Prinsip Dasar Punishment Punishment

21 3 Jawaban dari sebuah pelanggaran Punishment merupakan konsekwensi dari perbuatan yang dilakukan oleh siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap sesuatu aturan yang sudah ditetapkan oleh sekolah atau lembaga pendidikan. Indrakusuma 1973: 148 mengutarakan bahwa contoh punishment paedagogis misalnya anak yang melanggar tata tertib dapat dihukum dengan cara pembiasaan, pengawasan, penyadaran yang diarahkan pada pembentukan diri sendiri. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa punishment diberikan kepada anak didik dalam bentuk penyadaran kepada anak agar tidak mengulangi dan memberikan gambaran tentang akibat yang dihasilkan dari perbuatannya tersebut. Selain itu dalam pemberian tugas anak juga diberikan pengawasan untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru agar tugas yang diberikan bisa dilaksanakan dan berjalan dengan baik.

2.2.3 Syarat-Syarat Pemberian Punishment

Beberapa persyaratan pemberian punishment yang terpenting menurut Indrakusuma, 1973: 155 di antaranya ialah: 1. Pemberian punishment harus tetap dalam jalinan cinta kasih sayang. Memberikan hukuman kepada anak, bukan karena ingin menyakiti hati anak, bukan karena ingin melampiaskan rasa dendam dan sebagainya. Menghukum anak demi kebaikan, serta masa depan dari anak tersebut. Oleh karena itu, setelah hukuman itu dilaksanakan, maka tidak boleh berakibat putusnya hubungan cinta kasih. 22 2. Pemberian punishment harus didasarkan kepada alasan keharusan. Artinya, bahwa sudah tidak ada alat pendidikan yang lain yang bisa dipergunakan. Dalam hal ini kiranya patut diperingatkan, bahwa jangan terlalu terbiasa dengan hukuman. Punishment diberikan kalau memang hal itu betul-betul diperlukan, dan dalam pemberian punishment harus dilakukan secara bijaksana. 3. Pemberian punishment harus menimbulkan kesan pada hati anak. Dengan adanya kesan itu, anak akan selalu mengingat pada peristiwa tersebut dan kesan itu akan selalu mendorong anak kepada kesadaran dan keinsyafan, tetapi sebaliknya hukuman tersebut tidak boleh menimbulkan kesan negatif pada anak. Misalnya menyebabkan rasa putus asa pada anak, rasa rendah diri dan sebagainya. 4. Pemberian punishment harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan pada anak. Inilah yang merupakan hakikat dari tujuan pemberian hukuman. Dengan adanya hukuman, anak harus merasa insyaf dan menyesali perbuatan- perbuatannya yang salah itu, dan dengan keinsyafan ini anak bejanji di dalam hatinya untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. 5. Pada akhirnya, pemberian punishment harus diikuti dengan pemberian ampun dan disertai dengan harapan serta kepercayaan. Setelah anak selesai menjalani hukumannya, maka guru sudah tidak lagi menaruh atau mempunyai rasa tersebut. Di samping itu, kepada anak harus diberikan kepercayaan kembali serta harapan, bahwa anak itu pun akan sanggup berbuat baik seperti kawan-kawannya yang lain.