Frekuensi Virus Dengue Serotipe 4 Dari Serum Penderita DD / BBD Di Rumah Sakit Kota Medan Menggunakan RT-PCR
FREKUENSI VIRUS DENGUE SEROTIPE 4 DARI SERUM
PENDERITA DD / BBD DI RUMAH SAKIT KOTA MEDAN
MENGGUNAKAN RT-PCR
TESIS
Oleh
MARLIANA LUBIS 067027004/KT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(2)
FREKUENSI VIRUS DENGUE SEROTIPE 4 DARI SERUM
PENDERITA DD / BBD DI RUMAH SAKIT KOTA MEDAN
MENGGUNAKAN RT-PCR
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Tropis dalam
Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MARLIANA LUBIS 067027004/KT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(3)
Judul Tesis : FREKUENSI VIRUS DENGUE SERO TIPE 4 DARI SERUM PENDERITA DD / BBD DI RUMAH SAKIT KOTA MEDAN MENGGUNAKAN RT-PCR
Nama Mahasiswa : Marliana Lubis
Nomor Pokok : 067027004
Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Prof. dr. Herman Hariman, Phd. SpPK (K) KN) Ketua
(dr. R. Lia Kusumawati, MS, SpMK) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM),SpAK) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, MSc)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Februari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Herman Hariman, Phd. SpPK (K) KN Anggota : 1. dr. R. Lia Kusumawati, MS, SpMK
2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes 3. dr. Josia Ginting, SpPD-KPTI
(5)
ABSTRAK
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan gigitan nyamuk A. agypti dan A. albopictus betina. Virus Dengue termasuk kelompok Arthropod virus yang dikenal sebagai genus Flavivirus dan famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu : Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4.
Ke empat serotipe ini dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia, serotipe 3 menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Infeksi virus Dengue dapat menyebabkan keadaan yang bervariasi, mulai dari tanpa gejala, demam ringan yang tidak spesifik. Demam dengue yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue dan Sindroma Syok Dengue.
Penelitian dilakukan di laboratorium Mikrobiologi RS. H. Adam Malik Medan. Tujuan penelitian untuk mengetahui frekuensi virus Dengue serotipe 4, yang diambil dari 100 sampel serum penderita Demam Berdarah Dengue diperoleh dari 3 rumah sakit di Kota Medan. Setelah 100 sampel serum dikumpulkan kemudian dilakukan ekstraksi, setelah diekstraksi dilakukan teknik RT-PCR di elektroforesis, hasil yang didapat dari 100 sampel serum Dengue serotipe 4 adalah negatif.
(6)
ABSTRACT
DHF is one of the diseases caused by dengue virus and it is infected by the bite of female mosquito A. aegypti and A. albopictus. Dengue virus is include in Arthopod virus group and it is known as Flavivirus genus and Flaviviridae family with 4 serotypes types, namely Den-1, Den-2, Den-3, and Den-4.
These four serotypes are found in some areas in Indonesia. Serotype 3 denotes heavy manifestation clinic. The infection of dengue virus may cause varied condition starting from without symptom and light symptom which is not specific. DHF and Syok Dengue Syndrome are categorized as heavier fever dengue.
This research is aimed to know the prevalence of dengue virus of serotype 4 (Den-4) which is taken from 100 sample of serum from the patients of DHF in 3 hospital in Medan city. After collecting the serum sample for 100 patients, it is then extracted. Being extracted, it is done RT-PCR technique in electrophoresis. This research is carried out in Microbiology Laboratory of Adam Malik Hospital on September-Desember 2008. The result obtained from 100 serum sample of dengue serotype 4 (Den-4) is negative.
(7)
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan syukur kehadirat Allah Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik
Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemeritah Kabupaten Simalungun yang dipimpin Bapak Bupati Drs Zulkarnain yang telah memberikan bantuan finansial sehingga meringankan beban saya dalam menyelesaikan tesis saya ini.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Chairuddin P. Lubis. DTM & H. Sp. A (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B, M. Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa program Magister pada Program Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. H Sahrir Pasaribu. DTM & H, MSc (CTM). Sp A(K) beserta jajarannya, atas kesempatan, bimbingan serta petunjuk selama saya menjadi mahasiswa.
(8)
Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada Prof. Dr. Herman Hariman, Phd, SpPk (K) KN selaku pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran ditengah-tengah kesibukan beliau yang padat. Sikap teliti, cermat dan seriusnya dalam membimbing membuat penulis sangat mengagumi beliau.
dr. R. Lia Kusumawati, MS, SpMK selaku pembimbing dan Sekretaris Program Ilmu Kedokteran Tropis, yang dengan sabar dan tulus telah mendukung penulis untuk dapat melewati masa-masa sulit dalam penelitian. Penulis menganggapnya sudah seperti saudara sendiri, karena beliau selalu menyediakan diri untuk mendengarkan keluh kesah penulis dan membantu mencari solusi.
Drs. Abdul jalil Amri, M. Kes selaku pembimbing dan konsultan statistik, dimana dalam kesibukan yang luar biasa padat masih tetap memberikan bantuan secara serius. Sifat yang baik dan rendah hati dan mengesankan membuat penulis menjadi antusias menyelesaikan tesis ini.
Dr. dr. Rosihan Anwar, DMM, Ms, SpMK, MPd selaku dosen pembanding dan penguji tesis ini, sangat banyak memberi masukan dan selalu menjadi teladan bagi penulis, baik pada saat penulis S1 di FK-UISU ( penulis selalu ingat pada pasien baiknya yan menyatakan bahwa seorang dokter harus terus belajar seumur hidupnya – long life study) maupun pada saat penulis menyelesaikan S2 di Pacasarjana USU. Semoga Tuhan memberikan kesehatan agar beliau tetap bisa mengabdikan ilmunya pada banyak orang.
(9)
dr. Josia Ginting SpPD, KPTI, selaku dosen pembanding saat seminar proposal yag telah memberikan ilmu yang lulus dan telah memberikan pengabdiannya pada pendidikan kedokteran membuat penulis kagum. Semoga ilmu yang telah diberikannya dapat bermanfaat bagi penulis.
Rekan seperjuangan di Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara, angkatan III yang telah bersama-sama selama 2 tahun, membagi informasi, berbagai suka dalam kebersamaan dan persahabatan.
Terima kasih dan sayang penulis kepada Ayahanda H. H. Lubis dan Ibunda Hj. Salmi Sinaga, yang selalu mendoakan penulis dan mendukung penulis dengan penuh kasih sayang, juga rasa hormat, cinta dan kasih sayang buat suamiku Ir. H. Moh. Amin yang telah mendukung, baik dalam suka maupun duka dan buta tiga ’mutiara’ kecilku yang amat kukasihi, Titin Anggreini, Moh Manda Putra dan Fathu Rozy yang telah rela melihat bundanya dengan bekerja sambil mengikuti pendidikan S2 di USU Medan
Buat seluruh abang dan adikku semoga kita selalu menghargai ilmu pengetahuan dan menjadikan ilmu sebagai landasan dan berbuat.
(10)
Terima kasih buat semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Semoga kebaikan yang anda perbuat mendapat ganjaran pahala dari Allah. Amin. Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
Medan, Februari 2009
(11)
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Marliana Lubis
Tempat/Tanggal lahir : P. Siantar, Kabupaten Smalungun Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 16 juni 1966, sebagai anak Kedua dari H. H. Lubis dan Hj. Salmi Sinaga.
Alamat : Jl. Antariksa No. 54 C. Kelurahan Karang Sari
Polonia Medan
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Dasar : SD Taman Siswa tahun 1973 s/d 1980
2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri II P. Siantar tahun 1980 s/d 1983 3. Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri VI Medan, tahun 1983 s/d 1986
4. Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara pada tahun 1986 dan tamat pada tahun 2001
Riwayat Pekerjaan :
1. Staf Puskesmas Perdagangan Kabupaten Simalungun (PTT) pada tahun 2002 di Puskesmas.
2. Staf Puskesmas Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun pada tahun 2002 s/d 2003
(12)
4. Dokter RSU. Pirngadi Medan tahun 2005 (PNS)
5 Staff Puskesmas Kecamatan Tapian Dolok Kabupaten Simalungun tahun 2006 hingga sekarang
Pada tahun bulan April 2006 mengikuti pendidikan di sekolah Pascasarjana Univeristas Sumatera Utara dengan Program studi Ilmu Kedokteran Tropis.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Umum ... 6
1.4. Tujuan Khusus ... 7
1.5. Manfaat ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
II.1. Demam Dengue ... 8
II.2. Epidemiologi ... 8
II.3. Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue ... 9
II.4. Diagnosa Differansial dari DBD ... 11
II.5. RT-PCR ... 14
II.6. Elektroforesis ... 19
(14)
BAB III METODE PENELITIAN ... 22
III.1. Rancangan Penelitian ... 22
III.2. Tempat Dan Waktu ... 22
III.3. Bahan dan cara Kerja ... 22
III.3.1. Kerangka ... 23
III.3.1.1. Rangkaian Primer ... 24
III.3.1.2. Peralatan ... 24
III.3.2. Bahan ... 25
III.3.3. Cara Kerja Ekstraksi ... 27
III.3.4. Reverse Trancriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) ... 28
III.3.5. Elektroforesis ... 29
III.3.6. Gel Imaging ... 30
BAB IV HASIL ... 31
IV.1 Hasil ... 31
BAB V PEMBAHASAN ... 35
BAB VI PENUTUP ... 39
VI.1 Kesimpulan ... 39
VI.2 Saran ... 39
(15)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Persentase serum DBD Dari tiga Rumah Sakit... 31 2. Persentase serum DBD yang tidak dijumpai Dengue
Serotipe 4 (Den-4) ... 34 3. DBD berdasarkan umur dan jenis kelamin ... 34
(16)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Patogenesis Perdarahan Pada DBD ... 3
2. Kerangka Operasional ... 23
3. Alat Marker Ukuran ... 32
4. Hasil RT-PCR Kontrol (+) ... 32
5. Hasil RT-PCR sampai 1 sampai 100 ... 33
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Contoh Formulir ... 42 2. Data Pengambilan Sampel Serum DBD dari 3
Rumah Sakit berdasarkan umur dan Jenis Kelamin ... 43 3. Hasil RT-PCR dari 100 Sampel serum DBD ... 47 4. Rencana Kegiatan Penelitian ... 50
(18)
DAFTAR SINGKATAN
Ae. Aegepti = Aedes aegepti
Ae. Albopictus = Aedes albopictus
Bp = Base-pair
CFR = Case fatality rate
cDNA = Complement DNA
DEN 1-4 = Virus Dengue 1-4
DBD = Demam berdarah dengue
DD = Demam Dengue
DNA = Deoksinukleat Acid
FDP = Fibrinogen Degredation Product
KID = Koagulasi intravaskular deseminata
KLB = Kejadian luar biasa
IR = Incidance rate
RES = Reticulo endothelial system
RNA = Ribonucleat Acid
RT-PCR = Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina. Virus Dengue termasuk kelompok Arthropod Virus yang dikenal sebagai genus flavivirus dan
famili flaviviridae yang mempunyai jenis Serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan
Den-4. Ke-4 Serotipe ini dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Serotipe Den-3 diasumsikan yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
Infeksi virus Dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon, seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus ini merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi, pertama kali ditemukan di Filipina tahun 1952, infeksi virus Dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi yang berat yaitu DBD dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya, konfirmasi virologis baru di dapat tahun 1972 sejak itu penyakit DBD menyebar keseluruh daerah kasus yang meningkat secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998 dengan Incidence Rate (IR) = 35,19/100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Tidak
(20)
tertutup kemungkinan peningkatan jumlah kasus dan angka kematian yang cepat disebabkan oleh virus dengan jenis baru karena Dengue adalah virus RNA (virus yang menggunakan RNA sebagai genomnya). Virus RNA bermutasi jauh lebih cepat dibanding dengan virus DNA.
Infeksi virus Dengue dapat menyebabkan keadaan yang bervariasi, mulai dari tanpa gejala demam ringan yang tidak spesifik, demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu DBD dan Sindrom Syok Dengue. (Depkes, 2006)
Patogenesis
Patogenesis Demam berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue hingga kini masih belum diketahui pasti, teori yang banyak dianut adalah secondary heterologous
infection hyphotesis. Gambar patogenesis terjadinya syok terlihat pada skema di
bawah ini.
Sumber: Depkes 2006 Secondary heterologous Dengue infection
Replikasi Virus Anamnestic antibody response
Kompleks Virus antibody
Agregasi trombosit Aktivitas kaogulasi Aktivasi komplemen plasma Penghancuran Pengeluaran Aktivasi faktor Hagemen Trombosit oleh RES Platelet faktor III
Trombositopenia Koagulapati Sistem kinin Anafilatoksin
konsumtif
gangguan Penurunan faktor Klinin Peningkatan
fungsi trombosit Pembekuan permeabilitas kapiler
FDP meningkat Perdarahan masif
Syok Gambar1. Patogenesis Perdarahan pada DBD
(21)
Kompleks antigen antibody selain mengaktivasi komplemen juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD agregasi trombosit terjadi akibat dari perlekatan kompleks antigen antibody pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP
(adenosin diphospat) sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulasi konsumtif (KID = koagulasi intravaskuler doseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degredation pro-duct) sehingga terjadi penurunan faktor pembukuan.
Dinyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan
Serotipe virus yang berbeda mempunyai resiko yang lebih besar menderita DBD.
Disebabkan karena adanya antibodi heterologi yang telah ada sebelumnya akan membentuk kompleks antigen antibodi, selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen yang menyebabkan peningkatan permiabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari intravaskuler ke ekstravaskuler. Kompleks antigen antibodi menyebabkan agregasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi (Dekpkes, 2006).
Sejauh ini belum ditemukan vaksinasi yang aman dan efektif bagi virus Dengue, sehingga kontrol bagi penyakit ini sepenuhnya mengandalkan pada kontrol terhadap vektornya. Strategi kontrol terhadap nyamuk Aedes
(22)
terutama dititikberatkan pada surveilans dan eliminasi tempat perindukan larva maupun nyamuk dewasa.
Sangat penting untuk menentukan virus Dengue Serotipe apa yang berkembang di suatu tempat dan pada waktu tertentu, karena satu dari empat
Serotipe virus Dengue tersebut dapat menjadi faktor resiko penting untuk
berkembang menjadi demam berdarah Dengue dan Dengue Syok Sindrom bila terjadi infeksi dari virus dengan Serotipe berbeda. Surveilens terhadap virus (vorologic surveilance) telah digunakan sebagai peringatan dini (early warning system) untuk memperkirakan timbulnya epidemik.
Saat ini sedang berkembang cara diagnosa dengan teknik biomolekuler dengan menggunakan teknik Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Pemeriksaan dengan RT-PCR dapat menentukan Serotipe virus Dengue dengan tepat dan akurat (Harris , 1998).
Penelitian survelains Serotipe virus Dengue khususnya Serotipe 4 (Den-4) dari bahan serum penderita DBD belum pernah dilakukan dengan cara molekuler menggunakan Teknik Reverse Trancriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Sehingga untuk mengetahui keberadaan virus Dengue tipe 4 di Kota Medan, maka penulis melakukan penelitian untuk menentukan virus Dengue Serotipe 4 (Den-4) menggunakan teknik RT-PCR di Kota Medan.
Untuk mengetahui secara epidemiologi virus Dengue tipe 4 (Den-4) di kota Medan, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan teknik Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dari bahan serum darah
(23)
manusia. Dengan harapan peneliti yang lain melanjutkan penelitian ini dengan mencari tipe virus Dengue lainnya.
1.2. Perumusan Masalah
- Untuk menentukan virus Dengue Serotipe apa yang berkembang di suatu tempat.
- Untuk mengetahui secara epidemiologi virus Dengue type 4 (Den-4) di kota Medan dengan menggunakan teknik RT-PCR dari bahan serum darah manusia.
1.3. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Prevalensi virus Dengue Serotipe 4 (Den-4) dari serum penderita di beberapa Rumah Sakit di Medan.
1.4. Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui gambaran karekteristik penderita DBD pada anak-anak dan dewasa virus Dengue Serotipe 4 (Den-4) berdasarkan jenis kelamin dan umur. - Untuk melakukan deteksi virus Dengue Serotipe 4 (Den-4) dari serum penderita
DD/DBD, secara molekuler dengan menggunakan teknik Reverse Transcriptase Chain Reaction (RT–PCR).
- Mengetahui secara epidemiologi keberadaan virus Dengue Serotipe 4 (Den-4) di beberapa Rumah Sakit di kota Medan.
(24)
- Menggunakan isolasi virus dan serum penderita DBD yang diperoleh dan di identifikasi Serotipenya dengan menggunakan imunofluoresensg.
- Mengetahui Epidemiologi virus Dengue Serotipe 4 (Den-4) dengan teknik RT– PCR.
1.5. Manfaat
- Untuk mendapatkan data base prevalensi virus Dengue tipe 4 pada serum penderita demam Dengue di kota Medan.
- Menambah informasi dan pengetahuan tentang ada atau tidaknya Dengue Serotipe
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Demam Dengue
Demam Dengue adalah demam yang disebabkan oleh virus Dengue yang termasuk kedalam kelompok B Arthropod virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili flaviviride, dan mempunyai 4 jenis Serotipe, yaitu : Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
II. 2. Epidemiologi
Infeksi virus Dengue telah ada sejak abad ke-18 oleh David Bylon kebangsaan belanda. Saat itu infeksi virus Dengue menimbulkan penyakit yang dikenal dengan demam lima hari (vijfdaase koorts). Kadang di sebut juga demam sendi (knokkel koorts). Pada masa itu infeksi virus Dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan dan tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus Dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat yaitu DBD, yang ditimbulkan di Amerika, Filipina, Malaysia, Indonesia. Tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya, Jakarta sebanyak 58 kasus dengan jumlah kematian yang sangat tinggi, 24 orang (case fatality) 3 %.
Dalam kurun waktu 35 tahun terjadi peningkatan yang pesat baik jumlah penderita maupun penyebaran penyakit, hingga akhir tahun 2005, DBD ditemukan diseluruh provinsi di Indonesia 35 kabupaten kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari 0, 005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968
(26)
menjadi 43, 42 per 100.000 penduduk pada akhir tahun 2005. Morbilitas dan mortalitas infeksi virus Dengue dipengaruhi oleh faktor imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus Dengue, keganasan virus Dengue dan kondisi Geografis tempat.
Pola berjangkit infeksi virus Dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu panas (28-32 0C) dengan kelembaban yang tinggi nyamuk Aedes akan bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus Dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan april, mei setiap tahun.
II. 3. Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue
Infeksi virus Dengue sering salah diagnosa dengan penyakit lain seperi flu
atau tifus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus Dengue biasa bersifat
asimptomatik.
Demam Dengue
Demam Dengue adalah penyakit akut yang ditandai oleh demam selama 2-7 hari, disertai 2 atau lebih dari gejala klinik berikut:
- Sakit kepala - Nyeri retro orbital
(27)
- Myalgia atau artralgia
- Ruam Pada Kulit
- Manifestasi perdarahan, tourniquet test + dan petechiae
- Leukopenia
Pada penderita anak-anak, demam Dengue biasanya bermanifestasi ringan, sedang pada orang dewasa dapat disertai nyeri berat pada tulang, persendian dan otot, serta pada masa konfalesens melalui periode prolong fatique, kadang-kadang disertai depresi.
Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah Dengue adalah infeksi virus Dengue dengan gejala seperti di atas, disertai:
- Manifestasi perdarahan yang lebih nyata, seperti: . Uji torniquet positif
. Petekie, ekimosis atau purpura
. Perdarahan mukosa, epistaksis atau perdarahan gusi . Hematemesis dan atau melena
- Trombositopenia (≤ 100.000/mm3)
- Kebocoran plasma disebabkan karena meningkatnya permeabilitas kapiler, dengan ditandai oleh:
. Meningkatnya hematokrit ≥ 20% . Efusi pleura atau asites.
(28)
Dengue syok sindrom adalah manifestasi klinis demam berdarah Dengue yang disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa:
- Penyempitan tekanan nadi (≤ 20 mmHg). - Frekuensi nadi cepat dan kecil
- Hipotensi
Beberapa karakteristik manifestasi klinis infeksi Dengue secara umum berupa: nyeri kepala 98 %, lemah badan 88 %, mual-muntah 84 %, nyeri epigastrium
78 %, nyeri sendi / otot 69 %, petechie 64 %, epistaksis / perdarahan gusi 36 %, bercak darah (rash) 22 %, nyeri retroorbital 17 %, hepatomegali 14 %,
hematemesis/melena 14 %, faringitis 12 %, dan limfadenopati 12 %.
II. 4. Diagnosa Differensial dari DBD
Untuk menegakkan diagnosa infeksi virus Dengue digunakan kriteria WHO 1997 yaitu dijumpainya demam tinggi dengan onset yang akut,
hemokonsentrasi (> 20 %), manifestasi perdarahan, hepatomegali, hipotensi dan
syok.
Diagnosa klinis demam berdarah Dengue ditetapkan berdasarkan penetapan derajat tingkat keparahan penderita secara klinis dengan menggunakan kriteria WHO 1997 yang terbagi atas 4 tingkatan:
Derajat 1 : ditandai dengan adanya demam mendadak , keluhan yang tidak spesifik dan uji torniquet positif.
(29)
Derajat 2 : terdapat seluruh manifestasi DBD derajat 1 disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
Derajat 3 : terdapat seluruh manifestasi DBD derajat 2 disertai kegagalan sistem sirkulasi yaitu : frekuensi nadi cepat, lemah, pulse pressure sempit (≤ 20 mmHg) atau hipotensi, kulit teraba lembab, dingin dan penderita gelisah.
Derajat 4 : terdapat seluruh manifestasi DBD derajat 3 disertai manifestasi
syok, dimana tensi tidak terukur dan nadi tidak teraba.
Manifestasi laboratorium dapat dilihat dari beberapa parameter seperti terjadinya
leucopenia dengan jumlah neutrofil menonjol limfosit atipikal (15 %),
trombositopenia (∑ trombosit ≤ 100.000/mm3), hemokonsentrasi, abnormalitas
pembekuan darah, hiponatremia, hipoalbuminemia dan peningkatan kadar SGOT / SGPT.
Pemeriksaan serologi adalah salah satu alat untuk membantu membuat konfirmasi diagnosa Infeksi virus Dengue. Pemeriksaan yang banyak dipakai dalam praktek adalah hemaglutinasi inhibisi dan elisa.
Hemaglutinasi Inhibisi
Sampai saat ini uji hemaglutinasi inhibisi masih menjadi patokan baku WHO untuk mengkonfirmasi dan klasifikasi jenis virus Dengue. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan metode Clark & Cassal, dimana memerlukan sepasang serum yang di ambil saat akut (pada waktu penderita datang) dan saat
(30)
pengambilan pertama. Prinsip metode ini adalah mengukur kadar IgM dan IgG melalui prinsip adanya kemampuan antibody anti Dengue menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa.
Pemeriksaan IgM dan IgG dapat untuk menentukan jenis infeksi virus Dengue apakah primer atau sekunder. Pada anak di atas 1 tahun infeksi primer biasanya terkait dengan penampilan klinis ringan, sedang infeksi sekunder dapat tampil dengan penampilan klinis berat.
Uji Elisa anti Dengue
Dikatakan uji Elisa anti Dengue ini mempunyai sensitivitas yang sama dengan uji hemaglutinasi inhibisi. Prinsip metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG dalam serum penderita dengan cara menangkap antibody yang beredar dalam darah penderita. Uji Elisa ini tidak mengadakan reaksi silang dengan golongan flavivirus lain, sehingga metode ini lebih spesifik dibandingkan metode hemaglutinasi inhibisi.
II. 5. RT-PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode biologi
molekuler untuk mengaplikasi DNA di luar organisme hidup. PCR biasanya
digunakan dalam penelitian di laboratorium biologi dan kedokteran, seperti mendeteksi penyakit herediter, diagnosa penyakit infeksi, kloning gen dan tes
(31)
Metode dasar penemuan PCR dikemukakan oleh Kary Mullis, yang mendapat hadiah nobel dalam bidang kimia pada bulan Oktober 1993 untuk penemuan ini, hanya 7 tahun setelah pertama kali dia mempublikasikan idenya. Ide tersebut adalah untuk mengembangkan proses multiplikasi DNA secara
artificial melalui pengulangan siklus duplikasi yang dikendalikan oleh enzim
yang disebut dengan : DNA polymerase.
DNA polymerase terbentuk secara alamiah dalam organisme hidup, yang
mana fungsinya untuk duplikasi DNA ketika sel membelah. Kerja enzim ini mengikat rantai tunggal DNA dan membuat rantai komplemennya. Dalam proses PCR asli Mullis, enzim yang digunakan in vitro (dalam lingkungan luar organisme). Rantai ganda DNA dipisahkan menjadi 2 rantai tunggal dengan pemanasan 96 oC. Pada temperatur ini, DNA polymerase akan rusak, sehingga
enzim harus ditambahkan lagi setelah stadium pemanasan pada setiap siklus.
Proses PCR asli Mullis ini sangat tidak efisien karena menghabiskan banyak waktu dan enzim DNA polymerase .
Kemudian proses PCR berkembang dengan menggunakan enzim DNA
polymerase yang diambil dari bakteri thermophilic (suka panas) yang tumbuh
dalam geiser pada temperatur di atas 110 oC. DNA polymerase diambil dari bakteri ini bersifat termostabil (stabil pada suhu tinggi) sehingga ketika digunakan pada PCR, tidak rusak waktu pemanasan untuk memisahkan rantai DNA. Sehingga tidak perlu menambahkan DNA polymerase baru untuk setiap siklus, proses PCR menjadi lebih sederhana dan efesien.
(32)
Salah satu dari DNA polymerase yang termostabil diambil dari bakteri
thermus aquaticus dan disebut taq. Taq polymerase digunakan secara luas pada
praktek PCR dewasa ini. Satu kekurangan taq adalah kadang-kadang membuat kesalahan ketika meng-copy DNA, menyebabkan terjadi mutasi (kesalahan) pada susunan DNA.
Polymerase lain, yang disebut Pwo atau Pfu, diambil dari Archaea, mempunyai mekanisme koreksi pada kesalahan dan dapat mengurangi secara
signifikan jumlah mutasi yang terjadi dalam proses copy susunan DNA.
Kombinasi Taq dan Pfu sekarang ini terbukti lebih teliti dan akurat dalam amplikasi DNA.
Penggunaan PCR
PCR digunakan untuk mengaplikasi rantai pendek pada bagian tertentu dari rantai DNA. Proses PCR biasanya hanya dapat meng-copy hingga 10 kb (kb=kilobase pairs=1000 base pairs). Metode PCR tertentu dapat mengcopy hingga 40 kb, yang mana masih sangat kurang dibandingkan dengan kromosom DNA sel eukaryotic, contohnya sel manusia berisi kira-kira 3 milyar base pairs.
Dalam prakteknya, PCR membutuhkan beberapa komponen, yaitu:
- DNA template, merupakan bagian fragmen DNA yang akan di-amplify.
- Two primer, merupakan bagian tertentu untuk memulai dan mengakhiri
fragmen yang akan di-amplify.
- DNA polymerase, merupakan enzim yang digunakan untuk meng-copy
(33)
- Nucleotides, dimana DNA polymerase membangun DNA baru.
- Buffer, yang memberikan lingkungan kimia yang cocok untuk DNA
polymerase.
Reaksi PCR dilaksanakan dalam thermocycler, dimana mesin PCR memanaskan dan mendinginkan tabung-tabung reaksi yang ada di dalamnya pada suhu tertentu yang dibutuhkan untuk setiap tahap reaksi.
Primers
Fragmen DNA yang akan di aplikasi ditentukan oleh primers yang dipilih. Primer adalah potongan rantai DNA artificial, tidak lebih dari 50 nukleotid. Oleh karena DNA biasanya mempunyai rantai ganda, panjangnya di ukur dalam base
pairs. Panjang rantai tunggal DNA diukur dalam bases atau nukleotid, yang
mana merupakan pasangan yang tepat dari bagian awal dan akhir fragmen DNA yang akan di aplikasi. Primers melekat pada DNA template di bagian awal dan akhir, dimana DNA polymerase mengikat dan memulai sintesis rantai DNA baru.
Prosedur.
Proses PCR berisi satu seri yang terdiri dari 20-30 siklus. Setiap siklus
terdiri dari 3 tahap. Pertama, rantai ganda DNA harus dipanaskan hingga 96 oC untuk memisahkan rantai. Langkah ini disebut melting : dimana ikatan hydrogen yang menghubungkan dua rantai DNA dipecahkan. Sebelum langkah pertama ini, lama pemanasan sering diperpanjang untuk memastikan bahwa template DNA dan
(34)
Setelah rantai DNA terpisah, temperatur diturunkan sehingga primers dapat menempelkan rantainya pada rantai tunggal DNA. Langkah ini disebut annealing. Temperatur pada langkah ini tergantung pada primers dan biasanya 5 oC di bawah temperatur melting. Temperatur yang salah waktu langkah annealing dapat menyebabkan primers tidak semuanya terikat pada template DNA atau terikat tidak teratur.
Akhirnya DNA polymerase harus mengisi rantai yang hilang. Ini dimulai pada primers dan terus sepanjang rantai DNA. Langkah ini disebut elongation. Temperatur elongation tergantung DNA polymerase. Waktu untuk langkah ini tergantung pada DNA polymerase dan panjang rantai DNA yang diamplikasi. Proses PCR terdiri dari langkah-langkah berikut :
Langkah 1 : Initialization
Pemanasan campuran pada temperatur 92 oC selama 3 menit untuk memastikan rantai DNA dan primers terurai. DNA polymerase dapat diberikan pada tahap ini atau ditambahkan setelahnya.
Langkah 2 : Melting
Pemanasan pada temperatur 53 oC selama 30 detik. Untuk setiap siklus, waktu tersebut biasanya cukup untuk menguraikan DNA. Langkah 3 : Annealing
Pemanasan pada temperature 72 oC selama 1 menit Langkah 4 : Elongation
(35)
Langkah 5 : Step 2-5 diulang 25 kali.
Langkah 6 : Pertahankan campuran pada suhu 7 oC.
Ini berguna bila PCR dimulai pada sore hari sebelum meninggalkan laboratorium, sehingga dapat berproses sepanjang malam. DNA tidak akan rusak pada temperatur 7 oC setelah semalaman.
Hasil PCR dapat didentifikasi dengan menggunakan agarose gel
electroforesis. Agarose gel electroforesis adalah suatu prosedur yang terdiri dari
pengisian DNA dalam gel agarose dan kemudian menghubungkan arus listrik pada gel. Sebagai hasilnya, rantai DNA yang lebih kecil bergerak lebih cepat dari pada rantai yang lebih besar melalui gel menuju arus positif. Ukuran dari hasil PCR ditentukan dengan membandingkannya dengan suatu DNA ladder yang ukurannya sudah diketahui yang dimasukkan juga ke dalam gel.
Reverse Transcription
Reverse Transcription adalah mengubah suatu molekul RNA menjadi DNA
komplemennya. Proses ini membutuhkan suatu enzim yang disebut: reverse
transcriptase, yang di ambil dari suatu retrovirus seperti: AMV (Avian
Myeloblastosis Virus). Enzim yang biasanya secara bersama berhubungan dengan enzim reverse transcriptase adalah enzim RNA-dependent DNA polymerase dan enzim DNA-dependent DNA polymerase, yang bekerja bersama membentuk
transcription dengan arah yang berlawanan dengan arah standart. Reverse
(36)
mentranskrip informasi genetik Virus dari RNA menjadi DNA, sehingga dapat berintegrasi ke dalam genom host.
Dalam penelitian, reverse transcription menyebabkan data yang dikode pada rantai RNA dapat di ubah menjadi bentuk DNA dan digunakan dalam PCR, sebab PCR tidak dapat mereplikasi molekul RNA secara langsung. Kombinasi proses reverse transcriptase dan PCR disebut RT-PCR.
II. 6. Elektroforesis
Elektroforesis merupakan teknik pemisahan molekul dalam suatu campuran dibawah pengaruh Medan listrik. Molekul yang terlarut dalam Medan listrik akan bergerak dengan kecepatan tertentu.
Elektroforesis melalui gel agarosa merupakan metode standar untuk pemisahan, identifikasi dan pemurnian fragmen DNA. Agarosa di sarikan dari ganggang laut dengan dasar struktur D–galaktosa dan 3,6–anhidrol–galaktosa. Gel
agarosa di buat dengan melelehkan agarosa dalam buffer dengan pemanasan dan
kemudian dituangkan pada cetakkan serta didiamkan sampai dingin. Setelah mengeras, diberikan Medan listrik pada kedua ujungnya, maka DNA yang lebih besar akan bergerak lebih lambat karena terjadi gesekan lebih besar. Untuk mendeteksi adanya DNA, sebelum dimasukkan dalam gel agarosa, terlebih dahulu di warnai dan kemudian dapat di lihat adanya pita molekul pada gel agarosa jika diletakkan di atas cahanya ultraviolet. Pita molekul ini menandakan adanya segmen DNA (Sudjadi, 2006).
(37)
II. 7. Diagnosa Laboratorium
a. Hematologi
1. Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel
neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara
relatif meningkat. Peningkatan jumlah sel limfosit atifikal atau limfosit
plasma biru (LPB) > 4 % di daerah tepi dapat dijumpai pada hari ketiga
sampai hari ke tujuh.
2. Jumlah trombosit menjadi ≤ 100.000 µl atau kurang dari 1-2 trombositt / lapangan besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10l bm. Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan
hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit ≤100.000 / µl
biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan
trombosit perlu di ulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam
batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pertama pada saat-saat diduga menderita DBD, bila normal maka di ulang pada hari sakit ketiga, tetapi bila perlu, di ulang setiap hari sampai suhu turun.
3. Kadar hemotokrit meningkat, menandakan terjadinya perembesan plasma. 4. Pemeriksaan Laboratorium Lain
- Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara. - Eritrosit dalam tinja selalu ditemukan.
(38)
- Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagolasi dan
fibrinolitik yaitu fibrinogen, protombin, faktor VIII, faktor XII, dan
antitrombin III.
- Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok vitamin K-dependent protrombin seperti, faktor V, VII, IX, dan X.
- Waktu tromboplastin parsial dan waktu protombin memanjang. - Hipoprotenemia
- SGOT dan SGPT sedikit meningkat - Hiponatremia - Asedosis metabolik berat
(39)
BAB. III
METODE PENELITIAN
III. 1. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan teknik Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
III. 2. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di SMF. Mikrobiologi klinik R. S. H. Adam Malik Medan, Dinas Kesehatan kota Medan dari September 2008 – Desember 2008.
Sept ' 08 Okt ' 08 Nov ' 08 Des ' 08
Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengumpulan
Serum Ekstrasi
PCR
Visualisasi
Analisa Data
Tabel.1. Rencana Kegiatan Penelitian
(40)
Bahan yang dipakai adalah 100 sampel serum penderita demam Dengue akut dari 5 hari pertama. Diambil 0,5 ml serum penderita demam Dengue Akut di periksa dilaboratorium SMF mikrobiologi klinik R. S. H. Adam Malik Medan.
Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan :
n ≥ 2
2 ) 2 / 5 . 0 ( e q x p x
Z −α
jika = 0,05 Z 0,5 - / 2
= 1,96 ( nilai baku normal tabel Z)
ket e = nilai ketepatan yang diinginkan ( 10 %)
p = proporsi penderita 0,32 (diambil dari angka insiden rate Depkes tahun 2003)
q = 1 – p
= 1 – 0,32 = 0,68
n =
2 2 ) 100 / 10 ( 68 , 0 32 , 0 ) 96 , 1
( x x
n = 85 orang
Pengumpulan sampel ditentukan, 100
(41)
III. 3. 1. Kerangka
Kerangka Operasional Pasien
Penderita akut DD/DBD - Data (who) - Serum 0,5 cc
- Ekstraksi - RT-PCR - Elektroforesis - Gel Imaging
Virus Dengue Serotipe 4
Gambar 2.Kerangka Operasional Pasien
III. 3.1.1 Rankaian Primer
D1. ( 5’ to 3’ ) = TCA ATA TGC TGA AAC GCG CGA GAA ACC G. D4. ( 5’ to 3’ ) = TGT TGT CTT AAA CAA GAG AGG TC
III. 3. 1. 2. Peralatan :
1.TIP 25 µl (kuning) 2.TIP 200 µl (biru)
(42)
3.Vertex
4.Oven – 50 0 C
5.Eppendof 1,5 ml 6.Freezer – 70 0C
7.Inkubatur 8.Collection tube 9. Screw cap
10. Hood & Api Bunsen 11. Microcentrifuge 12. PCR
13. Elektroforesa
14. Kamera Polaroid (BIO RED) 15. Illuminator UV
16. Biosafetycase klas II 17. Miropipet
III. 3. 2. Bahan :
1. Bufer AL
2. Bufer AL+Carrier RNA 3. Qiagen Protease
4. Ethanol 5. Bufer AW 1
(43)
6. Primer Dengue Universal dan TS 2 7. Bufer AW 2
8. Stock Solution dari Primer 9. Bufer AVE
10.Rnase – free water
11.FBS (Fatal Bovine Serum) 12.Aquadest
13.Mg2SO4
14.Super Cript TMII 15.RT-PCR bufer 16.DNTP mix
17.RT – PCT enzyme mix 18.Free Water
19.Agarose 2% 20.Blue Juice 21.Syber Safe 22.TAE Bufer
Ekstrasi RNA
- Persiapan
(44)
• Tambahkan 1,4 ml buffer AVE ke dalam Qyagen Protease
• Campurkan jangan menggunakan Vortex
• Pisahkan ke dalam 5–6 tab, eppenorf, masing-masing sejumlah 250 µl (u/10 reaksi)... simpan pada suhu -20 0C
2. Mempersiapkan buffer AL...2
• Tambahkan 310 µl buffer AVE ke dalam tabung berisi “Carrier RNA“ (310µl)
• Pisahkan ke dalam 5 tab eppendorf masing-masing berisi 62 µl (u/10 Reaksi)
• Simpan pada suhu -20 0C 3. Mempersiapkan buffer AW –1
• Tambahkan 25 ml ethanol (96–100 %) ke dalam buffer AW
• Simpan pada suhu temperatur ruangan
III. 3. 3 Cara Kerja Ekstraksi
Pipet 25 µl Qyagen Protease ke dalam tabung mikrocentrifuge 1,5 ml. Kemudian tambahkan 200 µl sampel kedalam tabung. Tambahkan 200 µl sampel campuran
buffer AL Carrier RNA ke dalam tabung tutup cap dan Vorteks selama 15 detik.
Kemudian diinkubasi selama 15‘ dalam 50 0C. Setelah itu di Brifly Centrifuge. Lalu tambahkan 250 µl etanol kedalam sampel, tutup cap dan Vortex selama 15 detik
inkubasi pada suhu ruangan 5 menit. Kemudian dilakukan Brifly Centrifuge. Lalu
(45)
selama 1 menit. Buang Collection tube yang menyambung filtrase, masukkan Collumn ke dalam collection tube baru. Kemudian Cuci dengan buffer baru AW 1 (tambahkan 500 µl Buffer AW 1). Centrifuge 800 rpm selama 1 menit. Buang Collection Tube yang mengandung filtrat, masukkan Collection tube baru.
Lalu cuci dengan buffer AW2 (tambahkan 500 µl buffer AW2), centrifuge 8000 rpm selama 1menit. Buang Collection Tube yang mengandung filtrat masukkan Collumn ke dalam Collection tube baru. Lalu Cuci dengan etanol tambahkan 500 µl etanol, Centrifuge 800 rpm selama 1 menit. Buang Collection tube yang mengandung filtrat. Masukkan Collumn ke dalam Collection tube baru. Kemudian di centrifuge dengan 14.000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan (Dry Spi). Lalu masukkan Collumn ke dalam tube baru. Buka tutupnya, inkubasi dalam 56 0C selama 3 menit. Kemudian buang Collection tube tempat Collumn pada Microcentrifuge 1,5 ml, masukkan 20-150 µl buffer AV. Buang Collumn simpan RNA yang telah di ekstraksi dalam 70 0C.
III. 3. 4. Reverse Transcriptase – Polymerase Chain Reaction (RT – PCR)
RT–PCR adalah teknik yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya RNA virus Dengue Serotipe 4 (Den-4) dengan menggunakan primer Den-4.
Pertama-tama dipersiapkan Master mix yang dibuat dengan mencampurkan 25 µl 2x reaksi mix (buffer yang terdiri dari 0,4 mM dNTP & 3,2 mM MgSO4) dengan 20 µl larutan yang berisi campuran dari 1µl dari 10 µl primer Den-4, 2 µl
superscript III RT, 4 µl MgSO dan aquades (Eva Haris et al, 1998). Master mix ini
(46)
RNA hasil ekstraksi dipersiapkan dengan memanaskan tabung pada 65 0C selama 5 menit dengan menggunakan block heater, kemudian ditempatkan di dalam es selama memepersiapkan master mix. Kemudian 5 µl RNA hasil ekstraksi
ditambahkan ke dalam master mix, kemudian di sentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Lalu dimasukkan kedalam mesin PCR.
Langkah Reverse Transcriptase (RT) dilakukan selam 30 menit untuk menghasilkan cDNA, kemudian diamplifikasikan dengan langkah Polymerase Chain Reaction (PCR) berikut : 94 0C selama 2 menit untuk denaturasi inisial, 94 0C selama 45 menit untuk denaturasi, 51 0C selama 1 menit untuk annealing dan 68 0C selama 7 menit. Produk PCR ini disimpan pada suhu 4 0C sebelum digunakan.
III. 3. 5. Elektroforesis
Untuk menentukan jenis Serotipe virus Dengue yang telah di amplifikasi
maka dilakukan elektroforesis. Cara melakukan elektroforesis adalah sebagai berikut :
Mula-mula dibuat agarose 2 % dengan cara : 10 ml 1X TAE buffer
dicampur dengan 100 ml aquades (pengenceran 10 x), lalu 50 ml larutan 1X TAE
buffer tersebut dicampurkan dengan 1 gram agarose. Lalu dipanaskan dalam
microwave sampai mendidih, kemudian ditambahkan 1:1000 SYBER safe–TM dan tuangkan dalam cetakan agarose gel yang telah disediakan dengan jumlah sumuran
(47)
Setelah gel agarose mengeras, dimasukkan ke dalam tangki (chamber)
elektroforesis yang berisi 1X TAE buffer. Kemudian 5-10 µl hasil PCR dicampur
dengan 1µl blue juice 2x dan dimasukkan kedalam sumur pada gel agarose, lalu masukkan pula secara berturut-turut 10 µl marker, 5–10 µl kontrol positif dan 5–10 µl kontrol negatif pada sumur-sumur berikutnya. Kontrol positif adalah hasil amplikasi
PCR yang berisi master mix yang dicampur RNA virus Den-4 dan kontrol negatif adalah hasil amplifikasi PCR yang berisi master mix yang dicampur aquades. Power
supply kemudian dinyalakan pada posisi 80–100 V, 400 mA dan waktu 45 menit,
DNA akan bergerak dari kutup negatif kekutup positif.
III. 3. 6. Gel Imaging
Buka file : gel doc, masukkan gel ke dalam alat foto. Kemudian tekan tombol : epi - white, sampai muncul di layar komputer, kemudian matikan epi - white.
Lalu tekan : autofocus, lalu tekan tombol UV, setelah muncul gambaran band pada gel di layar komputer, tekan : freeze, lalu tekan : analyze, lalu tekan : transform, buka
(48)
BAB IV
HASIL
IV. 1. HASIL
Dari 100 jumlah sample serum demam Dengue yang dikumpulkan terdapat 23 % sampel serum dari R. S. Herna, 40 % sampel serum dari R.S. H. Adam Malik dan 37 % sampel serum dari R. S. Pirngadi Medan.
RUMAH SAKIT JUMLAH PERSENTASE
R. S. HERNA 23 23 %
R. S. ADAM MALIK 40 40 %
R. S. PIRNGADI 37 37 %
JUMLAH 100 100 %
Tabel 2. Persentase Serum DBD Dari tiga Rumah Sakit
Sampel - sampel serum di ekstraksi untuk mendapatkan RNA virus Dengue setelah itu RNA hasil ekstraksi tersebut di RT–PCR dengan primer Den-4.
(49)
Gambar di bawah ini terdiri dari : Marker 100 bp DNA ladder, dari 11 pita pasangan basah.
Pita 1: 2072 bp, pita ke 11: 100 bp
Gambar 3. Alat Marker Ukuran
- Virus Dengue Serotipe Den-4 ( 398 bp) terletak antara pita ke 8 ( 400 bp) dan ke 9 (300 bp)
(50)
Gambar ini menunjukkan hasil RT–PCR kontrol positif dari masing-masing Dengue dibandingkan dengan marker yang digunakan.
rker 100 bp DNA ladder)
398 bp
Gambar 4 : Hasil RT - PCR kontrol (+)
Keterangan: 1. kontrol (+) den-2 119 bp 2. kontrol (+) den-3 290 bp 3. kontrol (+) den-4 398 bp 4. kontrol (+) den-1 482 bp ` 5. kontrol 100 bp DNA ladder
Hasil RT–PCR virus Dengue Den-4 yang diperoleh dari 100 sampel serum yang dikumpulkan dari 3 Rumah Sakit antara lain : R. S. Herna, R. S. H. Adam Malik dan R. S. Pirngadi Medan.
398 bp (Den-4)
(51)
Gambar 5 dari hasil RT-PCR sampel 1 sampai 100 di jelaskan di lampiran :
Dari hasil RT-PCR secara keseluruhan, yang diambil dari sampel 1-100 Dengue Serotipe 4 hasil negatif diperoleh dari tiga Rumah Sakit di kota Medan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Jumlah Pasien Asal Rumah Sakit
LK PR JLH
Jumlah Serum yang mengandung
DEN- 4
Persentase ( % )
RS H. ADAM MALI K
RS PI RNGADI RS HERNA 22 19 12 18 18 11 40 37 23 - - - - - -
Total 53 47 100 - 0 %
Tabel 3. Persentase serum DBD yang tidak dijumpai Dengue Serotipe 4 (DEN-4) Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada 100 sampel serum penderita DBD yang diperoleh dari 3 Rumah Sakit di kota Medan. Jumlah penderita DBD laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah demam berdarah perempuan dan tidak ada ditemukan adanya virus Dengue Serotipe 4 (Den-4).
(52)
Berdasarkan umur dan jenis kelamin penderita DBD yang tidak mengandung Dengue Serotipe 4 terlihat pada tabel di bawah ini.
Jenis Kelamin Umur Perempuan
(orang)
Laki-laki (orang)
Jumlah Persentase (%)
0- 4 tahun 1 2 3 3 %
5-9 tahun 10 7 17 17 %
10-14 tahun 6 11 17 17 %
15-44 tahun 30 30 60 60 %
> 45 tahun 0 3 3 3 %
Jumlah 47 53 100 100 %
Tabel 4. DBD Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Diperoleh Penderita terbanyak pada usia 15-44 tahun. Dari 100 sampel serum DBD jumlah penderita laki-laki 53 orang sedangkan jumlah wanita 47 orang.
(53)
BAB V
PEMBAHASAN
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang masih merupakan masalah dunia terutama untuk daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina. Pada penelitian ini dikumpulkan 100 sampel serum dari penderita demam Dengue yang diperoleh dari tiga rumah sakit di Kota Medan : RS. H. Adam Malik, RS. Pirngadi dan RS. Herna Medan. Setelah 100 sampel serum dikumpulkan kemudian di ekstraksi, di RT-PCR dengan menggunakan primer Den-4. Hasil RT-PCR di elektroforesis dan di visualisasi. Hasilnya negatif. Berarti Dengue Serotipe 4 tidak ditemukan pada 100 sampel. Terbukti dari tidak ditemukannya pita ukuran 398 pasangan basa antara pita ukuran 300 sampai dengan 400 pasangan basa pada marker DNA Ladder.
Dari tabel 5 di atas jika dilihat berdasarkan umur dan jenis kelamin, penderita terbanyak DBD pada usia 15-44, dan berdasarkan jenis kelamin, penderita laki-laki lebih banyak dari penderita perempuan.
Pada penelitian ini dari 100 sampel serum tidak ditemukan adanya Dengue Serotipe 4. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Depkes. Pada penelitian Depkes ditemukan Dengue Serotipe 2, 3 dan 4.
(54)
Dengan tidak ditemukannya Dengue Serotipe 4 pada penelitian ini, bukan berarti bahwa kita tidak perlu waspada terhadap bahaya gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang merupakan sumber masalah kejadian luar biasa.
Perbedaan hasil yang didapat tentunya menimbulkan berbagai pertanyaan, apakah karena waktu penelitian yang berbeda, sampel yang berbeda atau keparahan penyakit yang ditimbulkan oleh masing-masing serotipe berbeda sehingga tidak terdeteksi adanya infeksi virus Dengue Tipe 4. Untuk mengantisipasi terjadinya
infeksi yang kedua kalinya dengan virus serotipe berbeda akan mempunyai resiko
lebih besar menderita DBD dan DSS. Karena makin ditemukannya lebih dari satu serotipe virus Dengue di satu daerah akan semakin tingginya kasus DBD di daerah itu.
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian DBD antara lain faktor hospes, lingkungan dan faktor virus itu sendiri. Faktor hospes adalah kerentanan dan respon imun, letak geografis serta jenis nyamuk dan kepadatan penduduk, curah hujan, ketinggian dari permukaan laut, angin, kelembaban, perilaku, sosial ekonomi penduduk. Data dari berbagai penelitian di beberapa negara menggambarkan suatu perbedaan jenis serotipe, dimana masing-masing serotipe virus Dengue memicu terjadinya wabah kejadian luar biasa (KLB) berdasarkan kondisi geografis dan periode waktu yang berbeda.
Tujuan pemeriksaan PCR yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk menentukan adanya RNA virus Dengue pada serum penderita yang sekaligus untuk menentukan Dengue Serotipe 4. Hal ini penting untuk dapat membuat pola distribusi
(55)
serotipe virus Dengue diberbagai wilayah khususnya yang berbeda kondisi geografis dan klimatologisnya seperti daerah didataran rendah, dataran sedang dan dataran tinggi. Hingga saat ini telah diketahui ada 4 Serotipe virus Dengue : Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Laporan WHO menyatakan bahwa seluruh wilayah tropis didunia telah menjadi hiperendemis dengan keempat serotipe virus secara bersama-sama di wilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika. Di Quennsland Australia telah dilaporkan keberadaan tiga serotipe Den-1, Den-2 dan Den-3 serta di timur tengah terdapat dua serotipe Den-1 dan Den-2.
Serotipe virus Dengue yang bersirkulasi di Bangkok, Thailand ternyata berbeda pada kurun waktu yang berbeda pula. Den-1 prodominan pada tahun 1990 sampai dengan 1992, Den-2 pada tahun 1973-1986 dan tahun 1988-1989, Den-3 1987 dan 1995-1999, Den-4 pada tahun 1993-1994. Hanya Den-3 yang berkaitan dengan terjadinya wabah.
Seluruh Serotipe virus Dengue terdapat di Indonesia. Den-3 merupakan Serotipe yang paling ditemui selama terjadinya KLB di banyak daerah, diikuti Den-2, Den-1 dan Den-4. Den-3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit diikuti Den-2. Hasil pemeriksaan PCR dari penelitian ini dari 100 sampel serum ditemukan Dengue Serotipe 4 negatif, sampel minimalnya yang digunakan sebanyak 85 orang, berarti penelitian ini telah memenuhi sampel yang diinginkan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Dengue Serotipe 4 tidak ditemukan di kota Medan. Terbukti dari telah diambilnya 100 sampel serum
(56)
penderita Dengue dari tiga rumah sakit di Kota Medan yaitu RS. HAM, RS. Herna, RS.Pirngadi.
Dengan tidak ditemukannya Dengue Serotipe 4 di Kota Medan, bukan berarti kita tidak perlu waspada terhadap kepedulian lingkungan terhadap gigitan nyamuk Aedes agypti. Perlu ditingkatkan kebersihan lingkungan disetiap kabupaten dan kota, diadakan penyuluhan tentang hidup sehat, pencegahan penyakit yang bertujuan untuk mencegah keparahan dari Dengue Serotipe yang didapat.
Hasil penelitian Depkes tersebut dapat dilihat pada gambar peta penyebaran Serotipe virus Dengue di 19 kota Di Indonesia pada tahun 2003-2005 di bawah ini.
(57)
Gambar 6. Penyebaran Serotipe Di Indonesia
Dari gambar peta di atas terlihat bahwa Dengue Serotipe 2 lebih banyak dan tersebar luas di pulau yang ada di Indonesia. Pada penelitian ini tidak ditemukan Dengue Serotipe 4.
(58)
BAB VI
PENUTUP
VI. 1. Kesimpulan
Dari keseluruhan sampel serum (100 sampel) Dengue dan DBD yang di perolah dari tiga rumah sakit di kota medan : RS.H. Adam Malik, RS. Pirngadi Medan, RS. Herna, dimana setelah dilakukan ekstraksi, di RT-PCR, di elektroforesis dan di visualisasi, hasil tidak ditemukan adanya virus Dengue Serotipe 4 (Den-4).
VI. 2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya perlu ditingkatkan pengetahuan yang lebih relevan yang berkesinambungan terhadap virus Dengue tipe 4 mengingat masih minimalnya sumber informasi dari Serotipe tersebut di Indonesia. Sehingga dapat menunjang koordinasi lintas sektoral pemerintah yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat DBD.
(59)
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez, D. E., Lodeiro, M. F., Ludueña, S. J., Pietrasanta, L. I. and Gamarnick, A. V. (2005a). Long-range RNA-RNA interactions circularize the Dengue Virus genome. J Virol 79, 6631–6643.
Depkes. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.(2006). Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.
De Lella Ezcurra, A. L., Fucito, S. and Gamarnick, A. V. (2005b). Role of RNA structures present at the 3'UTR of Dengue Virus on translation, RNA synthesis, and viral replication. Virology 339, 200–212.
Blaney, J. E., Jr, Durbin, A. P., Murphy, B. R. and Whitehead, S. S. (2006). Development of a live attenuated Dengue virus vaccine using reverse genetics. Viral Immunol 19, 10–32.
Carrington CV., Foster JE., Pybus OG., Bennett SN. and Holmes EC (2005). J Virol. 79:14680–7.
Cook, S. and Holmes, E. C. (2005). A multigene analysis of the phylogenetic relationships among the flaviViruses (family: Flaviviridae) and the evolution of vector transmission. Arch Virol 151, 309–325.
Durbin, A. P., Karron, R. A., Sun, W. and 10 other authors (2001). Attenuation and immunogenicity in humans of a live Dengue virus type-4 vaccine candidate with a 30 nucleotide deletion in its 3'-untranslated region. Am J Trop Med Hyg
65, 405–413.
Elghonemy, S., Davis, W. G. and Brinton, M. A. (2005). The majority of the nucleotides in the top loop of the genomic 3' terminal stem loop structure are
cis-acting in a West Nile Virus infectious clone. Virology 331, 238–246. Guirakhoo F., Weltzin R., Chambers T J., Zhang Z X., Soike K., Ratterree M.,
Arroyo J, Georgakopoulos K., Catalan J. and Monath T P (2000). Recombinant chimeric yellow fever-Dengue type 2 virus is immunogenic and protective in nonhuman primates. J Virol.74:5477–5485.
(60)
Foster JE., Bennett SN., Vaughan H., Vorndam V., McMillan WO. and Carrington CV.(2003). Virology. 306:126–34.
Halstead, S. B. and Deen, J. (2002). The future of Dengue vaccines. Lancet 360, 1243–1245.
Hanley, K. A., Lee, J. J., Blaney, J. E., Jr, Murphy, B. R. and Whitehead, S. S. (2002). Paired charge-to-alanine mutagenesis of Dengue virus type 4 NS5 generates mutants with temperature-sensitive, host range, and mouse attenuation phenotypes. J Virol 76, 525–531.
Johansson, M., A. J. Brooks., D. A. Jans. and S. G. Vasudevan. 2001. A small region of the Dengue Virus-encoded RNA-dependent RNA polymerase, NS5, confers interaction with both the nuclear transport receptor importin-beta and the viral helicase, NS3. J. Gen. Virol. 82:735–745
Leyssen, P., Charlier, N., Lemey, P., Billoir, F., Vandamme, A.-M., De Clercq, E., de Lamballerie, X. and Neyts, J. (2002). Complete genome sequence, taxonomic assignment, and comparative analysis of the untranslated regions of the Modoc Virus, a flavi virus with no known vector. Virology 293, 125–140. Noer, S, H.M.(1996). Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit: Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Mackenzie, J. S., Gubler, D. J. and Petersen, L. R. (2004). Emerging flavi viruses:
the spread and resurgence of Japanese encephalitis, West Nile, and Dengue viruses. Nat Med 10, S98–S109.
Markoff, L. (2003). 5'- and 3'-noncoding regions in flavivirus RNA. Adv virus Res 59, 177–228.
Olsthoorn, R. C. and Bol, J. F. (2001). Sequence comparison and secondary structure analysis of the 3' noncoding region of flavi virus genomes reveals multiple pseudoknots. RNA 7, 1370–1377.
Pletnev, A. G., Bray, M., Hanley, K. A., Speicher, J. and Elkins, R. (2001). Tick-borne Langat/mosquito-Tick-borne Dengue flaviVirus chimera, a candidate live attenuated vaccine for protection against disease caused by members of the tick-borne encephalitis virus complex: evaluation in rhesus monkeys and in mosquitoes. J Virol 75, 8259–8267.
Peyrefitte CN., Couissinier-Paris P., Mercier-Perennec V., Bessaud M., Martial J. and Kenane N, et al (2003). J Clin Microbiol.41:5195–8.
(61)
Pugachev, K. V., Guirakhoo, F. and Monath, T. P. (2005). New developments in flaviVirus vaccines with special attention to yellow fever. Curr Opin Infect Dis 18, 387–394.
hurtleff, A. C., Beasley, D. W. C., Chen, J. J. Y. and 9 other authors (2001). Genetic variation in the 3' non-coding region of Dengue Viruses. Virology 281, 75–87. Simmonds, P., Tuplin, A. and Evans, D. J. (2004). Detection of genome-scale ordered
RNA structure (GORS) in genomes of positive-stranded RNA Viruses: implications for Virus evolution and host persistence. RNA 10, 1337–1351. Thurner, C., Witwer, C., Hofacker, I. L. and Stadler, P. F. (2004). Conserved RNA
secondary structures in Flaviviridae genomes. J Gen Virol 85, 1113–1124. Tilgner, M. And Shi, P.-Y. (2004). Structure and function of the 3' terminal six
nucleotides of the West Nile Virus genome in viral replication. J Virol 78, 8159–8171.
Tilgner, M., Deas, T. S. and Shi, P.-Y. (2005). The flaviVirus-conserved penta-nucleotide in the 3' stem-loop of the West Nile Virus genome requires a specific sequence and structure for RNA synthesis, but not for viral translation. Virology 331, 375–386.
Tran A., Deparis X., Dussart P., Morvan J., Rabarison P. and Remy F.2004. Emerg Infect Dis. 10:615–21.
Tuplin, A., Evans, D. J. and Simmonds, P. (2004). Detailed mapping of RNA secondary structures in core and NS5B-encoding region sequences of hepatitis C Virus by RNase cleavage and novel bioinformatic prediction methods. J
Gen Virol 85, 3037–3047.
Weaver, S. C. and Barrett, A. D. T. (2004). Transmission cycles, host range, evolution and emergence of arboviral disease. Nat Rev Microbiol 2, 789–801. Yu, L. and Markoff, L. (2005). The topology of bulges in the long stem of the
flavivirus 3' stem-loop is a major determinant of RNA replication competence. J Virol 79, 2309–2324.
Iehler, W. A. and Engelke, D. R. (2000). Probing RNA structure with chemical reagents and enzymes. In Current Protocols in Nucleic Acid Chemistry, pp. 6.1.1–6.1.21. Edited by S. L. Beaucage, D. E. Bergstrom, G. D. Glick & R. A. Jones. New York: Wiley.
(62)
Zuker, M. (2003). Mfold web server for nucleic acid folding and hybridization prediction. Nucleic Acids Res 31, 3406–3415.
(63)
LAMPIRAN
Tabel 1. Contoh Formulir Data
Contoh formulir data pengambilan serum Dengue 100 sampel penderita serum yang diam dari 3 Rumah Sakit di kota Medan antara lain R. S. Herna, R. S. HAM, R. S. dr Pirngadi Medan
Tabel 1. Contoh Formulir Data
Pasien
Formulir Pemeriksaan Kasus DD/DBD
1.
Informasi
Umum
Nama Lengkap : Umur : Jenis Kelamin : Pria Wanita Alamat : Pekerjaan : 1.
Hasil
Laboratorium
1 Laboratorium Rutin - Leukosit < 5.000 sel/ml3 ya tidak - Trombosit < 100.000 sel ya tidak - Hemokonsentrasi > 20% ya tidak 2 Laboratorium Penunjang Rapid Test IgM tidak IgG tidak
(64)
Tabel 2. Data Pengambilan Sampel Serum DBD dari 3 Rumah Sakit
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Jns Kelamin No. Urut Sampel Asal Rumah Sakit Umur / Thn Pr Lk Den-4 (-) Den (+)
1 R. S.
Pr
6 Lk -
2 R. S.
Pr
11 Pr -
3 R. S.
Pr
9 Lk -
4 R. S.
Pr
8 Pr -
5 R. S.
Pr
11 Pr -
6 R. S.
Pr
18 Lk -
7 R. S.
HAM
58 Lk -
8 R. S.
HAM
18 Lk -
9 R. S. H 14 Lk -
10 R. S. H 16 Pr -
11 R. S.
Pr
17 Lk -
12 R. S.
HAM
20 Lk -
13 R. S.
HAM
20 Pr -
14 R. S.
HAM
15 Lk -
15 R. S.
HAM
12 Lk -
16 R. S.
HAM
38 Pr -
17 R. S.
HAM
(65)
18 R. S. Pr
24 Pr -
19 R. S.
Pr
29 Pr -
20 R. S.
HAM
45 Pr -
21 R. S.
HAM
11 Lk -
22 R. S.
HAM
9 Lk -
23 R. S.
HAM
13 Pr -
24 R. S.
HAM
5 Pr -
25 R. S.
Pr
9 Pr -
26 R. S.
Pr
21 Pr -
27 R. S.
Pr
44 Lk -
28 R. S.
Pr
23 Pr -
29 R. S.
Pr
22 Pr -
30 R. S.
Pr
39 Lk -
31 R. S. H 17 Lk -
32 R. S. H 9 Pr -
33 R. S. H 18 Pr -
34 R. S. H 19 Pr -
35 R. S.
Pr
21 Lk -
36 R. S. H 25 Lk -
37 R. S.
Pr
28 Lk -
38 R. S.
Pr
32 Lk -
39 R. S.
Pr
25 Lk -
(66)
Pr
41 R. S.
Pr
29 Lk -
42 R. S. 31 Lk -
43 R. S. H 41 Pr -
44 R. S. H 21 Pr -
45 R. S.
Pr
49 Lk -
46 R. S.
Pr
21 Pr -
47 R. S.
Pr
21 Pr -
48 R. S.
Pr
30 Pr -
49 R. S. H 41 Lk -
50 R. S.
HAM
3 Pr -
51 R. S. H 14 Lk -
52 R. S.
Pr
15 Pr -
53 R. S. H 40 Lk -
54 R. S. H 9 Pr -
55 R. S.
Pr
16 Pr -
56 R. S.
Pr
19 Lk -
57 R. S.
Pr
30 Pr -
58 R. S.
HAM
9 Pr -
59 R. S.
Pr
30 Lk -
60 R. S.
Pr
41 Lk -
61 R. S. H 9 Pr -
62 R. S. H 21 Pr -
63 R. S. H 21 Pr -
64 R. S.
Pr
22 Pr -
(67)
Pr
66 R. S.
Pr
44 Pr -
67 R. S. H 12 Lk -
68 R. S.
HAM
44 Pr -
69 R. S. H 16 Lk -
70 R. S.
HAM
6 Pr -
71 R. S.
HAM
10 Pr -
72 R. S.
HAM
8 Lk -
73 R. S.
HAM
4 Lk -
74 R. S.
HAM
6 Pr -
75 R. S.
HAM
5 Lk -
76 R. S.
HAM
43 Lk -
77 R. S.
HAM
25 Lk -
78 R. S. H 16 Lk -
79 R. S.
HAM
7 Lk -
80 R. S.
HAM
8 Lk -
81 R. S.
HAM
11 Lk -
82 R. S.
HAM
6 Pr -
83 R. S. H 44 Pr -
84 R. S.
Pr
82 Lk -
85 R. S. H 29 Pr -
86 R. S. H 24 Pr -
(68)
88 R. S. Pr
39 Pr -
89 R. S.
HAM
10 Lk -
90 R. S.
HAM
21 Lk -
91 R. S.
HAM
10 Lk -
92 R. S.
HAM
11 Lk -
93 R. S.
HAM
12 Pr -
94 R. S.
HAM
16 Pr -
95 R. S.
HAM
17 Pr -
96 R. S.
HAM
20 Lk -
97 R. S.
HAM
23 Lk -
98 R. S.
HAM
17 Lk -
99 R. S.
HAM
30 Pr -
100 R. S.
HAM
11 Lk -
1. Marker 100 bp 2. Kontrol Negatif No. Sampel
3. Kontrol Positif Den-4
(69)
2 Sampel Negatif
3 Sampel Negatif
4 Sampel Negatif
5 Sampel Negatif
6 Sampel Negatif
7 Sampel Negatif
8 Sampel Negatif
9 Sampel Negatif
10 Sampel Negatif
11 Sampel Negatif
12 Sampel Negatif
13 Sampel Negatif
14 Sampel Negatif
15 Sampel Negatif
16 Sampel Negatif
17 Sampel Negatif
18 Sampel Negatif
19 Sampel Negatif
20 Sampel Negatif
21 Sampel Negatif
(70)
23 Sampel Negatif
24 Sampel Negatif
25 Sampel Negatif
26 Sampel Negatif
27 Sampel Negatif
28 Sampel Negatif
29 Sampel Negatif
30 Sampel Negatif
31 Sampel Negatif
32 Sampel Negatif
33 Sampel Negatif
34 Sampel Negatif
35 Sampel Negatif
36 Sampel Negatif
37 Sampel Negatif
38 Sampel Negatif
39 Sampel Negatif
40 Sampel Negatif
41 Sampel Negatif
42 Sampel Negatif
(71)
44 Sampel Negatif
45 Sampel Negatif
46 Sampel Negatif
47 Sampel Negatif
48 Sampel Negatif
49 Sampel Negatif
50 Sampel Negatif
51 Sampel Negatif
52 Sampel Negatif
53 Sampel Negatif
54 Sampel Negatif
55 Sampel Negatif
56 Sampel Negatif
57 Sampel Negatif
58 Sampel Negatif
59 Sampel Negatif
60 Sampel Negatif
61 Sampel Negatif
62 Sampel Negatif
63 Sampel Negatif
(72)
65 Sampel Negatif
66 Sampel Negatif
67 Sampel Negatif
68 Sampel Negatif
69 Sampel Negatif
70 Sampel Negatif
71 Sampel Negatif
72 Sampel Negatif
73 Sampel Negatif
74 Sampel Negatif
75 Sampel Negatif
76 Sampel Negatif
77 Sampel Negatif
78 Sampel Negatif
79 Sampel Negatif
80 Sampel Negatif
81 Sampel Negatif
82 Sampel Negatif
83 Sampel Negatif
84 Sampel Negatif
(73)
86 Sampel Negatif
87 Sampel Negatif
88 Sampel Negatif
89 Sampel Negatif
90 Sampel Negatif
91 Sampel Negatif
92 Sampel Negatif
93 Sampel Negatif
94 Sampel Negatif
95 Sampel Negatif
96 Sampel Negatif
97 Sampel Negatif
98 Sampel Negatif
99 Sampel Negatif
100 Sampel Negatif
(1)
HAM 91 R. S.
HAM
10 Lk - 92 R. S.
HAM
11 Lk - 93 R. S.
HAM
12 Pr - 94 R. S.
HAM
16 Pr - 95 R. S.
HAM
17 Pr - 96 R. S.
HAM
20 Lk - 97 R. S.
HAM
23 Lk - 98 R. S.
HAM
17 Lk - 99 R. S.
HAM
30 Pr - 100 R. S.
HAM
11 Lk -
(2)
5 Sampel Negatif 6 Sampel Negatif 7 Sampel Negatif 8 Sampel Negatif 9 Sampel Negatif 10 Sampel Negatif 11 Sampel Negatif 12 Sampel Negatif 13 Sampel Negatif 14 Sampel Negatif 15 Sampel Negatif 16 Sampel Negatif 17 Sampel Negatif 18 Sampel Negatif 19 Sampel Negatif
(3)
26 Sampel Negatif 27 Sampel Negatif 28 Sampel Negatif 29 Sampel Negatif 30 Sampel Negatif 31 Sampel Negatif 32 Sampel Negatif 33 Sampel Negatif 34 Sampel Negatif 35 Sampel Negatif 36 Sampel Negatif 37 Sampel Negatif 38 Sampel Negatif 39 Sampel Negatif 40 Sampel Negatif
(4)
47 Sampel Negatif 48 Sampel Negatif 49 Sampel Negatif 50 Sampel Negatif 51 Sampel Negatif 52 Sampel Negatif 53 Sampel Negatif 54 Sampel Negatif 55 Sampel Negatif 56 Sampel Negatif 57 Sampel Negatif 58 Sampel Negatif 59 Sampel Negatif 60 Sampel Negatif 61 Sampel Negatif
(5)
68 Sampel Negatif 69 Sampel Negatif 70 Sampel Negatif 71 Sampel Negatif 72 Sampel Negatif 73 Sampel Negatif 74 Sampel Negatif 75 Sampel Negatif 76 Sampel Negatif 77 Sampel Negatif 78 Sampel Negatif 79 Sampel Negatif 80 Sampel Negatif 81 Sampel Negatif 82 Sampel Negatif
(6)
89 Sampel Negatif 90 Sampel Negatif 91 Sampel Negatif 92 Sampel Negatif 93 Sampel Negatif 94 Sampel Negatif 95 Sampel Negatif 96 Sampel Negatif 97 Sampel Negatif 98 Sampel Negatif 99 Sampel Negatif 100 Sampel Negatif Tabel 3. Hasil RT-PCR dari 100 Sampel serum DBD