Latar Belakang Masalah MENINGKATKAN KREATIFITAS MEMBUAT TOPENG DARI BAHAN ALAM DAN BAHAN SISA MELALUI PENDEKATAN CTL DALAM PEMBELAJARAN SENI RUPA DI KELAS V SD NEGERI 3 SRIKANDANG BANGSRI JEPARA

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 2 Tahun 2003 pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Secara umum Sekolah Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan, sangat penting dalam proses pembelajaran. Program di sekolah dilaksanakan secara teratur dan sistematis, dengan sarana dan prasarana yang memadai serta peran guru sebagai pembimbing akan menghasilkan pemahaman yang cepat bagi siswa. Meskipun, dalam kenyataannya, banyak sarana dan prasarana yang masih kurang memadai terutama di Sekolah Dasar. Keberhasilan tentunya juga sangat ditentukan oleh berbagai faktor salah satunya harus ada keterkaitan antar komponen pembelajaran yaitu: tujuan, metode, media, materi, dan evaluasi pembelajaran. Dengan adanya pendidikan seni di Sekolah Dasar anak dapat mengembangkan keterampilan berkarya serta cita rasa keindahan dan kemampuan menghargai seni. 2 Dalam kurikulum 2004, pendidikan seni di Sekolah Dasar dilaksanakan melalui mata pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian Kertangkes mempunyai tujuan: 1 mengembangkan kemampuan dan keterampilan siswa melalui penelaahan jenis, sifat, fungsi, alat, bahan, proses dan teknik dalam membuat berbagai produk teknologi serta seni yang berguna bagi kehidupan manusia, 2 mengembangkan kemampuan intelektual, imajinatif, ekspresi, kepekaan kreatif, keterampilan dan mengapresiasi terhadap hasil karya seni dan keterampilan dari berbagai wilayah Nusantara dan mancanegara, dan 3 menumbuhkembangkan sikap profesional, kooperatif, toleransi kepemimpinan, kekaryaan, dan kewirausahaan. Pendidikan seni sebagai bagian dari mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan untuk membentuk manusia berkwalitas, khususnya dalam menggambar merupakan pendekatan yang ideal dengan tujuan merangsang daya imajinasi dan kreativitas dalam berfikir serta membentuk jiwa melalui pengalaman emosi, imajinatif, dan ungkapan kreatif. Seperti apa yang dikatakan John Dewey dalam Salam, 2001:17 bahwa kegiatan seni rupa sebagai kegiatan pengalaman estetis mampu menimbulkan kegairahan dan menimbulkan kesadaran akan sesuatu pengalaman yang khas dalam kehidupan. Pada akhirnya akan menjadikan manusia yang utuh, mandiri, dan bertanggung jawab. Pengajaran seni rupa dewasa ini sudah menjadi bagian dari program pendidikan umum di sekolah-sekolah. Dasar dan sasaran pengajaran melalui kegiatan seni rupa adalah membantu siswa untuk dapat mengungkapkan gagasan, 3 sikap, perasaan, nilai dan imajinatif yang melibatkan pertumbuhan pribadinya. Selain itu dalam perkembangannya siswa dapat memperolah pemahaman mengenai warisan budaya dan peranan seniman serta perajin. Manfaat pendidikan seni rupa bagi kehidupan pribadi maupun bermasyarakat adalah membantu anak untuk dapat menggunakan kecerdasan dalam bernilai karya seni, mencerap lingkungan hidupnya dan dapat mengekspresikan diri dengan bantuan keterampilan yang didapat dalam pendidikan, sehingga bentuk karya yang sesuai dengan bakat yang dimilikinya dapat disumbangkan bagi kesejahteraan hidup. Berdasarkan hasil survey awal di SDN 3 Srikandang, baik bersumber dari data dari lapangan, siswa serta guru-guru dan kepala sekolah, diketahui bahwa pembelajaran seni rupa sebagai bagian dari pembelajaran seni budaya dan keterampilan belum dilaksanakan secara maksimal, hal ini dapat dilihat khususnya pada kelas V dengan rendahnya nilai siswa di tahun 2007 dengan rata-rata nilai 6, di tahun 2008 dengan rata-rata 6,5 dan di tahun 2009 dengan rata-rata 6 dan hasil karya siswa yang dipajang di kelas menggunakan bahan-bahan yang dibeli dari toko bangunan atau toko-toko peralatan sekolah seperti triplek, sterofoam, kertas warna, spidol ataupun penggunaan cat warna dan hasil karyanya itu kurang baik. Padahal pembelajaran seni rupa tidak harus mengeluarkan banyak biaya untuk membeli bahan-bahan untuk menghasilkan karya seni artistik dan kreativitas. Faktor penyebabnya adalah kurangnya kemampuan dan kecakapan guru dan model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran konvensional tradisional. Pembelajaran seni dalam kegiatan ekstra kulikuler juga tidak berjalan dengan baik karena dibimbing oleh instruktur yang tidak memiliki latar 4 belakang pendidikan seni rupa atau bidang seni. Padahal dilingkungan siswa tersebut banyak bahan-bahan alam dan bahan sisa yang kurang digunakan. Penulis lebih memusatkan pembelajaran yang berpusat pada anak, dengan memanfaatkan bahan-bahan alam maupun bahan-bahan sisa untuk membuat topeng dari bahan-bahan tersebut mudah didapat, tidak memerlukan biaya banyak dan lebih penting dapat diterima siswa, baik dari sisi edukatif, sosila budaya, moral dan dapat membawa siswa ke arah pengembangan diri secara optimal sebagaimana yang diamanatka oleh tujuan kurikulum pendidikan seni rupa dan pendidikan seni. Dengan membuat topeng melaui figure atau motif manusia. Hal ini mengingat periode perkembangan anak usia SD khusunya kelas V adalah masa permulaan Realisme 9-11 tahun. Periode dimana anak mulai berkeinginan mengekspresikan karakter-karakter figure manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, non figuratif atau figur-figur khayali seniman itu sendiri Salam, 2001:15 Pendekatan CTL merupakan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang mana pendidik memposisikan para siswa sebagai subjek, bukan sebagai objek pembelajaran. Dengan kata lain, pendidik sebagai fasilitator. Pembelajaran CTL di kelas melibatkan tujuh komponen utama. Hal ini sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas 2003:10-17, yaitu: 1 konstruktivime, 2 menemukan inquiry, 3 bertanya questioning, 4 masyarakat belajar learning community, 5 pemodelan modelling, 6 refleksi reflection, 7 penilaian yang sebenarnya authentic assessment. Berdasarkan komponen tersebut, pendekatan CTL diharapkan dapat membantu siswa lebih aktif dan kreatif khususnya dalam hal membuat topeng dari bahan alam dan bahan sisa. 5 Dalam buku Contextual Teaching and Learning: what it is and why it’s here to stay , Bowling Green, OH: Bowling Green State University, 20 Mei 1999, http:www.bgsu.eduCTL. dalam pembelajaran seni rupa pembuatan kerajinan lebih menggunakan bahan alam maupun bahan sisa. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning CTL dalam pembelajaran seni rupa pada pembuatan topeng. Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning CTL merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari konteks pribadi, sosial dan kultural, sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Contextual Teaching and Learning adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Dan dalam sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah