5.2.2 Pendapatan Asli Daerah PAD
Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan parameter yang paling sederhana dan gamblang untuk menggambarkan tingkat kemandirian suatu daerah
dipandang dari aspek keuangan atau pembiayaan. Oleh karena itu upaya untuk terus meningkatkan PAD tampaknya menjadi salah satu sasaran penting bagi
semua daerah. Bahkan pada era otonomi ini banyak sekali daerah-daerah yang seakan-akan terobsesi untuk meningkatkan PAD setinggi-tingginya, sehingga
gagasan ”autonomy” seringkali terdistorsi menjadi pendekatan ”automoney”. Maka daerah-daerah berlomba memacu pendapatannya dengan secara ”jor-joran”
menerbitkan berbagai perda tentang pajak dan retribusi daerah. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah apakah PAD yang tinggi dapat
meningkatkan kinerja pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Secara empirik peranan PAD dalam pendapatan tiap propinsi di Indonesia terlihat
cukup dominan Tabel 5.6. Secara rata-rata, rasio PAD terhadap pendapatan total pemerintah daerah
propinsi tertinggi yaitu pada tahun 2004 41,62 persen. Sudah barang tentu pada masa itupun terdapat daerah-daerah yang memiliki tingkat pencapaian yang lebih
kecil. Yang menarik dari data tersebut adalah terlihat lima propinsi di Pulau Jawa memiliki angka rasio yang tinggi hingga tahun 2004, yakni Jakarta, Jabar, Jateng,
DIY dan Jatim, ditambah dua propinsi lainnya, Bali dan Sumatra Utara.
Tabel 5.6. Rasio PAD terhadap Pendapatan Total Tiap Propinsi di Indonesia dalam persen
Propinsi 1993-1997 1998-2000 2001 2002 2003
2004 Aceh
Sumut Sumbar
Riau Jambi
Sumsel Bengkulu
Lampung Jakarta
Jabar Jateng
DIY Jatim
Bali NTB
NTT Kalbar
Kalteng Kalsel
Kaltim Sulut
Sulteng Sulsel
Sultra Maluku
Papua 16,40
23,90 35,60
32,70 23,20
29,60 17,50
32,40 61,00
29,40
16,80 21,80
27,00 49,30
20,00 17,00
19,80 6,10
20,30 25,40
21,60
8,80 36,00
11,50 11,20
7,40 17,00
38,10 27,10
25,20 20,60
20,10 14,00
27,70 46,60
44,20 39,10
32,50 55,00
56,90 18,30
13,20 21,40
7,30 20,20
16,20 19,50
17,20 27,50
9,40 8,80
6,80 9,50
39,70 30,00
18,80 29,30
24,50 16,10
27,00
40,10 49,00
43,00 32,80
49,50 51,30
18,50 12,10
27,20
9,20 28,20
10,80 21,10
24,10 32,20
14,10 4,20
7,60 6,10
59,70 44,20
30,10 39,10
36,50 20,80
41,90 53,20
57,40 57,70
44,60 65,30
68,80 29,80
22,30 38,60
20,60 42,60
23,50 22,00
28,90 49,30
19,80 6,60
3,70 5,40
64,30 48,80
33,00 41,30
41,10 22,50
43,80 52,70
63,60 63,40
49,70 67,50
60,80 30,40
22,70 37,40
21,50 49,30
25,50 25,10
26,90 51,60
22,60 9,30
4,20 8,80
68,30 54,80
33,60 44,00
42,90 29,80
49,90 55,70
68,00 64,70
53,80 72,40
69,40 36,00
26,50 42,70
22,90 54,70
27,90 27,60
29,70 55,00
25,30 11,10
6,60
Rata-rata 23,91
25,00 25,77
35,89 36,44
41,62
Sumber: data BPS, diolah.
Satu lagi yang menarik dari data tersebut yaitu rasio PAD terhadap pendapatan propinsi yang masih saja di bawah 10 persen sampai tahun 2004
untuk Propinsi Aceh dan Papua. Hal ini diduga karena otonomi khusus terhadap kedua propinsi ini. Otonomi Khusus Propinsi Aceh, dengan diterbitkannya UU
Nomor 18 Tahun 2001, dimana disebutkan bahwa 70 persen dari bagi hasil minyak bumi dan gas alam menjadi milik pemerintah Propinsi Aceh. Otonomi
Khusus Papua, dengan diterbitkannya UU Nomor 21 Tahun 2001 yang
menyebutkan 2 persen dari total DAU nasional ditambah dengan 70 persen bagi hasil minyak bumi dan gas alam menjadi milik pemerintah Propinsi Papua. Jadi,
tidaklah mengherankan bila pendapatan total dikedua propinsi tersebut didominasi oleh adanya transfer bagi hasil sumber daya alam dari pemerintah pusat dalam
hal ini minyak bumi dan gas alam, bukannya Pendapatan Asli Daerah PAD.
Tabel 5.7. PAD Perkapita Tiap Propinsi di Indonesia dalam rupiah
Propinsi 1993-
1997 1998-
2000 2001 2002 2003 2004
Aceh Sumut
Sumbar Riau
Jambi Sumsel
Bengkulu Lampung
Jakarta Jabar
Jateng DIY
Jatim Bali
NTB NTT
Kalbar Kalteng
Kalsel Kaltim
Sulut Sulteng
Sulsel Sultra
Maluku Papua
9.903 13.547
11.886 23.504
11.186
9.494 10.558
7.112 167.846
1.250 8.970
15.491 12.230
26.510 5.524
5.553 7.989
8.174
13.832 29.486
8.882 8.653
9.972 6.638
6.091 9.619
9.025 16.420
14.436 29.521
14.043
8.662 11.989
8.908 199.980
11.298 11.210
19.886 16.473
59.798
9.005 5.873
12.950 10.477
19.114 33.173
11.379 14.038
11.852
8.250 6.713
14.448 11.772
36.511 33.171
61.303 35.728
24.398 21.832
22.032
434.008 32.006
26.751 45.477
37.763
126.877 17.227
10.781 28.568
18.615 43.578
78.558 30.096
26.281 25.530
16.509
9.438 29.805
22.275 51.671
49.719 95.026
60.355 43.110
27.740 34.538
538.190 43.824
39.212 63.623
51.127
144.783 25.331
20.805 40.435
35.466 69.416
180.871 40.943
36.871 39.433
24.862 13.561
31.559 24.549
76.602 63.150
118.489 87.686
66.719 45.487
44.287
611.575 59.341
46.530 82.081
60.688
114.061 32.528
23.159 50.260
48.443 87.470
223.457 51.702
45.506 54.259
40.777 26.211
40.484 48.688
94.133 82.830
136.644 109.153
79.866 68.062
58.432 736.948
77.069 57.578
107.862 78.594
164.922 41.762
29.883 65.999
60.346
113.128 255.518
60.638 54.741
67.563 47.901
35.729 64.782
Sumber: data BPS, diolah.
Sementara itu jika dilihat dalam bentuk PAD perkapita Tabel 5.7, maka terhitung sejak tahun diimplementasikannya kebijakan otonomi daerah 2001
terlihat adanya peningkatan yang signifikan. Rata-rata PAD perkapita tiap
propinsi naik dua kali lipat. Sampai dengan tahun 2004, ibu kota negara menduduki peringkat pertama disusul oleh Kaltim, Bali, dan Riau. Yang menarik
dari data ini adalah ketika rasio PAD terhadap pendapatan total didominasi oleh lima propinsi di Jawa, justru hanya propinsi DKI saja yang memiliki PAD
perkapita tinggi, sementara empat propinsi lainnya Jabar, Jateng, DIY, Jatim memiliki nilai PAD perkapita yang relatif kecil. Kondisi ini diduga karena
sumber-sumber penerimaan dari PAD di wilayah DKI jauh lebih besar dari keempat propinsi tersebut, terlebih dari komponen penerimaan pajaknya.
5.2.3 Transfer Fiskal