Mengukur Perkembangan Ketimpangan Pendapatan antar Propinsi

4.3.1 Mengukur Perkembangan Ketimpangan Pendapatan antar Propinsi

Untuk mengukur perkembangan ketimpangan pendapatan dapat menggunakan beberapa ukuran diantaranya Indeks Gini, Kriteria World Bank, Indeks Williamson. Dari ukuran-ukuran tersebut maka ukuran yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan Indeks Williamson. Hal ini dikarenakan rumusan ini sudah dikenal luas kegunaannya untuk mengukur ketimpangan antar wilayah. Rumus umum dari Indeks Williamson ini, yaitu: CV w = Y n f Y Y i i i ∑ − . 2 dimana: CV w = Indeks ketimpangan antar wilayah f i = Jumlah penduduk di propinsi i n = Jumlah penduduk nasional i Y = Pendapatan perkapita di propinsi i Y = Rata-rata pendapatan perkapita untuk seluruh propinsi Batasan tingkat ketimpangan antar wilayah dengan menggunakan ukuran ini, yaitu: a. Nilai indeks 1, terjadi ketimpangan yang maksimum b. Nilai indeks 0,7 – 1 , terjadi ketimpangan yang tinggi c. Nilai indeks 0,4 – 0,6 , terjadi ketimpangan yang sedang d. Nilai indeks 0,3 , terjadi ketimpangan yang rendah 4.3.2 Mengukur Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Tingkat Ketimpangan Pendapatan antar Propinsi di Indonesia Dalam melihat dampak desentralisasi fiskal terhadap tingkat ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia, maka akan digunakan model ekonometrika, yakni metode analisis regresi berganda. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Suhartono 2005, yaitu: 36 t DF TF PAD CVw ε β β β β + + + + = 4 3 1 Keterangan: CVw = Indeks Ketimpangan Pendapatan PAD = Indeks Ketimpangan PAD TF = Indeks Ketimpangan Transfer Fiskal DF = Variabel dummy , desentralisasi fiskal β = Intercept β n = Parameter yang diduga n = 1, 2, 3, ... t ε = error Pada model tersebut diharapkan ketimpangan PAD dan ketimpangan fiskal memberikan dampak yang positif terhadap tingkat kemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Dummy desentralisasi fiskal dalam model ini diharapkan pula dapat meminimalisir ketimpangan pendapatan, sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah dengan dikeluarkannya kebijakan ini. 36 Heri Suhartono. Op Cit. Hal. 83 . Pengujian atas model tersebut di atas dilakukan dengan kriteria statistik dan ekonometrika. Pengujian kriteria statistik dilakukan dengan: uji koefisien determinasi R 2 , uji t uji parsial, dan uji F uji serempak. Sedangkan uji ekonometrika yaitu terpenuhinya model yang bersifat nonautokorelasi, homoskedastisitas dan tidak mengandung gejala multikolinearitas. 37 37 Uji koeffisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel bebas dapat menjelaskan variasi variabel terikat. Uji secara parsial dilihat dari nilai probabilitas t-stat-nya, sedangkan untuk uji secara serempak, yakni dengan melihat nilai probabilitas F-stat-nya. Kedua probabilitas uji ini dibandingkan dengan taraf nyata. Jika nilai probabilitas kedua uji ini lebih kecil dari taraf nyata, maka variabel-variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya. Selanjutnya, uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai probabilitas ObsR-squred dari Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test , sedangkan uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai probabilitas ObsR-squred White Heteroskedasticity Test. Kedua probabilitas uji ini dibandingkan dengan taraf nyata. Jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata, maka model yang digunakan bersifat nonautokorelasi dan homoskedastisitas. Untuk melihat model tidak mengandung gejala multikolinearitas, dapat dilihat dari nilai correlation matriks-nya. Model terbebas dari gejala ini, jika tidak ada korelasi antar varibel bebas yang melebihi |0,8|.

V. GAMBARAN UMUM KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH