding anak normal pada umumnya. Anak tuna grahita mempunyai kecerdasan atau IQ di bawah 84, memiliki keterbatasan dalam hal berfikir, daya ingatnya rendah, sukar berfikir abstrak, daya fantasinya rendah, sehingga mereka mengalami kesulitan belajar termasuk dalam bidang studi matematika yang diakibatkan karena daya ingatnya rendah dan sukar berfikir abstrak.

Dari kenyataan yang ada, siswa tuna grahita kelas VI semester I SLB ABC Tawangsari tahun pelajaran 2010/2011, nilai rata-rata kelas masih rendah karena di bawah 60,00 yang diasumsikan masih di bawah nilai KKM yang ditentukan, sehingga guru berusaha untuk meningkatkan prestasi belajar siswa tuna grahita dengan melakukan inovasi pembelajaran menerapkan metode resitasi.

Dengan adanya sistem pendidikan dan pengajaran anak berkelainan khususnya anak tuna grahita ringan berbeda dengan pendidikan anak normal pada umumnya. ”Untuk anak tuna grahita ringan lebih bersifat individual, fleksibel, dengan cara informal, dan harus bersifat konkrit serta dapat menarik perhatian sehingga membantu mempermudah anak dalam menerima pelajaran” (Mohammad Amin, 1996: 155).

Metode pembelajaran bagi anak tuna grahita dapat membantu mempermudah proses belajar mengajar, penggunaan metode yang tepat maka akan membantu proses belajar mengajar. Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Premana (2001: 45), ada sepuluh metode mengajar, yaitu: “metode ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, pemberian tugas, demontrasi, eksperimen, simulasi, inskusi, dan metode pengajaran unit atau pembelajaran terpadu”. Adapun metode resitasi, apabila dikaitkan dengan pendapat Mulyani Sumantri dan Johar Premana, metode resitasi termasuk kedalam metode pemberian tugas.


(20)

commit to user

Kesungguhan pemahaman dalam belajar matematika dan pemilihan metode mengajar yang tepat akan mempunyai andil yang besar di dalam meningkatkan prestasi belajar matematika. Metode pengajaran yang baik adalah metode yang mampu menghantarkan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk melatih kemampuannya, misalnya menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru. Dengan demikian, siswa dapat berkreativitas mengerjakan tugas yang menjadi kewajiban siswa. Dengan keaktifan siswa yang teratur maka siswa akan berprestasi lebih baik lagi dibandingkan dengan prestasi yang pernah diperoleh.

Salah satu metode yang dapat digunakan guru adalah metode resitasi atau pemberian tugas. Resitasi merupakan metode menggajar yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung maupun tugas yang harus dikerjakan di rumah oleh siswa, karena resitasi menuntut siswa untuk selalu belajar dan mengevaluasi tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Tugas yang diberikan oleh guru banyak bentuknya, salah satunya adalah tugas yang dikerjakan secara kelompok di sekolah dan tugas di rumah atau pekerjaan rumah.

Dengan pemberian tugas ini diharapkan siswa dapat memanfaatkan sebaik-baiknya karena siswa mempunyai banyak waktu untuk mengerjakan bahkan bertanya kepada orang lain atau dapat juga dengan mencari buku-buku yang menunjang masalah yang dihadapi apabila siswa mampu memanfaatkan waktu dan mau berusaha untuk berlatih dengan sungguh-sungguh maka diharapkan prestasi belajarnya dapat meningkat.

Dengan memahami kebutuhan para siswa tuna grahita, maka guru diharapkan dapat menerapkan metode pembelajaran yang tepat bagi siswa tuna grahita yang memiliki keterbatasan dibanding anak normal karena anak tuna grahita memiliki intelektual rendah dengan ciri-ciri: (1) keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun (Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:56). Hal yang perlu dicatat adalah membantu siswa untuk meneliti kebutuhan mana yang secara spesifik menimbulkan masalah, sehingga dengan bantuan media pembelajaran yang tepat, siswa dapat berusaha


(21)

commit to user

meningkatkan kreativitas sehingga kemampuan membaca dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi anak, sebagaimana yang dikemukakan (Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:56) bahwa anak tuna grahita memiliki ciri-ciri fisik dan penampilan perkembangan bicara/bahasa terlambat.

Gambaran selintas, guru-guru di SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo dalam praktiknya mereka hampir seluruhnya menerapkan metode ceramah yang banyak didominasi guru yang selama ini sering digunakan, sehingga masih memerlukan pembenahan. Upaya pembenahan tersebut akan sangat bermanfaat bagi siswa, guru bahkan pihak sekolah. Pembenahan yang harus dilakukan tidak saja berkaitan dengan metode pembelajaran namun juga pada aspek metode pembelajaran yang digunakan.

Berdasarkan latar belakang dan berbagai pemikiran di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul: UPAYA

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN

PENERAPKAN METODE RESITASI PADA SISWA TUNA GRAHITA KELAS VI SEMESTER I SLB ABC TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang seperti telah diuraikan di depan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah penerapan metode resitasi dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tuna grahita kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011?.”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tuna grahita kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.


(22)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Menambah khasanah ilmu tentang penerapan metode resitasi dalam pembelajaran matematika.

2. Manfaat Praktis

a. Menemukan alternatif untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa tuna grahita kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. b. Mencari solusi permasalahan yang dialami siswa tuna grahita kelas VI SLB

ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo dalam meningkatkan prestasi belajar matematika.


(23)

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Anak Tuna Grahita a. Pengertian Anak Tuna Grahita

Ada beberapa istilah mengenai anak tuna grahita, yaitu terbelakang mental, tuna mental, lemah otak, lemah fikiran, dan mentaly retarded. Dalam penulisan menggunakan istilah tuna grahita. Siswa tuna grahita adalah mereka yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan kecerdasan atau kemampuanya berada di bawah rata-rata dari ukuran normal, sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Sunaryo Kartadinata (1996: 83) mengemukakan bahwa, "tuna grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata, sukar mengikuti program pendidikan di sekolah umum sehingga membutuhkan layanan pendidikan secara khusus disesuaikan dengan kemampuan anak." Menurut Bratanata yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 88) bahwa:

Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.

Moh. Amin (1996: 1) dengan menggunakan istilah anak terbelakang mendefinisikan bahwa: ”Anak terbelakang adalah anak yang mengalami keterbelakangan dalam perkembangan kecerdasan. Kalau anak normal umur 10 tahun mencapai kecerdasan sesuai dengan umurnya, maka anak terbelakang hanya mencapai kecerdasan yang sama dengan anak yang lebih muda umurnya.”

Smith, et.all. yang dikutip Mumpuniarti (2007: 5) mengemukakan bahwa:

People who are mentally retarded overtime have been rejerred to as dumb, stupid, immature defective, deficientg, subnormal, incompetent, and dull. Terms such as idiot, imbelice, moron and feebleminded were commonly used historically to label this population. Although the word


(24)

commit to user

faal referred to those who lwere mentally ill, and the word idiot was directed toward individuals who were severely retarded, these terms were frequently used interchangeably.

(Di waktu yang lalu orang-orang menyebut retardasi mental dengan istilah dungu (dumb), bodoh (stupid), tidak masuk (immature), cacat (defective), kurang sempurna (deficient), di bawah normal (subnormal), tidak mampu (incompetent), dan tumpul (dull). Istilah lainnya idiot,

imbecile, moron, dan feebleminded digunakan untuk melabel kelompok penyandang tersebut. Walaupun kata tolol (fool) menunjuk ke orang sakit mental, dan kata idiot, mengarah individu yang cacat berat, keduanya sering digunakan secara bergantian.

Dari pengertian-pengertian seperti yang dikemukakan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud anak tuna grahita adalah mereka yang jelas-jelas mengalami keterlambatan dalam perkembangan kecerdasan, sehingga untuk mengembangkan potensinya secara optimal diperlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Karena kelainannya itu maka mereka mengalami kesulitan dalam belajarnya dimana mereka terlihat sering ketinggalan dari teman-temannya yang normal.

b. Ciri-Ciri Kejiwaan Siswa Tuna Grahita

Anak tunagrahita memiliki beberapa karakteristik dan mendapatkan pelayanan pendidikan yang bervariasi.

Moh. Amin (1996: 34) menguraikan ciri-ciri anak tuna grahita sebagai berikut:

Kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, perkembangan dan dorongan emosi anak tuna grahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing, struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari anak normal.

Pendapat lain dikemukakan oleh Munzayanah (2000: 24) bahwa:

Karakteristik yang nampak serta banyak terjadi pada siswa penyandang tuna grahita adalah: rasa merusak sebagai dasar perkembangan, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil.

Smith, et.all. yang dikutip Mumpuniarti (2007: 10-11) menguraikan ciri-ciri anak tunagrahita sebagai berikut:


(25)

commit to user 1) Kondisi kecerdasan fungsional

a) Asesmen fungsi kecerdasan harus diperoleh dari berbagai sumber informasi, dan kesepakatan sebagai cacat mental merupakan tanggungjawab bersama secara tim multidisipliner.

b) Skala skor IQ kurang dari 75. 2) Adaptasi tingkah laku

a) Harus diukur secara langsung seperti ukuran pada evaluasi

performance individu dibandingkan dengan kelompok usia sebaya yang sama (same-age peers) dari latar belakang budaya yang sama. b) Teridentifikasi deficit dalam dua atau lebih bidang keterampilan

adaptif.

3) Periode perkembangan

a) Sampai usia 21 atau di bawahnya.

b) Ketidaksesuaian secara terus menerus sampai lebih dari satu tahun. 4) Performance dalam bidang pendidikan

a) Evaluasi tampilan pada bidang pendidikan dalam konteks arus lingkungan.

b) Teridentifikasi deficit dalam seluruh bidang akademik inti (matematika, bahasa, membaca, seni, dan science).

c) Deficit secara signifikan pada skor individual berkurang satu standart penyimpangan di bawah rata-rata dari sampel standardisasi nasional.

d) Pengukuran yang distandarisasi harus divalidasi lebih lanjut oleh data di sekolah pada dokumen yang berbeda antara individu

performance dan performance kelompok usia sebaya dari latar belakang budaya yang sama.

e) Asesmen dari akademik performance harus juga inklud terdokumenasi daya tahan intervensi pendidikan umum.

Siswa tuna grahita memiliki keterbatasan dibanding anak normal, karena anak tunagrahita memiliki intelektual rendah dengan ciri-ciri: (1) keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun (Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:56). Lebih lanjut disebutkan bahwa anak tunagrahita memiliki ciri-ciri fisik dan penampilan perkembangan bicara/bahasa terlambat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak tuna grahita adalah: kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, mengalami kesukaran berfikir abstrak, mereka berbicara lancar, mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa ataupun khusus, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan


(26)

commit to user

diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil, pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun.

c. Sebab-sebab Siswa Tuna Grahita

Menurut Mohammad Efendi (2006: 91), bahwa "sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen)." Faktor endogen yaitu faktor ketidaksempuraan psikobiologis dalam memindahkan gen, sedangkan faktor eksogen yaitu faktor yang terjdi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 91) dapat dirinci melalui jenjang sebagai berikut:

1) kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma;

2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur; 3) kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi; 4) kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio;

5) kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelahiran; 6) kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin;

7) kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak.

Menurut Moh. Amin (1996: 62) anak tuna grahita dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu:

1)Faktor Keturunan. Faktor ini terdapat pada sel khusus yang pada pria disebut spermatozoa dan pada wanita disebut sel telur (ovarium). Kelainan orang tua laki-laki maupun perempuan akan terwariskan baik kepada anaknya yang laki-laki maupun perempuan. Apakah warisan tersebut akan nampak atau tidak juga tergantung pada dominan resesifnya kelainan tersebut.

2)Gangguan metabolisme dan gizi. Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental dalam individu.

3)Infeksi dan keracunan. Diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi dan keracunan yaitu terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada di dalam kandungan ibunya. Penyakit-penyakit tersebut antara lain: rubella, syphilis, toxoplasmosis dan keracunan yang berupa: gravidity sindrome yang beracun, kecanduan alkohol dan narkotika.

4)Trauma, ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan terkena radiasi zat radioaktif selama hamil.


(27)

commit to user

5)Masalah pada kelahiran. Kelahiran yang disertai by poxia dapat dipastikan bahwa bayi yang di lahirkan menderita kerusakan otak, menderita kejang, nafas yang pendek, kerusakan otak juga disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit. 6)Faktor lingkungan sosial budaya. Lingkungan dapat berpengaruh

terhadap intelek anak, kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Tuna grahita dapat disebabkan oleh lingkungan yang tingkat sosial ekonominya rendah. Hal ini disebabkan ketidak-mampuan lingkungan memberikan rangsangan-rangsangan yang diperlukan anak pada masa perkembangannya.

Pendapat lain di kemukakan oleh Lumbantobing (1997: 14) bahwa penyebab retardasi mental terdapat tiga faktor yaitu:

1)Predisposisi genetik, termasuk kepekaan yang dipengaruhi oleh faktor genetik terhadap agens atau faktor ekologis atau lingkungan.

2)Faktor lingkungan yang dapat mengganggu organisme yang tumbuh, misalnya keadaan nutrisi, pernapasan terhadap zat kimia endogen atau eksogen, mikro organisme, radiasi dan juga keadaan lingkungan psikososial.

3)Waktu terjadinya pemaparan. Saat terjadinya pemaparan dapat mempengaruhi beratnya kerusakan, misalnya jika janin terpapar virus rubella sewaktu berusia trimester pertama maka kecacatan dapat berat, bila pemaparan terjadi waktu usia janin lebih tua atau pasca lahir maka kecacatan jauh lebih ringan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab anak tuna grahita adalah: pada masa prenatal kekurangan vitamin, gangguan psikologis sang ibu, gangguan kelainan janin; pada masa natal proses kelahiran tidak sempurna, masa pos natal, anak tuna grahita dapat disebabkan pada waktu kecil pernah sakit secara terus menerus; faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan. Di samping itu juga disebabkan oleh predisposisi genetik terhadap gens atau faktor ekologis atau lingkungan, dan waktu terjadinya pemaparan, misalnya janin terpapar virus rubella sewaktu berusia trimester pertama maka kecacatan dapat berat.

d. Klasifikasi Siswa Tunagrahita

Klasifikasi diperlukan untuk memudahkan pemberian bantuan atau pelayanan kepada anak tunagrahita. Dalam pengklasifikasian ini terdapat berbagai cara sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu dan ahli yang mengemukakannya.


(28)

commit to user

Yusak S. (2003: 61) mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan IQ (tingkat kecerdasan) sebagai berikut:

Idiot yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun. IQ nya antara 0–19. Imbisil kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7 tahun, minimal sama dengan anak normal usia 3 tahun, IQ nya 20–49.

Debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 10 tahun, minimal 7 tahun, IQ nya 50 – 69. Slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal. IQ nya 78 –89.”

Moh. Amin (2005: 23) mengemukakan klasifikasi anak terbelakang sebagai berikut:

Idiot kecerdasannya sekalipun sudah berusia lanjut tidak lebih dari anak normal seusia 3 tahun. Embisil kecerdasan maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 7 tahun. Debil kecerdasan perkembangan kecerdasannya antara setengah hingga tiga perempat kecepatan anak normal atau pada usia dewasa kecerdasannya maksimal kira-kira sama dengan anak normal usia 12 tahun. Moron kecerdasannya maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 16 tahun.”

Klasifikasi anak tunagrahita dapat digambarkan dalam bentuk kurve sebagai berikut:

Keterangan:

Under 70 [mentally retarded] -- 2.2% 70-80 [borderline retarded] -- 6.7% 80-90 [low average] -- 16.1% 90-110 [average] -- 50%

110-120 [high average] -- 16.1% 120-130 [superior] -- 6.7% Over 130 [very superior] -- 2.2%


(29)

commit to user

Dari kedua pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa klasifikasi anak tunagrahita adalah sebagai berikut:

1) Idiot adalah anak yang mempunyai IQ antara 0 – 10, kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 0 – 2 tahun.

2) Embisil adalah anak yang mempunyai IQ antara 20 – 49, kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 3 – 7 tahun.

3) Debil adalah anak yang mempunyai IQ antara 50 – 69, kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 8 – 12 tahun.

4) Slow learners atau dapat juga disebut moron adalah anak yang mempunyai IQ antara 70 – 89, kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 16 tahun.

Berdasarkan klasifikasi dari kedua pendapat di atas penulis akan meneliti kasus penyesuaian diri dalam pergaulan siswa penyandang tunagrahita, yang tergolong mampu didik yang mempunyai IQ antara 50 – 70 yang biasanya juga disebut debil. "Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal" (Mohammad Efendi, 2006: 90).

Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: 1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; 2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; 3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.

2. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar memiliki beberapa pengertian. Dari literatur yang diperoleh dapat dijelaskan sebagai berikut:

”Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka” (Saifuddin Azwar, 2001: 8).” Nasution (2000:76) mengemukakan bahwa "Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan, ketrampilan terhadap mata


(30)

commit to user

pelajaran yang dibuktikan melalui hasil tes." Menurut Singgih D. Gunarso (1995: 40), ”Prestasi belajar adalah hasil maksimal yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar.”

Berdasarkan dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil maksimal yang berupa kemampuan, keterampilan dan sikap yang dapat dicapai seseorang dalam proses belajar yang dinyatakan dengan angka, kode ataupun simbol.

b. Pengertian Matematika

Matematika memiliki beberapa pengertian. Pengertian matematika telah banyak didefinisikan oleh beberapa ahli, antara lain:

“Matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari usur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan” (Margono, 1997: 6).

Menurut Maryana dan Soedarinah (1991: 65) Matematika adalah “pengetahuan yang bersifat hirarkis, artinya tersusun dalam urutan tertentu, bermula dari urutan sederhana kemudian menuju ke hal yang rumit, bermula dari hal yang konkret menuju ke hal yang abstrak.” Menurut Purwoto (1998:14), “Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan yang bersifat hirarkis, bermula dari urutan sederhana kemudian menuju ke hal yang rumit, dari yang konkrit menuju ke hal yang abstrak untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan prestasi belajar matematika adalah hasil belajar siswa setelah melakukan suatu proses belajar matematika.

Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah matematika sekolah yaitu matematika yang dipelajari di pendidikan dasar yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna mengembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpadu kepada perkembangan IPTEK.


(31)

commit to user

Nana Sudjana (1994: 54) mengemukakan bahwa “mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu menjelaskan dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Matematika sebenarnya tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dalam arti matematika mempunyai kegunaan yang praktis dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Jujun S. Suriasumantri (1998:199) yang

mengatakan bahwa: “matematika mempunyai kegunaan praktis dalam

kehidupan sehari-hari. Semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada matematika”.

Dari berbagai pandangan di atas penulis berpendapat bahwa siswa dapat belajar dengan baik dan efisien bila bahan pelajaran yang mereka terima sesuai dengan kesiapan intelektualnya atau cocok dengan kemampuannya dan telah tersusun menurut urutan tingkat kesukaran dari mudah, sedang, dan sukar berdasarkan atas pengalaman belajar sebelumnya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Ngalim Purwanto (2002: 107) sebagai berikut: “a. Faktor dari luar, meliputi: lingkungan dan instrumental; b. Faktor dari dalam, meliputi: fisiologis, psikologis, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.”

Dari faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Faktor dari luar a) Faktor lingkungan

Lingkungan yang berujud alam dan sosial. Lingkungan alam seperti keadaan udara, suhu, kelembaban. Belajar dengan udara yang segar, akan lebih baik hasilnya, bila dibandingkan dengan keadaan udara yang panas


(32)

commit to user

dan pengap. Lingkungan sosial merupakan hubungan antara individu dengan keluarga, maupun lingkungan masyarakat.

b)Faktor instrumental

Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaannya dan penggunaannya sudah direncanakan, sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Seperti: gedung, perlengkapan belajar dan administrasi kelas atau sekolah. Faktor ini diharapkan membawa hasil belajar yang baik. 2) Faktor dari dalam

a) Faktor fisiologi

Kondisi fisiologi pada umumnya, seperti kesehatan jasmani akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Jasmani yang sehat, segar, akan mudah menerima informasi dari guru. Lain halnya bagi siswa yang tidak sehat jasmaninya, maka hasil belajarnya juga kurang baik.

b)Faktor psikologis

Setiap manusia pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, karena perbedaan itu juga mempengaruhi hasil belajar. Faktor psikologis yang dianggap berpengaruh terhadap hasil belajar adalah: (1) Bakat

Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap hasil belajar seseorang. Apabila seseorang belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya, maka kemungkinan berhasilnya akan lebih besar. (2) Minat

Kalau seseorang tidak berminat mempelajari sesuatu, tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik, sebaliknya bila seseorang berminat untuk mempelajari sesuatu, maka hasilnya akan lebih baik. (3) Kecerdasan

Kecerdasan besar peranannya dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelajari sesuatu. Orang yang cerdas pada umumnya lebih mampu belajar, daripada orang yang kurang cerdas. Kecerdasan seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu, sedangkan hasil pengukuran dinyatakan dengan angka yang


(33)

commit to user

menunjukkan perbandingan kecerdasan, yang terkenal dengan sebutan Inteligence Quotient (IQ). Dengan memahami taraf IQ setiap siswa, maka seorang guru dapat memperkirakan tindakan yang harus diberikan kepada siswa secara tepat.

(4) Motivasi

Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Oleh karena itu, meningkatkan motivasi belajar siswa menjadi bagian yang amat penting, dalam rangka mencapai hasil belajar yang maksimal.

(5) Kemampuan kognitif

Tujuan belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun pada umumnya pengukuran kognitif lebih diutamakan dalam rangka menentukan keberhasilan belajar di sekolah. Karena itu, kemampuan kognitif merupakan faktor penting dalam belajar siswa.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Matematika

Prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar mengajar. Adapun faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Menurut Lerner yang dikutip Mulyono Abdurrahman (1999: 259), ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika, yaitu: (1) adanya gangguan dalam hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi visual, (3) asosiasi visual-motor, (4) perserverasi, (5) kesulitan mengenal dan memahami simbul, (6) gangguan penghayatan tubuh, (7) kesulitan dalam bahasa dan membaca, dan (8) performance IQ jauh lebih rendah daripada skor verbal IQ. Dari delapan faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Adanya gangguan dalam hubungan keruangan

Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, puncak-dasar, jauh-dekat, tinggi-rendah, depan-belakang, dan awal-akhir umumnya telah dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD. Anak-anak


(34)

commit to user

memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan tersebut dari pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial mereka atau melalui berbagai permainan.

Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung terselenggarakannya suatu situasi dan kondusif bagi terjalinnya komunikasi antar mereka. Adanya kondisi intrinsik yang diduga karena disfungsi otak dan kondisi ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang terselenggaranya komunikasi dapat menyebabkan anak mengalami gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan yang mengakibatkan anak tidak mampu merasakan jarak antara angka-angka pada garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak juga tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4 daripada ke angka 6.

2) Abnormalitas persepsi visual

Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok. Anak yang memiliki abnormalitas persepsi visual juga sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri. Suatu bentuk bujur dangkar mungkin dilihat oleh anak sebagai empat garis yang tidak saling terkait, mungkin sebagai segi enam, dan bahkan mungkin tampak sebagai lingkaran. Adanya abnormalitas persepsi visual semacam ini tentu saja dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar matematika, terutama dalam memahami berbagai simbol.

3) Asosiasi visual-motor

Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat mengitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua, tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memegang benda yang ketiga tetapi telah mengucapkan “lima”, atau sebaliknya, telah menyentuh benda kelima tetapi baru mengucapkan ”tiga”. Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghafal bilangan tanpa memahami maknanya.


(35)

commit to user 4) Perserverasi

Anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perverasi

(Mulyono Abdurrahman, 1999: 261). Anak demikian mungkin mulanya dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek tertentu.

5) Kesulitan mengenal dan memahami simbul

Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti +, -, =, >, <, dan sebagainya. Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi visual.

6) Gangguan penghayatan tubuh

Anak sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar tubuh orang misalnya, mereka akan menggambarkan dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah. Misalnya, leher tidak tampak, tangan diletakkan di kepala, dan sebagianya.

7) Kesulitan dalam bahasa dan membaca

Kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tertulis.

8) Performance IQ jauh lebih rendah daripada skor verbal IQ.

Anak berkesulitan belajar matematika memiliki skor PIQ (Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence Quotient). Rendahnya skor PIQ pada anak berkesulitan belajar matematika tampaknya terkait dengan kesulitan memahami konsep keruangan, gangguan pesepsi visual, dan adanya gangguan asosiasi visual-motor.


(36)

commit to user 3. Metode Resitasi a. Pengertian Metode Mengajar

Dalam pelaksanaan pengajaran matematika, guru dapat menggunakan berbagai metode yang sesuai. Guru hendaknya dapat menentukan dengan tepat metode apa yang akan digunakan dalam mengajarkan pokok bahasan tertentu. Metode tugas merupakan metode yang digunakan dalam pelaksanaan pengajaran matematika.

Pengertian metode mengajar menurut Tardif yang dikutip oleh Muhibbin Syah (2003: 201), “Metode mengajar adalah cara yang berisi prosedur bahwa untuk melaksanakan kegiatan kependidikan khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa.”

Roestiyah NK (1998: 1) mendefinisikan metode mengajar atau penyajian pelajaran, yaitu suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar. Pengertian lain teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.

Menurut pendapat Oemar Hamalik (1989:75), “metode mengajar adalah suatu cara yang merupakan alat untuk menyampaikan materi pelajaran guna mencapai tujuan pengajaran.”

Berdasarkan pendapat para ahli, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa metode mengajar adalah suatu cara yang berisi prosedur untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa dalam kelas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dari sini nampak bahwa keberhasilan belajar salah satunya ditentukan oleh metode mengajar yang diterapkan guru dalam proses belajar mengajar.

Pemilihan metode yang digunakan dalam mengajarkan suatu hal yang subyektif, khusus mengenai metode mengajar di dalam kelas selain faktor dari tujuan juga faktor murid, faktor situasi dan faktor guru ikut menentukan efektif tidaknya sebuah metode, dengan memiliki pengertian secara umum mengenai sifat berbagai metode baik mengenai seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode manakah yang paling serasi untuk situasi dan kondisi pengajaran yang khusus.


(37)

commit to user

Metode banyak sekali jenisnya disebabkan oleh karena metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya: a) tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya; b) Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya; c) situasi yang berbagai-bagai keadaannya; d) fasilitas yang berbagai kualitas dan kuantitasnya; e) Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda (Rostiyah NK, 1998: 67). Macam-macam metode yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode pemberian tugas, metode resitasi, metode eksperimen, metode problem solving dan lain sebagainya. Pemilihan metode ini menurut Rostiyah NK (1998: 68) berdasarkan: “a. sifat dari pelajaran, b. alat-alat yang tersedia, c. besar kecilnya kelas, d. tempat dan lingkungan, e. kesanggupan guru, f. banyak sedikitnya bahan, dan g. tujuan mata pelajaran.”

Adapun metode mengajar yang berkaitan dengan penelitian ini adalah metode metode resitasi (metode penugasan). Peranan tugas sangat penting dalam pengajaran. Metode tugas merupakan suatu aspek dari metode-metode pengajaran. Karena dengan tugas bermaksud: meninjau pelajaran baru, untuk menghafal pelajaran yang sudah diajarkan, untuk latihan-latihan dengan tugas untuk mengumpulkan bahan, untuk memecahkan suatu masalah dan seteursnya. Untuk lebih jelasnya mengenai metode tugas (resitasi) akan dijelaskan sebagai berikut.

b. Metode Resitasi

Kata resitasi bukanlah kata Indonesia asli tetapi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu resitation yang berarti menceritakan kembali. Setelah istilah tersebut masuk ke Indonesia dan diterima, timbullah bermacam-macam pengertian resitasi itu, dan masing-masing pengertian itu bertolak dari pikiran yang menafsirkannya.

Menurut Ulih Bukit Karo-karo (1991: 39) menyatakan bahwa, “resitasi atau resitation adalah penyajian kembali atau penimbulan kembali apa-apa yang dimiliki, diketahui atau dipelajari.” Lebih lanjut Ulih Bukit Karo-karo (1991: 39) menyatakan bahwa, “metode resitasi adalah cara penyajian bahan pelajaran


(38)

commit to user

dengan menugaskan pelajar-pelajar mempelajari sesuatu kemudian harus dipertanggungjawabkan.”

Winarno Surakhmad (2000: 91) mengartikan bahwa “metode resitasi mempunyai tiga fase: pertama guru memberi tugas, kedua siswa melaksanakan tugas (belajar), dan fase ketiga siswa mempertanggung-jawabkan kepada guru apa yang telah mereka pelajari.”

Lebih lanjut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 96) menyebutkan:

Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, di bengkel, di rumah siswa, atau di mana saja asal tugas itu dapat dikerjakan.

Dari berbagai pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa metode tugas (resitasi) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas untuk dilaksanakan oleh siswa di manapun berada asal tugas itu dapat dikerjakan untuk dipertanggungjawabkan.

Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak sementara waktu sedikit. Artinya, banyak bahan yang tersedia dengan waktu kurang seimbang. Agar bahan pelajaran selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan, maka metode resitasi inilah yang biasanya digunakan oleh guru untuk mengatasinya.

Tugas yang dapat diberikan kepada anak didik ada berbagai jenis. Karena itu, tugas sangat banyak macamnya, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, seperti tugas meneliti, tugas menyusun laporan (lisan/tulisan), tugas motorik (pekerjaan motorik), tugas di laboratorium, dan lain-lain.

Tujuan metode resitasi agar hasil belajar siswa memuaskan maka, guru perlu merumuskan tujuan yang jelas yang hendak dicapai oleh siswa. Metode tugas biasanya digunakan dengan tujuan sebagai berikut: a) agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap; b) untuk memperoleh pengetahuan, setelah melaksanakan tugas akan memperluas dan memperkaya pengetahuan serta keterampilan siswa di sekolah, melalui kegiatan-kegiatan di luar sekolah; c)


(39)

commit to user

dengan melaksanakan tugas siswa aktif belajar; d) merasa terangsang untuk meningkatkan belajar yang lebih baik. Memupuk inisiatif dan berani bertanggung jawab sendiri; dan e) selalu memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajarnya.

Metode Resitasi dipergunakan apabila: a) suatu pokok bahasan atau aspek-aspek tertentu yang memerlukan latihan yang lebih banyak di luar jam pelajaran atau memerlukan penjelasan lebih lanjut melalui eksperimen atau sumber-sumber informasi lain yang lebih luas. b) ruang lingkup bahan pengajaran terlalu luas, sedangkan waktu yang disediakan tidak memadai. c) suatu pekerjaan yang tak mungkin dapat diselesaikan selama jam pelajaran. d) dalam keadaan darurat, di mana guru karena sesuatu hal tidak dapat mengajar baik untuk sebagian maupun seluruh jam pelajaran, di mana tidak ada guru lain yang dapat menggantikannya. e) Suatu pokok bahasan perlu pendalaman/ perhatian melalui latihan mandiri (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 96).

c. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Resitasi

Langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunaan metode tugas (resitasi) menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 97), yaitu: “1) fase pemberian tugas, 2) langkah pelaksanaan tugas, dan 3) fase mempertanggungjawabkan tugas”. Dari ketiga langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Fase Pemberian Tugas. Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan: tujuan yang akan dicapai, jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut, sesuai dengan kemampuan siswa, ada petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa, tersedia waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.

Langkah Pelaksanaan Tugas. Fase ini meliputi: diberikan bimbingan/ pengawasan oleh guru, diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja, diusahakan/dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain, dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik.


(40)

commit to user

Fase mempertanggungjawabkan tugas. Fase ini meliputi: laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakannya, ada tanya jawab/diskusi kelas, penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau cara lainnya.

Tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, halaman sekolah, laboratorium, perpustakaan ataupun di rumah. Siswa akan mendalami dan akan mengalami sendiri pengetahuan yang dicarinya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya tinggal lama dalam pikiran atau jiwanya. Jika siswa dalam melaksanakan tugasnya ditunjang dengan minat dan perhatian serta kejelasan tujuan belajarnya, maka tugas tersebut dapat mengembangkan daya berpikir siswa, daya inisiatif, daya kreatif dan melatih siswa bertanggungjawab.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode tugas diantaranya adalah: 1) janganlah memberikan tugas yang berhubungan dengan bahan pelajaran yang belum diajarkan, kecuali sebagai bahan yang akan diajarkan, misalnya kliping; 2) tugas hendaknya dirasakan penting oleh setiap siswa; 3) tugas hendaknya jelas batas-batasnya; 4) usahakan mempersiapkan format atau lembar kerja yang diperlukan; 5) guru hendaknya mempelajari dengan sungguh-sungguh, apakah suatu tugas dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa secara perorangan atau tidak; 6) perhatikan juga waktu yang ada pada siswa; 7) tugas pekerjaan rumah (PR) hendaknya diperiksa sendiri oleh guru dan jangan diperiksa oleh murid, agar guru dapat mengetahui sampai dimana kemampuan siswa dalam memahami/mendalami materi yang telah diberikan (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006: 98).

Metode tugas diterapkan dalam proses pembelajaran Matematika tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap tindak lanjut. Tahap persiapan meliputi: 1) membuat rancangan tertulis pemberian tugas; 2) mendiskusikan tugas siswa; 3) menyiapkan lembar kerja; 4) menyediakan sumber belajar yang diperlukan. Tahap pelaksanaan meliputi: 1) Menjelaskan tujuan dan manfaat tugas yang diberikan kepada siswa; 2) Memberikan


(41)

commit to user

penjelasan tentang tugas (terutama mengenai kesulitan yang mungkin dihadapi dan alternatif pemecahan); 3) pembentukan kelompok (bila tugas kelompok); memberikan tugas secara tertulis atau lisan; 4) memonitor (mengawasi) pelaksanaan dan penyelesaian tugas; dan mengadakan diskusi hasil pelaksanaan tugas. Tahap tindak lanjut meliputi: 1) melaksanakan penilaian hasil pelaksanaan tugas; 2) menyimpulkan penilaian proses dan penilaian hasil; dan 3) mendiskusikan kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diselesaikan oleh siswa selama pelaksanaan tugas.

Jenis-jenis tugas banyak macamnya, diantaranya adalah: tugas latihan, tugas mempelajari sejumlah halaman, tugas mempelajari satu bab, tugas mempelajari satu topik atau pokok, tugas unit/proyek, dan tugas eksperimen. Tugas latihan terdiri dari soal-soal yang sudah dijelaskan, tetapi memerlukan latihan yang lebih banyak di luar jam pelajaran, misalnya pelajaran Matematika, bahasa dan lain-lain.

Tugas mempelajari satu topik atau pokok, misalnya tentang mata pencaharian bangsa Indonesia, tentang iklim, tentang binatang buas dan lain-lain. Untuk ini akan diberikan tugas mempelajari macam-macam buku atau penyelidiki sumber-sumber lain. Tugas unit/proyek, tugas yang berhubungan dengan unit yang dibicarakan di dalam kelas. Tugas eksperimen, anak diberi tugas untuk membuat suatu percobaan, umpamanya dalam IPA.

d. Keuntungan dan Kelemahan Metode Resitasi

Metode resitasi memiliki beberapa keuntungan dan kelemahan dalam proses pembelajaran. Keuntungan dan kelemahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Keuntungan menggunakan metode resitasi menurut Winarno Surakhmad (2000: 92-93) sebagai berikut: (1) pengetahuan yang siswa peroleh dari hasil belajar, hasil eksperimen atau penyelidikan yang banyak berhubungan dengan minat mereka dan yang lebih mereka rasakan berguna untuk hidup mereka, akan lebih lama dapat diingat. (2) murid berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri. Adapun kelemahannya adalah (1) seringkali siswa melakukan penipuan dimana siswa


(42)

commit to user

hanya meniru atau menyalin hasil pekerjaan orang lain, tanpa mengalami peristiwa belajar. (2) adakalanya tugas itu dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan. (3) apabila tugas terlalu sering diberikan, apalagi bila tugas-tugas itu sukar dilaksanakan siswa, ketenangan mental mereka terpengaruh. (4) sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individuil.

B. Kerangka Berpikir

Pelajaran matematika oleh kebanyakan siswa seringkali menjadi pelajaran yang ditakuti atau dibenci siswa. karena anggapan mereka, matematika adalah pelajaran yang sangat sulit untuk dipelajari dan dipahami. Prestasi belajar matemaitka yang mereka peroleh tidak memuaskan. Namun ini bukanlah suatu alasan mengapa prestasi belajar mereka tidak seperti yang diharapkan. Karena pada dasarnya prestasi itu dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah tentang metode mengajar.

Dalam pembelajaran matematika, keterlibatan siswa tuna grahita dalam menemukan konsep sangat diperlukan, karena dengan dilibatkannya siswa dalam penemuan konsep, maka siswa akan lebih memahami konsep tersebut. Sehingga prestasi belajar meningkat. Jadi pengajaran matematika yang menggunakan metode resitasi lebih tepat. Karena metode resitasi adalah suatu metode mengajar yang menekankan pada keaktifan siswa di dalam proses belajar mengajar yaitu dengan membaca buku dan mengungkapkan kembali apa yang telah dibacanya, sehingga materi yang disampaikan lebih dimengerti dan dipahami yang akhirnya akan dapat meningkatkan pretasi belajar siswa. Jadi dengan metode mengajar yang melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar akan meningkatkankan pemahaman tentang materi yang dipelajarinya sehingga prestasi belajar meningkat.

Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarah jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan adalah:


(43)

commit to user

Gambar 1

Bagan Kerangka Berfikir

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis merupakan tafsiran sementara yang masih perlu diuji kebenarannya, mengenai bukti-bukti secara ilmiah. Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Penerapan metode resitasi dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tuna grahita kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.”

Kondisi awal

Tindakan

Kondisi Akhir

Sebelum menerapkan metode resitasi

Prestasi belajar matematika

rendah

Penerapan metode resitasi

Siklus I

Siklus II

Prestasi belajar Matematika


(44)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam bahasa Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran (Susilo, 2007: 16). Penelitian ini dilaksanakan di SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. Pemilihan tempat penelitian ini dengan pertimbangan: 1) peneliti adalah guru di SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo, 2) terdapatnya subyek penelitian, 3) di kelas VI prestasi belajar matematika masih rendah sehingga perlu dilakukan inovasi pembelajaran. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 s/d Nopember 2010.

B. Subyek Penelitian

Penelitian ini subyek penelitian adalah siswa kelas VI SLB ABC Tawangsari Sukoharjo berjumlah 4 siswa dengan berincian sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar Siswa Kelas VI SLB ABC Tawangsari sebagai Subjek Penelitian.

No. Urut Kode Subyek Jenis Kelamin

1 BYI Laki-laki

2 BW Laki-laki

3 HI Laki-laki

4 RW Laki-laki

C. Data dan Sumber Data

Sumber data penelitian ini berasal dari siswa kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo dan guru sebagai subjek penelitian. Data yang berupa prestasi belajar matematika diperoleh dengan menggunakan tes setelah dalam proses pembelajaran menerapkan metode resitasi.


(45)

commit to user

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, karena hal ini merupakan sesuatu yang paling mendasar guna keberhasilan suatu penelitian dapat tercapai.

Metodologi penelitian menurut Suharsini Arikunto (2003: 136) “Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Sedangkan Sumadi Suryabrata (2000: 59) berpendapat bahwa “Metode penelitian adalah suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara yang dilakukan secara terencana dan sistematis dalam mengumpulkan data untuk pemecahan suatu masalah.

Berorientasi pada judul penelitian maka metode yang akan penulis gunakan dalam penelitian tindakan kelas ini dengan metode observasi, dokumentasi, dan tes.

1. Observasi a. Pengertian Observasi

Observasi memiliki pengertian yang berbeda antara pendapat satu dengan yang lainnya. Dari beberapa literatur arti observasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

”Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.” (Margono, S, 2009: 158).

Menurut Supardi (2008: 127), observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) secara langsung mengenal


(46)

commit to user

fenomena-fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan untuk memotret seberapa jauh efek tidakan telah mencapai sasaran.

Skor penilaian terhadap aktivitas guru dan aktivitas siswa disediakan kolom penilaian yang terdiri dari: skor 1 (kurang); skor 2 (sedang); skor 3 (cukup); skor 4 (baik); dan skor 5 (sangat baik).

b. Macam-macam Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan observasi proses, menurut Retno Winarni (2009: 84-85) ada 4 metode observasi yaitu:

1) Observasi Terbuka

Pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong merekam pelajaran yang diamati.

2) Observasi Terfokus

Ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran. Misalnya: yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi.

3) Observasi Terstruktur

Observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (V) pada tempat yang disediakan.

4) Observasi Sistematik

Observasi sistematik lebih rinci dalam kategori yang diamati. Misalnya dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal dan nonverbal.

c. Observasi yang Digunakan

Dalam penelitian in digunakan observasi terstruktur, dimana observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda ( ) pada tempat yang disediakan pada lembar pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika melalui metode resitasi. Alasan digunakan observasi terstruktur


(47)

commit to user

adalah untuk mempermudah observer melakukan pengamatan dan observasi tertruktur sesuai dengan masalah yang diteliti.

2. Dokumentasi a. Pengertian Dokumentasi

Dokumentasi memiliki beberapa pengertian menurut beberapa pendapat. Dari literatur yang diperoleh arti dokumentasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 200) “dokumentasi yaitu data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, notulen, legger, agenda, dsb”. Menurut Margono (2009: 161), “metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku pentang pendapat, teori, dalil, atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.”

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data mengenal hal-hal atau variabel melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku pentang pendapat, teori, dalil, catatan, notuler, legger, agenda, atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian

b. Dokumentasi yang Digunakan

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi awal matematika siswa yang diambil dari nilai ulangan kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo.

Skor penilaian berupa nilai yang berupa angka hasil mid semester mata pelajaran matematika.

3. Tes a. Pengertian Tes

Nilai matematika siswa diukur melalui tes. Setelah dilaksanakan tindakan, siswa dites dengan menggunakan soal uraian yang menitikberatkan pada segi penerapan pada akhir pembelajaran setiap siklus.


(48)

commit to user

“Tes adalah sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan” (Saifuddin Azwar, 2001: 2). Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 138) tes adalah “Serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok”.Sedangkan menurut James Ppoham dan Eva L. Baker (2001:112), “tes adalah pertanyaan yang berupa lesan maupun tulisan yang harus dijawab oleh seseorang untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat, berujud pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa baik secara individu atau kelompok.

b. Macam-macam Tes

Bentuk-bentuk tes dikemukakan Suharsimi Arikunto (2006: 139), antara lain sebagai berikut: 1) Tes benar salah, 2) Tes pilihan ganda, 3) Tes menjodohkan, 4) Tes isian atau melengkapi, 5) Tes jawaban singkat. Sedangkan menurut James Ppoham dan Eva L. Baker (2001:118), tes terdiri dari beberapa macam, antara lain: 1) tes pilihan, 2) butir tes isian, 3) butir tes isian singkat, dan 4) butir tes esai,

c. Tes yang Digunakan

Bentuk tes yang dipakai adalah tes objektif. Tes objektif adalah tes yang hanya satu jawaban dapat dianggap terbaik. Siswa yang diuji diminta untuk menunjukkan jawaban yang terbaik. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif isian atau melengkapi yang terdiri dari 20 item pertanyaan.

Skor penilaian terhadap hasil tes yaitu jawaban benar mendapat nilai 5 dan jawaban salah mendapat nilai 0.

E. Validitas Data

Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan data dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga validitas data tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat


(1)

commit to user

Tabel 7. Peningkatan Nilai Rata-rata Prestasi Belajar Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Setiap Siklus

S i k l u s Nilai Rata-rata Peningkatan

Tes Awal 48,75 -

Siklus I 57,50 8,75

Siklus II 65,00 7,50

Dari peningkatan prestasi belajar matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa kelas VI SLB ABC Tawangsari tahun pelajaran 2010/2011 melalui metode resitasi secara klasikal dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:

40 45 50 55 60 65 70

Prestasi Belajar Matematika Nilai Awal Siklus I Siklus II

Grafik 5. Peningkatan Prestasi Belajar matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Setiap Siklus.

Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa Rerata Nilai Matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat telah mencapai 67,50 dari 3 siswa seluruhnya mendapat di atas 60,00. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100% siswa mendapat nilai 60,00 ke atas yang dapat diasumsikan indikator kinerja secara klasikal telah mencapai batas tuntas.


(2)

commit to user

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode resitasi dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tuna grahita kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode resitasi dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tuna grahita kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.

Hasil penelitian ini bila dikaitkan dengan teori masih relevan, tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Ngalim Purwanto (2002: 107) terdiri dari faktor dari luar, meliputi: lingkungan dan instrumental; dan faktor dari dalam, meliputi: fisiologis, psikologis, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif. Pemberian tugas (resitasi) merupakan faktor instrumental yang berasal dari luar diri siswa, dengan seringnya anak diberi tugas maka akan menjadikan siswa selalu belajar di rumah dan dapat memecahkan masalah yang tidak bisa dengan bantuan orang lain dan mendapat bimbingan untuk belajar, sehingga anak akan semakin paham terhadap materi pelajaran yang diberikan guru di sekolah.

Metode resitasi memiliki beberapa keuntungan sebagaimana yang dikemukakan Winarno Surakhmad (2000: 92-93) sebagai berikut: 1) pengetahuan yang siswa peroleh dari hasil belajar, hasil eksperimen atau penyelidikan yang banyak berhubungan dengan minat mereka dan yang lebih mereka rasakan berguna untuk hidup mereka, akan lebih lama dapat diingat. 2) murid berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah dengan diberikan tugas baik tugas yang harus dikerjakan di sekolah maupun di rumah. Tugas yang diberikan kepada siswa merupakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh pihak sekolah baik saat jam sekolah maupun


(3)

commit to user

di luar jam belajar di sekolah yang ditentukan. Dengan diberikan tugas yang merupakan tambahan jam belajar, diharapkan anak akan termotivasi untuk berprestasi dan menguasai materi pelajaran yang telah digariskan dalam kurikulum. Tugas yang diberikan guru yang biasanya diberikan pada akhir pelajaran dan menjadi kewajiban siswa untuk menyelesaikan tugas tersebut setelah sampai di rumah diharapkan dapat membantu siswa dalam memecahkan kesulitan belajarnya. Guru dapat mengetahui sudah sejauh mana materi yang telah diberikan dikuasai siswa. Dengan diberikannya tugas maka diharapkan siswa dapat mengutarakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan materi yang belum sempat dibahas pada jam-jam sekolah dapat dibahas di luar sekolah, yaitu ketika siswa berada di rumah.

Di samping memiliki keuntungan atau kelebihan terhadap metode resitasi, juga terdapat kelemahannya adalah (1) seringkali siswa melakukan penipuan dimana siswa hanya meniru atau menyalin hasil pekerjaan orang lain, tanpa mengalami peristiwa belajar. (2) apabila tugas terlalu sering diberikan, apalagi bila tugas-tugas itu sukar dilaksanakan siswa, ketenangan mental mereka terpengaruh. (3) sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, maka setiap hasil pekerjaan siswa, guru mengambil kebijakan untuk dibahas kembali dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk unjuk kerja di depan kelas mengerjakan tugas yang telah diberikan. Materi pelajaran yang kurang dipahami dapat bersama-sama untuk didiskusikan antara siswa dengan guru, sehingga terjadi interaksi dalam pembelajaran matematika dengan tujuan prestasi belajar matematika dapat ditingkatkan.


(4)

commit to user BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah kemukakan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode resitasi dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tuna grahita kelas VI SLB ABC Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.

B. Saran

1. Untuk Kepala Sekolah

Hendaknya lebih meningkatkan pengawasan kepada guru-guru kelas dalam meningkatkan pembelajaran dan memberikan penjelasan kepada guru dan siswa akan pentingnya memahami metode resitasi dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat untuk mempermudah memahami penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

2. Untuk Siswa

Siswa yang memiliki prestasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang tinggi, hendaknya memotivasi temannya yang masih rendah dengan lebih sering mengadakan diskusi, baik pada saat berada di dalam kelas maupun di luar kelas dengan memanfaatkan metode resitasi. Untuk siswa yang masih rendah prestasinya, hendaknya memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang disampaikan guru dan temannya yang lebih pandai, siswa perlu memiliki keberanian untuk bertanya kepada guru dan kepada teman terhadap materi yang belum jelas.

3. Untuk Peneliti Lain

Perlu diupayakan adanya penelitian yang berkaitan dengan metode resitasi dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Para peneliti dapat mengadakan penyelidikan dengan subyek yang lebih banyak dan waktu penelitian yang lebih lama sehingga akan dihasilkan kesimpulan yang berbeda.


(5)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Farida Rahim. 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

George Boeree. Intelligence and IQ, Shippensburg University. http://www. iqcomparisonsite.com/IQBasics.aspx). Diakses tanggal 5 Mei 2011.

James Popham, W. dan Eva L. Baker. 2001. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta: Rineka Cipta.

Jujun S. Suriasumantri. 1998. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Kamus Umum Bahasa Indonesia. 2001. Jakarta: Balai Pustaka.

Lumbantobing, 1997. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Margono. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ______. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Maryana W. dan Soedarinah Padmodisastro. 1991. Dasar-dasar PMIPA. Surakarta: UNS Press.

Moeleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mohammad Efendi, 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Moh. Amin, 1996. Ortopedagogik Anak Tuna Grahita. Bandung: Depdikbud. _____. 2005. Ortopedagogik C (Pendidikan Anak Terbelakang). Jakarta:

Depdikbud.

Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyono Abdurrahman. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud dan Rineka Cipta.

Mumpuniarti. 2007. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Hambatan Mental. Yogyakarta: Kanwa Publisher.

Munzayanah. 2000. Pendidikan Anak Tuna Grahita. Surakarta: PLB.

Mulyani Sumantri dan Johar Premana. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda karya.

Nana Sudjana. 1994. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

_____. 2001. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.


(6)

commit to user

Nasution. 2000. Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Oemar Hamalik. 1989. Metode Belajar dan Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito. Pasaribu dan Simanjuntak. 2003. Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito. Purwoto. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.

Retno Winarni. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Salatiga: Widyasari.

Roestiyah NK. 1998. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara. Salim Choiri, A. dan Munawir Yusuf. 2008. Pendidikan Luar Biasa / Pendidikan

Khusus. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta.

Saifuddin Azwar. 2001. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Singgih D. Gunarso. 1995. Psikologi Praktis Anak Remaja dan Keluarga.

Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sumadi Suryabrata. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: Bina Aksara.

Sunaryo Kartadinata. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Beserta

Sistematika Proposal dan Pelaporannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustak Book Publisher.

Sutratinah Tirtonegoro. 2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Gramedia.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ulih Bukit Karo-karo. 1991. Suatu Pengantar Ke Dalam Metodologi Pengajaran. Salatiga: CV. Saudara.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung: Citra Umbara.

Winarno Surakhmad. 2000. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito. Yusak S. 2003. Instruduksi Pada Anak Berkelainan. Bandung: Sinar Baru.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES PADA SISWA KELAS V TUNA GRAHITA SLB NEGERI SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 5 93

BIMBINGAN INDIVIDU UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PERKALIAN BAGI SISWA TUNA GRAHITA KELAS V SEMESTER II DI SLB C YPALB KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 6 107

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI LATIHAN SENSOMOTORIK PADA ANAK TUNA GRAHITA KELAS DASAR I SLB BINA TARUNA MANISRENGGO KLATEN TAHUN 2008 2009

2 7 75

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI TEKNIK PEMBERIAN TUGAS PEKERJAAN RUMAH PADA SISWA TUNA GRAHITA KELAS III SLB C YPALB KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 7 18

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN METODE DRILL PADA SISWA TUNA GRAHITA KELAS D III C SEMESTER II DI SLB BC YPASP WONOREJO GONDANGREJO KARANGANYAR TAHUN 2008 2009

0 4 79

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI METODE KARYAWISATA PADA ANAK TUNA GRAHITA KELAS DASAR III SLB – C YPAALB PRAMBANAN KLATEN

1 9 77

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGENAL LAMBANG BILANGAN MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA POHON BILANGAN BAGI SISWA KELAS IC I TUNA GRAHITA SLB B – C BAGASKARA SRAGEN TAHUN PELAJARAN

0 6 17

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGAJARAN REMEDIAL BAGI SISWA TUNA GRAHITA KELAS V SEMESTER II DI SLB C PBM MOJOSONGO KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 4 78

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE SIMULASI PERAN PADA ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS VI SDLB N SUKOHARJO PATI TAHUN AJARAN 2014 / 2015.

0 0 16

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS V DI SLB ABC TAWANGSARI TAHUN AJARAN 20162017

0 0 17