Tinjauan umum tentang Konsepsi Perlindungan Pekerja

commit to user 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan umum tentang Konsepsi Perlindungan Pekerja

Menurut Imam Soepomo perlindungan pekerja terdapat adanya pemisahan perlindungan terhadap pemerasan perlindungan sosial atau perlindungan buruh dalam arti sempit protection dan perlindungan terhadap bahaya kecelakaan sebagai perlindungan teknis atau perlindungan keselamatan kerja yang disingkat keselamatan kerja safety. Perlindungan dalam arti kata sempit adalah penjagaan yang layak untuk kemanusiaan yang mana ditujukan tidak hanya untuk majikanpengusaha tapi juga kepada buruh pekerja itu sendiri Imam Soepomo, 1968 : 115. Menurut Sendjun Manulang, S.H tenaga kerja memiliki peran penting bagi pembangunan, sehingga sudah wajar jika diadakannya perlindungan hukum bagi pekerja melalui perlindungan, pemeliharaan, dan pengembangan terhadap kesejahteraannya Sendjun H. Manulang, 1987 : 129. Rachmad Budiono S.H., M.H perlindungan pekerja erat kaitannya dengan peraturan kesehatan kerja yang berisi aturan-aturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruhpekerja dari kejadian yang dapat merugikan kesehataan kesesuaian dalam melaksanakan hubungan kerja. Sehingga dapat dimengerti bahwa bidang kesehatan kerja memberi perlindungan buruhpekerja dalam arti kata sempit Rachmad Budiono, 1995 : 188. Pendapat para ahli yang memberikan gambaran akan apa yang dimaksud dengan perlindungan pekerja dapat dimengerti bahwa perlindungan pekerja ditujukan bukan hanya untuk pengusaha saja atua pekerja saja akan tetapi untuk semua pihak yang terkait dalam suatu hubungan kerja. The employment contract is the outcome of a transaction wich encompasses both the entitltments and the obligations of thr employee. In the contemporary context it is easy to forget that collective bargaining may regulate not only entitlements such us pay and fringe benefits, but also the commit to user 12 obligations placed on employees as workloads and job descriptions. Bargaining aver work obligations is bargaining over the control of work. We turn to a thirty year historical perspective to underfine how the regulation of this aspect of the employment contract has changed William Brown, 2000 : 7. Kontrak kerja adalah hasil dari suatu transaksi yang meliputi hak dan kewajiban karyawan. Dalam konteks kontemporer perundingan bersama dapat mengatur tidak hanya hak-hak seperti kita membayar dan tunjangan, tetapi juga kewajiban ditempatkan pada karyawan sebagai beban kerja dan deskripsi pekerjaan. Kewajiban membuktikan Perundingan kerja adalah tawar-menawar atas kontrol pekerjaan. Kita beralih ke perspektif sejarah tiga puluh tahun atas bagaimana pengaturan aspek kontrak kerja telah berubah William Brown, 2000 : 7. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dalam penulisan hukum yang ditulis oleh Romy yang berjudul Pengaturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dari Perspektif Kepastian Hukum dan Prospeknya ke Depan, menyatakan Romy, 2009: 8: Perjanjian Kerja Waktu Terakhir sebagai salah satu wujud konkrit konsep fleksibilitas ketenagakerjaan merupakan produk hukum liberal yang menghendaki terwujudnya keseimbangan posisi bargaining position antara pengusaha majikan dengan pekerja. Dihapuskannya peran serta negara dalam dunia ketenagakerjaan merupakan sasaran akhir yang dituju oleh konsep ini. One of the most significant failures of the law governing unions and collective bargaining is the catastrophic underenforcement of the statutory right of employees to bargain. About half of all newly certified or recognized unions are not able to persuade the employer to agree to a collective bargaining agreement Catherine Fisk, 2010 : 2 Salah satu kegagalan yang paling signifikan dari hukum yang mengatur serikat pekerja dan perundingan bersama adalah pengaturan hak hukum karyawan untuk menawar. Sekitar setengah dari semua serikat baru commit to user 13 disertifikasi atau diakui tidak mampu membujuk majikan untuk menyetujui kesepakatan tawar-menawar kolektif Catherine Fisk, 2010: 2 The point is that a contribution like the good governance fee could be used to help improve a struggling legal system as well as a significant percentage of the population. And, if such a fee is directed towards particular projects like increasing the number of judges and courtrooms, the effects could directly serve the interests of the foreign investors themselves. The critical question is whether the Americans engaged in outsourcing would agree to this proposal. Recall that at least in terms of legal outsourcing companies, firms like Intellevate are free from any tax obligations for the next several years Jayanth K. Krishnan, 2006:45. Intinya adalah bahwa kontribusi seperti biaya tata pemerintahan yang baik dapat digunakan untuk membantu memperbaiki sistem hukum berjuang serta persentase yang signifikan dari populasi. Dan, jika seperti biaya diarahkan proyek-proyek tertentu seperti meningkatkan jumlah hakim dan ruang sidang, efek langsung dapat melayani kepentingan investor asing sendiri. Pertanyaan kritis adalah apakah Amerika terlibat dalam outsourcing akan setuju dengan proposal ini. Ingat bahwa setidaknya dalam hal outsourcing perusahaan hukum, perusahaan seperti Intellevate bebas dari segala kewajiban pajak untuk beberapa tahun ke depan Jayanth K. Krishnan, 2006:45. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memberikan batasan-batasan perlindungan hukum bagi pekerja. Perlindungan hukum bagi pekerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan meliputi perlindungan bagi penyandang cacat, perlindungan bagi pekerja anak, perlindungan bagi perempuan, perlindungan waktu kerja, Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3, pengupahan, KesejahteraanJaminan Sosial Tenaga Kerja Program Jamsostek. Perlindungan pekerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang terkait dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu antara lain sebagai berikut: commit to user 14 a. Perlindungan bagi Perempuan Pekerjaan wanitaperempuan di malam hari diatur dalam Pasal 76 merangkan bahwa pekerjaburuh perempuan yang berumur kurang dari 18 delapan belas Tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai pukul 07.00. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerjaburuh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya, apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib: 1 memberikan makanan dan minuman bergizi; dan 2 menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerjaburuh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Untuk pekerja wanita, terdapat beberapa hak khusus sesuai dengan kodrat kewanitaannya, yaitu : 1 Pekerja wanita yang mengambil cuti haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua Pasal 81 ayat 1 2 Pekerja wanita berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandunganbidan Pasal 82 ayat 1 3 Pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan sesuai ketentuan dokter kandunganbidan Pasal 82 2 4 Pekerja wanita yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja Pasal 83 5 Pekerja wanita yang mengambil cuti hamil berhak mendapat upah penuh Pasal 84 commit to user 15 b. Perlindungan Waktu Kerja Ketentuan mengenai perlindungan waktu kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 77-85. Dalam Pasal 77 ayat 1, setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Selanjutnya menurut ayat 2 waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi : 1 7 tujuh jam 1 satu hari dan 40 empat puluh jam 1 satu minggu untuk 6 enam hari kerja dalam 1 satu minggu; atau 2 8 delapan jam 1 satu hari dan 40 empat puluh jam 1 satu minggu untuk 5 lima hari kerja dalam 1 satu minggu. Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang mana diatur dengan Keputusan Menteri. Menurut Pasal 78 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat 2 harus memenuhi syarat: 1 ada persetujuan pekerjaburuh yang bersangkutan; dan 2 waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 tiga jam dalam 1 satu hari dan 14 empat belas jam dalam 1 satu minggu. Menurut Pasal 78 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib membayar upah kerja lembur. Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3 diatur dengan Keputusan Menteri. Dalam ketentuan Pasal 79 ayat 1 pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerjaburuh. Pada ayat 2 waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, meliputi: commit to user 16 istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 empat jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; 1 istirahat mingguan 1 satu hari untuk 6 enam hari kerja dalam 1 satu minggu atau 2 dua hari untuk 5 lima hari kerja dalam 1 satu minggu; 2 cuti Tahunan, sekurang kurangnya 12 dua belas hari kerja setelah pekerjaburuh yang bersangkutan bekerja selama 12 dua belas bulan secara terus menerus; dan 3 istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 dua bulan dan dilaksanakan pada Tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 satu bulan bagi pekerjaburuh yang telah bekerja selama 6 enam Tahun secara terus- menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerjaburuh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat Tahunannya dalam 2 dua Tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 enam Tahun. Menurut Pasal 79 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pelaksanaan waktu istirahat Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pada Pasal 79 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf d hanya berlaku bagi pekerjaburuh yang bekerja pada perusahaan tertentu. Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 diatur dengan Keputusan Menteri. Pada Pasal 80 pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerjaburuh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. Pasal 81, pekerjaburuh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Pada Pasal 81 commit to user 17 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Setiap pekerjaburuh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaburuh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat 2 huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 yang mana pada Pasal 79 ayat 2 huruf b menjelaskan bahwa istirahat mingguan 1 satu hari untuk 6 enam hari kerja dalam 1 satu minggu atau 2 dua hari untuk 5 lima hari kerja dalam 1 satu minggu. Pasal 79 ayat 2 huruf c yaitu cuti tahunan, sekurang- kurangnya 12 dua belas hari kerja setelah pekerjaburuh yang bersangkutan bekerja selama 12 dua belas bulan secara terus menerus dan pada Pasal 79 ayat 2 huruf d yaitu istirahat panjang sekurang- kurangnya 2 dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 satu bulan bagi pekerjaburuh yang telah bekerja selama 6 enam tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerjaburuh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 dua tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 enam tahun. Pada Pasal 80 menjelaskan bahwa pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerjaburuh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya, serta pada Pasal 82 ayat 1 dan 2 yang menjelaskan pekerjaburuh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 satu setengah bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 satu setengah bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan serta pekerjaburuh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter commit to user 18 kandungan atau bidan. Pada pasal yang dicantumkan dalam Pasal 84 tersebut diatas berhak untuk mendaptkan upah penuh. Pasal 85 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ayat 1 pekerjaburuh tidak wajib bekerja pada hari- hari libur resmi. Pada Pasal 85 ayat 2 pengusaha dapat mempekerjakan pekerjaburuh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerjaburuh dengan pengusaha. Pasal 85 ayat 3 menjelaskan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 wajib membayar upah kerja lembur. Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 diatur dengan Keputusan Menteri. c. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 Dalam Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa setiap pekerjaburuh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: 1 keselamatan dan kesehatan kerja; 2 moral dan kesusilaan; dan 3 perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Pasal 86 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerjaburuh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem commit to user 19 manajemen perusahaan. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan keselamatan kerja juga terdapat dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Dalam Undang-Undang Keselamatan Kerja mewajibkan bagi pengusaha untuk mencegah adanya kecelakaan kerja yang mana dapat terjadi sewaktu-waktu. d. Pengupahan Pada Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan upah adalah hak pekerjaburuh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerjaburuh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerjaburuh dan keluarganya atas suatu pekerjaan danatau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pada Pasal 88 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa setiap pekerjaburuh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selanjutnya menurut Pasal 88 ayat 2 menjelaskan bahwa Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerjaburuh. Pada Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat 3 huruf a dapat terdiri atas : 1upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupatenkota; commit to user 20 2upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupatenkota; Selanjutnya menurut Pasal 88 ayat 2 Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Menurut Pasal 88 ayat 3 Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi danatau BupatiWalikota. Menurut Pasal 88 ayat 4 menjelaskan bahwa komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 90 ayat 1 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89. Selanjutnya menurut Pasal 90 ayat 2 bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan. Menurut Pasal 90 ayat 3 menjelaskan bahwa tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 91 ayat 1 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerjaburuh atau serikat pekerjaserikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditamnah dengan ketentuan dalam ayat 2 bahwa dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerjaburuh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 92 ayat 1 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pengusaha menyusun commit to user 21 struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi, pada ayat 2 menambahkan bahwa pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Pada Pasal 92 ayat 3 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 93 ayat 1 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerjaburuh tidak melakukan pekerjaan, ayat 2 menjelaskan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila : 1pekerjaburuh sakit termasuk pekerjaburuh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; 2pekerjaburuh tidak masuk bekerja karena pekerjaburuh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; 3pekerjaburuh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; 4pekerjaburuh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; 5pekerjaburuh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; 6pekerjaburuh melaksanakan hak istirahat; commit to user 22 7pekerjaburuh melaksanakan tugas serikat pekerjaserikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan 8pekerjaburuh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. Pada Pasal 93 ayat 3 upah yang dibayarkan kepada pekerjaburuh yang sakit sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a sebagai berikut : 1untuk 4 empat bulan pertama, dibayar 100 seratus perseratus dari upah; 2untuk 4 empat bulan kedua, dibayar 75 tujuh puluh lima perseratus dari upah; 3untuk 4 empat bulan ketiga, dibayar 50 lima puluh perseratus dari upah; dan 4untuk bulan selanjutnya dibayar 25 dua puluh lima perseratus dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. Pada Pasal 93 ayat 4 upah yang dibayarkan kepada pekerjaburuh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b sebagai berikut : 1pekerjaburuh menikah, dibayar untuk selama 3 tiga hari; 2menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 dua hari; 3mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 dua hari; 4membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 dua hari; 5isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 dua hari; 6suamiisteri, orang tuamertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 dua hari; dan 7anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 satu hari. Pada Pasal 93 ayat 5 menjelaskan bahwa pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. commit to user 23 Menurut Pasal 94 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit – dikitnya 75 tujuh puluh lima perseratus dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Menurut Pasal 95 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pekerjaburuh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda. Selanjutnya menurut ayat 2 pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerjaburuh. Pada ayat 3 menjelaskan bahwa pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha danatau pekerjaburuh, dalam pembayaran upah. Ditambah dengan penjelasan pada ayat 4 bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerjaburuh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Menurut Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa tuntutan pembayaran upah pekerjaburuh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 dua tahun sejak timbulnya hak. Menurut Pasal 97 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan penjelasan tentang ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup layak, dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, dan pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah yang telah dijabarkan di atas. commit to user 24 Menurut Pasal 98 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ayat 1 bahwa untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan KabupatenKota. Selanjutnya dalam ayat 2 Keanggotaan Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerjaserikat buruh, perguruan tinggi, dan pakar, ayat 3 Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, KabupatenKota diangkat dan diberhentikan oleh GubenurBupati Walikota. Pada Pasal 98 ayat 4 ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, diatur dengan Keputusan Presiden. e. KesejahteraanJaminan Sosial Tenaga Kerja Program Jamsostek Dalam melindungi kesejahteraan pekerja Negara membuat suatu program yang disebut dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Program Jamsostek. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Program Jamsostek merupakan suatu program dalam bentuk perlindungan ekonomis dan perlindungan sosial yang mana memberikan perlindungan dalam bentuk santunan berupa uang atas berkurangnya penghasilan dan perlindungan dalam bentuk pelayanan dan perawatanpengobatan pada saat seorang pekerja tertimpa risiko-risiko tertentu. Penyelenggaraan Program Jamsostek diwajibkan bagi pengusaha yang memiliki tenaga kerja minimal 10 sepuluh orang. Program Jamsostek meliputi Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Jaminan Sosial Tenaga Kerja diatur dalam Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 99. Aturan pelaksanaan commit to user 25 terdapat pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja JAMSOSTEK serta aturan pelaksanaannya yaitu PP Nomor 14 Tahun 1993, PP No, 64 Tahun 2005 tentang perubahan ke empat atas PP No, 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek.

2. Tinjauan Tentang Hubungan Kerja