ada  problem  waktu  serta  terbatasnya  pengetahuan  dan  pemahaman masyarakat awam atas problematik yang kian berkembang.
60
Namun  pada  tahun  1960-an  berkembang  suatu  gagasan  mengenai
partisipasi  publik  public  participation.  Gagasan  ini  kian  marak  dan meluas  khususnya  partisipasi  publik  di  dalam  proses  pembangunan  dan
sistem kekuasaan. Perkembangan gagasan ini makin relevan dan menguat setelah sistem kekuasaan otoriter yang didukung oleh psedudo democratic
representative  kian  menyengsarakan  rakyat.  Pada  titik  ini,  politisi  dan sistem kekuasaan tidak lagi responsif mengakomodasi kepentingan rakyat
dan  merosotnya  respek  pada  profesionalitas  mereka.  Pada  konteks  inilah, konsepsi  klasikal  demokrasi  yang  merujuk  pada  term  di  periode  ancient
greece  yang  berasal  dari  kata “demos”  dan  “kratos”  yang  dimaknai
sebagai “power  rule by demos” memperoleh interpretasi pemaknaan dan
perluasan  pemahaman  sesuai  dengan  perkembangan  dan  situasi  zaman. Pada  akhirnya,  isu  tertentu  keterlibatan  rakyat  secara  langsung  untuk
memutus  suatu  soal  dilakukan.  Itu  sebabnya  berkembanglah  gagasan pemilihan langsung kepala pemerintahan dan kepala daerah serta berbagai
pejabat publik tertentu.
61
Sedangkan  Nurtjahjo  2006:  72  berpendapat,  bahwa  demokrasi  adalah
rakyat  yang  berkuasa  sekaligus  yang  diperintah.  Nurtjahjo  juga memandang  prinsip  demokrasi  harus  didasarkan  atas  kebebasan,
60
Bambang  Widjojanto,  Pemilihan  Langsung  Kepala  Daerah  ;  Upaya  Mendorong  Proses Demokratisasi. Makalah pada seminar  nasional pemilihan langsung  kepala daerah  sebagai  wujud
demokrasi lokal. Adeksi 2003.
61
Ibid.
kesamaan,  dan  kedaulatan  suara  mayoritas  rakyat.  Secara  garis  besar demokrasi  menghendaki  persamaan  atau  kesamaan  hak-hak  dalam
menjalankan  peran  politik  dalam  konteks  negara.  Kesamaan  hak-hak politik  ini  esensialnya  dalam  kuantitas  kemanusiaannya  subjek  otonom
sebagai seorang individu yang bebas. Demokrasi tak bisa hanya dipahami secara  parsial  sepotong-sepotong,  lewat  prinsip  substansialnya  saja  atau
kerangka  proseduralnya  saja  partial.  Demokrasi  adalah  eksistensi substantif  dan  sekaligus  proseduralnya  yang  hadir  sebagai  tatanan  politik
rasional Nurtjahjo, 2006: 76. Pendapat  Nurtjahjo  diatas,  yang  menegaskan  bahwa  dalam  memaknai
demokrasi,  tidak  sekedar  dari  cara  dan  maknanya,  tetapi  harus  secara menyeluruh.  Pelaksanaan  demokrasi  melalui  sistem  perwakilan,
hendaknya anggota DPRD sebagai pemegang mandat untuk melaksanakan kedaulatan  rakyat,  harus  berada  pada  posisi  yang  bebas  sebagai  manusia,
dan    menggunakan  kewenangan  tersebut  sesuai  dengan  kehendak  rakyat. Dalam  konteks  ini,  penulis  memahami  bahwa  meskipun  anggota  DPRD
tidak  mendapatkan  pengawasan  langsung  rakyat  dalam  menjalankan tugasnya  melalui  referendum  dan  inisiatif  rakyat,  anggota  DPRD  harus
menggunakan hati nuraninya untuk menggunakan haknya demi tujuan dan kepentingan  rakyat.  Tujuan  dan  kepentingan  rakyat  disini  jelas  bahwa
tujuan  dari  adanya  pemerintahan  adalah  untuk  memberikan  pelayanan kepada  rakyat,  dan  begitu  pula  sebaliknya  rakyat  mengharapkan  dari
adanya  pemerintahan  ini  adalah  kehidupan  yang  sejahtera.  Akan  tetapi
wacana  pemilihan  gubernur  oleh  DPRD  tersebut,  menurut  penulis  sulit untuk tercapai, karena hasil penelitian justru menunjukan sebaliknya.
Dari  hasil  penelitian,  menunjukan  bahwa  proses  pemilihan  gubernur  oleh DPRD  provinsi  diprediksi  akan  banyak  terjadi  proses-proses  politik  yang
tidak  baik.  Ini  dibuktikan  dengan  temuan  besarnya  kemungkinan terjadinya  pratik  money  politic  dalam  pemilihan  gubernur  oleh  DPRD
provinsi.
62
Hal  ini  menunjukan  bahwa  solusi  pemilihan  gubernur  oleh DPRD  provinsi  bukan  merupakan  solusi  yang  tepat.  Jika  beberapa  elit
partai politik berpendapat bahwa solusi tersebut adalah untuk menghindari dampak  luasnya  kepada  masyarakat,  dengan  meminimalisir  efek  negatif
tersebut pada lingkaran atau titik tertentu di legislatif, atau dengan bahasa lain  agar  anggota  DPRD  saja  yang  menanggung  efek  negatif  tersebut,
sama  halnya  pemerintah  berusaha  untuk  meligitimasi  DPRD  menjadi lembaga yang rusak secara moral.
Padahal  jika  melihat  kembali  sejarah  dilaksanakannya  pilkada  langsung
secara umum adalah merupakan koreksi atas pemilihan kepala daerah yang dahulu  dilakukan  oleh  DPRD  yang  banyak  menimbulkan  distorsi  politik.
Distorsi  politik  dalam  pilkada  oleh  DPRD  dalam  bentuk  oligarkhi  partai yang  memanipulasi  kepentingan  masyarakat  luas,  adanya  ketergantungan
kepala  daerah  kepada  dewan  yang  menimbulkan  kecenderungan  kepala daerah  lebih  memperhatikan  anggota  DPRD  ketimbang  kepentingan
rakyatnya,  dan  money  politics  yang  kental  mewarnai  pemilihan  kepala
62
Baca hasil penelitian diuraian sebelumnya, hal 132-135.
daerah.  Tentunya  hal  tersebut  sama  halnya  berusaha  mengembalikan pengalaman  buruk  dalam  pemilihan  gubernur  yang  dipilih  oleh  DPRD
dimasa lalu. Selain itu, anggota DPRD sebagai wakil rakyat juga dipastikan tidak akan
otonom  dan  bebas  dari  intervensi  politik,  karena  pada  posisi  lain  juga anggota DPRD merupakan wakil dari partai  politik di  lembaga parlemen.
Keberadaan  mereka  disana  lebih  tergantung  kepada  partai  politik  mereka masing-masing,  karena  temuan  penelitian  juga  menyimpulkan  bahwa
hampir  seluruh  partai  politik  akan  memerintahkan  dan  mengintruksikan kepada  anggota  DPRD  untuk  memilih  calon  yang  diusung  oleh  partai
politiknya.  Kemudian  sebagian besar partai  politik  juga menyatakan akan memberikan  sanksi  kepada  anggota  DPRD  tersebut  yang  tidak  mematuhi
perintah dan intruksi partai. Oleh sebab itu wajar apabila muncul kesan bahwa berada anggota DPRD
lebih  memposisikan  sebagai  wakil  partai  ketimbang  sejatinya  sebagai wakil rakyat. Hal ini juga pada dasarnya diperkuat oleh Menurut Budiardjo
2000: 160 dengan pendapatnya yang menyatakan bahwa partai politik itu merupakan  suatu  kelompok  yang  terorganisir  yang  anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini  ialah  untuk  memperoleh  kekuasaan  politik  dan  merebut  kekuasaan
politik  dengan  cara  konstutisional  untuk  melaksanakan  kebijaksanaan- kebijaksanaan mereka.
Posisi  anggota  DPRD  sebagai  wakil  rakyat,  sebenarnya  sudah  diperkuat dengan diadakannya mekanisme pemilihan anggota DPRD dengan  dipilih
secara  langsung  oleh  rakyat  melalui  suara  terbanyak.  Akan  tetapi,  posisi tersebut belum mampu memberikan ruang secara aktif dan otonom kepada
anggota  DPRD  untuk  melaksanakan  peran  dan  fungsinya  sesuai  dengan aspirasi  rakyat,  karena  terlalu  dominannya  peran  partai  politik  yang
mengendalikan  mereka.  Selama  ini  belum  ada  mekanisme  yang menetapkan  dan  mengukuhkan  bahwa  wakil  rakyat  tetap  sebagai  bagian
dari  rakyat  yang  tidak  terlepas  dari  problem-problem  kerakyatan. Hubungan  rakyat  dengan  wakil  rakyat  hanya  terlihat  pada  saat  pemilihan
umum yakni ketika rakyat memilih.
Semestinya jika posisi anggota DPRD lebih berperan sebagai wakil partai, maka  partai  politik  juga  harus  bertindak  sebagai  wakil  rakyat.  Artinya
partai politik juga harus menjadi sarana penyampaian aspirasi rakyat untuk dapat  diperjuangkan  menjadi  kepentingan  rakyat  secara  luas.  Ini  sesuai
dengan  dalam  undang-undang  yang  menyatakan  bahwa  partai  politik adalah organisasi  yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik
Indonesia  secara  sukarela  atas  dasar  persamaan  kehendak  dan  cita-cita untuk  memperjuangkan  kepentingan  anggota,  masyarakat,  bangsa  dan
negara melalui pemilihan umum.
63
Oleh karena itu, idealnya partai politik memiliki  fungsi  utama  untuk  mengorganisir  kepentingan  yang  timbul
dalam suatu komunitas baik  masyarakat  secara  mikro maupun makro.  Ini sejalan  dengan  fungsi  partai  politik  itu  sendiri  tentang  fungsi  artikulasi
63
Undang-undang Nomor 31 tahun 2002 pasal 1 ayat 1.
kepentingan.  Menurut  Budiardjo  2009:  405,  partai  politik  memiliki fungsi    sebagai  sarana  komunikasi  politik  atau  sebagai  sarana  artikulasi
kepentingan  rakyat.  Dalam  sebuah  negara,  setiap  warga  negara  tentu mempunyai  pendapat  dan  aspirasi  yang  berbeda-beda.  Hal  itu  tentu  akan
menyulitkan  ketika  setiap  orang  ingin  didengar  aspirasinya.  Partai  politik berperan sebagai penampung dan penggabung pendapat dari setiap warga
negara tersebut interest aggregation. Kemudian aspirasi-aspirasi tersebut dirumuskan  menjadi  bentuk  yang  lebih  teratur  interest  articulation  dan
diterapkan oleh partai ke dalam program partai. Program-program tersebut yang  kemudian  diperjuangkan  oleh  partai  politik  di  level  pemerintahan
untuk diaplikasikan ke dalam kebijakan publik. Kondisi  yang  berbeda  justru  memperlihatkan  bahwa  keberadaan  partai
politik  saat  ini  dianggap  tidak  mampu  lagi  untuk  menjadi  salah  satu saluran  aspirasi  politik  oleh  rakyat.  Ini  terbukti  dari  hasil  penelitian  yang
dilakukan  oleh  Pusat  Penelitian  Politik  Lembaga  Ilmu  Pengetahuan Indonesia P2P LIPI yang dilakukan pada 25 Juni-10 Juli 2012 lalu. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa masyarakat menilai 48,3   partai politik adalah institusi demokrasi yang kinerjanya dianggap paling rendah.
Kemudian  hanya  23,4    masyarakat  yang  menyatakan  percaya  terhadap integritas partai politik, sedangkan lebih dari 34 masyarakat menyatakan
tidak percaya terhadap integritas partai politik. Partai politik selalu berada
pada posisi yang paling rendah dan penilaian yang negatif oleh masyarakat diantara beberapa lembaga pemerintahan dan institusi demokrasi lainnya.
64
Realitas  ini  menggambarkan  bahwa  keberadaan  partai  politik  tidak  lagi
dilihat oleh rakyat dan dijadikan sebagai saluran politik dalam memenuhi harapannya.  Selain  itu  juga  partai  politik  telah  ditinggal  rakyat  dan  tidak
menjadi  refrensi  rakyat  dalam  memilih  pemimpin,  ini  dengan dibuktikannya  kemenangan  beberapa  partai  politik  di  daerah  belum  tentu
bisa memenangkan pilkada, misalnya seperti pada pilkada DKI.
65
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekarang ini partai politik sedang berada
di  titik  lemah  dilihat  dari  sisi  hubungannya  dengan  rakyat.  Kondisi  ini amat  memprihatinkan  karena  seharusnya  partai  merupakan  media
jembatan antara penguasa dan  yang dikuasai, jembatan antara pemerintah dengan rakyat.
Selain itu juga, di dalam konstitusi kita sebenarnya sudah dikatakan bahwa
“
Gubernur,  Bupati,  dan  Walikota  masing-masing  sebagai  kepala pemerintah  daerah  provinsi,  kabupaten,  dan  kota  dipilih  secara
demokratis ”.
66
Meskipun  beberapa  pakar  hukum  mengatakan  frasa demokrastis  tersebut  mengandung  makna  yang  bersifat  luwes,  sehingga
mencakup  pengertian  pemilihan  kepala  daerah  langsung  oleh  rakyat ataupun  oleh  DPRD.  Tetapi  apabila  meninjau  arti  demokrasi  itu  sendiri
64
Pernyataan pers hasil survei Pusat Penelitian Politik P2P LIPI, pada 11 Oktober 2012. Sumber ; www.politik.lipi.go.id
65
Pada pilkada DKI hampir seluruh partai politik  mengusung pasangan  Fauzi Bowo – Nachrowi
Ramli, tetapi sebagian besar rakyat DKI justru memilih pasangan Joko Widodo  -_Basuki Tjahaya Purnama yang hanya didukung dua partai politik, yaitu PDI Perjuangan dan Partai Gerindra.
66
Pasal 18 ayat 4 UUD 1945.
bahwa  demokrasi  adalah  pemerintahan  dari  rakyat,  oleh  rakyat,  untuk rakyat.  Sedangkan  dalam  konstitusi  Indonesia  disebutkan  bahwa
“Kedaulatan  berada  ditangan  rakyat dan  dilaksanakan  menurut  Undang-
Undang  Dasar ”.
67
Maka  sudah  semestinya  gubernur  dipilih  secara langsung  oleh  rakyat.  Karena  frasa  tersebut  jelas  menunjukan  bahwa
rakyat  memiliki  kekuasaan  yang  tertinggi.  Sebagai  wujud  dari  ide kedaulatan  rakyat,  dalam  sistem  demokrasi  harus  dijamin  bahwa  rakyat
terlibat  penuh  dalam  merencanakan,  mengatur,  melaksanakan,  dan melakukan  pengawasan  serta  menilai  pelaksanaan
fungsi-fungsi kekuasaan.
Oleh karena itu, pemilihan  gubernur rakyat  tetap harus dilibatkan,  karena
jabatan  public  yang  diperoleh  dari  rakyat  yang  berdaulat,  akan mendapatkan legitimasi politik yang kuat. Sehingga gubernur yang dipilih
melalui  pemilihan  langsung  dapat  lebih  mendekatkan  pemimpin  dengan rakyatnya  yang  akan  memunculkan  responsibilitas  dan  akuntabilitas
kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Karena pembangunan suatu daerah maupun  negara  juga  perlu  ditekankan  adanya  prinsip-prinsip  demokrasi,
peran  serta  masyarakat,  pemerataan  dan  keadilan.  Oleh  karena  itu, pemilihan  gubernur  secara  langsung  dianggap  lebih  mampu  memberikan
ruang partisipatif yang mendukung perkembangan kehidupan politik yang lebih demokratis.
67
Pasal  1  ayat  2  UUD  1945.  Sebelum  di  amandemen,    pada  pasal  1  ayat  2  UUD  1945 dikatakan  bahwa  “Kedaulatan  adalah  di  tangan  rakyat,  dan  dilakukan  sepenuhnya  oleh  Majelis
Permusyawarat an Rakyat”.
Tabel 11. Matriks Aspek Demokrasi No
Partai Politik Fokus
Situasi Isi
1. Partai Demokrat  
Praktik  money  politic masih  memungkinkan
terjadi di DPRD. 
Partai  politik  akan memerintahkan
anggotanya  di  DPRD untuk  memilih  calon
yang diusungdidukung
oleh  partai,  jika  tidak mematuhi
akan diberikan
sanksi sampai
pada pemecatan
dari keanggotaan
partai dan
PAW dari
keanggotaan DPRD. Demokratis,  karena
dewan  itu  adalah lembaga  perwakilan
rakyat,
artinya lembaga  yang  tugas-
tugasnya adalah
menyerap dan
mewujudkan aspirasi yang  berkembang  di
rakyat  yang  mereka wakili.
2. PDI Perjuangan
 Praktik  money  politic
sangat memungkinkan  untuk
terjadi  dalam  proses politik di DPRD.
 Partai  politik  akan
memerintahkan anggotanya  di  DPRD
untuk  memilih  calon yang
diusungdidukung oleh  partai,  jika  tidak
mematuhi
akan diberikan
sanksi sampai
pada pemecatan
dari keanggotaan
partai dan
PAW dari
keanggotaan DPRD. Demokratis,  karena
juga dipilih
oleh anggota  DPRD  yang
merupakan  lembaga perwakilan
yang dipilih  dan  diberikan
mandat oleh rakyat.
3. Partai Golkar
 Praktik  money  politic
sangat memungkinkan  untuk
terjadi  dalam  proses politik di DPRD.
 Partai  politik  akan
memerintahkan anggotanya  di  DPRD
Demokratis,  karena anggota  DPR  adalah
wakil  rakyat,  yang juga dipilih langsung
oleh  rakyat  untuk mewakili rakyat.
untuk  memilih  calon yang
diusungdidukung oleh  partai,  jika  tidak
mematuhi
akan diberikan
sanksi sampai
pada pemecatan
dari keanggotaan
partai dan
PAW dari
keanggotaan DPRD. 4.
PKS 
Praktik  money  politic masih  akan  terjadi
dalam  proses  politik di
DPRD selama
hukum tidak
ditegakkan. 
Partai  politik  akan memerintahkan
anggotanya  di  DPRD untuk  memilih  calon
yang diusungdidukung
oleh  partai,  jika  tidak mematuhi
akan diberikan
sanksi sampai
pada pemecatan
dari keanggotaan
partai dan
PAW dari
keanggotaan DPRD. Demokratis,
dalam UUD
itu tidak
menjelaskan  bahwa gubernur  itu  harus
dipilih  oleh  rakyat, hanya  dipilih  secara
demokratis, sehingga dapat  juga  dipilih
oleh
anggota DPRD.
5. PAN
 Praktik  money  politic
sangat memungkinkan  untuk
terjadi  dalam  proses politik di DPRD.
 Partai  politik  akan
memerintahkan anggotanya  di  DPRD
untuk  memilih  calon yang
diusungdidukung oleh  partai,  jika  tidak
mematuhi
akan diberikan
sanksi sampai
pada pemecatan
dari keanggotaan
partai Demokratis.  Karena
anggota DPRD
merupakan hasil
proses demokrasi
dan juga representasi rakyat  yang  dipilih
secara langsung
berdasarkan suara
rill dari masyarakat.
dan PAW
dari keanggotaan DPRD.
6. Partai Gerindra
 Praktik  money  politic
masih  akan  terjadi dalam  proses  politik
di DPRD. 
Partai  politik  akan memerintahkan
anggotanya  di  DPRD untuk  memilih  calon
yang diusungdidukung
oleh partai. Dipilih
melalui DPRD
tetap demokratis,  hal  ini
sesuai dengan sila ke empat
pancasila, yaitu  kebijaksanaan
yang  didimpin  oleh hikmat
dalam permusyawaratan
perwakilan.
7. Partai Hanura
 Praktik  money  politic
sangat memungkinkan  untuk
terjadi  dalam  proses politik di DPRD.
 Partai  politik  akan
memerintahkan anggotanya  di  DPRD
untuk  memilih  calon yang
diusungdidukung oleh  partai,  jika  tidak
mematuhi
akan diberikan
sanksi sampai
pada pemecatan
dari keanggotaan
partai dan
PAW dari
keanggotaan DPRD. Demokratis,  karena
anggota  DPRD  juga dipilih
melalui rakyat,  dan  cukup
mewakili konstituennya
di masing-masing
dapilnya.
8. PKB
Anggota  DPRD  sebagai perpanjangan
tangan dari  partai,  maka  partai
juga  mempunyai  hak memberikan pencerahan
dan  pengarahan.  Tetapi anggota
DPRD juga
memiliki  hak  politik, otoritas,  dan  hak  untuk
berdaulat untuk
menentukan pilihannya. Dipilih  oleh  DPRD
juga termasuk proses yang
demokratis, karena  rakyat  sudah
mendelegasikan haknya
melalui anggota
DPRD untuk
menentukan calon  pemimpinnya.
Ini merupakan
bentuk  dari  sistem demokrasi
perwakilan,  hal  ini sesuai dengan sila ke
empat
pancasila, yaitu
permusyawaratan perwakilan.
9. PKPB
Partai politik
akan memerintahkan
anggotanya  di  DPRD untuk  memilih  calon
yang  diusungdidukung oleh  partai,  jika  tidak
mematuhi
akan diberikan  sanksi  sampai
pada  pemecatan  dari keanggotaan  partai  dan
PAW  dari  keanggotaan DPRD.
Demokratis,  karena anggota  DPRD  juga
sudah memenuhi
representasi beberapa  masyarakat
yang  diwakilinya  di daerah.
10.  PPP 
Praktik  money  politic masih  akan  terjadi
dalam  proses  politik di DPRD.
 Partai  politik  akan
memerintahkan anggotanya  di  DPRD
untuk  memilih  calon yang
diusungdidukung oleh  partai,  jika  tidak
mematuhi
akan diberikan
sanksi sampai
pada pemecatan
dari keanggotaan
partai dan
PAW dari
keanggotaan DPRD. Semi
demokratis, karena
anggota DPRD
juga merupakan
wakil dari partai politik.
11.  PDK Partai
politik akan
memerintahkan anggotanya  di  DPRD
untuk  memilih  calon yang  diusungdidukung
oleh  partai,  jika  tidak mematuhi
akan diberikan sanksi.
Demokratis,  karena anggota  DPRD  juga
mewakili masyarakat dari
dapil-dapilnya atau
keterwakilan masyarakatkonstitue
nnya dari daerah.
Analisis
Jika  melihat  kembali  sejarah  dilaksanakannya  pilkada  langsung  secara umum  adalah  merupakan  koreksi  atas  pemilihan  kepala  daerah  yang
dahulu dilakukan oleh DPRD yang banyak menimbulkan distorsi politik. Distorsi politik dalam pilkada oleh DPRD dalam bentuk oligarkhi partai
yang
memanipulasi kepentingan
masyarakat luas,
adanya ketergantungan  kepala  daerah  kepada  dewan  yang  menimbulkan
kecenderungan  kepala  daerah  lebih  memperhatikan  dewan  ketimbang kepentingan  konstituennya,  dan  money  politics  yang  kental  mewarnai
pemilihan  kepala  daerah.  Tentunya  hal  tersebut  sama  halnya  berusaha mengembalikan  pengalaman  buruk  dalam  pemilihan  gubernur  yang
dipilih oleh DPRD dimasa lalu. Posisi anggota DPRD sebagai wakil rakyat, sebenarnya sudah diperkuat
dengan  diadakannya  mekanisme  pemilihan  anggota  DPRD  dengan dipilih secara langsung oleh rakyat melalui suara terbanyak. Akan tetapi,
posisi  tersebut  belum  mampu  memberikan  ruang  secara  aktif  dan otonom  kepada  anggota  DPRD  untuk  melaksanakan  peran  dan
fungsinya  sesuai  dengan  aspirasi  rakyat,  karena  terlalu  dominannya peran partai politik yang mengendalikan mereka. Semestinya jika posisi
anggota DPRD lebih berperan sebagai  wakil partai,  maka partai  politik juga  harus  bertindak  sebagai  wakil  rakyat.  Artinya  partai  politik  juga
harus  menjadi  sarana  penyampaian  aspirasi  rakyat  untuk  dapat diperjuangkan menjadi kepentingan rakyat secara luas.
Oleh  karena  itu,  idealnya  partai  politik  memiliki  fungsi  utama  untuk mengorganisir  kepentingan  yang  timbul  dalam  suatu  komunitas  baik
masyarakat  secara  mikro  maupun  makro.  Ini  sejalan  dengan  fungsi partai politik itu sendiri tentang fungsi artikulasi kepentingan.
Kemuadian  jika  arti  demokrasi  itu  sendiri  dipahami  bahwa  demokrasi adalah  pemerintahan  dari  rakyat,  oleh  rakyat,  untuk  rakyat.  Sedangkan
dalam  konstitusi  Indonesia  disebutkan  bahwa  “Kedaulatan  berada ditangan  rakyat
dan  dilaksanakan  menurut  Undang-Undang  Dasar ”.
Maka  sudah  semestinya  gubernur  dipilih  secara  langsung  oleh  rakyat. Karena  frasa  tersebut  jelas  menunjukan  bahwa  rakyat  memiliki
kekuasaan  yang  tertinggi.  Sebagai  wujud  dari  ide  kedaulatan  rakyat, dalam  sistem  demokrasi  harus  dijamin  bahwa  rakyat  terlibat  penuh
dalam  merencanakan,  mengatur,  melaksanakan,  dan  melakukan pengawasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan.
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2012
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil ’alamin.  Puji  dan  syukur  penulis  panjatkan  kehadirat  Allah
SWT  atas  segala  karunia  yang  telah  diberikan,  sehingga  penulis  dapat menyelesaikan  skripsi  dengan  judul
“Persepsi  Elit  Partai  Politik  Lampung Terhadap Wacana Pemilihan Gubernur Oleh DPRD Provinsi
”. Penulis  sangat  menyadari,  tanpa  adanya  bantuan  dan  dukungan  dari  berbagai
pihak,  skripsi  ini  tidak  dapat  terselesaikan  dengan  baik.  Pada  kesempatan  ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Pitojo Budiono, M.Si. selaku Pembimbing Utama Mahasiswa yang
telah  banyak  memberikan  bimbingan,  saran,  kritik  serta  motivasi  dalam proses penyelesaian skripsi ini;
2. Bapak  Darmawan  Purba,  S.IP.,  M.IP.  selaku  Pembimbing  Pembantu  yang
juga  telah  banyak  membimbing  penulis  dari  awal  hingga  terselesaikannya skripsi ini;
3. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si. selaku Pembahas Dosen yang telah banyak
memberikan masukan dan kritik yang membangun; 4.
Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan FISIP Universitas Lampung; 5.
Bapak  Drs.  Hi.  Aman  Toto  Dwijono,  M.H.  selaku  Ketua  Jurusan  Ilmu Pemerintahan sekaligus Pembimbing Akdemik;
6. Bapak  Drs.  Denden  Kurnia  Drajat,  M.Si.  selaku  Sekretaris  Jurusan  Ilmu
Pemerintahan; 7.
Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Staf FISIP Universitas Lampung, yang telah banyak ilmu yang sangat luar biasa selama
penulis menuntut ilmu di Jurusan Ilmu Pemerintahan; 8.
Sekretaris  DPD  Partai  Demokrat  Provinsi  Lampung  Bang  Fajrun  Najah Ahmad Fajar, Wakil Ketua DPD PDIP Ketua Fraksi PDIP DPRD Provinsi
Lampung  Bapak  Tulus  Purnomo,  Sekretaris  DPD  Partai  Golkar  Provinsi Lampung  Bapak  Ismet  Roni,  Ketua  Umum  DPW  PKS  Provinsi  Lampung
Bapak Gufron Aziz Fuadi, Wakil Ketua DPW PAN Ketua Pusat Komunikasi Politik  DPW  PAN  Lampung  Bapak  Ahmad  Bastari,  Sekretaris  DPD  Partai
Gerindra Provinsi Lampung Bang Pattimura, Bendahara DPD Partai Hanura Ketua Fraksi Hanura DPRD Provinsi Lampung Ibu Nurhasanah, Ketua DPW
PKB  Provinsi  Lampung  Bang  Musa  Zainuddin,  Ketua  DPD  PKPB  Provinsi Lampung  Bapak  Sunardi,  Ketua  DPW  PPP  Provinsi  Lampung  Bapak  MC.
Imam  Santoso,  Sekretaris  DPP  PDK  Provinsi  Lampung  Ibu  Octoria Harrykadewi,  Anggota  DPRD  Provinsi  Lampung  Fraksi  PKB  Bapak  KH.
Soleh  Bajuri  dan  Bang  Munzir  AS  dari  Fraksi  PPP,  yang  telah  membantu memberikan informasi yang bermanfaat bagi penulis, semoga kalian termasuk
elit yang baik dan dikehendaki rakyatnya; 9.
Anggota  KPU  Provinsi  Lampung,  Bang  Solihin,  yang  telah  bersedia membantu penulis memperoleh data-data di KPU;
10. Orang  yang  penulis  cintai,  Ibunda  Hj.  Naslihatun  dan  almarhum  Ayahanda
Hi.  Slamet  Hadi  Sumaryanto  yang  telah  membesarkan,  mendidik  dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta penuh kasih sayang;
11. Kakak-kakak penulis tersayang, Mba Ulfa dan Mas Arifin, Mas Jalil dan Mba
Shofa,  Mba  Iin  dan  Mas  Mukhtar,  Mas  Aan  dan  Mba  Yanti,  Mas  Afif  dan Mba  Lita,  yang  telah  banyak  memberikan  motivasi  dan  turut  membantu
membiayai pendidikan penulis; 12.
Ponakan-ponakan,  Irfan,  Kembar  Tia-Tika,  Safna,  Fatih,  Aal,  Qorin,  Diba, Lyla,  Naura,  yang  terkadang  menjadi  hiburan  di  saat  penulis  merasa  bosan
dan lelah; 13.
Kawan-kawan  senasib  di  Jurusan  Ilmu  Pemerintahan  angkatan  2008,  Ilham CP,  Ardi  Okta  S,  Arinza  Justistio  yang  sering  menemani  penulis  dalam
berburu elit, Hurry Rahmanto, Hendra Tirta, Tomy A Roni, Habrianda Bukit, Alvindra  pembahas  mahasiswa  dan  moderator  saat  seminar  usul  dan  hasil,
dan  seluruh  teman-teman  seangkatan  2008  yang  namanya  belum  dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas kebersamaannya selama ini, senang
bisa berjumpa dan kenal kalian semuanya; 14.
Sahabat-sahabat  seperjuangan  di  barisan  PMII  Komisariat  Unila  dan Keluarga  Besar  Mahasiswa  NU  Unila,  Bang  David  Satria  Jaya  senior  yang
banyak  membantu  penulis,  Angga  Andala,  Mutakin,  Vici  Wahyu  Nugroho pejuang tangguh, Chandra Firmansyah, Dwita Rizki Amalia, M. Nur Yasin,
Nopriansyah  Harianto,  Ahmad  Sahlan,  Eka  Setiawan,  Erlan  Harianto,  Haris Tamzil,  M.  Kharisma  mantan  pejuang,  Mufit  Budi  Aji,  Redi  Octama,  M.
Abi  Hamid,  Dedi  Hermanto,  Eko  Budi  Santoso,  Nazrin  Dasit,  Eko  Tri Pranoto,  Nafis  Fatah  H,  Haki,  Nurhudiman,  Dika,  Suroto,  Ririn  Hardiani,
Ranti  Febriani,  Azkiya  Maisari,  Evvi  Ari  Widyawati,  Hesti  Elisa,  Rizka, Nelly, Glycine, Ni’mah generasi penerus, terima kasih atas kebersamaannya
selama ini, semoga perjuangan kita tidak sia-sia, dan bermanfaat  kelak  yang akan datang;
15. Seluruh manusia di bumi ini yang pernah penulis kenal, terima kasih banyak.
Akhir  kata,  Penulis  menyadari  bahwa  skripsi  ini  masih  jauh  dari  kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 07 Febuari 2013
Penulis
ARIS ALI RIDHO
RIWAYAT HIDUP
Aris Ali Ridho , dilahirkan pada tanggal 02 Maret 1989,
di  Kampung  Bangunrejo,  Kecamatan  Bangunrejo, Kabupaten  Lampung  Tengah.  Penulis  merupakan  putra
bungsu dari enam bersaudara pasangan Bapak Hi. Slamet Hadi Sumaryanto Alm dan Ibu Hj. Naslihatun.
Penulis  memulai  pendidikannya  di  TK  Maarif  NU Bangunrejo  1993-1995,  SDN  1  Bangunrejo  1995-
2001,  SMPN  1  Bangunrejo  2001-2004,  SMAN  2 Wonosobo,
Jawa Tengah
2004-2007. Sewaktu
menimba  ilmu  di  SMA,  penulis  juga  menuntut  ilmu  di  Pondok  Pesantren  Nurul Chusna,  Sumbersari,  Selomerto,  Wonosobo,  Jawa  Tengah.  Setelah  lulus  dari
SMA  pada  tahun  2007,  penulis  sempat  melanjutkan  kuliah  di  Fakultas  Hukum, Universitas  Islam  Indonesia  UII  Yogyakarta.  Selanjutnya  tahun  2008  penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung melalui tes Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri SNMPTN. Selama  menjadi  mahasiswa  penulis  aktif  di  berbagai  organisasi  internal  dan
eksternal kampus. Di internal kampus, penulis sempat menjabat sebagai Sekretaris Komisi  IV  Bidang  Hubungan  Luar  Dewan  Perwakilan  Mahasiswa  DPM  Unila
periode  2010-2011  dan  Anggota  Majelis  Permusyawaratan  Mahasiswa  MPM Unila  periode  2010-2011.  Di  eksternal  kampus,  penulis  sempat  menjadi
Koordinator  Serikat  Mahasiswa  Indonesia  SMI  Komite  Persiapan  Cabang Lampung  tahun  2008-2009.  Setelah  itu,  pada  tahun  2009  penulis  mengabdikan
diri  di  Pergerakan  Mahasiswa  Islam  Indonesia  PMII  Komisariat  Unila  dan diamanahkan  menjadi  Ketua  PMII  Komisariat  Unila  pada  tahun  2011-2012.
Sebelumnya  juga  diamanahkan  menjadi  Ketua  Umum  Keluarga  Mahasiswa Nahdlatul  Ulama  KMNU  Unila  periode  2010-2011.  Ketua  Departemen
Kaderisasi  Pimpinan  Wilayah  Ikatan  Pelajar  Nahdlatul  Ulama  IPNU  Provinsi Lampung periode 2011-2013. Wakil Sekretaris  Dewan Pimpinan Daerah Komite
Nasional  Pemuda  Indonesia  DPD  KNPI  Kota  Bandar  Lampung  periode  2011- 2014.
Selain  itu,  penulis  juga  pernah  aktif  di  Lembaga  Survei  Indonesia  LSI  sebagai peneliti lapangan atau surveyor pada tahun 2010-2012 dan juga aktif membantu di
Pengurus  Wilayah  Lembaga  Kajian  dan  Pengembangan  Sumber  Daya  Manusia Lakpesdam  NU  Provinsi  Lampung.  Beberapa  artikelnya  pernah  dimuat  di
Harian Umum Lampung Post dan Radar Lampung pada kolom opini.
PERSEMBAHAN
Kudedikasikan karya yang sederhana ini sebagai tanda
bakti dan terima kasihku kepada:
Orang Tua Tercinta; Ayahanda Hi. Slamet Hadi Sumaryanto Alm
“Yang selalu menjadi inspirasi dalam setiap perjalanan hidup penulis hingga saat
ini”
dan
Ibunda Hj.Naslihatun
“Yang selalu memberikan curahan kasih sayang, dukungan, dan
do‟anya serta restu yang tiada hentinya hingga sekarang dan sampai nanti
”
Kakak-Kakakku Tersayang; Ulfa Hidayati,S.Ag., Jalil Abdi Rahman,S.Ag., Indah
Susilawati,S.Ag., Saiful Anwar, S.S., Afif Aminudin,S.P.
“Yang telah banyak memberikan motivasi dan membantu banyak dalam penyelesaian pendidikan penulis”
Almamaterku Universitas Lampung
“Yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman luar biasa
”
Motto
“Tidak Ada Perjuangan Yang Sia-Sia Jika Kita Memahami dan Meyakini
Apa Yang Kita Lakukan Adalah Benar dan Kebenaran”
Pitojo Budiono
“Saat-Saat Yang Paling Membahagiakan Adalah Saat Kita Dibutuhkan
Orang Lain ”
Darmawan Purba
“Jujur”
Syarief Makhya
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.
Karya  tulis  saya,  Skripsi  ini  adalah  asli  dan  belum  pernah  diajukan  untuk mendapatkan gelar akademik Sarjana, baik di Universitas Lampung maupun
diperguruan tinggi lain.
2. Karya  tulis  ini  murni  gagasan,  rumusan  dan  penelitian  saya  sendiri,  tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji. 3.
Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan  orang  lain,  kecuali  secara  tertulis  dengan  jelas  dicantumkan
sebagai  acuan  dalam  naskah  dengan  disebutkan  nama  pengarang  dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat  penyimpangan  dan  ketidakbenaran  dalam  pernyataan  ini,  maka  saya bersedia  menerima  sanksi  akademik  berupa  pencabutan  gelar  yang  telah
diperoleh  karena  karya  tulis  ini,  serta  sanksi  lainnya  sesuai  dengan  norma yang berlaku di Universitas Lampung.
Bandar Lampung, 07 Febuari 2013
Yang Membuat Pernyataan,
Aris Ali Ridho NPM. 0816021023
Catatan : Pernyataan ini diletakkan pada halaman setelah Abstrak
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Responden
Nama Responden : Fajrun Najah Ahmad
Asal Partai Politik : Partai Demokrat
Jabatan : Sekretaris DPD Partai Demokrat Lampung
Alamat Kantor : Jl. Pangeran Emir M. Noer No. 99, Bandar Lampung.
Alamat Rumah : Jl. Perum Korpri Blok D.7 No. 17 Sukarame, Bandar
Lampung Pekerjaan
: Wiraswasta Umur
:  49 Tahun Jenis Kelamin
: Laki-laki Suku
: Jawa Pendidikan Terakhir
: SMA  Tidak Tamat S1 . No Tlp  HP
: 0811798294 Waktu Wawancara
: Jumat, 05 Oktober 2012  08. 00 – 09. 55 WIB
Tempat Wawancara : Kantor Redaksi Tabloid Fokus.
Proses wawancara dengan Sekretaris DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung
Pertanyaan: A.  Respons
1. Apa pendapat anda terkait wacana pemilihan Gubernur oleh DPRD Provinsi yang
diusulkan pemerintah melalui DPR RI dalam RUU Pilkada? Jawab:  Dalam  konteks  bahwa  demokrasi  itu  tidak  mahal,  kita  mendukung  itu.
Tetapi  kalau  demokrasi  diartikan  bahwa  setiap  rakyat  memiliki  hak langsung untuk memilih maka memang sebaiknya dihindari, tetapi kalau
mau  efisien,  efektif,  dan  lebih  lebih  terukur  kualitas  dan  kapasitas calonnya  memang  melalui  DPRD  itu  akan  lebih  baik,  karena  DPRD
adalah  perwakilan  dari  rakyat,  ya  kita  sepakat  saja  sambil  menunggu bagaimana perkembangan di DPR RI.
2. Mahalnya  biaya  penyelenggaraan  pilkada  langsung  seperti  selama  ini  menjadi
salah  satu  alasan  akan  dikembalikannya  mekanisme  pemilihan  gubernur  oleh DPRD provinsi. Bagaimana tanggapan anda?
Jawab: Memang sebetulnya kalau langsung memang yang paling mahal itu pada
biaya  penyelenggaraan.  Ya  bayangkan  seperti  Lampung  ada  14 KabupatenKota,  ya  walaupun  tidak  merata.  Sekarang  saja  berapa  ratus
miliar  kan  yang  diusulkan  oleh  KPU  untuk  pilgub  2013.  Oleh  karena  itu kalau dilakukan di dewan, ini kan bisa lebih efektif, yang dana itu melalui
APBD,  dana  yang  sebanyak  itu  mungkin  lebih  jelas  berdayaguna, bermanfaat, apabila itu dilakukan untuk pembangunan masyarakat, seperti
insfrastuktur, pendidikan, kesehatan, kan gitu.
3. Biaya politik yang mahal dan yang dikeluarkan oleh kandidat cukup besar dalam
pilkada  langsung,  menjadi  salah  satu  faktor  banyaknya  kepala  daerah  yang tersangkut kasus korupsi. Apa pendapat anda?
Jawab:  Biaya  politiknya  juga  memang  sangat  tinggi  bagi  para  tokoh  yang  akan
maju  dalam  pilgub,  dan  tentunya  itu  pemborosan  juga  lah.  Karena hitung-hitungan  riil  aja  untuk  pilkada  langsung  di  Lampung  ini  tidak
cukup  seratus  milliar,  kan  gitu,  untuk  pergerakan  tim  sukses,  dan  lain- lain sebagainya, alat daya dukung sebaginya. Tapi kalau itu dilakukan di
dewan  tentu  kan  secara  financial  juga  akan  lebih  rendah,  kenap,  paling kan  akan  dilakukan  lobi-lobi  politik,  selain  waktu  dan  lain  sebagainya.
Karena  kan  ketika  seseorang  mau  mencalonkan  diri  di  pilgub  kalau  dia pejabat,  maka  kan  otomatis  akan  mengurangi  tugas  dia  diwaktu-waktu
tertentu. Kalau bagi yang pejabat yang tau misalnya seperti Herman HN ketika  hari  sabtu-minggu  kan  kelilingnya,  tapi  kan  untuk  yang  lain
belum tentu begitu. Ya  betul.  Secara  logika  kan  begini,  untuk  menjadi  seorang  gubernur
misalnya  dia  habis  duit  200  miliar,  kan  bagaimanapun  juga  dia  akan berupaya modalnya itu kembali kan. Apabila dia melakukan hal-hal yang
melanggar untuk  mengembalikan dana dia miliki  saja, apalagi  kalau itu dana  dari  pinjaman,  atau  dan  sebagainya,  itu  kan  tentu  ada  membuat
seseorang  itu  menjadi  bisa  saja  melanggar  aturan-aturan,  dan  itu  yang tersangkut  dalam  berbagai  kasus-kasus  korupsi  misalnya.  Nah
sebetulnya untuk di dewan kan lebih efisien dan efektif gitu.
4. Apa  tanggapan  anda  bahwa  titik  berat  otonomi  daerah  selama  ini  berada  di
kabupatenkota,  bukan  provinsi  serta  posisi  dan  peran  gubernur  sebagai  wakil pemerintah  pusat  di  daerah,  di  mana  gubernur  lebih  banyak  mengerjakan  tugas-
tugas limpahan pusat ketimbang tugas daerah? Jawab:  Kalau  otonomi  daerah  lebih  terfokus  pada  kabupatenkota  itu  memang
betul,  UU  juga  kan  mengatur  demikian.  Gubernur  adalah  koordinator daerah  tersebut  yang  dia  harus  membawa  pesan-pesan  pembangunan
tingkat pusat bagi kepentingan daerah, oleh karena itu misalnya pemprov Lampung  dia  selalu  menebar  program-program  sebaran  dari  pusat  ke
kabupatenkota.  Memang  itu  yang  tepat,  karena  apa,  karena  kalau kabupatenkota  itu  maju  otomatis  kan  nama  provinsi  juga  bagus.  Hanya
persoalannya  adalah,  karena  otonomi  daerah  ini  sehingga  singkronisasi program  itu  menjadi  kadang-kadang  tumpang-tindih.  Tapi  ini  semua
berproses kan.
5. Apakah  menurut  anda,  gubernur  yang  di  pilih  oleh  DPRD  Provinsi,  dapat
dikatakan sebuah proses yang demokratis ? Jawab: Demokratis, karena dewan itu adalah lembaga perwakilan rakyat, artinya
lembaga  yang tugas-tugasnya  adalah menyerap dan mewujudkan  aspirasi yang berkembang di rakyat yang mereka wakili terutama. Itu demokratis,
bukan  berate  kalau  lewat  dewan  tidak  demokratis,  secara  hokum ketatanegaraan, karena dewan kita adalah perwakilan rakyat, kan gitu.
6. Apa  tanggapan  anda,  bahwa  meskipun  gubernur  kembali  di  pilih  oleh  DPRD
Provinsi,  tidak  akan  menghilangkan  praktik  money  politics,  justru  hanya perpindahan dari kantong masyarakat ke kantong anggota DPRD ?
Jawab: Pandangan semacam itu tidak salah, tetapi kalau kita nilai cost politiknya
sangat  rendah,  selain  itu  juga  tidak  menimbulkan  gesekan-gesekan  di sosial  masyarakat  ini,  kan  gitu.  Kan  tidak  ada  biaya  lobi  dan  lain
sebagainya  itu  wajar-wajar  saja,  semua  juga  adalah  kita  untuk mengumpulkan teman-teman tim sukses saja kan pasti, 10 orang misalnya
ongkos pulang harus kita kasih kan gitu. Tetapi kalau ukurannya dari kaca mata  efisiensi  secara  cost  politik,  memang  itu  lebih  efisien,  artinya
permainan  itu  hanya  disatu  titik.  Kalau  ini  kan  harus  ke  Lampung  Barat sana,  yang  bensin  berapa,  yang  berapa  jam,  dan  lain  sebagainya  kan.  Ini
kan  cost  politiknya  tinggi,  sementara  dananya  juga  besar  kita  ini. Sementara  kalau  didewan,  mereka  ini  kan  perwakilan  rakyat,  melaui
partai-partai,  kan  lebih  kecil  tinggal  bicara  dengan  pimpinan  partai,
melobi-lobi  partai,  punya  komitment-komitment  politik,  dan  lain sebagainya. Kalau soal dana cost politik atau berapa ininya itu kan relatif,
kalau kita si di Demokrat tidak mengutamakan itu, manakala kita memang liat  potensinya  bagus,  punya  komitment  politik  untuk  melaksanakan
program-program  pro-rakyat,    masalah  anggaran  dan  lain  sebagainya  itu belakangan.
7. Kemudian  bagaimana  pendapat  anda  tentang  posisi  anggota  DPRD  adalah
representasiwakil  dari  rakyat,  karena  pada  pemilu  2009  yang  lalu  anggota DPRDPRD  di  pilih  dengan  mekanisme  suara  terbanyak,  dalam  kaitan  ini
mestinya anggota DPRD harus melihat suaraaspirasi dari rakyatkonstituennya? Jawab:  Betul,  yang  betul  memang  2009  ini,  bahwa  itu  istilahnya  No  urut  tidak
berpengaruh lebih kepada bagimana siapa  yang mendapatkan dukungan dan  itu  juga  secara  moral  mereka  lebih  mempunyai  keterikatan  kepada
konstituennya,  terjadi  keseimbangan  antara  keterikatan  kepada  partai yang  mengusungnya  dan  kepada  konstituen.  Dan  sebaiknya  itu  yang
dipertahankan untuk kedepan.
B.  Sikap
8. Bagaimana  partai  politik  anda  menyikapi  wacana  pemilihan  Gubernur  oleh
DPRD provinsi tersebut yang sedang dibahas dalam RUU Pilkada? Jawab: Kalau kita begini, kan ini sedang dibahas oleh DPR kan, nah kita sudah
sampaikan ketika kita rapat pimpinan di DPP partai demokrat, positifnya pemilihan melalui dewan adalah ini-ini dan negatifnya ini-ini, itu sudah
kita  sampaikan.  Dan  oleh  partai  pasti  itu  disampaikan  kepada  fraksi  di DPR  RI,  yang  pada  prinsipnya  kita  memandang  makna  demokrasi  itu
harus  luas,  bukan  berate  kalau  tidak  langsung  dengan  rakyat,  karena sudah  dicoba,  terbiasa,  menjadi  tidak  demokratis.  Sudah  itu  ya  banyak
sekali pertimbangannya tadi, efisiensi waktu dan lain sebaginya, sesudah itu  menghindari  terjadinya  gesekan-gesekan  dimasyarakat  ini  kan  tidak
mudah  untuk  membangun  kembali,  perlu  waktu  yang  lama  lo  terjadi gesekan-gesekan  dimasyarakat  karena  dukung  A,  dukung  B.  kalau
usulan  kita  dari  DPD  waktu  itu  memang  kita  mengusulkan  dengan berbagai  pertimbangan  memang  sebaiknya  untuk  gubernur  dipilih  di
DPRD.
9. Menurut  anda,  bagaimana  solusi  yang  tepat  untuk  mengatasi  persoalan  biaya
penyelenggaraan  pilkada  terutama  Pemilihan  Gubernur  yang  sangat  mahal tersebut?
Jawab: Kalau itu polanya masih dipilih langsung, sulit kita. Kemarin saya diskusi
dengan  teman  ketua  KPU  provinsi,  koq  tinggi  amat.  Tapi  setelah  dia sampaikan  ini  uraiannya,  ini  segini,  segini,  kita  paham.  Sekarang  cetak
kertas  suara  saja  kan  satunya  udah  berapa,  sementara  penduduk
Lampung  yang  milih  misalnya  tiga  juta  misalnya,  sudah  itu pembentukan  lagi  sampai  ketingkat  TPS  misalnya,  itu  kan  istilahnya
siapa rakyat yang mau menjadi KPPS, menjadi ini tanpa ada honor, kan tidak  ada.  Nah  ini  kan  tidak  bisa  kita  inikan  dan  itu  yang  paling  mahal
adalah  biaya  penyelenggara,  karena  sampai  ketingkat  bawah  itu  kan harus  terbentuk,  sampai  dia  yang  menyiapkan  TPS.  Biaya  per-TPS  aja
kan  rata-rata  sewa  tenda  itu,  dan  sebagainya  itu  bisa  Rp.  300.000-an, bayangkan  kalau  di  Lampung  ini  misalnya  ada  4000  TPS.  Kemudian
pilkada serentak juga seebenarnya lebih bagus lebih kecil, tapi kalau kita hitung-hitung  sama  saja,  seperti  contoh  misalnya  tahun  2008  ketika
pilgub  bebarengan  dengan  pilkada  Lampung  Utara,  otomatis  kan masing-masing  kertas  suaranya  kan  berbeda-beda,  sudah  itu  kalau
diserentakan demikian anda bayangkan bahwa untuk  satu  biaya pilkada itu kalau misalnya 500 miliar sudah bisa jadi berapa bangunan, sekolah,
puskesmas, dan lain sebagainya,  artinya kan banyak  yang terkuras, tapi itulah  biaya  membangun  demokrasi,  kita  tidak  bisa  hitung  dari  sisi  itu,
tapi disatu sisi memang kalau untuk efiseinsi penyelenggaran pemilu, itu susah.  Ya  kalau  masyarakat  milih  langsung  kan  otomatiskan  dari  yang
mulai  dari  kartu  pemilih,  kertas  suara,  belum  lagi  yang  rusak,  dan sebagainya.  Apalagi  masyarakat  kita  sudah  terbiasa  bahwa  dari
masyarakat  kita  kan  sudah  terbiasa  bahwa  dengan  pilkada  langsung  ini mereka  akan  mendapatkan  manfaat-manfaat  yang  spontan  dapat  inilah,
itulah, ada yang ngasih ini lah, itulah, nah ini kalau terus terjadi ini kan bahaya sebetulnya untuk proses pendewasaan demokrasi itu sendiri.
10. Menurut  anda,  bagaimana  solusi  yang  tepat  untuk  mengatasi  persoalan  biaya
politik  yang  mahal  dan  yang  dikeluarkan  oleh  kandidat  cukup  besar  dalam pilkada langsung,  yang menjadi salah satu faktor banyaknya kepala daerah yang
tersangkut kasus korupsi? Jawab:
Ya  harus  dimulai  dari  calon  tersebut,  untuk  dia  tidak  “membeli”  suara rakyat  dengan  proses  pendekatan  yang  secara  langsung  memberikan
sesuatu  pada  masyarakat.  Tetapi  ini  juga  dampak  yang  tidak  baik  dari proses  politik  pemilihan  langsung,  masyarakat  kita  sudah  terbiasa
dengan  itu.  Jadi  kalau  calon  misalkan  mengumpulkan  orang,  terus pulang  tidak  dikasih  ongkos  itu  aja  kan  sudah  malas,  oleh  karena  itu
prosesnya untuk  tingkat  provinsi  dimulai dengan  lewat  dewan misalnya begitu, itu kan lebih elegan. Tapi kalau untuk mengurangi sistem politik
begitu  maka  yang  utama  adalah  bagaimana  jaringan  partai  ini menggerakan  seluruh  struktur  dan  kadernya  untuk  memberikan
pengertian  kepada  masyarakat,  bahwa  nanti  akan  dibayar  oleh  kepla daerah  yang  kita  dukung  setelah  dia  jadi  dengan  program-program
pembangunan,  hanya  didalam  beberapa  daerah  itu  kan  sulit,  seperti contoh  ada  kebanggaan  dari  sisi  itu,  ketika  si  Faisal  Basri  calon
independent  di  DKI  kemarin,  itu  betul-betul  tidak  pakai  uang  bahkan
timnya sokongan, urunan, tetapi kan perolehan suara dia kan sebenarnya bagus  dibandingkan  dengan  calon  dari  golkar.  Ini  menunjukan  untuk
tingkat  perkotaan  bahwa  memilih  orang  itu  dalam  proses  situ  bukan berarti kita dibayar, bukan berarti kita memberikan sesuatu, tetapi kalau
kita  di  daerah  sini  masih  susah.  Contoh,  saya  dalam  beberapa  pilkada kemarin,  misalnya  ada  pertemuan  apa,  saya  nyusup  ke  masyarakat  di
daerah  yang  mereka  tidak  mengenal  saya,  saya  setting  coba  itu  jangan dikasih  apa-apalah  itu,  itu  banyak  yang  ndumel  mereka,  ah  ngapain
cuma mendengarkan ini-ini aja, tidak ada, kita sudah ninggalin kerja kita disawahlah,  inilah,  nah  ini  problem  ini,  dan  ini  sudah  sampai  ditingkat
bawah  dan  kita  sudah  lakukan  selegan  mungkin  dan  menarik,  contoh partai  demokrat  di  Tulang  Bawang,  kita  minta  semua  kader-kader  kita
turun ke masyarakat coba kita tidak pakai dana, kita janjikan saja bahwa nanti akan dibayar oleh calon yang kita usung melalui program-program
dari  kepentingan  mereka,  tapi  tidak  semudah  itu,  itu  persoalannya.  Jadi calon  juga  gengsi,  dia  jadi  omongan  nanti.  Ini  yang  terjadi,  masyarakat
kita sudah terbiasa, jadi sulit memang untuk menurunkan cost politik itu. Oleh  karena  itu,  seperti  saya  hari  ini  baca  dikoran  bahwa  pak  Roby
bilang calon itu harus kuat tiga, pertama dari faktor politik, kedua sosial, dan ketiga finansial. Misal kita dikenal orang, orang simpati, tapi begitu
finansial  kita  tidak  mencukupi  untuk  kita  membuat  kantong-kantong suara  didaerah,  susah  juga  nantinya.  Pembatasan  biaya  kampaye  juga
tidak  efektif,  karena  kenyataanya  begini,  coba  di  KPU  itu,  biaya kampanye,  kalau  calon  kan  kemudian  buka  rekening,  biaya  kampanye
kan  sudah  ada  pembatasannya,  misalnya  untuk  lembaga  sepuluh  juta, tapi  secara  logika  saja  disitu  biaya  kampanye  cuma  dua  miliar,  bohong
itu,  kalau  dia  pilkada  gubernur  Lampung  yang  14  kabupatenkota, sekarang  misalnya  cetak  kaos,  kaos  paling  murah  tujuh  ribu,  artinya
sudah berapa, kan tujuh juta dia harus cetak, tujuh juta kali sepuluh ribu misalnya,  sudah  berapa  itu,  baru  kaos.  Jadi  memang  sangat  tinggi  cost
politiknya  itu,  belum  lagi  banner-banner,  sepanjang  jalan,  banner  kan rata-rata lima belas ribu satu  buahnya, dia tidak cukup untuk  di  Bandar
Lampung cuma dua ribu misalnya, minimal sepuluh ribu. Kalau tentang batasan-batasan  biaya  kampanye  sebenarnya  sudah  ada  undang-
undangnya,  bahwa  untuk  calon  biaya  kampanye  harus  transparan,  tapi kalau  kita  lihat  biaya  kampanye  saya  misalnya  dua  milliard,  kana  apa
iya,  sementara  baliho,  banner,  kaos  saya  ada  dimana-mana,  orang  kan sudah  menghitung.  Kemudian  yang  pelan-pelan  harus  kita  benahi
bersama  adalah  terutama  pandangan  masyarakat  kita  dibawah,  bahwa pilkada  ini  jangan  menjadi  ajang  mereka  untuk  mendapatkan
pendapatan. Yang terjadi hari kan sudah demikian. Mungkin kalau untuk masyarakat perkotaan seperti Bandar Lampung si mudah-mudahan tidak
begitu. Jadi dalam kondisi pilkada langsung sulit kita untuk menurunkan itu.  Pokonya  kalau  untuk  Lampung  sulit  untuk  calon  independent  yang