b. Keadaan Sosial Budaya
Kawasan ziarah makam Sunan Gunung Jati sudah tentu dijadikan salah satu tempat tujuan para peziarah dari berbagai daerah.
Ziarah merupakan suatu kegiatan mengunjungi makam penyebar Islam
untuk mengirim do‟a. tradisi ziarah sudah ada sejak zaman dahulu. Selain itu juga dimanfaatkan untuk mencari rezeki oleh para
pengemis. Pengemis di kawasan ziarah makam Sunan Gunung Jati
Cirebon sudah ada sejak zaman dahulu. Pengemis di kawasan ziarah sudah menjadi hal yang lumrah atau biasa dimata peziarah. Peziarah
sudah tahu sebelumnya kawasan ziarah terdapat pengemis. Jumlah pengemis akan banyak ketika hari-hari besar Islam tiba. Pengurus
kawasan ziarah makam Sunan Gunung Jati Cirebon tidak melarang siapapun untuk mengemis di kawasan ziarah ini karena pengemis
mempunyai hak untuk mencari rezeki dan peziarah bersedekah untuk pengemis tidak boleh dihalang-halangi.
Budaya kemiskinan dapat dilihat pada pengemis di kawasan ziarah makam Sunan Gunung Jati Cirebon. Dalam diri pengemis yang
kurang memiliki etos kerja, mudah menyerah pada nasib mewujudkan sikap-sikap meminta-minta. Budaya kemiskinan sudah tertanam
dalam diri pengemis di sekitar kawasan ziarah, misalnya orang jompo menjadikan mereka menjadi malas dan tidak mau bekerja keras.
c. Keadaan Sosial Ekonomi
Kawasan ziarah makam Sunan Gunung Jati terletak di Desa Astana Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon. Mayoritas
masyarakat Desa Astana bekerja sebagai pedagang. Masyarakat sekitar memanfaatkan kawasan ziarah dengan membuka warung-
warung seperti menjual oleh-oleh, makanan-minuman, buku-buku sejarah Sunan Gunung Jati, perlengkapan ziarah, kopiah. Pekerjaan
lain masyarakat kawasan ziarah makam Sunan Gunung Jati yaitu petani, buruh bangunan, pegawai negeri sipil, abdi dalam, pensiunan,
karyawan, maupun bekerja serabutan. Kawasan ziarah makam Sunan Gunung Jati Cirebon dapat dijadikan tempat bekerja bagi sebagian
orang yang memiliki pengetahuan sejarah Cirebon pada umumnya, sehingga mereka memilih bekerja sebagai pemandu ziarah.
Pengemis dikawasan ziarah sudah dijadikan pekerjaan oleh beberapa orang. Biasanya orang jompo memilih menjadi pengemis,
mereka yang memiliki ekonomi kecil dikeluarganya, tidak bekerja seperti orang pada umumnya karena keadaan fisik yang mengalami
kecacatan. Pengemis anak-anak sebagian merupakan masyarakat Desa Astana. Mereka berasal dari keluarga yang mampu, anak sekolah.
Mereka melakukan mengemis hanya untuk bermain disela waktu libur sekolah. Di hari-hari biasa mereka bersekolah.
Pengemis secara umum mengenyam pendidikan tingkat hanya sekolah dasar, bahkan tingkat sekolah dasar tidak tamat,
bersekolah hanya sampai kelas dua. Rendahnya tingkat pendidikan pengemis menjadikan pengemis tidak memiliki keterampilan atau
pengetahun. Pengemis dalam sistem stratifikasi sosial termasuk pada masyarakat kelas bawah. Masyarakat kelas bawah pada umumnya
membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral dan penjualan dengan harga
promosi. Mereka setiap harinya mendapat uang berkisar Rp 25.000,00.
d. Wasiat Sunan Gunung Jati