Sendratari Sejarah Sendratari Landasan Teori .1 Pembelajaran

2.2.13 Sendratari

Sendratari ialah gabungan antara seni drama dan seni tari, rangkaian peristiwa diwujudkan dalam bentuk tari yang diiringi musik, tidak ada dialog hanya kadang dibantu narasi singkat agar penonton mengetahui peristiwa yang sedang dipentaskan. Sendratari ialah drama yang menonjolkan eksposisi http:PengertianTari,SeniTari,Sendratari,DramaTari,danDrammusikalsertaS ejarah.htm.

2.2.14 Sejarah Sendratari

Pada tahun 1960 Menteri Perhubungan Darat, Pos, dan Telekomunikasi Pangeran Haryo Djatikoesoemo mengadakan perjalanan ke negara-negara sahabat untuk meninjau tempat-tempat yang bisa menjadi sumber inspirasi untuk menyajikan kemasan pertunjukan dramatari Ramayana di dekat Candi Prambanan. Ia sempat menyaksikan pertunjukan Ballet Royale du Camboge yang dipentaskan di depan Kuil wat = kuil di Kambodia. Dari pengalaman menyaksikan perunjukan di depan Kuil yang megah ini, Djatikoesoemo berniat untuk membentuk sebuah pergelaran dramatari yang megah yang akan ditampilkan di depan Candi Prambanan. Bentuk pertunjukannya jelas tidak bakal menggunakan dialog bahasa Jawa seperti wayang wong , karena dramatari semacam ini bakal bisa mengkomunikasikan cerita yang dibawkan kepada para wisatawan mancanegara. Maka dari itu ditetapkan akan dicipta sebuah dramatari yang tidak menggunakan dialog verbal, seperti halnya balet di Barat serta Ballet Royale du Cumboge. Istilah yang digunakan untuk menyebut genre baru ini ialah sendratari, yang secara harfiah berarti “seni drama tari”. Istilah ini diusulkan oleh seorang seniman bernama Anjar Asmara. Nama sendratari inilah yang sampai sekarang digunakan untuk menyemut dramatari Jawa tanpa dialog verbal. Bahkan kemudian daerah-daerah lain di Indonesia mengadopsi istiah ini untuk menyebut nama dramatari daerah mereka yang tidak menggunakan dialog verbal. Istilah sendratari memunculkan pada tahun 1961, ketika dramatari Jawa tanpa dialog verbal digarap bagi wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara Soedarsono 2011:260-261.

2.2.15 Ramayana