6
1. Apakah pendekatan Contextual Teaching Learning CTL dapat
meningkatkan kreatifitas siswa kelas V SD Negeri 3 Srikandang pada pembelajaran seni rupa ?
2. Pemecahan Masalah
Sesuai dengan perumusan masalah, maka untuk memecahkan masalah tersebut peneliti menerapkan pendekatan CTL adalah sebagai berikut :
1. Merencanakan pelaksanan pembelajaran dengan pendekatan CTL
2. Menyiapkan bahan-bahan alam dan bahan-bahan sisa yang sebelumnya
sudah diberitahukan kepada siswa 3.
Guru memberikan beberapa contoh model-model karya topeng dari bahan alam dan bahan sisa yang akan dikerjakan yang sebelumnya juga
sudah diberitahukan pada siswa. 4.
Setiap siswa mengerjakannya sesuai dengan bahan-bahan yang sudah disiapkan dan pilihan karya topeng yang dinginkan.
5. Evaluasi
C. Tujuan Penelitian
Bedasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
Menigkatkan kreativitas membuat topeng dari bahan alam maupun bahan sisa melalui pendekatan CTL dalam pembelajaran seni rupa.di kelas V SD
Negeri 3 Srikandang.
7
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut : a. Bagi Siswa
1 Meningkatkan kreativitas siswa dalam membuat topeng
b. Bagi guru 1
Meningkatkan kemampuan mengelola pembelajaran seni rupa membuat topeng dari bahan alam dan bahan sisa dengan menggunakan pendekatan
CTL 2
Mengetahui benar-benar penerapan metode CTL pada siswa c. Bagi Sekolah
1 Memberikan pengetahuan baru bagi guru-guru Sekolah Dasar
2 Upaya pengadaan tentang model-model pendekatan pembelajaran
3 Sebagai bahan kajian untuk mengembangkan proses pendekatan
pembelajaran
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
Di dalam mata pelajaran Pendidikan Seni memiliki fungsi mengembangkan kepekaan rasa, kreativitas, dan cita rasa estetis siswa dalam berkesenian,
mengembangkan etika, kesadaran sosial, dan kesadaran kultural siswa dalam kehidupan bermasyarakat, serta rasa cinta terhadap kebudayaan Indonesia.
Mata pelajaran Pendidikan Seni meliputi bidang seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater. Setiap bidang seni ini memiliki substansi, ciri-ciri
pembelajaran, dan materinya sendiri. Masing-masing bidang seni memberikan sumbangan sendiri bagi pembelajaran siswa.
Pembelajaran setiap bidang seni harus mewujudkan suatu keutuhan sebagai bidang pelajaran tersendiri. Pembelajaran seni merupakan semua bentuk aktivitas
fisik, sosial, psikologis dan cita rasa keindahan. Aktivitas dan cita rasa keindahan tertuang dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berkreasi dan berapresiasi.
Keterampilan berkarya serta apresiasi dengan memperhatikan konteks sosial budaya masyarakat. Pada karya kerajinan dan tekhnologi selain hal-hal tersebut
diatas juga memperhatikan tentang jenis, bentuk, fungsi dan aspek tema subject matter.
Pembelajaran Pendidikan Seni terkait dengan pembelajaran bidang studi lainnya dalam kurikulum. Sebagai contoh, oleh raga senam berkaitan dengan tari,
9
teater berkaitan erat dengan sastra, dan desain berkaitan dengan teknologi. Keterkaitan pembelajaran antar bidang pelajaran ini memungkinkan pembelajaran
secara kolaboratif. Pembelajaran Pendidikan Seni perlu dikaitkan dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, dengan latar belakang budaya
yang beraneka ragam. Oleh karena itu, pembelajaran seni perlu memperkenalkan keanekaragaman budaya Indonesia. Berkaitan dengan itu, maka perlu digunakan
strategi pembelajaran Pendidikan Seni yang dapat mendukung pelestarian budaya tradisi di seluruh wilayah Indonesia.
Pembelajaran Pendidikan Seni juga perlu mengembangkan kesadaran ekonomi siswa, yaitu dengan memperkenalkan siswa terhadap berbagai profesi
seni. Oleh karena itu, perlu dilakukan kunjungan ke galeri, museum, pasar seni, indusri kerajinan, pusat seni pertunjukan, serta pusat-pusat seni rupa tradisional
dan modern. Pembelajaran Pendidikan Seni dalam bentuk berkreasi atau berkarya seni
harus mempertimbangkan moral dan etika. Di samping aspek artistik, estetik, dan kreatif, siswa juga perlu diperkenalkan tentang aspek hukum, seperti hak cipta,
kepemilikan karya seni pemalsuan karya seni, dan penjiplakan karya seni, Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Ditjen. Dikdasmen, Depdiknas 2
Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Seni. Pembelajaran Pendidikan Seni mencakup seni di berbagai kebudayaan,
baik kebudayaan Indonesia maupun kebudayaan manca negara. Pembelajaran Pendidikan Seni di Indonesia harus memfokuskan pada kesenian Indonesia.
Pembelajaran sejarah kesenian di manca negara difokuskan pada berbagai
10
kebudayaan yang memberikan pengaruh yang besar terhadap kesenian di Indonesia. Dengan mempelajari sejarah kesenian di Indonesia khususnya, siswa
dapat memahami dan menghargai peranan kesenian dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang pluralistik.
1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda. Sedemikian beragam definisi itu, sehingga pengertian kreativitas tergantung pada bagaimana
orang mendefinisikanya “Creativity is Matter of Definition”. Tidak ada satu definisi yang dianggap mewakili pemahaman yang beragam tentang
kreativitas Supriadi, 1997:6. Hal ini disebabkan oleh dua alasan. Pertama, sebagai suatu “konstrak hipotesis” kreativitas merupakan ranah psikologis
yang komlpleks dan multi demensial, yang mengandung berbagai tafsiran yang beragam . Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan-
tekanan yang berbeda-beda, tergantung dasar teori yang menjadi acuan sang pembuat definisi.
Guilford dalam Supriyadi 1997 mengemukakan, ada lima sifat yang menjadi ciri kemampuan berfikir kreatif, yaitu kelancaran fluency,
penguraian elaboration, keluwesan flexibility, keaslian originality dan perumusan kembali redifinition.
Kelancaran adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan ermacam-macam
pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Originalitas adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak
11
klise. Elaborasi adalah kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan persspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh
orang banyak. Hasil penelitian University of Shouthern California dalam Muhadjir
1987:155 mengemukakan ada hipotesa yang mengatakan bahwa fluency of thinking merupakan aspek penting dalam kreatifitas. Dalam laporan
penelitiannya terungkap aspek adanya empat factor fluency, yakni 1 word fluency, 2 associational fluency, 3 expressional fluency, 4 ideational
fluency Menurut Mareno dalam Slameto 1995:146 yang penting dalam
kreativitas bukanlah penemuan sesuatu yang belum pernah diketahi orang sebelumnya, melainkan bahwa produk kreativitas itu merupakan sesuatu
yang baru bagi diri sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain atau dunia.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu
yang baru, baik berupa gagasan, karya nyata yang relative berbeda dengan apa yang telah ada.
2. Topeng
Topeng pada mulanya digunakan untuk ritual kepercayaan atau sebagai sarana upacara. Adanya perkembangan zaman, topeng tidak hanya digunakan
sebagai sarana upacara akan tetapi dijadikan koleksi, hiasan atau mainan. Topeng yang semula menjadi barang dikeramatkan, kini menjadi banyak
12
diperdagangkan. Berkembangnya fungsi topeng membuat para pengrajin topeng semakin kreatif.
Bentuk topeng bermacam-macam. Ada topeng yang berbentuk wajah orang, hewan, maupun robot. Berbagai topeng dibuat para seniman dengan
karakter yang berbeda-beda dan menarik. Ada topeng yang sedang tertawa, berpikir, tidur, bernyannyi, marah, sedih dan ketakutan. Bahan untuk membuat
topeng pun mudah didapat. Tidak semua topeng sulit dibuat. Ada topeng yang mudah dibuat. Bahan tersebut bisa diambil dari bahan-bahan alam dan bahan-
bahan sisa. Misalnya bahan-bahan untuk membuat topeng dari bahan alam yaitu batok kelapa, blukang dahan kelapa, bambu, tanah, kayu ataupun
bahan-bahan dari alam lainnya. Bahan-bahan dari bahan sisa yaitu kertas- kertas bekas, gabus sterofoam dari sisa bungkus alat-alat elektronik ataupun
dari limbah pabrik. Beberapa macam-macam bentuk topeng dari bahan alam dan dari bahan
sisa. a.
Topeng dari bubur kertas
Topeng ini dibuat dari kertas-kertas bekas yang di rendam dengan air panas dan diaduk sampai berbentuk seperti bubur, kemudian dibentuk
menjadi topeng.
13
b. Topeng dari kelapa dan dahan kelapa
Topeng ini dibuat dari bahan kelapa dan dahan kelapa. Bahan tersebut dipahat sehingga membentuk seperti topeng.
c. Topeng dari bambu
Topeng ini dibuat dari bahan bambu. Bambu dipotong dan dibelah menjadi 2. Unntuk membentuk topengnya bisa dipahat atau dari potongan-
potongan bambu yang ditempel membentuk topeng. d.
Topeng dari sterofoam atau gabus
Topeng ini dibuat dari bahan sterofoam atau gabus bekas. Bisa dari bekas bungkus alat-alat elektronik sepeti kulkas, TV, komputer dan lain-lain.
Gabus tersebut dibentuk pola wajah, kemudian dipahat membentuk topeng.
14
e. Topeng dari semen dan tanah liat
Topeng ini dibuat dari bahan tanah dan semen. Tanah atau semen dicampur dengan air dan dibentuk menjadi topeng.
f. Topeng dari bahan bekas plastik tutup ember dan toples
Topeng ini dibuat dari bahan toples atau ember bekas. Potongan-potongan dari bahan tutup toples, tutup botol dan bahan bekas plastik yang ditempel
membentuk topeng. 3. Contextual Teaching and Learning CTL
a. Pengertian Contextual Teaching and Learning
CTL merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari konteks pribadi, sosial dan kultural, sehingga siswa
memiliki pengetahuan ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
15
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota masyarakat. Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
menolong para siswa melihat makna didalam materi yang akan mereka pelajari dengan menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, system tersebut
meliputi delapan komponen berikut : membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang
diatur sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi dan
menggunakan nilai autentik. Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat US Departement of Education, 2001, Tagged: Contextual Teaching and Learning, by Doantara yasa, 2008 Mei 13
16
Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan
ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri
sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Kemampuan otak untuk menemukan makna dengan membuat hubungan-hubungan menjelaskan mengapa siswa yang didorong untuk
menghubungkan tugas-tugas sekolah dengan kenyataan saat ini, dengan situasi pribadi, sosial dan budaya mereka saat ini, dengan konteks kehidupan
keseharian mereka, akan mampu memasangkan makna pada amteri akademik mereka sehingga mereka dapat mengingat apa yang mereka
pelajari. Jika kehilangan makna, otak mereka akan membuang materi akademik yang mereka terima ClaineCaine, 1994; Carter, 1998; Davis
1997; Kotulak, 1997; Sousa, 1995; Sylwester, 1995. Ilmu saraf dan psikologi dengan jelas menunjukkan betapa pentingnya
pengaruh makna terhadap pembelajaran dan kemampuan mengingat. Kedua ilmu ini memberikan dasar yang kuat untuk memahami bahwa tujuan CTL
adalah membantu para siswa dengan cara yang tepat untuk mengaitkan makna pada pelajaran-pelajaran akademik mereka. CTL membuat siswa
mampu menghubungkan dari subjek-subjek akademik dengan kehidupan keseharian mereka untuk menemukan makna. Hal itu memperluas konteks
pribadi mereka. Kemudian, dengan memberikan pengalaman-pengalaman
17
baru yang merangsang otak untuk membuat hubungan-hubungan baru, kita membantu mereka menemukan makna baru.
Tiga prinsip Ilmiah dalam CTL Berbagai pengamatan ilmiah yang teliti dan akurat menunjukkan
keseluruhan alam semesta ditopang dan diatur oleh tiga prinsip, yaitu kesaling-bergantungan, diferensiasi dan pengaturan diri sendiri Capra,
1996; JohnsonBroms, 2000; MargulisSagan, 1995; SwimmeBerry, 1992.
Ilmu fisika kuantum modern, kosmologi dan biologi telah menemukan tiga prinsip yang memberikan pandangan baru pada kita. Prinsip-prinsip
tersebut adalah kesaling-bergantungan, diferensiasi dan pengorganisasian diri, yang menunjukkan bahwa alam semesta sama sekali tidak diam dan
mati, tetapi hidup dan dinamis. CTL mencerminkan prinsip kesaling-bergantungan
. Kesaling-tergantungan mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan
masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subjek yang berbeda dihubungkan dan ketika
kemitraan menggabyngkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas. CTL mencerminkan prinsip diferensiasi
. Diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-
masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang
18
berbeda dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri . Pengorganisasian diri
terlihat ketika para siswa mencari dan menemukankemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaatdari umpan balik yang
diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi dan berperan serta dalam
kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka benyanyi.
CTL membantu para siswa menemukan makna dalam pelajaran mereka dengan cara menghubungkan materi akacemik dengan konteks kehidupan
keseharian mereka. Mereka membuat hubungan-hubungan penting yang menghasilkan makna dengan melaksanakan pembelajaran yang diatur sendiri,
bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, menghargai orang lain, mencapai standar tinggi dan berperan serta dalam tugas-tugas penilaian autentik.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1 Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2 Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai
konteks 3 Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4 Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok
atau secara mandiri. 5 Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6 Menggunakan penilaian autentik
Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada tahun 1916,yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada
19
pengembangan minat dan pengalaman siswa. Kontekstual Contextual
Teaching and Learning dikembangkan oleh The Washington State
Consortium for Contextual Teaching and Learning , yang bergerak dalam
dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia
untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat melalui Direktorat PLP Depdiknas.
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar
akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Sebab, pembelajaran yang berorientasi target
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang. Inilah yang terjadi pada kelas-kelas di sekolah Indonesia dewasa ini. Hal ini terjadi karena masih tertanam pemikiran
bahwa pengetahuan dipandang sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal, kelas berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan,
akibatnya ceramah merupakan pilihan utama strategi mengajar. Karena itu, diperlukan
1 sebuah pendekatan belajar yang lebih memberdayakan siswa
2 kesadaran bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta dan konsep
yang siap diterima, melainkan sesuatu yang harus dikonstruksi sendiri oleh siswa
20
3 kesadaran pada diri siswa tentang pengertian makna belajar bagi
mereka, apa manfaatnya, bagaimana mencapainya, dan apa yang mereka pelajari adalah berguna bagi hidupnya.
4 posisi guru yang lebih berperan pada urusan strategi bagaimana belajar
daripada pemberi informasi. b. Pendekatan Pembelajaran CTL di Kelas
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar
lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1 Mengkaji konsep atau
teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2 Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3
Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam
pembelajaran kontekstual. 4 Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki
siswa dan lingkungan hidup mereka. 5 Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap
rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual CTL
memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme constructivism,
21
menemukan Inquiry, bertanya Questioning, masyarakat-belajar Learning Community
, pemodelan modeling, refleksi reflection, dan penilaian yang sebenarnya Authentic. Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:
• Konstruktivisme constructivism
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan
tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur
pengetahuanyang dimilikinya.
• Menemukan Inquiry
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan inquiry merupakan sebuah siklus
yang terdiri dari observasi observation, bertanya questioning, mengajukan dugaan hiphotesis, pengumpulan data data gathering, penyimpulan
conclusion.
• Bertanya Questioning
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual.
Kegiatan bertanya berguna untuk : 1 menggali informasi, 2 menggali pemahaman siswa, 3 membangkitkan respon kepada siswa, 4 mengetahui
sejauh mana keingintahuan siswa, 5 mengetahui hal-hal yang sudah
22
diketahui siswa, 6 memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7 membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk
menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
• Masyarakat Belajar Learning Community
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar
teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih
yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar
• Pemodelan Modeling
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar
dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
• Refleksi Reflection
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan
dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung
tentang apa yang diperoleh hari itu.
• Penilaian yang sebenarnya Authentic Assessment
Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran
23
berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar.
Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan relating, mengalami experiencing,
menerapkan applying, bekerjasama cooperating dan mentransfer transferring
. • Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti
konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan
demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
• Mengalami. Merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun
pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk
penelitian yang aktif. • Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan
kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
• Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara
24
kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa
mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. • Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar
dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
c. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual CTL dengan Pembelajaran Konvensioanl
TABEL 3.1: PERBEDAAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL DENGAN KONTEKSTUAL CTL
Pembelajaran Kontekstual CTL Pembelajaran Konvensional
1. Siswa secara langsung terlibat
dalam pembelajaran 2.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau
masalah yang disimulasikan 3.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pengembangan
4. Selalu mengkaitkan informasi
dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki
5. Siswa mampu menggunakan
kemampuan menggunakan 1.
Siswa penerima informasi secara pasif
2. Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis
3. Keterampilan dikembangkan atas
dasar latihan 4.
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya
diperlukan 5.
Siswa secara pasif menerima kaidah pembelajaran tanpa
25
kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam
mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan
ikut bertanggung jawab 6.
Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan
mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing
7. Pembelajaran terjadi diberbagai
tempat, konteks dan setting 8.
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh
manisia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun
pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami
pengalamannya 9.
Dalam pembuatan karya seni lebih kreatif dan imajinatif
10. Berekspresi secara bebas
11. Pembelajaran lebih
memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran
6. Guru adalah penentu jalannya
proses pembelajaran
7. Pembelajaran hanya terjadi di
dalam kelas 8.
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta,
konsep atau hokum yang berada diluar diri manusia
9. Dalam pembuatan karya seni
kurang kreatif dan imajinatif 10.
Berekspresi sesuai ketentuan guru
11. Pembelajaran monoton
26
menyenangkan 12.
Aktivitas siswa lebih tinggi 13.
Menerapkan penilaian autentik proses dan hasil melalui
penerapan praktis dalam pemecahan masalah
12. Aktivitas siswa biasa saja
13. Penilaian hasil belajar hanya
melalui kegiatan akademik berupa ujian atau ulangan
KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Mansur Muclis, 2007 :25-27
4. Pengertian Seni
Kata seni adalah kata yang semua orang di pastikan mengenal, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. Kata seni berasal dari
kata SANI yang artinya Jiwa Yang Luhur Ketulusan jiwa. Seni atau kesenian secara umum dikenal sebagai rasa keindahan umumnya, rasa
keharuan khususnya, yang melengkapi kesejahteraan hidup. Rasa disusun dan dinyatakan melalui pikiran, menjadi bentuk yang dapat disalurkan dan
dimiliki oleh setiap orang. Dalam bahasa Sanskerta, kata seni disebut cilpa. Sebagai kata sifat,
cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata
benda ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik
27
Arti seni menurut beberapa ahli : 1.
Ki Hajar Dewantara Seni merupakan segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup
perasaannya dan bersifat indah hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia.
2. Prof. Drs. Suwaji Bastomi
Seni adalah aktivitas batin dengan pengalaman estetik yang dinyatakan dalam bentuk agung yang mempunyai daya membangkitkan rasa takjub
dan haru. 3.
Drs. Sudarmadji Seni adalah segala manifestasi batin dan pengalaman estetis dengan
menggunakan media bidang, garis, warna, tekstur, volume dan gelap terang.
5. Schopenhauer Bertolak dari seni musik
Seni adalah segala usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Menurutnya tiap orang tentu senang dengan seni musik
meskipun seni musik asalah seni yang paling abstrak. 6.
Eric Ariyanto Seni adalah kegiatan rohani atau aktivitas batin yang direfleksikan dalam
bentuk karya yang dapat membangkitkan perasaan orang lain yang melihat atau mendengarkannya
28
7. M. Jazuli
Seni adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan sikap dan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman berkesenian dan berinteraksi dengan budaya lingkungan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari beberapa arti seni diatas dapat disimpulkan bahwa seni adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
keindahan karya yang dapat membangkitkan perasaan didalam jiwa seseorang maupun dirinya sendiri.
2. Pendidikan Seni Rupa Pendidikan seni rupa adalah upaya untuk mengembangkan
kepribadian seseorang dalam rangka mempersiapkan menjadi warga masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab melalui kegiatan yang
bersangkut paut dengan pernyataan perasaan keindahan lewat media garis, warna, tekstur, bidang, volume, dan ruang atau dengan perkataan lain
melalui kegiatan pembelajaran dalam bidang lukisgambar, seni cetak, seni patung, seni kerajinan desain dan seni bangunandesain lingkungan
Salam, 2001: 15. Pendidikan seni rupa yang terlaksana dalam bentuk kegiatan
pembelajaran pada dasarnya meliputi pembelajaran teori, apresiasi, dan keterampilan seni rupa Salam, 2001: 15. Pembelajaran teori seni rupa
berfokus pada pembinaan aspek kognitif pengetahuan kesenirupaan. Materi seni rupa ini berisi kajian seperti tinjauan seni rupa, sejarah seni,
29
persoalan estetika dan cara untuk menilai sebuah karya seni baik secara konsep maupun komposisi.
Pembelajaran keterampilan seni rupa berfokus pada pembinaan praktik pengalaman studio. Untuk melatih keterampilan berkarya, siswa
didik diharapkan dapat menggali dari budaya dan alam di sekitarnya sehingga secara tidak langsung mereka akan menjadi lebih inovatif untuk
berkarya. Pada akhirnya tercipta siswa didik yang mampu mengoptimalkan berbagai sumber yang tersedia untuk menjadi produk
karya seni yang berkualitas. Pada siswa Sekolah Dasar, jenis pembelajaran keterampilan banyak ragamnya mulai dari menggambar, melukis,
mematung, maupun juga bisa diarahkan untuk membuat kerajinan. Namun, dalam pelaksanaanya setiap materi dalam aspek kognitif,
psikomotorik, dan afektif adalah materi yang bertingkat sehingga perlu disesuaikan dengan kondisi siswa didik.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Seni
Lingkup materi pembelajaran seni meliputi seni rupa, music, tari, kerajinan dan teknologi. Rancangan kompetensi dasar dilakukan secara
sistematik dan seimbang antara ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, dalam jabaran aspek-aspek apresiasi dan kreasi sesuai dengan kemampuan
siswa, meliputi: 1.
Kemampuan perceptual yaitu kepekaan inderawi terhadap rupa, bunyi, gerak dan perpaduannya serta kerajinan dan tekhnologi.
2. Pengetahuan mencangkup pemahaman, analisis dan evaluasi.
30
3. Apresiasi mencangkup kepekaan rasa estetika, kesesuaian fungsi dan
bentuk, artistic serta memiliki sikap menghargai dan menghayati 4.
Produksi mencangkup kreativitas dalam berkarya dan berimajinasi. 4.
Cabang Seni a.
Seni musik atau seni suara Seni musik atau seni suara adalah karya seni yang sampaikan melalui
media suara. b.
Seni tari atau seni gerak Gerakyang dimaksud adalah gerak yang ritmis dan indah. Irama, gerak,
pembawaan, serta penghayatan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Seni Atari sendiri merupakan suatu perwujudan segala
tekanan emosi yang dituangkan dalam bentuk gerak seluruh anggota tubuh secara teratur dan berirama sesuai dengan musik pengiringnya.
c. Seni drama
Seni drama mempunyai persamaan dengan seni tari, yakni mempunyai unsure gerak.
Gerak pada seni drama merupakan gerak makna atau gerak acting. Salah satu jenis drama , yaitu pantomime, merupakan gerak dari
ucapan dalam serangkaian seni drama. d.
Seni rupa Seni rupa merupakan seni yang ada wujudnya, artinya karya seni
tersebut dapat sicerap dengan menggunakan indra penglihatan. Lengkapnya Seni rupa adalah segala manifestasi batin dan pengalaman
31
sestetis dengan media garis, bidang, warna, tekstur, volume, dan gelap- terang. Contohnya, yaitu lukisan, Puisi, Cerpen, Patung, dll.
5. Pembelajaran Seni Rupa 1. Konsep Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serentetan perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Kegiatan pembelajaran dapatlah berjalan di sekolah apabila terjadi usaha
menciptakan sistem kondisi dan lingkungan yang mampu memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran
terdapat sejumlah tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran dalam hal ini merupakan suatu kumpulan yang terdiri dari komponen-komponen
pembelajaran yang saling berinteraksi, berintegrasi satu sama lainnya. Oleh karenanya jika salah satu komponen tidak dapat terinteraksi, maka
proses dalam pembelajaran akan menghadapi banyak kendala yang mengaburkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Dengan demikian proses pembelajaran terjadi timbal-balik antara guru dan murid, guru memberi materi atau bahan sedangkan murid yang
menerima. Bisa dikatakan dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara murid belajar dan guru mengajar. Sementara itu, Darsono 2000:
14 mengemukakan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada individu berkat adanya interaksi antara individu dengan yang
lain, di antara individu dengan lingkungannya. Faktor lingkungan sangat
32
mempengaruhi dalam proses belajar. Perubahan tingkah laku seseorang terjadi akibat interaksi dengan orang lain. Proses belajar pada anak sangat
dipengaruhi dari pihak keluarga, pergaulan sekolah, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Baik dan buruknya tingkah laku yang terjadi di
keluarga akan membawa dampak dalam tingkah laku pergaulan sekolah dan lingkungan sekitarnya. Begitu pula sebaliknya, tingkah laku pergaulan
sekolah dan lingkungan masyarakat sekitarnya akan terbawa di kehidupan keluarganya.
Menurut Sujana 1988: 21 belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Tingkah laku baru ini misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu,
dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Adanya perubahan baru dalam sikap, kebiasaan-kebiasaan, keterampilan, kesungguhan menghargai,
perkembangan sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmani. Sifat ingin tahu seseorang sangat besar, sehingga mendorong untuk mempelajari
sesuatu yang belum diketahuinya. Cara-cara mempelajari diawali dengan menirukan sesuatu yang dilakukan dengan kebiasaan atau cara lain yang
berbeda-beda, tergantung pada hal-hal yang menguntungkan dan mampu dilakukan.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa belajar mampu membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan
itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam
33
bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala pribadi seseorang. Karena
itu seseorang yang sedang belajar tidak sama lagi dibandingkan dengan saat sebelumnya karena lebih sanggup menghadapi kesulitan memecahkan
masalah atau menyesuaikan diri dengan keadaan. Ia tidak hanya menambah pengetahuan saja, akan tetapi dapat menerapkan
pengetahuannya itu dalam situasi hidupnya. Adapun pengertian belajar seperti yang telah dikemukakan di atas,
masih ada beberapa pendapat tentang pengertian belajar antara lain “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungan” Ibrahim dan Syaodih, 1996 :3. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya,
baik yang berupa pengetahuan, keterampilan motorik, atau penguasaan nilai-nilai sikap. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah
perubahan yang dihasilkan dari pengalaman interaksi dengan lingkungan, di mana proses mental dan emosional terjadi. Perubahan
perilaku sebagai hasil belajar dikelompokkan ke dalam tiga ranah, yaitu: pengetahuan kognitif, keterampilan motorik psikomotorik, dan
penguasaan nilai-nilai atau sikap afektif. Belajar merupakan proses pertumbuhan yang dihasilkan oleh perhubungan berkondisi antara
stimulus dan respon. Belajar adalah menghubungkan sebuah respon
34
tertentu kemudian diperketat ikatannya melalui berjenis-jenis cara yang berkondisi.
Hakikat belajar adalah penemuan hubungan tingkah laku dari yang tidak tahu, dari tidak biasa menjadi biasa tergantung dari proses yang
ditempuh guna mendapat respon lebih cepat atau lambat dari hasil pembelajaran itu juga biasa diakibatkan oleh besar atau tidaknya motivasi
yang dimiliki masing-masing individu. Motivasi yang sehat perlu ditumbuhkan secara integral, dengan bantuan dan pengarahan guru yang
berpengalaman dengan menggunakan berbagai metode yang terprogram akan mencapai hasil yang maksimal.
Bertolak dari berbagai pendapat itu penulis katakan pengertian belajar secara umum adalah suatu usaha dengan proses yang aktif untuk
mendapat suatu pengetahuan atau pengalaman yang dapat mengubah tingkah laku pada waktu seseorang menghadapi situasi tertentu untuk
dapat mengembangkan dirinya ke arah kemajuan yang lebih baik. Belajar dan mengajar adalah dua proses yang mempunyai hubungan
sangat erat dalam dunia pengajaran. Belajar biasanya dikhususkan kepada siswa dan mengajar kepada guru. Keduanya baik guru maupun siswa biasa
melakukan kedua hal itu, baik belajar maupun mengajar atau dalam perkataan saling belajar dan saling mengajar. Belajar dan mengajar terjadi
baik di sekolah maupun di luar sekolah. Di sekolah dalam arti formal, sedangkan di luar sekolah biasa berupa bimbingan lanjutan dari sekolah
atau terlepas dari sekolah.
35
2. Pembelajaran Seni Rupa dalam Konteks Kurikulum Dalam kurikulum 2004, pendidikan seni rupa di Sekolah Dasar
dilaksanakan melalui mata pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian Kertangkes. Kertangkes pada Sekolah Dasar meliputi : seni rupa, seni
musik, seni tari. Kerajinan Tangan dan Kesenian bertujuan untuk menumbuhkan kepekaan rasa keindahan estetika dan artistik sehingga
membentuk sikap kreatif, apresiatif dan kritis. Muara dari tujuan tersebut adalah usaha ke arah pengembangan budaya bangsa. Pendidikan seni rupa
pada Sekolah Dasar lebih diutamakan pada pembentukan kesadaran estetis terhadap diri dan lingkungannya melalui kegiatan seni yang ekspresif
kreatif. Dalam kurikulum 2004, pendidikan seni rupa memiliki kompetensi
standar sebagai berikut: 1.
siswa mampu menggunakan kepekaan inderawi dan intelektual dalam 2.
memahami, mempresentasi tentang keragaman gagasan, teknik, materi dan keahlian berkarya seni rupa dua dimensi berukuran bidang dan
tiga dimensi berukuran ruangisi baik karya seni Nusantara maupun mancanegara.
3. siswa mampu menggunakan rasa estetika dalam mempersepsi,
memahami, menanggapi, merefleksi, menganalisis, dan mengevaluasi karya seni rupa Nusantara dan mancanegara sesuai dengan konteks
sosial dan budaya.
36
4. siswa mampu berekspresi karya seni rupa dengan beragam teknik dan
media seni rupa Nusantara dan mancanegara. 5.
siswa mampu mengkomunikasikan gagasan, teknik, materi, dan keahlian berkarya seni rupa Nusantara dan mancanegara melalui
kegiatan pameran dan pagelaran. Dalam pelaksanaannya kurikulum pendidikan seni rupa masih adanya
keterbatasan-keterbatasan dalam pelaksanaannya, baik menyangkut kemampuan guru maupun kebijaksanaan sekolah dalam melaksanakan mata
pelajaran KTK. Meskipun secara jelas dinyatakan bahwa pembelajaran seni rupa menyangkut tiga aspek namun dalam pelaksanaannya sangat
menekankan kepada aspek psikomotorik yaitu dengan lebih banyak kompetensi berkarya.
3. Tujuan Pendidikan Seni Rupa di SD Tujuan pendidikan seni rupa di sekolah dasar di Indonesia tercantum
pada GBPP, yaitu siswa memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemauan keras berkarya dan berolah seni, serta kepekaan artistik sebagai dasar
berekspresi pada budaya bangsa. Tujuan tersebut pada dasarnya adalah menyiapkan anak untuk berpengetahuan, berkecakapan dan berkemampuan
dalam tingkat dasar agar kelak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bila tidak dapat melanjutkan mereka harus mampu terjun
ke masyarakat dengan keterampilan yang telah diperolenya dari sekolah
37
4. Pembelajaran Seni Rupa di SD Setiap siswa yang kita hadapi, selain merupakan individu, juga suatu
totalitas yang kompleks. Pada diri siswa dapat dikenali sejumlah kecakapan, yang biasanya terwujud dalam bentuk kekurangan ataupun kelebihannya.
Dalam kegiatan pembelajaran, kecakapan-kecakapan inilah yang harus dilatih. Bagi siswa yang lemah perlu dicermati, yang memiliki kelebihan perlu
diarahkan dan dikembangkan. Kecakapan-kecakapan tersebut antara lain : a. kecakapan nalar, b. kecakapan yang bersifat indrawi, c. kecakapan afektif,
d. kecakapn sosial, dan e. kecakapan religius. Seluruh kecakapan tersebut mewakili aspek personal kehidupan manusia a-c, dan sejajar dengan apa yang
disajikan karya sastra pada umumnya a-e Sumardi, 1992:200 Pada pembelajaran seni rupa, pengembangan kecakapan-kecakapan
dilaksanakan secara terpadu melaui sebuah proses penggarapan rupa dari awal pelatihan hingga sebuah cerita seni rupa dipentaskan. Kecakapan-
kecakapan tersebut hendaknya dikembangkan dengan pertimbangan berbagai aspek sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Peran guru tidak
semata sebagai orang yang serba tahu, melainkan sebagai mediator dalam memberikan arahan pemeranan terhadap siswa.
Efektivitas pembelajaran seni rupa, terutama ditentukan oleh corak jalinan komunikasi antara guru dan siswanya. Jika upaya untuk menjalin komunikasi
tersebut berhasil positif, maka terbukalah kepercayaan siswa terhadap guru, yang selanjutnya siswa akan membuka diri secara lugas. Inilah yang dapat
dipakai sebagai model berharga dalam pembelajaran seni rupa.
38
Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah contoh
lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contonya. Guru digugu dan ditiru otomatis
menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini
sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar transfer knowledge
tetapi juga menanamkan nilai - nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak.
Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan
dan jam terbang yang memadai. Dalam kontek diatas, untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus dimiliki adalah:
1. Memiliki kemampuan intelektual yang memadai
2. Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan
3. Keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau metodelogi pembelajaran
4. Memahami konsep perkembangan anakpsikologi perkembangan
5. Kemampuan mengorganisir dan problem solving
6. Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik
Beberapa ciri-ciri guru profesional, yaitu : 1.
Selalu punya energi untuk siswanya Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap
percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.
39
2. Punya tujuan jelas untuk pelajaran Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap
pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif
sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang
baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan
rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas 5. Bisa berkomunikasi dengan baik orang tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang
sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi
panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter. 6. Punya harapan yang tinggi pada siswanya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan
mengerahkan potensi terbaik mereka.
40
7. Pengetahuan tentang Kurikulum Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang
kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang
guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab
pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang
kolaboratif. 9. Selalu memberikan yang terbaik untuk Anak-anak dan proses
Pengajaran Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-
anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki
dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan
saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.
Disarikan dari situs Apple for the teacher
41
Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua
belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang,
di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak.
Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang
luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar
mereka tidak hanya terjadi di sekolah. Sedang menurut Thornburg 1984 anak sekolah dasar merupakan
individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan
fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas
lima, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati
tingkah laku anak remaja permulaan. Menurut Piaget ada lima faktor yang menunjang perkembangan
intelektual yaitu : kedewasaan maturation, pengalaman fisik physical experience, penyalaman logika matematika logical mathematical experience,
transmisi sosial social transmission, dan proses keseimbangan equilibriun
42
atau proses pengaturan sendiri self-regulation Erikson mengatakan bahwa anak usia sekolah dasar tertarik terhadap pencapaian hasil belajar.
Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : a tahap sensorik motor usia 0-2 tahun, b tahap
operasional usia 2-6 tahun, c tahap opersional kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, d tahap operasional formal usia 11 atau 12 tahun ke atas.
Nasution 1992 mengatakan bahwa masa kelas tinggi sekolah dasar mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut : 1 adanya minat terhadap
kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, 2 amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, 3 menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-
hal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti teori faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, 4 pada umumnya
anak menghadap tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri, 5 pada masa ini anak memandang nilai angka rapor sebagai
ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, 6 anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.
Seperti dikatakan Darmodjo 1992 anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual,
emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga
terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-
anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
43
Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang
akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran
yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. 5.
Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan CTL dan PAKEM 1.
Kelebihan CTL Contextual Teaching and Learning. • Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut
untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional,
akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
• Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut
aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami”bukan”menghafal”.
2. Kelemahan CTL Contextual Teaching and Learning.
• Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah
44
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa.
Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ”
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
• Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan
menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
3. Kelebihan Pakem Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan. • Pembelajaran lebih menarikrekreatif. Dengan kata lain, pembelajaran
dengan menggunakan metode PAKEM dirasa lebih menyenangkan. Penggunaan beberapa media dan sumber pembelajaran yang beragam
dalam metode PAKEM sangat membantu siswa untuk mempermudah proses belajarnya. Dalam metode pembelajaran ini, siswa juga diberi
kesempatan untuk ikut berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa memiliki kesempatan untuk mengungkapkan gagasan-
45
gagasannya dan mengembangkan keterampilannya. Kemampuan berpikir siswa dan karya-karyanya sangat dihargai sehingga sangat
memotivasi siwa untuk belajar dengan lebih baik lagi. • Pembelajaran lebih variatif. Dengan kata lain, metode pakem ini
memberikan kesempatan kepada guru dan siswa untuk menciptakan suasana pembelajaran dengan menggunakan beberapa metode
pembelajaran, tidak monoton dengan satu metode pembelajaran. Dan dalam beberapa hal pula, seseorang siswa dapat melakukan kegiatan
melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara kemudian mengumpulkan datajawaban dan mengolahnya sendiri.
4. Kelemahan PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan Dalam pembelajaran Model Pakem, seorang guru mau tidak mau harus
berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang mediabahan ajar alternatif yang mudah, murah dan sederhana. Tetapi tetap
memiliki relevansi dengan tema mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal,
tetapi tidak semua sekolah mampu mengaksesnya. Hal ini jelas sekali dapat menjadi sebuah boomerang bagi guru, ketika
seorang guru tidak memiliki kemampuan untuk memanajemen dan menguasai hal-hal yang harus ada untuk melakukan metode pembelajaran
pakem. Guru yang tidak memiliki daya kreasi yang tinggi tidak akan mampu melakukan metode pembelajaran Pakem dengan baik di dalam kelas.
46
5. Saran agar tercipta situasi pembelajaran yang efektif :
• CTL Contextual Teaching and Learning Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru harus memahami
tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar tehadap gaya belajar siswa. Jika hal ini dapat dilakukan oleh
guru maka pembelajaran dengan metode CTL dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sebelumnya. Karena
yang perlu ditekankan disini adalah metode ini menganut aliran konstruktivis, dimana siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan
tersebut. Selain itu, siswa bukan lagi dipandang sebagai wadah kosong yang pasif melainkan suatu individu yang juga memiliki kemampuan
untuk menggali pengetahuan tentunya dibarengi dengan bimbingan karena siswa masih berada dalam tahap perkembangan.
• PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan Dalam metode ini hal yang paling mendasar yang harus dilakukan
oleh guru adalah merubah cara pikirnya bahwasanya pembelajaran tidak hanya membutuhkan penguasaan terhadap materi secara verbal
namun membutuhkan daya kreativitas yang tinggi untuk mempermudah belajar siswa dan merubah pandangan bahwa belajar
hanyalah ritual yang membosankan. Karena Pelaksanaan Pakem juga memperhatikan bakat, minat dan modalitas belajar siswa, dan bukan
semata potensi akademiknya.
47
Proses pembelajaran akan berlangsung seperti yang diharapkan dalam Pakem jika peran guru dalam berinteraksi dengan siswanya selalu
memberikan motivasi, dan memfasilitasinya tanpa mendominasi, memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif, membantu dan
mengarahkan siswanya untuk mengembangkan bakat dan minat mereka melalui proses pembelajaran yang terencana. Perlu dicatat
bahwa tugas dan tanggung jawab utama para guru dalam paradigma baru pendidikan ”bukan membuat siswa belajar” tetapi ”membuat
siswa mau belajar”, dan juga ”bukan mengajarkan mata pelajaran” tetapi ”mengajarkan cara bagaimana mempelajari mata pelajaran ”.
Prinsip pembelajaran yang perlu dilakukan: ”Jangan meminta siswa Anda hanya untuk mendengarkan, karena mereka akan lupa. Jangan
membuat siswa Anda memperhatikan saja, karena mereka hanya bisa mengingat. Tetapi yakinkan siswa Anda untuk melakukannya, pasti
mereka akan mengerti”. Dikutip dari http:andiborneo.blogspot.com
D o
B. Kajian Empiris
Penelitian yang berjudul Implementasi Pendekatan CTL Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Di Sekolah Dasar menunjukkan
bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas V SD 3 Sambangan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan skor rata-rata kelas dari 6,29 pada
siklus I menjadi 7,45 pada siklus II. Meskipun ketuntasan belajar belum
48
memenuhi tuntutan kurikulum yaitu minimal 85 tetapi ketuntasan belajar siswa juga meningkat dari 52,94 pada siklus I menjadi 79,41 pada siklus II. Rerata
tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan adalah 43,29 yang tergolong sangat positif.
Penelitian yang berjudul Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Sd Negeri Wates Pada Pokok Bahasan Bangun Datar Sebagai Implementasi
Pendekatan Contextual Teaching And Learning CTL menunjukkan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning CTL dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas V SD Negeri Wates pada pokok bahasan bangun datar. Nilai rata-rata yang dicapai siswa adalah 7,2 dengan ketuntasan belajar adalah 78,5.
Penelitian yang berjudul Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Keterampilan Mendeskripsi Secara Tertulis Pada Siswa Kelas Ii Sd
Negeri 3 Banjaran menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa dalam menulis deskripsi menunjukkan hasil baik pada lembar penilaian. Dengan demikian, setiap
siswa dapat mencapai nilai 70 sebagai kriteria ketuntasan minimal KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia aspek menulis untuk kelas II semester II SD N 3
Banjaran tahun ajaran 20072008. Penelitian yang berjudul Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pelestarian Hewan Dan Tumbuhan Di Kelas Vi menunjukkan bahwa hasil penelitian diperoleh rata-rata
nilai pada saat pretes sebesar 48,06 dan meningkat menjadi 69,35 pada siklus I kemudian pada hasil tes siklus II meningkat menjadi 79,68. Setelah dilakukan
tindakan pada siklus I, tingkat ketuntasan belajar mencapai 61,29 dan tingkat
49
ketercapaian tes hasil belajar sebesar 60yang berarti secara keseluruhan siswa belum mencapai standar ketuntasan belajar. Pada siklus II diperoleh tingkat
ketuntasan belajar siswa sebesar 93,55 dan tingkat ketercapaian tes hasil belajar mencapai 90 atau dengan kata lain setelah dilakukan siklus II siswa secara
keseluruhan telah mencapaistandar ketuntasan belajar diatas 70 Penelitian yang berjudul Upaya Peningkatan Penguasaan Konsep Bangun
Ruang Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning CTL PTK Pembelajaran Matematika di Kelas V SD
Negeri 02 Kayen, Pati menunjukkan bahwa : 1 tingkat keaktifan siswa meliputi: a keaktifan siswa mengerjakan soal-soal meningkat dari 21,9 menjadi
73,2, b menjawab pertanyaan gurumengerjakan soal ke depan meningkat dari 9,76 menjadi 46,3, c keaktifan siswa yang maju ke depan kelas untuk
menjelaskan pada siswa lain meningkat dari 7,32 menjadi 24,4, d Siswa yang aktif memberikan tanggapan tentang jawaban siswa lain meningkat dari
7,32 menjadi 14,6, e keaktifan siswa mengajukan idetanggapan pada guru meningkat dari 7,32 menjadi 12,2, f Siswa yang aktif membuat
kesimpulan materi baik secara kelompok atau mandiri meningkat dari 9,76 menjadi 21,2, g aktif memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekitar
meningkat dari 17,1 menjadi 48,8, 2 hasil belajar siswa yang mendapatkan nilai
≥60 meningkat dari 29,3 menjadi 41,5.Kesimpulan penelitian ini adalah penguasaan konsep matematika siswa dalam menyelesaikan
soal-soal matematika dapat ditingkatkan melalui penerapan pendekatan contexstual teaching and learning CTL.
50
Penelitian yang berjudul Implementasi Pendekatan CTL Untuk Meningkatkan Kemampuan Kreativitas Siswa menunjukkan bahwa dapat
meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis puisi. Hal ini terlihat dari hasil observasi pada presentasi-penampilan dalam setiap pertemuan dengan
aspek kemampuan kreativitas dalam presentasi puisi, yaitu kepercayaan diri, kekuatan penjiwaan, kejelasan lafal kata-kalimat, intonasi, ekspresi, apresiasi,
gerak fisik, mimik muka, pengendalian diri, dan penggunaan media menunjukkan nilai rerata yang makin meningkat. Hal ini terlihat dari hasil angket yang diisi oleh
siswa, dengan pengolahan data menggunakan skala Likert, mempunyai nilai rerata 4,6 jadi mendekati nilai sangat baik 5 11.
Penelitian yang berjudul Penerapan Pembelajaran Kontekstual Contextual
Teaching And Learning Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Pembagian
Siswa Kelas II SDN Puspo V Kabupaten Pasuruan menunjukkan bahwa : 1
pembelajaran konvensional dengan metode ceramah dalam pembelajaran tentang penguasaan konsep pembagian belum memperoleh hasil yang maksimal dari 18
siswa dan ketuntasan individu 60, 6 siswa dikategorikan tuntas, 12 siswa dikategorikan belum tuntas, sedangkan untuk ketuntasan kelas 70 dengan nilai
rata-rata 58,1, nilai tertinggi 81, dan nilai terendah 41, 2penerapan pembelajaran kontekstual menjadikan siswa aktif dan siswa memperoleh pengalaman belajar
dengan mengalami sendiri, 3penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan penguasaan konsep pembagian siswa kelas II SDN Puspo V.
Dengan demikian penerapan pembelajaran kontekstual bisa diterapkan oleh guru dalam pembelajaran matematika pada materi pembagian.
51
Penelitian yang berjudul Upaya Peningkatan Aktivitas Belajar Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Pembelajaran Matematika Di Kelas II Madrasah
Ibtidaiyah Mi Wahid Hasyim menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa kelas II MI Wahid Hasyim mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya rata-rata persentase aktivitas belajar siswa siklus II sebesar 8,75 yakni dari 71,25 pada siklus I menjadi 80 pada siklus II askor rata-rata sebesar
47 dengan kategori amat baik. Penelitian yang berjudul Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Siswa
Melalui Penerapan Pendekatan CTL Contextual Teaching and Learning pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI di SD Negeri Malang. Menunjukkan
bahwa pada siklus I siswa mengalami ketuntasan belajar 65,68 dan motivasi belajar 70,42 . Pada siklus II, ketuntasan belajar 85,85 dan motivasi belajar
81,69 . Penelitian yang berjudul Penerapan Metode CTL Pada Mata Pelajaran
PKn Sebagai Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SDN 2 Kelet Keling Jepara. Menunjukkan bahwa hasil penilitian pada siklus I diperoleh rata-rata 65,6
dengan ketuntasan belajar 40. Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 76,5 dengan ketuntasan belajar 75, sedangkan pada siklus III diperoleh nilai rata-rata
88 dengan ketuntasan belajar 90. Penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran CTL Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar PKn Pada Siswa Kelas II SDN Kalipucang Wetan Welahan Jepara. Menunjukkan bahwa prosentase aktivitas siswa dari sepuluh
aktivitas pada siklus I masih rendah yaitu 58 dengan kategori cukup, pada siklus
52
II rata-rata dari sepuluh aktivitas naik mencapai 80 dengan kategori baik. Hasil belajar siklus I rata-rata 66,29 dan hasil siklus II rata-ratanya mencapai 84,81.
Penelitian yang berjudul Implementasi Pendekatan CTL Unrtuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Pengamatan Pada Siswa Kelas V
SD Negeri Tinggarjaya. Menunjukkan bahwa adanya peningkatan rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 70,38 dan pada siklus II sebesar 92,31. Aktivitas
siswa dalam pembelajaran menunjukkan skor rata-rata siklus I sebesar 64 dengan kategori baik dan siklus II sebesar 86 dengan kategori sangat baik.
C. Kerangka Berpikir