Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI Tahu 2007 –2012

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA, TINGKAT SUKU BUNGA DAN TINGKAT INFLASI

TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERKEBUNAN YANG TERDAFTAR DI BEI

PERIODE TAHUN 2007- 2012 OLEH

Raminah 110522042

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI Tahu 2007 – 2012” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusu sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakulta Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang sayaperoleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Medan,

Raminah


(3)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA, TINGKAT SUKU BUNGA DAN TINGKAT INFLASI

TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERKEBUNAN YANG TERDAFTAR DI BEI

PERIODE TAHUN 2007- 2012

Tidak stabilnya keadaan moneter yang tercermin nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, Suku bunga BI dan tingkat inflasi mempengaruhi pergerakan pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini dapat menunjukkan adanya pengaruh keadaan makroekonomi terhadap di pasar saham. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh dari kaedaan makroekonomi indonesia yaitu : nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga BI dan tingkat inflasi terhadap perubahan harga saham perusahaan perkebunan yang tedaftar di Dursa Efek Indonesia periode tahun 2007 – 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan regresi linier berganda. Data diperoleh dari Monthly Statistics, Indonesia Stock Exchange,Indikator ekonomi dari Badan Pusat Statistik, Laporan bulanan Bank Indonesia dan Indonesian Capital Market Directory. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan data dikumpulkan dengan teknik mencatat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham AALI, TBLA dan SGRO. Variabel perubahan tingkat suku bunga BI signifikan terhadap perubahan harga saham UNSP dan TBLA dan tidak signifikan terhadap perubahan harga saham AALI, LSIP dan SGRO. Sedangkan untuk variabel perubahan tingkat Inflasi di Indonesia hanya signifikan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP, sedangkan terhadap saham AALI, LSIP, TBLA dan SGRO tidak signifikan

Kata kunci : Nilai tukar, Suku bunga, Laju Inflasi dan Harga Saham Perusahaan Perkebunan


(4)

ABSTRACT

“ANALYSIS OF THE EFFECT OF EXCHANGE RATES, INTEREST RATES AND INFLATION ON STOCK

PRICESPLANTATION COMPANY LISTED ON THE STOCK

EXCHANGE”

Instability of monetary situation which is reflected by currency rate,interest rate, and inflation rate affects chaos in economic situation.The Case above shows that macro economic has close corelation with stock price index in the stock market.The purpose of this research is to analyze some factors that influence stock price index in property sector. This research examines the effect of currency rate, interest rate, and inflation rate in the farming stock price index during period 2007-2012. The method employed in this research is using multiple regression analysis. Historical data was taken from Indonesian Financial Statistic,Indonesian Stock Exchange, Statictic Center Beaurau, Bank of Indonesia monthly report and Indonesia Capital Market Directory. The results shows that currency rate has significant influence toward AALI, TBLA and SGRO not to 2 other stock price , BI Interest rate has significant influence toward UNSP and TBLA not to 3 other stock price and inflation rate has significant influence toward UNSP stock price only. Keyword : currency rate, interest rate, inflation rate, and Stock price of Plantation Coorporation


(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allaw SWT atas rahmat dan hidayahNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI Tahu 2007 – 2012”. Segala upaya yang udi telah dilakukan tentunya tidak terlepas dari bimbingan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu hingga terselesaikannya tesis ini, terutama disampaikan kepada yangterhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.ec.Ac,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembaca 2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua

Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far MM,Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi 3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S1

Akuntansi dan sekaligus Dosen Pembimbing dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Skretaris Ketua Program Studi S1 Akuntansi

4. Seluruh Staff pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan Skripsi ini dengan baik


(6)

5. Seluruh pegawai di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yangtelah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini. 6. Kepada kedua orang tua ayah Sunyoto dan Ibu Ranti yang sangat aku hormati kasihi dan cintai terima kasih atas doa dan dukungan sehingga penulis dapat meyelesaikan pendidikan dan skripsi ini dengan baik.

7. Kepada adik dan kakak-kakakku, sahabat – sahabat, teman-teman, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya terima kasih telah memberikan sumbangsihnya kepada penulis sehingga penulis dapat meyelesaikan pendidikan dan skripsi ini dengan baik

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lain khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juni 2013


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Industri Perkebunan ... 9

2.2. Nilai Tukar (Kurs) ... 10

2.2.1. Penentuan Nilai Tukar ... 11

2.2.2. Sistem Kurs Mata Uang ... 12

2.3. Tingkat Suku Bunga ... 16

2.4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ... 18

2.5. Inflasi ... 20

2.6. Saham ... 22

2.7. Signaling Theory ... 25

2.8. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah,Suku Bunga dan Inflasi terhadap Harga Saham ... 26

2.8.1. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Harga Saham ... 26

2.8.2. Pengaruh Suku Bunga terhadap Harga Saham ... 29

2.8.3. Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham ... 30

2.9. Penelitian Terdahulu ... 30

2.10. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Sumber Data ... 36

3.2. Populasi dan Sampel... 37

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38

3.5. Teknik Analisis Data ... 40

3.5.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 41

3.5.1.1. Uji Multikolinearitas ... 41

3.5.1.2. Uji Heteroskedastisitas ... 42

3.5.1.3. Uji Normalitas ... 44


(8)

3.5.2. Pengujian Hipotesis ... 46

3.5.2.1. Koefisien Determinasi (R2) ... 46

3.5.2.2. Pengujian Secara Simultan (Uji F) ... 47

3.5.2.3. Pengujian Secara Parsial (Uji t) ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 49

4.1.1. Uji Multikolinearitas ... 49

4.1.2. Uji Autokorelasi Data ... 50

4.1.3. Uji Normalitas Data ... 52

4.1.4. Uji Heteroskedastisitas Data ... 53

4.2. P engujian Hipotesis dan Pembahasan ... 55

4.2.1. Uji Hipotesis terhadap Harga Saham AALI ... 55

4.2.2. Uji Hipotesis terhadap Harga Saham LSIP ... 59

4.2.3. Uji Hipotesis terhadap Harga Saham UNSP ... 61

4.2.4. Uji Hipotesis terhadap Harga Saham TBLA ... 62

4.2.5. Uji Hipotesis terhadap Harga Saham SGRO ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 68

5.1. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul

Halaman

1.1 Daftar Perusahaan Perkebunan terdaftar di BEI ... 5

3.1 Defenisi Operasional Variabel ... 38

4.1 Hasil Uji Multikolinearitas Harga Saham ... 49

4.2 Hasil Uji Autokorelasi Saham ... 50

4.3 Hasil Uji Normalitas Harga Saham ... 51

4.4 Hasil Uji heteroskedastisitas ... 53

4.5 Hasil Uji Statistik t terhadap Saham AALI ... 55

4.6 Hasil Uji Statistik F terhadap Saham AALI ... 57

4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi terhadap Saham AALI ... 57

4.8 Hasil Uji Statistik t terhadap Saham LSIP ... 58

4.9 Hasil Uji Statistik F terhadap Saham LSIP ... 59

4.10 Hasil Uji Statistik Koefisien Determinasi terhadap Saham LSIP ... 59

4.11 Hasil Uji Statistik t terhadap Saham UNSP ... 60

4.12 Hasil Uji Statistik F terhadap Saham UNSP ... 61

4.13 Hasil Uji Statistik Koefisien Determinasi terhadap Saham UNSP ... 62

4.14 Hasil Uji Statistik t terhadap Saham TBLA ... 62

4.15 Hasil Uji Statistik F terhadap Saham TBLA... 63

4.16 Hasil Uji Statistik Koefisien Determinasi terhadap Saham TBLA ... 64

4.17 Hasil Uji Statistik t terhadap Saham SGRO ... 65

4.18 Hasil Uji Statistik F terhadap Saham SGRO ... 67


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

1.1 Daftar Perusahaan Perkebunan terdaftar di BEI ... 5 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 34


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1. Data Variabel Independen dan Dependen Tahun 2007 ... 73

2. Data Variabel Independen dan Dependen Tahun 2008 ... 73

3. Data Variabel Independen dan Dependen Tahun 2009 ... 73

4. Data Variabel Independen dan Dependen Tahun 2010 ... 74

5 Data Variabel Independen dan Dependen Tahun 2011 ... 74

6. Data Variabel Independen dan Dependen Tahun 2012 ... 74

7. Hasil Uji Multikolinearitas ... 75

8. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 77

9. Hasil Uji Autokorelasi... 79

10. Hasil Uji Normalitas ... 81


(12)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA, TINGKAT SUKU BUNGA DAN TINGKAT INFLASI

TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERKEBUNAN YANG TERDAFTAR DI BEI

PERIODE TAHUN 2007- 2012

Tidak stabilnya keadaan moneter yang tercermin nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, Suku bunga BI dan tingkat inflasi mempengaruhi pergerakan pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini dapat menunjukkan adanya pengaruh keadaan makroekonomi terhadap di pasar saham. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh dari kaedaan makroekonomi indonesia yaitu : nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga BI dan tingkat inflasi terhadap perubahan harga saham perusahaan perkebunan yang tedaftar di Dursa Efek Indonesia periode tahun 2007 – 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan regresi linier berganda. Data diperoleh dari Monthly Statistics, Indonesia Stock Exchange,Indikator ekonomi dari Badan Pusat Statistik, Laporan bulanan Bank Indonesia dan Indonesian Capital Market Directory. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan data dikumpulkan dengan teknik mencatat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham AALI, TBLA dan SGRO. Variabel perubahan tingkat suku bunga BI signifikan terhadap perubahan harga saham UNSP dan TBLA dan tidak signifikan terhadap perubahan harga saham AALI, LSIP dan SGRO. Sedangkan untuk variabel perubahan tingkat Inflasi di Indonesia hanya signifikan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP, sedangkan terhadap saham AALI, LSIP, TBLA dan SGRO tidak signifikan

Kata kunci : Nilai tukar, Suku bunga, Laju Inflasi dan Harga Saham Perusahaan Perkebunan


(13)

ABSTRACT

“ANALYSIS OF THE EFFECT OF EXCHANGE RATES, INTEREST RATES AND INFLATION ON STOCK

PRICESPLANTATION COMPANY LISTED ON THE STOCK

EXCHANGE”

Instability of monetary situation which is reflected by currency rate,interest rate, and inflation rate affects chaos in economic situation.The Case above shows that macro economic has close corelation with stock price index in the stock market.The purpose of this research is to analyze some factors that influence stock price index in property sector. This research examines the effect of currency rate, interest rate, and inflation rate in the farming stock price index during period 2007-2012. The method employed in this research is using multiple regression analysis. Historical data was taken from Indonesian Financial Statistic,Indonesian Stock Exchange, Statictic Center Beaurau, Bank of Indonesia monthly report and Indonesia Capital Market Directory. The results shows that currency rate has significant influence toward AALI, TBLA and SGRO not to 2 other stock price , BI Interest rate has significant influence toward UNSP and TBLA not to 3 other stock price and inflation rate has significant influence toward UNSP stock price only. Keyword : currency rate, interest rate, inflation rate, and Stock price of Plantation Coorporation


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pasar modal merupakam salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat menghasilkan tingkat keuntungan yang optimal bagi investor. Investor dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu aset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan atau peningkatan nilai investasi (Husnan, 1998). Investasi dianggap mempunyai tingkat resiko yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif investasi lain, sperti obligasi, deposito dan tabungan. Investasi di pasar modal yang semakin transparan dan semakin mudah diakses via dunia maya mulai menarik minat para investor Indonesia berinvestasi dan mencoba meraup keuntungan melalui pasar modal.

Setiap investor di pasar modal sangat membutuhkan informasi yang relevan dengan perkembangan transaksi di bursa, hal ini sangat penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun strategi dan pengembalian keputusan investasi di pasar modal. Investor dapat memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk menyalurkan dana yang menganggur atau berinvestasi guna memperoleh keuntungan atau return yang didapat berupa peningkatan modal (capital gain) dan laba hasil usaha yang dibagikan (dividen) untuk investasi di pasar saham, serta bunga (coupon) untuk investasi di bapasr obligasi. Saham perusahaan yang go public sebagai komoditi investasi tergolong beresiko tinggi,


(15)

karena sifat komoditinya sangat peka terhadap perubahan – perubahan yang terjadi, baik perubahan di luar negeri maupun dalam negeri. Perubahan tersebut dapat berdampak positif maupun negatif terhadap nilai saham tersebut yang berada di pasar saham.

Kurs US dolar dan tingkat suku bunga BI rate sebagai ukuran tingkat pengembalian yang dapat diberikan di pasar valuta asing dan pasar uang yang naik secara bersamaan, menyebabkan permintaan investasi di pasar uang dan pasar valas dapat naik secara bersamaan. Sehingga, hal ini dapat berdampak sangat besar bagi penuruana permintaan di pasar saham. Krisis ekonomi global yang melanda perekonomian dunia, berimbas terhadap perekoniman nasional dan sangat berdampak terhadap pasar keuangan terutama pasar saham. Krisis ekonomi global pada triwulan IV tahun 2008 ditandai dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global sebagai dampak dari peningkatan harga komoditas dunia, terutama harga minyak dunia dan pangan, diperparah dengan krisis keuangan hebat yang melanda Amerika Serikat mengakibatkan luluhnya industri keuangan global (Hendri 2009).

Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham yakni faktor perubahan kondisi perekonomian. Terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia disebabkan oleh krisis ekonomi global. Krisis ekonomi global juga menyebabkan terjadinya peningkatan inflasi di beberapa negara termasuk indonesia yang diikuti dengan kenaikan suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Tekanan inflasi telah meningkatkan pengeluaran untuk memproduksi barang dan jasa rata-rata per bulan mengalami peningkatan


(16)

sebanyak 2,02 persen menjadi 17,12 persen pada tahun 2007, kemudian meningkat lagi menjadi 17,12 persen pada tahun 2008. Tekanan inflasi juga meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar US (Putong 2003). Nilai rata – rata kurs US dolar per bulannya meningkat sebanyak 6,94 persen (Bank Indonesia 2011). Naiknya kurs US dolar ini, kemudian diikuti pula oleh naiknya tingkat suku bunga BI rate sebanyak 0,07 persen menjadi 8,67 persen pada tahun 2008 (Bank Indonesi 2011).

Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional dimana lebih dari 40 persen masyarakat indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Sektor ini juga menjadi sektor primer banyak sektor, karena tidak sedikit hasil yang diproduksi oleh sektor pertanian juga diperlukan sektor lain.

Pembangunan sektor pertanian merupakan hal yang penting dalam meningkatkan pembangunan nasional saat ini. Hingga kini pertanian telah menunjukkan hasil positif. Hal tersebut tercermin dengan adanya peningkatan volume produksi, peningkatan permintaan atas komoditas pertanian dan peningkatan devisa negara dari hasil-hasil pertanian. Kebijakan pemerintah dengan menjadikan pertanian sebagai leading sector adalah tepat dalam upaya meningkatkan hasil-hasil yang telah dicapai pada pembangunan sebelumnya. Pembangunan sub sektor perkebunan merupakan bagian dari pertanian, yang pada dasarnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Pertumbuhan pada sub sektor perkebunan terus diarahkan pada peningkatan ekspor komoditi perkebunan sekaligus sumber devisa negara (Hasan, 2002).


(17)

Departemen Pertanian (2006) menunjukkan, hingga saat ini salah satu komoditas perkebunan yang memperlihatkan peranan dalam meningktkan nilai ekspor yang cukup memuaskan adalah kelapa sawit. Perkembangan agribisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang diperlukan sebagai kegiatan pembangunan sub sektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian. Kelapa sawit merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan isndustrinya termasuk pada karya. Harga Crude Palm Oil (CPO) yang positif selama beberapa tahun ke depan menjadi sebuah prospek pengembangan perusahaan yang baik bagi kinerja perusahaan ke depan. Prospek dari sektor tersebut diharapkan tetap menguntungkan karena positifnya trend

harga dan permintaan yang berlaku. Pada tahun 2007 realisasi harga Crude Palm Oil (CPO) stabil pada US$ 750 per ton, sedangkan tahun sebelumnya hanya mencapai US$ 505 per ton. Namun, sifat dasar komoditi bisnis kelapa sawit telah dikenali adanya volatilitas harga yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan marjin dan arus kas sepanjang waktu.

PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT London Sumatera Tbk (LSIP), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP), PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) merupakan perusahaan besar yang bergerak di bidang perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit dan penghasil CPO. Kelima perusahaan go public ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi investorr saham. Kinerja kelima perusahaan ini di pasar saham dan keiatan umum lainnya mendorong sentimen positif maupun sensitif negatif dari investor terhadap saham ini.


(18)

Dimana dapat terlihat dari tabel 1.1 yang menunjukkan jumlah frekuensi perdagangan saham di BEI (Bursa Efek Indonesia).

Tabel 1 . Daftar Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di BEI beserta Frekuensi Perdagangan Saham Periode Januari 2007 – Juli 2012

Sumber : Data Statistik BEI

Perubahan yang terjadi pada harga harga saham kelima perusahaan ini merupakan dasar yang paling penting untuk mempelajari perilaku investor dalam melakukan dan membuat keputusan investasi di pasar saham sektor pertanian. Perubahan harga saham yang terjadi pada kelima perusahaan ini akan berpengaruh pula pada besar kecilnya potensi keuntungan dan potensi kerugian yang mungkin akan terjadi pada investor jika investor tidak mengatahui faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham ini. Perubahan harga saham dalam

Nama Perusahaan Terdaftar Di

BEI

Kode Saham Rata2 Frek Saham/ Bln (Rp)

PT Astra Agro Lestari Tbk 9 Des 1997 AALI 13.656,43

PT PP London Sumatera Tbk 5 Juli 1996 LSIP 12.705,43

PT Bakrie Sumatra Plantation Tbk 6 Mar 1990 UNSP 26.600,29

PT Tunas Baru Lampung Tbk 14 Feb 2000 TBLA 8.493,14

PT Gozco Plantation Tbk 25 Mei 2008 GZCO 7.589,57

PT Smart Tbk 20 Nov 1992 SMAR 161,57

PT Sampoerna Agro Tbk 18 Juni 2007 SGRO 10.216,8


(19)

merespon perubahan kondisi perekonomian yang terjadi berbeda- beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain meskipun perusahaan tersebut bergerak dalam industri yang sama.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini menganalisis pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga dan inflasi yang tercermin oleh pertumbuhan GDP terhadap indeks harga saham sektoral dengan mengambil kasus perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI pada tahun 2007 – 2012 dengan mengambil lima perusahaan perkebunan yang dijadikan sampel penelitian yaitu : PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT London Sumatera Tbk (LSIP), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP), PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO). Seperti sudah dipaparkan diatas, alasan pengambilan indeks saham sektor perkebunan karena sektor perkebunan merupakan salah satu sektor yang volatilitasnya tinggi. Alasan lainnya adalah karena perkebunan merupakan sektor yang sangat dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi seperti kenaikan suku bunga kredit dan inflasi. Sehingga hasil penelitian ini nantinya diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi para investor yang ingin berinvestasi pada saham perusahaan-perusahaan agribisnis khususnya perusahaan perkebunan kelapa sawit. Dan penetian ini mengambil judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga, dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2007 – 2012”.


(20)

1.2. Perumusan Masalah

Pada latar belakang masalah diatas dapat diketahui beberapa permasalahan sebagai berikut

1. Bagaimana nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, tingkat Suku Bunga BI dan tingkat Inflasi secara bersama - sama mempengaruhi harga Saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI

2. Bagaiman nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika berpengaruh secara parsial terhadap harga saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI

3. Bagaimana tingkat suku bunga BI berpengaruh secara Parsial terhadap harga saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI

4. Bagaimana tingkat Inflasi berpengaruh secara parsial terhadap harga saham perusahaan perkebunan yang terdafar di BEI.

1.3. Tujuan Penelitian

Bertolak pada latar belakang permasalahan diatas maka tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh variabel nilai tukar rupiah (kurs) terhadap Dolar Amerika terhadap variabel harga saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI

2. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh variabel tingkat suku bunga BI terhadap variabel harga saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI.


(21)

3. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh variabel tingkat inflasi terhadap variabel harga saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi pelaku Bisnis dan praktisi keuangan, hasil dari studi ini diharapkan dapat menjadi informasi yang menarik dan menjadi salah satu masukan dalam mempertimbangkan keputusan investasi

2. Bagi akademis dan peneliti di bidang keuangan di Indonesia, hasil studi ini dapat dijaikan salah satu masukan seputar pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI

3. Bagi para pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang akan ditempuh sehubungan dengan pergerakan variabel makroekonomi yang mempengaruhi pergerakan harga saham di BEI 4. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka cakrawala baru.

Bahwa faktor-faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja bursa saham, jadi tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu sendiri saja. Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini bisa dijadikan dasar dan juga bisa dikembangkan secara luas lagi dengan mengambil faktor-faktor ekonomi yang lain, selain nilai tukar (kurs) dolar Amerika terhadap rupiah, tingkat suku bunga BI, dan inflasi.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Industri Perkebunan

Industri perkebunan memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan sektor industri lain, ditunjukkan oleh adanya aktivitas pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman untuk menghasilkan produk yang akan dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Kegiatan industri perkebunan umumnya dapat digolongkan menjadi:

1. Pembibitan dan penanaman, yaitu proses pengelolaan bibit tanaman agar siap untuk ditanam dan diikuti dengan proses penanaman.

2. Pemeliharaan, berupa pemeliharaan tanaman melalui proses pertumbuhan dan pemupukan hingga dapat menghasilkan produk. 3. Pemungutan hasil, yaitu proses pengambilan atau panen atas produksi

tanaman untuk kemudian dijual atau dibibitkan kembali.

4. Pengemasan atau pemasaran, yaitu proses lebih lanjut yang dibutuhkan agar produk tersebut siap dijual.

Dalam kegiatannya, perusahaan perkebunan seringkali bekerja sama dengan masyarakat setempat dan pihak terkait lainnya. Bentuk kerja sama meliputi pengadaan proyek kebun plasma diatas lahan milik masyarakat atau penyediaan lahan perusahaan yang dikelola oleh masyarakat. Kerjasama tersebut merupakan karakteristik tambahan sektor perkebunan yang tercermin dalam penyajian laporan keuangan perusahaan.


(23)

2.2. Nilai Tukar (Kurs)

Menurut Adiningsih (1988:155), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika, nilai tukar rupiah terhadap Euro dan lain sebagainya.

Kurs merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun di pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi portofolio. Terdepresiasinya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar Amerika memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari,2003).

Menurut Samsul (2006: 202), perubahan suatu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap harga saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, perusahaan yang berorientasi impor, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang tajam akan berdampak negatif terhadap harga saham perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari depresiasi kurs rupaih terhadap dolar Amerika. Ini berarti harga saham yang terkena dampak negatif mengalami penurunan harga di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak positif akan mengalami kenaikan harga saham.

Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata uang negara lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu negara dengan mata


(24)

uang negara lain ditentukan sebagai mana halnya barang yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika demand akan rupiah lebih banyak daripada suplynya maka kurs rupiah ini akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi dan Depresiasi akan terjadi apabila negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro, 2001).

Saat ini sebagian besar bahan baku bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia masih mengandalkan impor dari luar negeri (www.kompas.com). Ketika mata uang rupiah terdepresiasi, hal ini mengakibatkan naiknya biaya bahan baku tersebut. Kenaikan biaya produksi akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Bagi investor, proyeksi penurunan tingkat laba tersebut akan dipandang negatif. Hal ini akan mendorong investor untuk melakukan aksi menjual saham yang dimilikinya.

2.2.1. Penetuan Nilai Tukar

Ada bebrapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):

1. Faktor Fundamental

Faktor funda mental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, espektasi pasar dan investasi bank sentral.


(25)

2. Faktor Teknis

Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valuta asing akan terapresiasi, sebaliknyas apabila ada kekurangan permintaan, sementara penawaran tetap maka nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi.

3. Sentimen Pasar

Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

2.2.2. Sistem Kurs Mata Uang

Menurut Koncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu :

1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate)

Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :

a. Mengambang bebas (murni) diman kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan bank sentral/otoritas moneter. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa


(26)

tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.

b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valuta asing untuk mepengaruhi pergerakan kurs.

2. Sistem Kurs tertambat (pegged exchange rate)

Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai tukar mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “menambatkan” ke suatu mata uang berarti nilai tukar mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain yang mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.

3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs).

Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai tukar mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kurnya dalam periode lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena


(27)

itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. 4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies).

Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang” umumnya ditentukan oleh peranannya dalam mebiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari bebrapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.

5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate).

Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.

2.2.3. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia.

Menurut Ocktaviana (2007:21), sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu :


(28)

Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar kurs resmi Rp.250/dolar Amerika sementara kurs lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan. Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.

2. Sistem kurs mengambang terkendali (1978 – 1997)

Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Bank Indonesia hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah dari spread.

3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997 – Sekarang)

Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan


(29)

untuk mengurangi kegiatan intervensi Bank Indonesia terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.

2.3. Tingkat Suku Bunga

Menurut Prawoto dan Avonti (2004), Suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, Suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar per tahun setiap Dolar yang dipinjam.

Menurut Keynes (1991), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dn sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan mengalami capital loss atau gain. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu Rupiah yang diinvestasikan.

2. Suku bunga riil

Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefenisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju


(30)

inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan : [1] beban atas penggunaan uang dalam suatu periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya.

Unsur- unsur di dalam tingkat Suku bunga meliputi : 1. Syarat jatuh tempo

Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat- surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Surat- surat berharga jangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek.

2. Resiko

Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki resiko, sementara lainnya sangat bersifat spekulatif. Obligasi obligasi dan tagihan tagihan pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan kekuatan pajak dari pemerintah. Unsur unsur ini dapat dipercaya karena bunga pinjaman pemerintah akan benar benar dibayar. Risiko menengah terdapat pada pinjaman atas kredit kredit perusahaan yang kondisinya baik. Sedangkan investasi yang beresiko mempunyai peluang gagal atau tidak dibayar yang sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan yang hampir bangkrut.


(31)

Aktiva akan disebut likuid apabila dapat ditukarkan dengan kas secara cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian besar surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan pemerintah, dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai sekarangnya. Aktiva tidak likuid termasuk aktiva aktiva unik yang tidak memiliki pasar yang berkembang baik.

4. Biaya biaya administrasi

waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai jenis pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan biaya administrasi yang tinggi akan mempunyai bunga 5 sampai 10 persen per tahun lebih besar dari tingkat bunga lainnya.

2.4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Sebagaimana tercantum dalam UU No. 13 Tahun 1986 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sbagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilaI Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimun (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, SBI adalah surat


(32)

berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek

2. Tujuan penerbitan Sertifikat Bank Indonesia

Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dlam paradigma yag dianut, jumlah uang primer (uang kuartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut yang beredar di masyarakat.

3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia

Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral , Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentanbg Bank Indonesia. Scripless Securities Settlement System.

4. Karakteristik SBI

SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id) :

1. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan

2. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan tertinggi Rp 100 miliar.

3. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta.


(33)

4. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni (truediscount) yang diperoleh dari rumus

Nilai Nominal x 360

Nilai Tunai= --- 360 + [(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)]

5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa bunga diskonto yang dibayar di muka.

Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai

6. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%.

7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless). 8. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

2.5. Inflasi

Inflasi adalah kecendrungan dari harga umum untuk naik secara terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tida disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang lainnya (Boediono, 1999: 155). Samuelson (1995: 572) menyatakan bahwa tingkat inflasi adalah meningkatnya arah harga secara umum yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi (prosentase pertambahan kenaikan harga) berbeda dari sutu periode satu ke periode lainnya, dan berbeda pula dari satu negara ke negara lainnya (Sukirno, 2002:15). Kenaikan harga ini dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain : indeks biaya hidup/indeks


(34)

Harga komsumen (Consumer Price Index), indeks harga perdagangan besar

(Wholesales Price index), GNP deflator.

Inflasi adalah suatu variabel ekonomi makro yang dapat sekaligus menguntungkan dan merugikan suatu perusahaan. Menurut Samuelson dan Nordhaus dalam Daniel (1997 : 364) pada dasarnya inflasi yang tinggo tidak disukai oleh para pelaku pasar modal karena akan meningkatkan biaya produksi.

Secara keseluruhan, laju inflasi yang sedang berlangsung tergantung pada (i) permintaan, seperti yang ditujukan oleh senjang inflasi atau senjang resesi, (ii) kenaikan biaya yang diharapkan, (iii) serangkaian kekuatan luar yang datang terutama dari sisi penawaran. Laju inflasi dapat dipisahkan menjadi tiga komponen yaitu inflasi inti, inflasi permintaan dan inflasi gejolak (Nopirin,1990). Inflasi initi adalah inflasi yang komponen harganya dipengaruhi oleh faktor fundamental. Inflasi permintaan yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti kebijakan harga BBM, listrik, air minum, dan lainnya, sedangkan inflasi bergejolak adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kelancaran produksi dan distribusi barang dan jasa. Kenaikan inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga konsumen (Consumer Price Index).

Inflasi dapat dipilah berdasarkan sifat temporer atau permanen. Inflasi yang bersifat permanen adalah laju inflasi yang disebabkan oleh meningktanya tekanan permintaan barang dan jasa. Sedangkan inflasi yang bersifat temporer adalah inflasi yang diakibatkan gangguan sementara (misalnya kenaikan biaya energi,transportasi, dan bencana alam). Adapun cara yang digunakan untuk mengukur inflasi (Nopirin, 1990).


(35)

a. Dengan menggunakan harga umum b. Dengan menggunakan angka deflator

c. Dengan menggunakan indek harga umum (IHK) d. Dengan menggunakan harga pengharapan

e. Dengan menggunakan indeks harga dalam dan luar negeri

Adapun data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laju inflasi indeks harga umum tahunan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tahun 2007 sampai dengan 2012.

2.6. Saham

Pasar modal merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. Dengan demikian paar modal dapat juga diartikan sebagai sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjangnya dengan menjual saham atau megeluarkan obligasi. Pengertian pasar modal yang dalam bahasa Inggris disebut stock exchange atau stock market, adalah “an organized market or exchange where shares (stock) are traded”, yaitu suatu pasar yang terorganisir di mana berbagai jenis efek-efek diperdagangkan.

Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan


(36)

dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan

(return) sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memenfaatkandana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kumungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.

Ada beberapa tipe dari saham, ternasuk saham biasa (common stock),

saham preferen (prefrred stock), saham harta (treasury stock), dan saham kelas ganda (dua class stock). Stock preferen bisanya memiliki prioritas lebih tinggi dibanding saham biasa dalam pembagian dividen dan aset, dan kadangkala memiliki hak pilih yang lebih tinggi seperti kemampuan menveto penggabungan atau pengambilalihan atau hak menolak ketika saham yang dikeluarkan (yaitu, pemegang saham preferen dapat membeli saham yang dikeluarkan sebanyak yang dia mau sebelum saham tersebut ditawarkan kepada orang lain). Saham yang biasa dijual di bursa efek adalah saham biasa dan saham preferen tidak diperjualbelikan di bursa efek. Struktur kelas ganda memiliki beberapa kelas saham (contohnya, kelas A, kelas B, kelas C) masing-masing dengan keuntungan dan kerugaiannya, sendiri-sendiri. Saham harta adalah saham yang telah dibeli kembali dari masyarakat.

Saham biasa, dikenal sebagai sekuritas penyertaan, sekuritas ekuitas atau sukup disebut ekuitas (equitas), menunjukkan bagian kepemilikan di sebuah


(37)

perusahaan. Masing – masing lembar saham bisa mewakili satu suara tentang segala hal dalam pengurusan perusahaan suara tersebut dalam rapat tahunan perusahaan dan pembagian keuntungan.

Pembayaran dividen dapat juga digunakan sebagai sinyal bahwa perusahaan telah menunjukkan kinerjanya dengan baik dan penurunan dividen menunjukkan kinerja perusahaan yang buruk. Argumen ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan membayarkan dividen yang disesuaikan dengan laba bersih.

Pada dasarnya, perusahaan cenderung menigkatkan dividen jika terdapat tingkat profitabilitas yang tinggi di masa depan dan menurunkan jika manajemen yakin bahwa tidak terdapat cash flows yang mendukung pembayaran dividen sesuai dengan packing order theory. Perubahan pembayaran dividen ini mengandung informasi yang memungkinkan investor merevisi prediski mereka tentang prospek perusahaan dan akibatnya terjadi penyesuaian harga saham ketika perubahan diumumkan. Di sekitar tanggal pengumuman dividen, peningkatan dividen secara umum menimbulkan abnormal returns yang positif bagi investor. Hal ini disebabkan karena pada umumnya peningkatan dividen diinterprestasi sebagai sebuah kebijakan yang mengandung informasi baik dalam kaitannya dengan prospek perusahaan di masa mendatang.

Namun demikian, peningkatan dividen dapat pula menjadi sinyal negatif bagi investor. Perusahaan yang meningktkan pembayaran dividen dapat dianggap sebagai perusahaan yang sudah tidak berprospek di masa mendatang, karena dividen pada dasarnya adalah sisa dana yang dibagikan karena kebutuhan


(38)

reinvestasi sudah terpenuhi, maka dividen yang tinggi dapat mengandung arti tidak adanya investasi yang prospektif di masa mendatang.

2.7. Signalling Theory

Signalling theory menyatakan bahwa perusahaan melakukan penyesuaian dividen untuk menunjukkan sinyal akan prospek perusahaan. Yang membuat metode ini menjadi kompleks adalah kenyataan bahwa dividen yang meningkat oleh suatu perusahaan dapat diterjemahkan sebagai sinyal positif, namun dapat pula diartikan sebagai sinyal negatif.

Menurut Sharpe (1997: 211) dan Ivana (2005:16), pengumuman informasi akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham. Dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar.

Ada kecendrungan harga saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan dividen, dan harga saham akan turun jika ada pengumuman penurunan dividen, namun ada argument lain yang lebih rasional, yakni dividen itu sendiri tidak menyebabkan kenaikan (penurunan) harga saham, tetapi prospek perusahaan, yang ditunjukkan oleh meningkatnya (menurunnya) dividen yang dibayarkan, yang menyebabkan perubahan harga saham. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori isi informasi dari dividen (information content of dividen). Menurut


(39)

teori tersebut, dividen mempunyai kandungan informasi, yaitu prospek perusahaan di masa mendatang.

Dalam penilaian saham terdapat beberapa model teoritis yang dapat digunakan. Model yang dikembangkan adalah pendekatan Gordon yaitu Divident Discount Model (DDM) dengan Constant Growth. Turunan pendekatan DDM dalam menetukan harga saham adalah :

2.8. Pengaruh Nilai Tukar Dollar terhadap Rupiah, Tingkat Suku Bunga, dan Laju Inflasi terhadap Harga Saham.

2.8.1. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Harga saham

Harga saham juga mempengaruhi nilai tukar uang melalui permintaan uang (money demand equation) yang membentuk satu bisnis model alokasi portofolio dan moneter dari determinasi nilai tukar uang. Pada kondisi tertentu yang mencerminkan aktivitas ekonomi riil, perubahan harga saham menyebabkan peningkatan permintaan uang riil dan nilai mata uang domestik. Disamping itu harga saham dapat mencerminkan variabel makroekonomi, karena menunjukkan espektasi pasar terhadap aktivitas ekonomi riil (Ibrahim, 2000). Semenjak model nilai tukar uang misalnya model moneter mengkorelasikan nilai tukar tersebut terhadap variabel makro ekonomi, maka perubahan dalam harga saham dapat menyebabkan efek dari nilai tukar. Ibrahim (2000) juga menemukan hubungan positif yang lemah antara perbedaan return saham (domestik dikurangi luar negeri) dengan perubahan dalam nilai tukar. Mok (1993) menemukan bahwa nilai tuka (FOREX) dan harga saham merupakan dua variabel yang independen, tetapi


(40)

ada kausalitas dua arah antara FOREX dan harga saham, tapi pertumbuhan pasar saham juga mendesak pengaruh positif dari nilai tukar. Indeks SCC (Structural Contagion Coefficient) yang negatif juga menunjukkan bahwa hubungan antara harga saham dan nilai tukar adalah positif, yang berarti ketika dolar Hongkong terdepresiasi, harga saham juga turun dan begitu pula sebaliknya.

Menurut Damele dkk (2004), pergerakan pasar dan juga merupakan hasil dari market contagion (penularan dari pasar lain). Dalam kondisi asimetri informasi terhadap harga pasar, perubahan harga pada satu segmen pasar dapat bergantung dari perubahan harga dalam segmen lain melalui SCC. Pada kondisi ini, pasar tidak menyerap seluruh informasi secara simultan dan pergerakan harga menunjukkan lead/lag struktur korelasi. Bany, Amain dan Hook dalam Damele et al (2004) meneliti nilai tukar di Kuala Lumpur Stock Exchange, menemukan bahwa return saham nampak mengikuti pergerakan nilai tukar selama periode ini. Sementara itu Ang (1997) dalam Damele et al (2004) menemukan bahwa harga saham bergerak secara tepat mengikuti pergerakan nilai tukar. Karmarkar dan Kawadia (dalam Damele et.al., 2004) menemukan hubungan yang kuat antara nilai tukar Dollar AS terhadap Rupee dengan Stock Market India. Dengan menggunakan indeks sektoral yang berbeda, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ketika Rupee terdepresiasi maka stock market terdepresiasi begitu pula sebaliknya.

Oskccee dan Sohrabian (1992) menawarkan penjelasan lain dari efek harga saham terhadap nilai tukar, dimana hasil kenaikan dalam keseimbangan riil akan menghasilkan kenaikan tingkat bunga. Akhrirnya, aset financial domestik


(41)

akan menjadi lebih atraktif. Sebagai hasilnya, para investor akan menyesuaikan portofolio asset dalam dan luar negeri melalui permintaan yang lebih banyak aset domestik. Penyesuaian portofolio dari perusahaan tersebut akan menghasilkan apresiasi mata uang domestik, karena mereka membutuhkan mata uang domestik untuk transaksi tersebut. Menurut Ibrahim (2000) jga menegaskan bahwa perubahan dalam harga saham dapat mempengaruhi aliran masuk dan aliran keluar modal, yang akan menghasilkan perubahan dalam nilai mata uang. Ibrahim (2002) menemukan bahwa dalam pengujian multivariat ada kausalitas satu arah

(uni-directional) dari indeks pasar saham (stock market index) terhadap nilai tukar. Selanjutnya, milai tukar dan indeks pasar saham dipengaruhi oleh suplai uang dan begitu pula sebaliknya.

Para ekonom yakin bahwa apresiasi mata uang dalam sistem nilai tukar mengambang (the floating exchange rate regime) akan mempengaruhi daya saing produk lokal secara internasional dan posisi neraca perdagangan. Nantinya, aliran kas perusahaan di masa mendatang akan terpengaruh karena buruknya output riil dan hal ini menurunkan harga saham. Intinya, model tersebut menyimpulkan bahwa nilai tukar berpengaruh pada harga saham secara positif (Saini .2002). Dengan melihat porsi kepemilikan saham di bursa efek indonesia yang di dominasi oleh asing maka kecendrungannya adalah semakin tinggi nilai mata uang dollar maka semakin tinggi pula indeks harga saham sektor perkebunan. Artinya, jika dollar naik dari Rp.8.000,- menjadi Rp.9.000,- maka indeks harga saham sektor perkebunan akan naik.


(42)

Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut :

H1 : Terdapat pengaruh positif nilai tukar dollar terhadap harga saham sektor perkebunan yang terdaftar di BEI.

2.8.2. Pengaruh suku bunga terhadap harga saham

Ketika suku bunga yang ditetapkan oleh BI naik, maka pada dasarnya akan menaikkan suku bunga kredit yang dikeluarkan oleh bank. Dengan meningkatnya suku bunga kredit maka akan mempengaruhi permintaan akan kredit perkebunan. Dengan naiknya suku bunga kredit akan mempengaruhi permintaan akan produk perkebunan akan mempengaruhi kinerja perusahaan perkebunan yang terdaftar pada pasar saham.

Pengaruh signifikan dari suku bunga terhadap harga saham sebagaiman yang ditemukan Mok (1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara suku bunga dan harga saham. Pengaruh antara suku bunga terhadap harga saham dikemukanan pula oleh Boediono (1995) yang menyatakan bahwa perubahan harga saham dipengaruhi oleh bebrapa faktor, yang salah satunya adalah suku bunga. Hal tersebut didukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Rahayu (2003) yang menemukan secara empiris pengaruh negatif suku bunga terhadap harga saham selama masa krisis di Indonesia.

Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut:

H2 : Terdapat pengaruh negatif suku bunga SBI terhadap harga saham sektor perkebunan di BEI.


(43)

2.8.3. Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham

Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham perkebunan dilakukan oleh Almilia (2006) yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut.

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Utami dan Rahayu (2003) membuktikan secara empirik pengaruh inflasi terhadap harga saham, semakin tinggi tingkat inflasi semakin rendah return saham. Penelitian tersebut juga dilakukan oleh Adams et el (2004) yang menemukan secara signifikan pengaruh negatif inflasi terhadap return saham. Inflasi yang tinggi bagi perusahaan perkebunan akan menurunkan profitabilitas perusahaan sehingga return saham pun dapat terpengaruh. Sangkyun Park (1997) yang meneliti kaitan antara Variabel makroekonomi, Harga Konsumen, GDP dan tingkat inflasi, suku bunga terhadap return saham dan variabel lainnya tidak berpengaruh.

Dari paparan di atas dapat diajukan hipotesis berikut :

H3 : Terdapat pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap harga saham sektor perkebunan di BEI.

2.9. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh variabel makro ekonomi terhadap kinerja indeks harga saham menunjukkan hasil yang berbeda sebagaimana yang ditemukan oleh Tripat dan Nitayagasetya (1999) bahwa terdapat sensitivitas perusahaan terhadap variabel makro ekonomi yang disebut


(44)

resiko sitematik perusahaan yang diperoleh dari hasil regesi return saham perusahaan dengan variabel makro ekonomi tersebut.

Selanjutnya, beberapa penelitian sebelumnya tentang harga saham dengan nilai tukar uang (domestik terhadap US dolar) yang akan dilakukan di berbagai negara menunjukkan hasil yang berbeda. Frank dan Young (Saini et.al, 2002) yang meneliti US MNC’s menemukan bahwa tidak ada pola yang pasti dari hubungan harga saham dengan nilai tukar uang. Oskooee dan Sohrabian (1992) menyimpulkan bahwa ada feedback interaction antara harga saham di Amerika dengan nilai tukar. Tetapi Ang dan Ghalap (dalam Saini et al, 2002) yang meneliti lima belas US MNC’s juga menunjukkan hal lain yaitu bursa saham sat itu adalah efisien dan harga saham menyesuaikan dengan cepat terhadap perubahan nilai tukar uang. Selanjutnya Smith (1992) menemukan bahwa nilai tukar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham di Jerman, Jepang dan Amerika. Hal senada diungkapjan oleh Granger et al (2000) bahwa nilai tukar berpengaruh

(lead) terhadap harga saham di Jepang, Hongkong, dalam periode Januari 1995 sampai November 1997 dan Januari 1986 sampai November 1987.

Dengan menggunkana data bulana selama Juli 1985 sampai Juli 1994, dalam kasus di emerging market seperti India, Pakistan, Korea Selatan dan Filipina, Abdalla dan Murinde (1997) menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh

(lead) terhadap harga saham di India, Pakistan dan Korea Selatan. Di Filipina justru harga saham yang takes the lead. Tetapi temuan Granger et al (2000) menunjukkan hal lain. Dengan menggunakan data selama periode Janauri 1987


(45)

sampai Desember 1994 di Filippinies Market dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa nilai tukar berpengaruh (lead) terhadap harga saham.

Penelitian yang dilakukan Ma dan Kao (1990) menemukan bahwa dengan menggunakan data untuk enam negara, apresiasi (menguatnya) uang domestik berpengaruh negatif pada pergerakan harga saham domestik untuk perekonomian yang didominasi ekspor dan berpengaruh positif pada pergerakan harga saham domestik di suatu perekonomian yang didominasi impor. Selanjutnya Ajayi dan Mougue (dalam Setyorini et al., 2000) melalui pendekatan Error Corection Model

(EMC) menemukan bahwa pasangan indeks saham dan nilai tukar di tiap negara saling berkaitan. Selanjutnya hasil estimasi menunjukkan bahwa keenam negara tersebut (kecuali Kanada dan Belanda,) perubahan di pasar asing sitransmisikan ke pasar saham dan sebaliknya. Setyorini et al (2000) menyimpulkan bahwa pergerakan kurs rupiah terhadap US dolar di pasar valuta asing berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham dan bukan sebaliknya. IHSG berpengaruh negatif dan signifikan pada kurs rupiah terhadap dolar US secara long run dan

short run.

Sementara itu, hubungan antara suku bunga (interest rate) dengan return

saham terdapat perbedaan hasil antara lain temuan Granger (dalam Mok, 1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap harga saham. Dalam kesempatan lain, Mok (1993) sendiri dengan menggunakan model analisis tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini.


(46)

Selanjutnya, penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia. 2003) menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Park (2000) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara return

saham dan inflasi. Demikian juga Adams et al (2004) menyatakan bahwa berita mengenai inflasi mempunyai dampak pada return saham. Dari beberapa penelitian terdahulu dapat disajikan secara sistematis dalam tabel berikut:

2.10. Kerangka Pemikiran Teoritis

Menurunnya kurs Dollar terhadap rupiah berpengaruh positif terhadap ekonomi dan pasar modal, sebaliknya kurs dollar terhadap rupiah berpengaruh negatif (Harianto, 2000). Melemahnya rupiah akan menyebabkan pasar modal dalam negeri kurang menarik karena adanya resiko nilai tukar yang meyebabkan penurunan nilai investasi dan mempunyai hubungan negatif terhadap return

saham. Sebaliknya, hubungan antara nilai tukar dollar terhadap rupiah bisa saja berpengaruh positif bila investor berasal dari luar negeri dan menggunakan mata uang asing sehingga semakin terdepresiasinya mata uang rupaiah akan menyebabkan investor luar cenderung melepas mata uang asingnya untuk membeli saham yang harganya turun karean pengaruh kurs mata uang.

Suku bunga memiliki hubungan negatif terhadap return saham. Hal ini disebabkan apabila tingkat suku bunga meningkat, orang cenderung untuk menabung darpada menginvestasikan modalnya dengan harapab resiko yang diharapkan lebih kecl dibandingkan bila menginvestasikan modalnya dalam bentuk saham. Jika tingkat suku bunga turun, investor cenderung lebih suka


(47)

investasi dengan membeli saham sehingga permintaan saham akan meningkat dan akan mendorong peningkatan harga saham.

Tingkat inflasi yang tinggi memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks harga saham. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi daripada peningkatan yang dapat dinikmati oleh perusahaan, profitabilitas perusahaan akan menurun (Harianto, 1998), menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang kompetitif sehingga berdampak pada penurunan harga saham di pasar modal.

Berdasarkan telaah pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka akan di uji apakah variabel kurs rupiah terhadap dollar US, suku bunga SBI dan laju inflasi berpengaruh terhadap harga saham sektor perkebunan dan dapat digambarkan model sebagai berikut ini

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

2.11. Perumusan Hipotesis

Berpedoman pada kerangka pemikiran di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Nilai Tukar rupiah terhadap Dolar Amerika

Tingkat Suku Bunga SBI

Tingkat Laju Inflasi

Harga Saham Sektor Perkebunan +

-


(48)

H1 : Terdapat pengaruh positif nilai tukar dollar terhadap rupiah pada indeks harga saham sektor perkebunan di BEI.

H2 : Terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap indeks harga saham sektor perkebunan di BEI.

H3 : Terdapat pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap harga saham sektor perkebunan di BEI.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Sebelum suatu penelitian dilaksanakan, maka terlebih dahulu perlu ditentukan metode yang akan digunakan. Hal ini akan membantu di dalam pelaksanaan penelitian. Pada bab ini terbagi menjadi 5 sub bab yaitu 3.1 mengenai jenis dan sumber data. Sub bab 3.2 mengenai populasi dan sampel. Metode pengumpulan data dan defenisi operasional variabel pada sub bab 3.3 dan sub bab 3.4. dan teknik analisis pada sub bab 3.5.

3.1. Sumber Data

Jenis data yang diapakai dalam penelitian ini adalah data sekunder tahunan yang meliputi :

1. Data mengenai tingkat suku bunga SBI jangka tahun 2007 – 2012 diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia. 2. Data imflasi diambil dari data tahunan periode 2007 – 2012 yang

terdapat pada indikator ekonomi dari BPS.

3. Data kurs valuta asing yang diperoleh dari dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia tahun 2007 – 2012 dan,

4. Data yang dipublikasikan divisi riset pengembangan BEI:

Monthly Statistic

Fact book IDX


(50)

Data sekunder diperoleh dengan metode pengamatan saham-saham perkebunan yang listed selama pengamatan dari tahun 2007 sampai dengan 2012.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari semua unsur yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun, 1998). Populasi dalam penelitian ini adalah harga saham sektor perkebunan di BEI januari 2007-2012 yang telah dibuat indeksnya oleh BEI. Penentuan pemilihan sampel dalam penelitian ini dengan menggunkan teknik purposive sampling yaitu metode pemilihan sampel dengan kriteria tertentu (Emory and Cooper, 1999)

Populasi dari penelitian ini adalah indeks harga saham sektor perkebunan di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian 2007- 2012. Adapun teknik pengambilan sampel yang dihgunakan dalam penelitian ini adalah non prababilitas. Metode penelitian sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dimana peneliti memiliki kriteria atau tujuan tertentu terhadap sampel yang akan diteliti (Indrianto, 1999).

Sampel penelitian diambil secara purposive sampling, dimana sampel harus memenuhi kriteria:

1. Indeks harga saham sektor perkebunan di Bursa Efek Indonesia pada periode Januari 2007 sampai dengan Desember 2012


(51)

3.3. Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan mendokumentasikan yaitu mencatat data bulanan yang tercantum pada monthly statistic untuk data indeks harga saham perkebunan bulanan. Untuk data kurs dan suku bunga bulanan diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id), serta BPS (Badan Pusat Statistik) untuk data laju inflasi bulanan. untuk menyamakan dengan metode pengamatan dengan variabel lain digunakan metode interpolasi.

3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Defenisi Operasional Variabel adalah defenisi dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dan menunjukkan dari masing-masing variabel tersebut, pada setiap indikator dihasilkan dari data sekunder dan dari suatu perhitungan terhadap formulasi yang mendasarkan pada konsep teori.

Pengertian dari masing – masing penelitia ini adalah :

1. Yang dimaskud dengan variabel nilai tukar adalah harga mata uang dollar Amerika Serikat dalam mata uang domestik yaitu Rupiah. Variabel ini diukur dengan menggunakan kurs tengah Dolar US terhadap Rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia setiap bulannya.

2. Yang dimaksud dengan variabel suku bunga adalah Sertifikat bank Indonesia (SBI). SBI adalah surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek dengan sistem diskonto. SBI yang diambil adalah SBI dengan jangka waktu satu bulan.


(52)

3. Yang dimaksud dengan variabel inflasi adalah ukuran aktivitas ekonomi yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi nasional (tentang peningkatan harga rata- rata barang dan jasa yang diproduksi sistem perekonomian. Variabel ini diukur sengan mencatat data laju inflasi indeks harga konsumen nasional yang diterbitkan BPS tiap bulan.

4. Indeks harga saham bulanan merupakan suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham secara bulana. Sektor yang diambil adalah sektor perkebunan yang merupakan salah satu dari sembilan indeks saham sektoral yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia.

Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel

Variabel Defenisi Operasional

Harga saham sektor Perkebunan (Y)

Suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham secara bulanan

Nilai Tukar (X1) Nilai tukar yang digunakan adalah nilai dollar Amerika Serikat terhadap rupiah secara bulanan

Tingkat Suku Bunga (X2) Surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek denga sistem diskonto

Laju Inflasi (X3) Kenaikan harga barang secara umum terhadap nilai mata uang suatu negara yang diwujudkan dengan meningkatnya kebutuhan impor dari luar negeri


(53)

3.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif, untuk memperkirakan secara kuantitatif pengaruh dari beberapa variabel independen secara bersama-sama maupun secara sendiri- sendiri terhadap variabel dependen. Hubungan fungsional antara satu variabel dependen dengan variabel independen dapat dilakukan dengan regresi berganda dan menggunakan data gabungan antara cross section dan time series

Metode analisi yang digunakan adalah regresi Model Linear dengan model sebagai berikut :

Y = a+b1X1+b2X2+b3X3+e Dimana :

Y = Indeks harga saham sektor perkebunan

a = konstanta

b1,b2,b3 = koefisien regresi

X1 = Nilai tukar US$

X2 = Tingkat suku Bunga SBI

X3 = Inflasi

e = error

Nilai koefisien regresi sangat berartu sebagai dasar analisi. Koefisien b akan bernilai positif (+) jika menunjukkan hubungan yang searah antara variabel independen dengan variabel dependen, Artinya kenaikan variabel independen mengalami penurunan. Sedangkan nilai b akan negatif jika menunjukkan


(54)

hubungan yang berlawanan. Artinya kenaikan variaebl independen akan mengakibatkan penurunan variabel dependen, demikian sebliknya.

Model persamaan yang diperoleh dari pengolahan data diupayakan tidak terjadi gejala multikoliniearitas, heterokedastisitas dan Autokorelasi. Untuk mengatahui ada tidaknya gejala-gejala tersebut akan dilakukan uji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik.

3.5.1. Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik utnuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam penelitian. Hal ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat. Model analisis regresi liniear penelitian ini mensyaratkan uji asumsi terhadap data yang meliputi : uji multikoliniearitas dengan matrik korelasi antara variabel – variabel bebas, uji heterokedastisitas dengan menggunakan grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residunya (SRESID), uji normalitas menggunakan scatter plot (Ghozali. 2002), dan uji autokorelasi melalui uji Durbin –Watson (DW test) (ghozali, 2001).

3.5.1.1. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2001) uji ini bertujuan menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi korelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam modelregresi dapat dilihat dari

tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas didalam model ini adalah sebagai berikut :


(55)

a. Nilai R2 sangat tinggi, tetapi secara individual variabel- variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat.

b. Menganalisa matrik korelasi antar variabel bebas. Jika terdapat korelasi antar variabel cukup tinggi (>0,9), hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.

c. Dilihat dari nilai VIF dan tolerance. Nilai cut off Tolerance

<0,10 dan > 10, berarti terdapat multikolinearitas.

Jika terjadi gejala multikolinearitas yang tinggi, standard error koefisien regresi akan semakin besar dan mengakibatkan confidence interval untuk pendugaan parameter semakin lebar. Dengan demikian terbuka kemungkinan terjadinya kekeliruan yaitu menerima hipotesis yang salah. Uji multikolinearitas dapat dilaksanakan dengan jalan meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antar independen variabel dengan menggunakan variance inflation factor

(VIF). Batas VIF adalah apabila nilai VIF lebih besar dari pada 10 maka terjadi multikolinearitas (Ghazali, 2002).

3.5.1.2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual atau satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Dasar


(56)

pengambilan keputusan uji heteroskedastisitas melalui uji Glejser dilakukan sebagai berikut :

a. Apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi signifikan statistik, yang berarti data empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas.

b. Apabila probabilitas nilai test tidak signifikan statistik, maka berati data empiris yang diestimasi tidak terdapat heteroskedastisitas.

Bila terjadi gejala heteroskedastisitas akan menimbulkan akibat varians koefisien regresi menjadi minimum dan confidance interval melebar shingga uji signifikansi statistik tidak valid lagi. Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residunya (SRESID). Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SPREDSID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Apabila ada pola tertentu, seperti titik – titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengiindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Apabila pola yang jelas, serta titik- titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. (Ghozali, 2002).


(57)

3.5.1.3. Uji Normalitas

Uji Normalitas data dilakukan untuk melihat apakah suatu data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kuntitatif dari data yang sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk garis lurus diagonal dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adlah normal, maka sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2002).

Uji ini dilakukan dengan cara melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal atau grafik. Apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2001). Pengujian normalitas ini dapat dilakukan melalui analisis grafik dan analisis statistik.

a. Analisis Grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendeteksi normal. Namun demikian, hanya dengan melihat histigram. Hal ini dapat membingungkan, khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode lain yang dapat digunakan adalah dengan melihat normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dasar pengambilan keputusan dari analisis normal probability plot adalah sebagai berikut :


(58)

a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data penyebar dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

b. Analisis Statistik

Untuk mendeteksi normalitas data dapat dilakukan pula melalui analisis statistik yang salah satunya dapat dilihat melalui Kolmogorov-Smirnov test (K-S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis :

H0 = Data residual terdistribusi normal Ha = Data residual tidak terdistribusi normal

Dasar pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah sebagai beriktu : a. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S signifikan secara statistik maka Ho

ditolak dan Ha diterima yang berarti data terdistribusi tidak normal. b. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S tidak signifikan statistik maka H0

diterima dan Ha ditolak, yang berarti data terdistribusi normal.

3.5.1.4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat dilakukan uji statistik melalui


(59)

Durbin-Watson (DW test) (Ghozali, 2001). Dasar pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :

1. Bila nilai DW terletak diantara batas alas atau upper bound (du) dan (4-du) maka koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound

(dl) maka koefisien autokorelasi > 0. Berarti ada autokorelasi positif 3. Bila nilai DW lebih besar dari (4-dl) maka koefisien autokorelasi <0,

berarti ada autokorelasi negatif.

4. Bila nilai DW antara du dan dl atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl) maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

3.5.2. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis yang telah ditemukan, maka teknik analisi yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda (multiple regression). Alat analisis inidigunakan untuk mengetahui pengaruh variabel nilai tukar, suku bunga, dan tingkat inflasi terhadap indeks harga saham sektor perkebunan di BEI.

3.5.2.1. Koefisien Determinasi (R2)

Merupakan besaran yang memberikan informasi goodnesrbis of fit dari persamaan regresi, yaitu memberikan proporsi atau persentase kekuatan pengaruh variabel yang menjelaskan (X1,X2,X3) secara simultan terhadap variasi dari variabel dependen (Y). Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur sebarapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel –variabel


(60)

dependen sangat terbatas (Ghozali, 2002). Nilai yang mendeteksi 1 (satu) barati variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

3.5.2.2. Pengujian Tehadap Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F)

Pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan dilakukan dengan uji F. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang terdapat di dalam model secara bersama- sama (simultan) terhadap variabel independen. Dengan tingkat signifikan sebesar 5% nilai F ratio dari masing – masing koefisien regresi kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel. Jika Frasio > Ftabel atau prob-sig < a = 5% berarti bahwa masing- masing variabel independen berpengaruh secara positif terhadap dependen. Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh suku bunga, inflasi, dan nilai tukar terhadap return saham secara simultan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah (Gujarati : 9) :

a. Merumuskan Hipotesis (Ha)

Ha diterima : berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.

b. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0,05 (α = 0.05) c. Membandingkan F hitung dengan F tabel Nilai F hitung, jika :

1. Bila F hitung < F tabel, variabel independen secara bersama- sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.


(61)

2. Bila F hitung > 1 tabel, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. PV Hasil > PV Peneliti (a > 0,05) maka Ho gagal ditolak dan Ho ditolak.

d. Berdasarkan probability value

Dengan menggunakan nilai probabilitas, Ha akan diterima dan Ho ditolak jika probabilitas kurang dari 0,05.

e. Menentukan nilai koefisien determinasi, dimana koefisien menunjukkan seberapa besar variabel independen pada model yang digunakan mampu menjelaskan variabel independennya.

3.5.2.3. Pengujian Dengan Koefisien Regresi Parsial (Uji t)

Pengujian terhadap koefsien regresi secara parsial dilakukan dengan uji t. Pengujian ini dilakukan untuk mengatahui signifikansi peran secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap konstan. Dengan tingkat signifikansi sebesar 95%, nilai t hitung dari masing-masing koefisien regresi kemudaian dibandingkan dengan nilai t tabel. Jika t-hitung > t-tabel atau prob-sig <α = 5% bararti bahwa masing-masing variabel independen berpengaruh secara positif terhadap variabel dependen.


(1)

93

Correlations

TBLA KURS

SUKUBUNGAB

I INFLASI

TBLA Pearson Correlation 1 .567** -.209 -.117

Sig. (2-tailed) .000 .092 .348

N 66 66 66 66

KURS Pearson Correlation .567** 1 -.783** -.403**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000

N 66 72 72 72

SUKUBUNGABI Pearson Correlation -.209 -.783** 1 .761**

Sig. (2-tailed) .092 .000 .000

N 66 72 72 72

INFLASI Pearson Correlation -.117 -.403** .761** 1

Sig. (2-tailed) .348 .000 .000

N 66 72 72 72

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

N 72 72 72 72

KURS Pearson Correlation -.378** 1 -.783** -.403**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .000

N 72 72 72 72

SUKUBUNGABI Pearson Correlation .557** -.783** 1 .761**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000

N 72 72 72 72

INFLASI Pearson Correlation .289* -.403** .761** 1

Sig. (2-tailed) .014 .000 .000

N 72 72 72 72

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(2)

Correlations

SGRO KURS SUKUBUNGABI INFLASI

SGRO Pearson Correlation 1 .496** -.270* -.132

Sig. (2-tailed) .000 .027 .286

N 67 67 67 67

KURS Pearson Correlation .496** 1 -.783** -.403**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000

N 67 72 72 72

SUKUBUNGABI Pearson Correlation -.270* -.783** 1 .761**

Sig. (2-tailed) .027 .000 .000

N 67 72 72 72

INFLASI Pearson Correlation -.132 -.403** .761** 1

Sig. (2-tailed) .286 .000 .000

N 67 72 72 72

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(3)

95

Lanjutan 11.


(4)

(5)

97


(6)

Dokumen yang terkait

TINGKAT INFLASI , SUKU BUNGA ,NILAI TUKAR ,DAN BETA SAHAM TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERBANKAN DI BEI.

0 3 17

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR ( KURS) DOLAR AMERIKA/ RUPIAH (US$/ Rp), INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA Analisis Pengaruh Nilai Tukar ( Kurs) Dolar Amerika/ Rupiah (US$/ Rp), Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, Dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Indeks Harga

0 2 15

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN.

0 1 8

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI Tahu 2007 –2012

0 0 11

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI Tahu 2007 –2012

0 0 2

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI Tahu 2007 –2012

0 0 8

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI Tahu 2007 –2012

0 2 27

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI Tahu 2007 –2012

0 0 4

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI Tahu 2007 –2012

0 0 15

PENGARUH ANTARA TINGKAT SUKU BUNGA, TINGKAT INFLASI, DAN JUMLAH BARANG IMPOR DENGAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

0 0 9