Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3 (Den-3) Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase- PCR (RT-PCR) Di Kota Medan

(1)

DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE-3

(DEN-3) DARI NYAMUK Aedes aegypti DENGAN MENGGUNAKAN

REVERSE TRANSCRIPTASE- PCR (RT-PCR)

DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

YUNILDA ANDRIYANI

067027009/IKT

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE-3

(DEN-3) DARI NYAMUK Aedes aegypti DENGAN MENGGUNAKAN

REVERSE TRANSCRIPTASE- PCR (RT-PCR)

DI KOTA MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh gelar Magister Kedokteran Tropis dalam Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis pada Sekolah Pasacasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUNILDA ANDRIYANI 067027009/IKT

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis :DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE-3 DARI NYAMUK Aedes aegypti DENGAN MENGGUNAKAN REVERSE

TRANSCRIPTASE-PCR (RT-PCR) DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa :Yunilda Andriyani Nomor Pokok :067027009

Program Studi :Ilmu Kedokteran Tropis

Menyetujui Komisi Pembimbing:

Prof.A.A.P.Depari, DTM&H, Sp.ParK Ketua

(dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK) (dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E, MPH) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu,DTM&H,M.Sc(CTM),SpA(K)) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal

: 12 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

:

Prof.A.A.P.Depari, DTM&H, Sp.ParK Anggota :1. dr.R.Lia Kusumawati, MS, SpMK

2. dr.Dewi Masyithah Darlan,DAP&E,MPH 3. dr. Endang Haryanti Gani,DTM&H,SpPark 4. Dr.Dra.Maryani Cyccu Tobing,MS


(5)

ABSTRAK

Kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Mulai saat itu sampai kini penyakit DBD belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Hal ini diketahui dari peningkatan jumlah korban yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan mengenai hampir seluruh wilayah Indonesia. Data dalam buku “Profil Indonesia 2000” menunjukkan bahwa di antara negara-negara ASEAN, Indonesia menduduki urutan kedua tertinggi kasus DBD setelah Vietnam. Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melaui

gigitan nyamuk Aedes spp. Virus dengue sampai saat ini diketahui memiliki 4

serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.

Penelitian dilakukan secara deskriptif terhadap 100 sampel nyamuk Aedes aegypti

dengan metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) untuk

menemukan serotipe virus DEN-3. Nyamuk ditangkap dari habitat istirahat (resting places) di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.00-pukul 11.00 WIB, dari 5 kecamatan endemis DBD di wilayah Medan, yaitu Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru dan Medan Amplas dari bulan September-Oktober 2008.

Dari 100 sampel nyamuk A. aegypti yang diteliti ternyata tidak ditemukan satu pun nyamuk yang mengandung virus Dengue tipe-3 (DEN-3).

Kata kunci : Nyamuk Aedes aegypti, serotipe virus Dengue DEN-3, DBD, RT- PCR


(6)

ABSTRACT

In Indonesia, case of DHF firstly found in Surabaya, 1968, but virologic confirm was in 1970. Since then until now, DHF could not completely controlled. The datas suggesting this, because there are increasing number of victims every year in almost part of Indonesia. Data from “Profile of Indonesia 2000” , showed that Indonesia was the 2nd of highest DHF case after Vietnam among ASEAN countries. DHF is the disease which is caused by Dengue virus, which is transmitted by Aedes

spp. Untill now, there are 4 serotype for Dengue virus ; DEN-1,DEN-2,DEN-3, and DEN-4. This is descriptive study for 100 samples of Aedes aegypti from 5 endemic areas in Medan; Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Baru, Medan Amplas and Medan Sunggal from September to October 2008. The mosquitoes were caught from their resting places in house of DHF victims at 07.00-11.00 AM. The samples were processed with RT-PCR, to find Dengue virus type-3 (DEN-3).

The result showed that Dengue virus type-3 (DEN-3) was negative from 100 collecting samples of Aedes aegypti.

Key words : Aedes aegypti, Dengue virus serotype DEN-3, DHF, RT-PCR


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah tesis ini dapat diselesaikan.

Penulisan tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Tropis di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Selama masa kuliah sampai diselesaikannya tesis ini, penulis banyak sekali memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan, bantuan biaya pendidikan, dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH, atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan program Magister.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K), beserta jajaran dan seluruh stafnya, atas kesempatan, bimbingan, dan petunjuk selama menjadi mahasiswa.

Ketua Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Nurfida Kh. Arrasyid, M.Kes., atas izin, dukungan, dan pengertiannya selama penulis menyelesaikan pendidikan program Magister.


(8)

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Prof. dr. A.A.P. Depari, DTM&H, Sp.ParK, dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK, dan dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E, MPH, selaku pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran untuk penyelesaian tesis ini.

dr. Endang H. Gani, DTM&H, Sp.ParK dan Dr. Dra. Mariani Cyccu Tobing, MS, selaku dosen pembanding dan penguji tesis, atas segala masukan dan koreksi yang diberikan untuk penyempurnaan tesis ini.

Terima kasih terkhusus untuk dr. R.Lia Kusumawati, MS, Sp.MK, dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E, MPH, dan dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed., yang telah berkenan mengajak penulis untuk meneliti salah satu dari payung penelitian yang sedang mereka teliti. Semoga kebaikan mereka dibalas oleh Allah SWT.

Orang tua penulis, Ayahanda Alm. M.Azmi dan Ibunda Nurchairani, yang telah membesarkan penulis dan tak henti-hentinya mendoakan, mendukung, serta menasehati dengan penuh kasih sayang. Juga kepada mertua penulis, dr. H. Abdul Wahid, Sp.PD dan dr.Syahrani Lubis yang selalu memberi dukungan, bantuan serta doa.

Suami penulis, dr. Wahyu Diansyah, yang selalu setia mendampingi dan memberi motivasi serta dukungan baik dalam suka dan duka kepada penulis selama menjalani pendidikan.

Rekan-rekan seperjuangan Angkatan III Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis yang telah bersama-sama menjalani masa perkuliahan dalam suka dan duka. Semoga persahabatan kita tidak terputus dengan berakhirnya masa pendidikan.


(9)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan baik dari segi materi maupun tata bahasanya. Saran dan kritik sangat diharapkan dengan tujuan untuk menyempurnakan dan mengembangkan tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan kepada kita semua. Amin.

Medan, Februari 2009

Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Yunilda Andriyani

Tempat / Tanggal Lahir : Medan , 3 Juni 1979

Sebagai anak ke dua dari Bapak M Azmi (Alm.) dan Ibu Nurchairani

Alamat : Jl. STM Gg. Aman No. 26 Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar : SD Percobaan Negeri Jl. Sei Petani Medan, thn.

1985-1991

2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Jend. Sudirman Medan, thn. 1991-1994

3. Sekolah Menengah Umum : SMUN 6 Medan, thn. 1994-1997

4. Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, thn. 1997-2003

5. Pendidikan / Latihan lain : Advanced Cardiac Life Support (ACLS), thn.2003

Biologi Molekuler Dasar, thn. 2005

Malaria Microscopy Training, thn. 2007

Riwayat Pekerjaan :

1. Staf Pengajar Tetap Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran USU Medan, sejak tahun 2004 sampai sekarang.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR SINGKATAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 5

I.3. Tujuan Penelitian ... 5

I.3.1. Tujuan Umum ... 5

I.3.2. Tujuan Khusus ... 5

I.4. Manfaat ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

II.1. Virus Dengue... 7

II.2. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue... 9


(12)

II.3. Nyamuk Aedes Aegypti Sebagai Vektor Virus Dengue ... 11

II.4 Patogenesa dan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue ... 14

II.5. Manifestasi Klinis... 17

II.5.1.Demam Dengue (DD) ... 17

II.5.2.Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 18

II.5.3.Sindroma Syok Dengue (SSD)... 19

II.6. Diagnosa ... 20

II.7. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). 23 BAB III METODE PENELITIAN ... 26

III.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

III.2.Subjek Penelitian... 26

III.3.Perkiraan Besar Sampel ... 26

III.4.Rancangan Penelitian ... 27

III.5.Kerangka Kerja ... 28

III.6.Pelaksanaan Penelitian ... 29

III.6.1.Alat dan Bahan... 29

III.6.2.Pengumpulan Data ... 30

III.6.3.Ekstraksi RNA Virus Dengue ... 31

III.6.4.RT-PCR... 34

III.6.5.Elektroforesis ... 35


(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

IV.1 Hasil Penelitian ... 36

IV.2 Pembahasan... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

V.1 Kesimpulan ... 59

V.2 Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(14)

DAFTAR SINGKATAN

DENV Dengue Virus

DD Demam Dengue

DBD Demam Berdarah Dengue

CFR Case Fatality Rate

IR Incidence Rate

RT-PCR Reverse-Transcriptase Polymerase

Chain Reaction

BM Berat Molekul

APC Antigen Presenting Cell

TNF Tumor Necrotizing Factor

IL Interleukin

SSD Sindroma Syok Dengue

WHO World Health Organization

IgG Immunoglobulin G

IgM Immunoglobulin M

DNA Deoxyribonuclease Acid

m-RNA messenger Ribonuclease Acid

cDNA complement deoxyribonuclease acid

DMEM Drainage Enrich Medium

MgSO4 Magnesium Sulfat

bp base pair

KLB Kejadian Luar Biasa

P2P Program Pemberantasan Penyakit


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Aedes aegypti betina ………... 13

2. Kerangka Kerja ... 28

3. Marker 100 bp DNA ladder ………... 38

4. Kontrol positif hasil RT-PCR dari seluruh serotipe virus

Dengue ... 39 5. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 1 sampai 10 ... 40 6. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 11 sampai 20 ... 41 7. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 21 sampai 30 ... 42 8. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 31 sampai 40 ... 43 9. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 41 sampai 50 ... 44 10. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 51 sampai 60 ... 45 11. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 61 sampai 70 ... ... 46


(16)

12. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 71 sampai 80 ... ... 47 13. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 81 sampai 90 .... ... ... 48 14. Hasil RT-PCR sampel virus Dengue

nomor 91 sampai 100 ... ... 49 15. Pola Dominasi serotipe virus Dengue dari serum manusia

dari tahun 2004-2007 ... 55


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Kegiatan dan waktu penelitian ... 27 2. Asal dan Jumlah Nyamuk Aedes aegypti

dari Kecamatan di Kota Medan ………. 36 3. Jumlah dan Persentase Nyamuk Aedes aegypti

Berdasarkan Kecamatan di Kota Medan yang

Mengandung Virus Dengue tipe 3 (DEN-3) ... 50 4. Rangkuman Hasil Penelitian ... ... 53


(18)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Infeksi virus dengue (DENV) telah ada di Indonesia sejak abad ke-18. Pada masa itu, atau selama dua abad, infeksi virus Dengue di Asia Tenggara merupakan penyakit ringan yang tidak menimbulkan kematian. Namun, sejak timbulnya wabah Demam Dengue (DD) di Manila, Filipina pada tahun 1953-1954, dimana disertai dengan

renjatan (shock) dan perdarahan saluran cerna sehingga dapat menimbulkan

kematian, maka pandangan tersebut berubah. Demam Berdarah Dengue (DBD) ini kemudian menyebar ke negara lain seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Di Indonesia penyakit DBD ini pertama kali ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968.

Walaupun kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Mulai saat itu sampai kini penyakit DBD belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Hal ini diketahui dari peningkatan jumlah korban yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan mengenai hampir seluruh wilayah Indonesia (Soedarmo, 2005; Hadinegoro

et al., 2006).

Pada tahun 1997, DD/DBD merupakan penyakit arbovirus yang paling penting. Diperkirakan 50-100 juta kasus DD dan beberapa ratus ribu kasus DBD muncul


(19)

Pada tahun 1998, kasus DBD mengalami peningkatan di Indonesia. Dahulu diketahui kasus DBD ini lebih banyak pada anak-anak, namun dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita DBD pada orang dewasa(Porter et al., 2005; Soedarmo, 2005).

Telah dilaporkan bahwa angka morbiditas DBD di Indonesia dari tahun 1997, 2004 dan 2005 berturut-turut adalah 15,28 per 100.000 orang, 30 per 100.000 orang dan 13,7 per 100.000 orang. Case Fatality Rate (CFR) untuk DBD di Indonesia telah menurun dari 41% pada tahun 1968 menjadi 2% sejak tahun 2000. Bahkan pada tahun 2004 pernah turun menjadi 1,21%, tetapi hal ini bervariasi di setiap propinsi (Setiati et al., 2006).

Di Propinsi Sumatera Utara terjadi peningkatan jumlah kasus DBD dari tahun ke

tahun. Data enam tahun terakhir (1998-2003) menunjukkan bahwa Incidence Rate

(IR) sekitar 1-7,66 per 100.000 penduduk dan CFR berada pada kisaran 0,00%-3,68%. Kota Medan termasuk daerah yang paling tinggi jumlah kasus DBD-nya dari tahun ke tahun. Pada tahun 1998 dijumpai 570 kasus dan berturut-turut dari tahun 1999 sampai 2003 dijumpai 81, 103, 447, 197 dan 596 kasus per tahun (Sulani, 2004).

DD atau DBD disebabkan oleh infeksi dari virus dengue yang memiliki 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 (Gubler, 1997). DEN-1 pertama kali ditemukan di Hawai pada tahun 1944, DEN-2 di Papua Nugini pada tahun 1944 dan DEN-3 serta DEN-4 ditemukan di Philipina pada tahun 1956 (Ananthanarayan, 2000).


(20)

Berdasarkan hasil penelitian Corwin, dkk. (1997), Suwandono, dkk. (1998) serta Sukri, dkk. (2003) melaporkan bahwa serotipe virus Dengue yang terbanyak di daerah yang mereka teliti di Indonesia adalah DEN-3. Hal serupa juga ditemukan di Amazon yang dilakukan oleh Pinheiro, dkk. (2005) serta di India oleh Dash, dkk. (2006). Akan tetapi sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mendeteksi serotipe virus Dengue terutama dari tubuh nyamuk Aedes aegypti di kota Medan.

Virus Dengue menular pada manusia melalui perantaraan gigitan vektor, yaitu nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder (Gubler, 1997; Hadi, 2006). Nyamuk Aedes spp. tersebar luas di seluruh tanah air, oleh karena itu seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko penularan DD dan DBD.

Surveilans terhadap virus (virologic surveilance) telah digunakan sebagai sistem peringatan dini (early warning system) untuk memperkirakan timbulnya epidemi. Surveilans ini menggunakan isolasi virus dari serum manusia yang kemudian diperiksa dengan menggunakan kultur sel ataupun inokulasi pada nyamuk dan imunofluoresens. Namun pendekatan cara ini dinilai kurang efektif mengingat virus ini telah dalam tahap menginfeksi penderita dan banyak laboratorium yang tidak memiliki kemampuan utuk mengkultur atau mengisolasinya. Pendekatan yang lebih efektif adalah dengan mendeteksi virus di dalam tubuh nyamuk sebelum ia menginfeksi manusia (Harris et al., 1998).


(21)

Untuk mendiagnosa lebih cepat dapat dilakukan dengan uji Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Teknik ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan

spesimen yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan dan handling), bahkan

adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR. Selain untuk menentukan adanya RNA virus Dengue, PCR juga dapat menentukan serotipe virus dengue yang ditemukan. Hal ini penting untuk dapat membuat pola distribusi serotipe virus Dengue di berbagai wilayah khususnya yang berbeda kondisi geografis dan klimatologisnya, seperti daerah dataran rendah, dataran sedang dan dataran tinggi. (Wuryadi, 2000; Massi, 2006).


(22)

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

Belum diketahui prevalensi serotipe virus Dengue tipe-3 (DEN-3) pada nyamuk

A. aegypti di kota Medan .

I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya virus Dengue tipe-3 (DEN-3) pada tubuh nyamuk A.

aegypti di Kota Medan.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mendeteksi virus Dengue tipe-3 (DEN-3) dari nyamuk A. aegypti

secara molekuler dengan menggunakan teknik Reverse

Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

2. Untuk mengetahui secara epidemiologi keberadaan virus Dengue tipe-3


(23)

I.4. Manfaat

1. Untuk mengetahui prevalensi virus Dengue tipe-3 dari tubuh nyamuk A.

aegypti di Kota Medan.

2. Sebagai bahan informasi mengenai keberadaan virus Dengue tipe- 3 (DEN-3) di kota Medan


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Virus Dengue

DBD merupakan penyakit yang ditularkan oleh serangga (Arthropoda) dan virus

penyebabnya yaitu virus dengue digolongkan Arthropode-borne virus

(Arbovirus).(Ananthanarayan, 2000; Hutabarat, 2004) Nama dengue sendiri berasal dari bahasa Swahili ’ki denga pepo’ yang berarti kejang tiba-tiba. (Ananthanarayan, 2000)

Virus dengue termasuk ke dalam famili Flaviviridae yang termasuk ke dalam Arbovirus. Keistimewaan transmisi Flavivirus adalah virus ini dapat berkembang biak dalam tubuh vektor. Bila virus tidak mampu bereplikasi dalam tubuh vektor, maka virus tidak akan dapat ditularkan dari satu hospes ke hospes berikutnya. Oleh karena virus dengue ditularkan oleh nyamuk maka infeksi yang disebabkannya disebut juga mosquito-borne infection.

Virus ini berkembang biak sangat baik pada nyamuk dari genus Aedes. A. aegypti

dan A. albopictus merupakan dua spesies yang paling penting. Pada beberapa spesies Aedes dapat terjadi transmisi transovarial, oleh karena itu fenomena transovarial dapat dianggap salah satu cara virus bertahan di alam.

Pada manusia viremia berkisar 2 – 12 hari. Bila terhisap darah viremik oleh vektor, maka virus akan masuk ke dalam tubuh vektor, kemudian berkembang biak di


(25)

dalam tubuh vektor dan selanjutnya akan ditemukan di kelenjar ludah vektor (nyamuk).

Virus dengue mempunyai struktur yang lengkap, terdiri dari cor, capsid dan

envelope, dan oleh karena itu disebut virion. Memiliki diameter ± 40-65 nm dan terdiri dari asam ribonukleat berserat tunggal (single stranded RNA).

Virus dengue terdiri dari asam nukleat, yaitu isi dari cor atau nucleocapsid yang tersusun dari protein tunggal dan dikelilingi oleh envelope yang terdiri dari 2 lapisan

lipid dan 1 lapisan membran protein (M-protein) dimana melekat tonjolan

E-glycoprotein. Selubung (envelope) virion berperan dalam hal haemaglutinasi, netralisasi dan interaksi antara virus dengan sel saat awal infeksi.

Virus dengue memiliki empat jenis protein virus yaitu :

1. C-protein pada capsid, yang merupakan protein pertama yang dibentuk pada saat translasi genom virus dengan BM 13.500, kaya akan asam aminolisin dan arginin sehingga bersifat basa. Oleh karena itu protein C mampu berinteraksi dengan RNA virion. Pada ujung karboksilnya, protein C terdiri dari rangkaian asam amino hidrofobik yang memungkinkannya menempel pada membran sebelum dipecah pada ujung protein prM.

2. M-protein pada membran (bagian luar dari envelope), berasal dari prM protein. PrM Protein adalah glikoprotein dengan BM 22.000 dan dipecah menjadi M-protein dan glikoM-protein lainnya menjelang morfogenensis lengkap virion. Pemecahan ini tampaknya merupakan hal kritis bagi morfogenesis karena pemecahannya diikuti dengan naiknya titer virus aktif.


(26)

3. E-protein pada envelope, memiliki BM 51.000-60.000 dan dalam virion berada dalam bentuk homotrimer. Pada serotipe-serotipe virus dengue, 60%-74% bagiannya adalah residu asam amino gen E yang merupakan pembeda antara serotipe yang satu dengan lainnya dan menyebabkan reaksi antibodi.

4. NS-protein yaitu protein non struktural, terdiri dari NS1, NS2a, NS2b, NS3,

NS4a, NS4b, dan NS5 (Hutabarat, 2004; Brooks, 2005; Soedarmo, 2005 Massi, 2006).

Infeksi salah satu serotipe pada seseorang akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan. Hal ini akan menyebabkan orang tersebut kebal terhadap serotipe virus tersebut. Meskipun keempat virus memiliki daya antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu serotipe. Keempat serotipe dapat menyebabkan penyakit berat dan fatal (Suroso, 2003).

II.2. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

Virus dengue telah tersebar di seluruh dunia baik di negara tropis dan subtropis. Secara geografis, daerah-daerah di dunia yang terinfeksi virus dengue adalah India, Asia Tenggara, Cina, Jepang, Kepulauan Pasifik, Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika serta Timur Tengah. Pola penyakit yang berubah mungkin disebabkan oleh pertumbuhan populasi masyarakat kota yang cepat, kondisi yang berdesak-desakan dan kurangnya usaha-usaha pengendalian nyamuk.


(27)

Perang Dunia II menyebabkan terjadinya penyebaran dengue dari Asia Tenggara ke Jepang dan Kepulauan Pasifik. Epidemi dengue biasanya terjadi ketika virus baru masuk ke dalam suatu wilayah atau jika mereka yang mudah terjangkit pindah ke dalam wilayah endemis (Brooks, 2005).

Epidemik dengue pertama kali dijumpai di Philadelphia pada tahun 1780 oleh Benjamin Rush, dan transmisinya melalui vektor A. aegypti pertama kali dijelaskan oleh Bancroft pada tahun 1906. Sampai saat ini diperkirakan terdapat 100 juta kasus penyakit demam dengue dan 250.000 kasus DBD terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya (Kusumawati, 2005).

Dalam komunitas urban, epidemik dengue bersifat letusan dan melibatkan sebagian besar populasi. Umumnya infeksi DBD dimulai selama musim hujan, yaitu ketika vektor nyamuk A. aegypti banyak berkembang biak. Setelah periode 8-14 hari, nyamuk menjadi infektif dan bisa tetap demikian seumur hidupnya (1-3 bulan). Pada daerah tropis, perkembangbiakan nyamuk yang berlangsung sepanjang tahun menjadikan terpeliharanya penyakit ini.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :

a. Vektor ; perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

b. Pejamu (host) ; terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.

c. Lingkungan ; curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.


(28)

Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 sampai 1995) dan pernah meningkat tajam pada tahun 1998 hingga 35 per 100.000 penduduk. Akan tetapi angka mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999 (Suhendro, 2006).

Data dalam buku “Profil Indonesia 2000” menunjukkan bahwa di antara negara-negara ASEAN, Indonesia menduduki urutan kedua tertinggi kasus DBD yaitu sebesar 39.404 kasus setelah Vietnam (Sulani, 2004).

II.3. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Virus Dengue

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp. Aedes termasuk subfamili dari

Culicinae bersama-sama dengan Culex, Mansonia dan Armigeres. Nyamuk Aedes ini tersebar luas di seluruh Indonesia oleh karena itu hampir seluruh daerah Indonesia memiliki resiko tinggi untuk terjangkit DBD kecuali daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Darlan, 2004).

Sampai saat ini diketahui ada beberapa nyamuk yang berperan sebagai vektor dengue. A. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama. Vektor lain yang juga berperanan pada penularan virus Dengue adalah A. albopictus, A. polynesiensis, anggota dari A. scuttelaris complex dan A.(finlaya) niveus. Selain A. aegypti semua vektor sekunder mempunyai daerah distribusi geografis tersendiri yang terbatas.

Yang paling efisien sebagai vektor epidemi adalah A. aegypti (Suroso, 2003;


(29)

Secara geografis, spesies nyamuk ini umumnya ditemukan berada di 40° Lintang

Utara sampai 40° Lintang Selatan di belahan tropis dan subtropis dunia. Spesies ini

sangat lemah pada kondisi suhu yang panas dan kering.

A. aegypti adalah spesies yang unik, karena mampu mengurangi denging sayap saat mendekati manusia sehingga manusia tidak dapat mendengarnya. Hal ini berbeda seperti halnya spesies nyamuk lain yang mengeluarkan bunyi denging yang sangat mengganggu bahkan mampu membangunkan orang yang sedang tidur. Nyamuk ini juga memiliki sifat tidak meninggalkan sarangnya lebih dari jarak 90 meter yang sekaligus menjamin persediaan makanannya (Darlan, 2004).

A. aegypti bersifat antrofopilik (lebih memilih manusia) dan hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Nyamuk ini memiliki kebiasaan menghisap darah pada siang hari (day biting), di dalam rumah (indoor biting) dan waktu istirahat di dalam rumah (indoor resting).

Nyamuk dewasa biasanya berukuran 3-6 mm. Pada betina, alat mulutnya panjang dan runcing yang disesuaikan untuk menusuk dan mengisap darah. Antenanya panjang (filiform), pada nyamuk jantan memiliki banyak bulu yang disebut antena

plumose sedangkan pada betina sedikit berbulu dan disebut antena pilose. Maksilaris palpi betina berukuran lebih pendek dari panjang probosis, sedangkan pada jantan panjang palpi hampir sama dengan panjang probosis (Husaini, 2003; Hadi, 2006).


(30)

Nyamuk ini dapat dibedakan dari jenis nyamuk lainnya dengan melihat ujung abdomen yang meruncing dan sersi yang menonjol. Aedes dewasa pada tubuhnya memiliki corak belang hitam putih di toraks, abdomen dan tungkai. Corak ini adalah sisik yang menempel di luar tubuh nyamuk. Untuk membedakan A. aegypti dan A.

albopictus dapat dilihat dari corak putih ini, dimana pada A. aegypti corak putih pada dorsal toraks berbentuk seperti siku yang berhadapan (lyre-shaped) sedangkan pada

A. albopictus berbentuk lurus di tengah-tengah punggung (median stripe) (Hadi, 2006).

Gambar 1. Aedes Aegypti betina (Gaiani, 2007; Hadi 2006)

A. aegypti betina suka bertelur dalam tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga dan barang bekas yang dapat menampung air hujan. Air harus jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih adalah tempat air di dalam dan di dekat rumah. Tempat air yang tertutup kurang rapat lebih disukai oleh nyamuk betina dibandingkan dengan tempat air yang terbuka. Hal ini disebabkan tempat tersebut akan relatif lebih gelap dibandingkan dengan tempat air yang terbuka (Soedarmo,


(31)

Telurnya bewarna hitam, berbentuk oval-panjang, dan tanpa pelampung. Pada dinding telur tampak garis-garis seperti anyaman kain kasa. Tampak telur-telur tersebut diletakkan satu persatu di atas air. Telur A. aegypti ini ternyata mampu bertahan hidup pada kondisi kering tanpa air sampai setahun lamanya. Bila bercampur dengan air, sebagian telur akan menetas dalam beberapa waktu (biasanya < 24 jam), sedangkan sebagian lagi akan tercelup lebih lama dalam air dan akan menetas dalam beberapa hari atau minggu.

Larva Aedes memiliki sebuah siphon yang pendek dan sepasang lempengan sirip perut (subventral tufts) yang tumbuh maksimal seperempat panjang siphon. Selain itu terdapat sedikitnya 3 pasang bulu yang keras (setae) dari bulu-bulu sirip perut (ventral brush). Larva memperoleh makanan dari mikrobiota air yang tumbuh pada permukaan tempat hidupnya. Waktu yang dibutuhkan untuk berkembang tergantung dari suhu air dan persediaan makanan, biasanya berkisar antara 4 sampai 10 hari. Larva ini akan mati pada suhu di bawah 10 °C atau di atas 44 °C (Darlan, 2004;

Soedarmo, 2005).

II.4. Patogenesa dan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue

Jika nyamuk A. aegypti menghisap darah penderita infeksius virus Dengue, maka virus Dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk terutama di kelenjar liur. Saat nyamuk infeksius menghisap darah manusia lain, maka air liur bersama virus Dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang


(32)

akan dihisap tidak membeku, dan pada saat inilah virus Dengue ditularkan ke manusia lainnya.

Dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial

dengan target utama virus adalah Antigen Presenting Cells (APC) yang umumnya

berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer di hepar. Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinis muncul hingga 5-7 hari sesudahnya.

Manifestasi klinis Demam Dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC. Antigen yang menempel di

makrofag ini akan mengaktifasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Proses ini akan menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik dan gejala lainnya.

Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang

menimbulkan ‘cross reaction’ atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini

menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Infeksi oleh satu serotipe virus Dengue akan menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut, tetapi tidak ada ‘cross protective’ terhadap serotipe virus yang lain.


(33)

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskannya, tetapi yang paling sering digunakan adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection) atau

sequential infection dari Halstead.

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis serotipe virus, akan terjadi kekebalan terhadap serotipe virus tersebut dalam jangka waktu lama. Tetapi bila ia mendapat infeksi sekunder dari jenis serotipe virus lainnya, maka akan terjadi infeksi berat. Hal ini disebabkan pada infeksi sekunder antibodi heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus Dengue baru dari serotipe berbeda, akan tetapi tidak dapat dinetralisasi (non neutralizing) bahkan membentuk kompleks yang infeksius. Hal ini dapat merangsang produksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha. Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat dinetralisasi bahkan bebas bereplikasi di dalam makrofag. Kemudian TNF alpha yang dihasilkan baik dari INF gamma atau pun dari makrofag yang teraktifasi, beserta komplemen-komplemen seperti C3a dan C5a (anafilatoksin), akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh akibat kerusakan endotel pembuluh darah sehingga dapat mengakibatkan syok (Ginting, 2004; Soegijanto, 2006; Kusumawati, 2006).


(34)

II.5. Manifestasi Klinis II.5.1. Demam Dengue (DD)

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dimulai sekitar 4 sampai 6 hari, dengan rentang sekitar 3 sampai 14 hari, setelah suatu gigitan nyamuk infeksius. Gejala dapat bersifat asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas. Onset demam bisa mendadak atau mungkin ada gejala prodromal berupa malaise, menggigil dan nyeri kepala. Umumnya timbul nyeri terutama di punggung, sendi, otot dan bola mata., dan oleh karena itu sering disebut juga sebagai ‘demam patah tulang’ atau break-bone fever.

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

A. Nyeri kepala B. Nyeri retro-orbital C. Mialgia / artralgia D. Ruam kulit

E. Manifestasi perdarahan seperti petekie

Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Pada fase penyembuhan, suhu akan turun dan timbul petekie yang menyeluruh pada kaki dan tangan. Di antara petekie dapat dijumpai area kulit normal berupa bercak keputihan


(35)

Perjalanan penyakit biasanya pendek yaitu sekitar 5 hari, tetapi dapat juga lebih lama sampai beberapa minggu yang terutama ditemukan pada penderita dewasa (Suhendro

et al., 2006).

II.5.2. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi mendadak dengan suhu bisa mencapai 40 °C selama 2 hingga 7 hari, disertai dengan wajah yang kemerahan.

Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang dan sendi, mual dan muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut di epigastrium dan di bawah tulang iga.

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah dengan uji Torniquet (Rumple

leede) yang positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Umumnya petekie halus ditemukan pada fase awal dari demam yang dapat dijumpai di ekstremitas, aksila, wajah dan palatum molle. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, namun perdarahan saluran cerna ringan dapat dijumpai pada fase demam.

Hepar dapat dijumpai membesar, mulai dari yang sekedar dapat teraba sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Pembesaran hepar ini tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit, tetapi umumnya sering dijumpai pada penderita dengan syok (Hadinegoro et al., 2006).


(36)

Perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan telah terjadi kebocoran plasma, sedangkan pada DD belum terjadi kebocoran plasma (Suhendro et al., 2006).

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam. Pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba dan biasanya sering terjadi gangguan sirkulasi. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi yang ringan biasanya terjadi perubahan yang minimal, tetapi pada yang berat dapat terjadi syok (Hadinegoro et al., 2006; Suhendro

et al., 2006).

II.5.3. Sindroma Syok Dengue (SSD)

Syok dapat terjadi pada saat terjadi penurunan suhu, yaitu pada hari ke-3 sampai hari ke-7 dari mulai demam. Penderita mula-mula terlihat letargi atau gelisah dan kemudian masuk ke dalam fase syok yang ditandai dengan kulit yang teraba dingin dan lembab, sianosis di sekitar mulut, nadi cepat dan lemah, hipotensi, serta tekanan nadi ≤ 20 mmHg.

Syok bisa menjadi lebih berat bila terjadi asidosis metabolik dan perdarahan berat dari saluran cerna. Prognosis umumnya baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan (Hadinegoro et al., 2006).


(37)

II.6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang timbul ditambah dengan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi.

Pada DD, lekosit pada fase awal akan dijumpai normal dan akan menurun selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal, demikian pula pada semua faktor pembekuan.

Untuk menegakkan diagnosis DBD dengan menggunakan kriteria yang dibuat oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, yaitu :

1). Klinis

A. Demam atau riwayat demam akut mendadak tanpa sebab yang jelas,

terus-menerus selama 2-7 hari, dan biasanya bifasik.

B. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : a. Uji Torniquet atau uji bendung positif

b. Petekie, ekimosis atau purpura

c. Perdarahan mukosa (epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan dari tempat lain


(38)

C. Pembesaran hati 2). Laboratoris

A. Trombositopenia ≤ 100.000/ l.

B. Adanya kebocoran plasma dengan manifestasi sebagai berikut : a. Peningkatan hematokrit ≥ 20%.

b. Penurunan hematokrit ≤ 20% dari nilai sebelumnya, setelah dilakukan penggantian volume plasma.

Diagnosa DBD ditegakkan apabila memenuhi dua kriteria klinis ditambah satu kriteria laboratoris. Hal yang perlu diperhatikan dalam memonitor hematokrit adalah riwayat anemia sebelumnya, perdarahan berat atau adanya penggantian volume plasma. Apabila terjadi efusi pleura yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiologi, atau dari pemeriksaan darah dijumpai hipoalbuminemia, maka hal ini dapat memperkuat terjadinya kebocoran plasma.

Derajat DBD menurut WHO dibagi menjadi empat derajat, dimana pada setiap derajat telah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pembagian tersebut adalah :

1. Derajat I ; demam disertai gejala tidak khas. Satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah Uji Torniquet.

2. Derajat II ; seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.


(39)

3. Derajat III ; telah terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg), atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan penderita yang tampak gelisah.

4. Derajat IV ; syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur (Hadinegoro et al., 2006).

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa selain pemeriksaan darah rutin adalah : 1. Hemostatis atau pemeriksaan faktor pembekuan darah.

2. Protein / albumin

3. Fungsi hati dan fungsi ginjal

4. Elektrolit, sebagai parameter pemantauan pemberian cairan 5. Imunoserologi, yaitu pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

a. IgM terdeteksi mulai hari ketiga sampai hari kelima meningkat sampai minggu ketiga dan akan menghilang setelah 60 sampai 90 hari.

b. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, sedangkan pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari kedua.

Diagnosa dini infeksi primer melalui pemeriksaan serologi, hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi IgM setelah hari kelima, sedangkan infeksi sekunder ditandai dengan peningkatan yang cepat dari IgG dan IgM.


(40)

Diagnosis pasti untuk infeksi dengue didapatkan dari hasil isolasi virus dengue melalui kultur virus atau dengan deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik

Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) (Suhendro et al, 2006; Soegijanto, 2006).

II.7. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

PCR ditemukan pertama kali oleh Kary Mulis pada tahun 1985, suatu prosedur yang efektif untuk pelipatgandaaan sekuen DNA target dan dapat memperoleh 106 - 109 kali jumlah DNA target awal. Proses pelipatgandaan ini dikenal dalam istilah biologi molekuler sebagai amplifikasi DNA.

RT-PCR merupakan modifikasi dari PCR, dimana yang diamplifikasi berupa

m-RNA. Mula-mula RNA diubah dulu menjadi DNA dengan menggunakan reverse

transcriptase yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA dan menghasilkan

DNA yang dikenal dengan nama cDNA (complement DNA). Hanya enzim jenis ini

yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA karena polimerase DNA hanya dapat mensintesis dengan menggunakan cetakan DNA. Setelah DNA terbentuk, maka DNA itu dapat diamplifikasi seperti umumnya proses pada PCR. Jadi, RT-PCR digunakan untuk mengamplifikasi RNA yang kestabilannya jauh lebih rendah dibandingkan DNA (Sudjadi, 2008).


(41)

RNA merupakan asam ribonukleat utas tunggal, sedangkan DNA adalah asam ribonukleat utas ganda. Ciri khas RNA adalah tidak terdapatnya gugus nukleotida Timin (T) tetapi diganti dengan Urasil (U). Oleh karena itu dalam proses RT-PCR akan disintesis cDNA dari pasangan antara gugus basa Urasil (U) dan Adenin (A) serta Guanin (G) dengan Sitosin (C).

Proses amplifikasi PCR meliputi 3 tahapan proses utama yaitu :

1. Denaturasi (denaturation), yaitu pelepasan utas ganda DNA menjadi utas tunggal DNA .

2. Annealing, yaitu pemasangan 2 utas primer pada kedua utas tunggal DNA

tersebut. Primer digunakan sebagai pancingan awal untuk melipatgandakan segmen DNA. Umumnya primer terdiri dari 18-24 deret basa nukleotida pengkode DNA yang disintesis secara buatan dan biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi.

3. Extension atau perpanjangan, yaitu deoxyribonucleatide triphosphate (dNTP) yang sebelumnya telah ditambahkan dalam reaksi akan menyebabkan primer memperoleh tambahan basa nukleotida, dan kemudian akan menjadi sepanjang segmen DNA yang dilipatgandakan itu.

Pada RT-PCR, disebabkan adanya penambahan proses sintesis cDNA maka pada tahap pertama tidak dilakukan lebih dulu denaturasi tetapi annealing. Hal ini bertujuan untuk memasangkan primer untuk membentuk molekul cDNA. Setelah terbentuk cDNA, baru kemudian masuk pada reaksi PCR biasa (Sopian, 2006).


(42)

RT-PCR penting digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi dan menentukan serotipe virus Dengue terutama pada tubuh nyamuk karena dapat mendeteksi dini serotipe virus dan sebagai informasi untuk studi epidemiologi. Selain itu teknik ini relatif lebih murah dengan sensitivitas dan sensitifitas yang tinggi (Harris et al., 1998).


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara mengambil sampel nyamuk A. aegypti betina dari rumah-rumah penduduk daerah endemik DBD di kota Medan, Sumatera Utara dari bulan September sampai Oktober 2008. Wilayah tempat pengambilan sampel terdiri dari 5 kecamatan yaitu Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru dan Medan Amplas. Sampel kemudian diperiksa di SMF Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan

dengan menggunakan metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction

(RT-PCR).

III.2. Subjek Penelitian

Nyamuk A. aegypti betina yang didapat dari dalam dan sekitar rumah-rumah

penduduk penderita DBD di kota Medan yaitu Kecamatan Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru, dan Medan Amplas.

III.3. Perkiraan Besar Sampel

Z2 (0,5 – /2).p.q

n ≥ e2

Keterangan : n = besar sampel

Z (0,5 – /2), dengan = 0,05 å 1,96

p = proporsi = 50% = 0,5 q = 1-p = 0,5


(44)

e = tingkat ketepatan å 10% =0,1 maka n ≥ 96,04 ~ 96

Dari perhitungan di atas didapatkan besar sampel paling sedikit berkisar 96 nyamuk. Berdasarkan hal ini diambil sebanyak 100 sampel nyamuk (Arma, 2006).

III.4. Rancangan penelitian

Penelitian dilakukan secara deskriptif terhadap 100 sampel nyamuk A. aegypti

betina dengan metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) di SMF Mikrobiologi Klinik RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian dimulai dari bulan September 2008 sampai Januari 2009.

Tabel 1. Kegiatan dan waktu penelitian

September Oktober November Desember Januari No Kegiatan

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

1. Pengumpul an nyamuk 2. Ekstraksi 3. RT-PCR

dengan menggunak an Primer DEN-3 4. Elektrofore

sis dan Visualisasi dengan Gel Imaging


(45)

III.5.Kerangka Kerja

Ekstraksi RNA virus Dengue

RT-PCR dengan menggunakan Primer DEN-3

Elektroforesis

Pengumpulan sampel nyamuk A. aegypti betina

Visualisasi dengan gel imaging


(46)

III.6. Pelaksanaan Penelitian III.6.1. Alat dan Bahan Alat :

1. Tip 25 µL

2. Tip 200 µL

3. Vortexer (Maxi Mix II®)

4. Oven 50ºC

5. Pinset steril

6. Homogeniser steril

7. Microcentrifuge 8. Microwave 9. Beaker glass

10.Penggerus

11.Ice bath

12.Collection tube (2ml) 13.Tabung eppendorf 14.Tabung erlenmeyer

15.Tabung kultur dengan C6/36 cell line

16.Tabung kultur 12 ml (plastik screw cap) 17.Api bunsen

18.Aspirator 19.Inkubator 20.Baki steril

21.Freezer/refregerator -70 0 C 22.Mesin elektroforesis

23.Tangki elektroforesis

24.Multi block heater (Barnstead International ®)

25.Mesin centrifuge (Sorvall Biofuge Primo R Centrifuge ®) 26.Mesin PCR (thermal cycler) (BioRad ®)

27.Lampu ultraviolet 28.Polaroid

29.Mesin pencitraan/imaging (BioRad ®)


(47)

Bahan :

1. Medium pertumbuhan MEM dengan 5% FBS (Foetal Bovinus Serum)

2. QIAamp® Viral RNA Mini Kit dari Qiagen (QIAamp MinElute Columns,

buffer AL, buffer AW 1, buffer AW 2, RNA-se free water atau buffer AVE, qiagen protease, carrier RNA, protease resuspension buffer)

3. MgSO4

4. Superscript III RT

5. Etanol 96-100%

6. Buffer TAE 50 ml

7. DMEM (Drainage Enrich Medium)

8. Aquadest 100 ml

9. Agarose 1 gram

10.Syber safe gel stainning 11.Blue juice

12.Gel imaging (Bio Rad)

III.6.2. Pengumpulan Data

Populasi nyamuk alam (natural population) vektor DBD, yaitu nyamuk A.

aegypti, ditangkap dari 5 kecamatan endemik DBD di wilayah Medan, Sumatera Utara, yaitu Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru dan Medan Amplas dari bulan September-Oktober 2008. Nyamuk ditangkap dari habitat istirahat (resting places) di dalam rumah, terutama di tempat-tempat yang lembab, gelap dan pakaian yang tergantung serta di bawah kolong oleh 4 (empat) kolektor pada pagi hari (pukul 07.00-pukul 11.00 WIB).Diperiksa sebanyak 100 rumah dan pengumpulan nyamuk dilakukan di rumah-rumah di sekitar rumah penderita DBD atau sekitarnya berdasarkan hasil laporan dari Puskesmas atau Dinas Kesehatan.


(48)

Nyamuk hasil tangkapan dibawa ke laboratorium dan dimatikan dengan cara dimasukkan ke dalam kulkas dalam vial secara individual. Setelah mati, sampel nyamuk disimpan pada suhu -70°C. Sampel dipergunakan sebagai bahan untuk pemeriksaan virus. Virus yang akan diperiksa adalah virus Dengue serotipe-3 (DEN-3).

III.6.3 Ekstraksi RNA Virus Dengue

Sebelum dilakukan ektraksi RNA virus Dengue, dilakukan persiapan sebagai

berikut :

1. Mempersiapkan Qiagen Protease

Sebanyak 1,4 ml buffer AVE ditambahkan ke dalam Qiagen Protease dengan

dicampurkan dan tidak menggunakan vortex. Hasil campuran dipisahkan ke dalam 5-6 tabung eppendorf dimana masing-masing berukuran 250 µl (untuk 10 reaksi), kemudian disimpan ke dalam kulkas pada suhu -20 ºC.

2. Mempersiapkan Buffer AL

Sebanyak 310 µl buffer AVE ditambahkan ke dalam tabung berisi ’carrier RNA

(310 µg). Kemudian pisahkan ke dalam 5 tabung eppendorf dimana masing-masing tabung berisi 62 µl (untuk 10 reaksi), dan disimpan pada suhu -20 ºC.

3. Mempersiapkan Buffer AW 1

Sebanyak 30 ml etanol 96-100% ditambahkan ke dalam buffer AW 1, lalu disimpan pada suhu ruangan.


(49)

4. Mempersiapkan Buffer AW 2

Sebanyak 30 ml etanol 96-100% ditambahkan ke dalam buffer AW 2, lalu disimpan pada suhu ruangan.

5. Mencampur Medium Virus

DMEM (Drainage Enrich Medium) dimasukkan ke dalam tabung kultur 12 ml

(plastik screw cap) sebanyak 0,5 ml per tabung. Lalu FBS sebanyak 0,5 ml

ditambahkan ke dalam DMEM dan disimpan di kulkas pada suhu 4°C.

Selanjutnya dilakukan ekstraksi RNA virus Dengue dengan cara sebagai berikut : Seekor nyamuk dengan menggunakan pinset steril dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah berisi 300 l medium virus (DMEM + FBS). Kemudian nyamuk digerus dengan penggerus steril dan selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 14000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C.

Supernatant hasil sentrifugasi diambil 200 l dengan menggunakan mikropipet dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml yang berisi 25 l

Qiagen protease. Setelah itu ditambahkan 200 l buffer AL dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 56 °C, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama

1 menit. Selanjutnya ditambahkan 250 l ethanol, ditutup dan dicampurkan dengan

menggunakan vortexer selama 15 detik, kemudian campuran tersebut diinkubasi

selama 5 menit pada suhu ruangan dan selanjutnya disentrifugasi lagi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.


(50)

Setelah dikeluarkan dari mesin sentrifugasi, campuran tersebut dimasukkan ke

dalam column dengan menggunakan mikropipet. Selanjutnya disentrifugasi lagi

dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Column kemudian dikeluarkan dari

mesin sentrifugasi dan collection tube yang mengandung filtrat dibuang dan column

dimasukkan ke dalam colection tube yang baru. Kemudian dilakukan berturut-turut pencucian dengan buffer AW-1, buffer AW-2 dan etanol, dengan cara menambahkan 500 l masing-masing larutan tersebut ke dalam campuran pada column, selanjutnya masing-masing disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.

Collection tube yang mengandung filtrat kembali dibuang dan column dimasukkan ke dalam collection tube yang baru. Hasilnya disentrifugasi dengan 14000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan (dry spin).

Column dimasukkan ke dalam collection tube yang baru dengan tutup terbuka, lalu diinkubasi dengan 56 ºC selama 3 menit. Kemudian collection tube dibuang, dan

column ditempatkan pada tabung microcentrifuge 1,5 ml. Buffer AVE sebanyak 20-150 l (±50 l ) atau RNA-se free water dimasukkan ke tengah-tengah membran, lid ditutup dan diinkubasi selama 1 menit dalam suhu ruangan, lalu disentrifugasi dengan 14000 rpm selama 1 menit. Dari hasil sentrifugasi, column dibuang dan RNA yang telah diekstraksi disimpan dalam freezer dengan suhu -70 °C.


(51)

III.6.4. RT-PCR

Sebelum dilakukan RT-PCR, dipersiapkan terlebih dahulu Master mix yang dibuat dengan mencampurkan 25 l dari 2x reaksi mix (bufer yang terdiri dari 0,4 mM dari dNTP, 3.2 mM MgSO4), 1 l dari 10 M primer universal, 1 l dari 10 M primer D3, 2 l superscript III RT, 4 l MgSO4 dan ditambahkan aquadest sampai 20 l. Master mix ini dicampurkan dengan pipeting dan spin down.

Produk RNA dipersiapkan dengan memanaskan tube pada 65 °C selama 5 menit

dengan menggunakan block heater, kemudian ditempatkan di dalam es selama

mempersiapkan master mix. Kemudian 5 l produk RNA ditambahkan ke dalam

master mix, kemudian brief centrifuge dengan kecepatan 8.000 rpm selama 1 menit, dan dimasukkan ke dalam mesin PCR.

Yang merupakan urutan program PCR adalah :

1. cDNA-sintesis,dengan suhu 60 °C selama 30 menit.

2. Pemanasan awal (hot start), dengan suhu 92 °C selama 3 menit. 3. Denaturasi (denaturation), dengan suhu 92 °C selama 30 detik. 4. Pendinginan (annealing), dengan suhu 53 °C selama 30 detik. 5. Perluasan (extension), dengan suhu 72 °C selama 1 menit.

6. Perluasan akhir (final extension), dengan suhu 72 °C selama 5 menit.

Langkah RT dilakukan pada suhu 60 °C selama 30 menit untuk menghasilkan cDNA, kemudian amplifikasi dengan langkah PCR berikut : 92 °C selama 3 menit untuk permulaan denaturasi, 92 °C selama 30 detik untuk denaturasi, 53 °C selama 30 detik untuk pendinginan dan 72 °C selama 1 menit untuk perluasan. Siklus ini


(52)

diulangi sebanyak 40 kali sebelum perluasan akhir dengan suhu 72 °C selama 5 menit. Produk PCR ini disimpan pada 4 °C sebelum digunakan.

III.6.5. Elektroforesis

Agarose 2% dibuat dengan cara mencampurkan 10 ml 1X TAE buffer dengan 100 ml aquades (pengenceran 10x). Kemudian 50 ml larutan tersebut dicampurkan dengan 1 gram agarose dan dipanaskan hingga mendidih. Kemudian ditambahkan

1:10.000 syber safe-TM dan dituang ke dalam cetakan gel agarose yang telah

disiapkan sesuai dengan jumlah sumuran (well) yang dibutuhkan.

Setelah gel agarose mengeras, dimasukkan dalam tangki elektroforesis yang berisi 1X TAE buffer. Sebanyak 5-10 µl hasil PCR ,yang telah dicampur blue juice

2X, dimasukkan ke dalam sumuran. Kemudian sebanyak 10 µl marker dimasukkan

juga pada sumur nomor 1 atau sumur terakhir.

Elektroforesis dijalankan 80-100 Volt, DNA akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif.

III.6.6. Gel Imaging

Setelah proses elektroforesis, gel dimasukkan ke dalam alat imaging untuk melihat hasil amplifikasi RNA virus dengue yang dilakukan dengan teknik RT-PCR.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

Distribusi 100 sampel nyamuk A. aegypti betina yang diambil dari 5 kecamatan endemis DBD di Kota Medan dapat dilihat dari Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Asal dan Jumlah Nyamuk Aedes aegypti betina dari Kecamatan di Kota Medan

Kecamatan Jumlah nyamuk

(ekor)

%

Medan Helvetia 20 20,0

Medan Amplas 20 20,0

Medan Selayang 20 20,0

Medan Baru 20 20,0

Medan Sunggal 20 20,0

Total 100 100,0

Dari 100 sampel nyamuk berdasarkan Tabel 2 di atas, maka pada masing-masing sampel nyamuk diberi penomoran 1 sampai 100. Nyamuk dari Kecamatan Medan Helvetia diberi nomor 1 sampai 20, Medan Amplas nomor 21 sampai 40, Medan Selayang nomor 41 sampai 60, Medan Baru nomor 61 sampai 80 dan Medan Sunggal nomor 81 sampai 100.


(54)

Sampel-sampel yang telah dinomori itu kemudian diekstraksi untuk mendapatkan RNA virus dari nyamuk yang telah dikumpulkan. Setelah proses ekstraksi, maka untuk merubahnya menjadi DNA dan mengamplifikasinya maka dilakukan proses RT-PCR dengan menggunakan Primer DEN-3. Kemudian

dilakukan elektroforesis diikuti dengan pembacaan hasil menggunakan gel

imaging.

Untuk 1 kali elektroforesis hanya bisa mengerjakan 10 sampel, sehingga perlu dilakukan 10 kali proses elektroforesis dan gel imaging untuk mendapatkan

hasil 100 sampel. Campuran gel agarose yang digunakan adalah 2%, yang

dimasukkan ke dalam tray dan dicetak pada sisir yang memiliki 15 sumur. Sumur ke-1 diisi dengan marker 100 bp DNA ladder, sumur ke-2 diisi dengan kontrol negatif free water nucleus, dan sumur ke-3 disi dengan kontrol positif DEN-3

yang memiliki pasangan basa sebanyak 290 bp. Kemudian untuk sumur ke-4

sampai sumur ke-13 dimasukkan sampel yang telah diproses sebelumnya. Sumur selebihnya tidak dipakai oleh karena pertimbangan hasil pembacaan yang bisa kurang baik karena letaknya yang terlalu di ujung serta untuk memudahkan penghitungan jumlah sampel.

Untuk menentukan ada atau tidaknya virus DEN-3 adalah dengan mendapakan pita (band) DNA berukuran 290 bp. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan sampel dengan kontrol positif untuk DEN-3.

Marker yang digunakan adalah marker universal (dapat dilihat dari Gambar 2) yang memiliki 11 pita yang berbeda-beda, yaitu dimulai dari 2072 bp sebagai pita pertama dan yang paling jelas bentuk pitanya, sampai 100 bp sebagai pita


(55)

terakhir. Pasangan basa DNA virus DEN-3 adalah 290 bp, maka dari marker dapat

dilihat bahwa pasangan basa virus ini terletak antara 200 bp sebagai pita

kesepuluh dan 300 bp sebagai pita kesembilan, dan lebih mendekati pita 300 bp

dari pada pita 200 bp.

Gambar 3. Marker 100 bp DNA ladder

Gambar 3 di bawah ini adalah potongan kontrol positif dari keseluruhan serotipe virus Dengue yang dipakai sebagai pembanding untuk menentukan ada atau tidaknya serotipe virus Dengue dari sampel yang diteliti.


(56)

500 400 300

200

100

bp (marker 100 bp DNA ladder)

290

Gambar 4. Kontrol positif hasil RT-PCR dari seluruh Serotipe Virus Dengue Keterangan : 1. Kontrol positif DEN-2 119 bp

2. Kontrol positif DEN-3 290 bp

3. Kontrol positif DEN-4 398 bp

4. Kontrol positif DEN-1 482 bp

5. Marker 100 bp DNA ladder

Dalam penelitian ini, dari 100 sampel nyamuk A. aegypti yang diteliti ternyata tidak ditemukan satu pun nyamuk yang mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini berarti dari hasil elektroforesis tidak terlihat adanya pita yang berada

antara 200 bp dan 300 bp. Gambar 4 sampai Gambar 13 merupakan hasil


(57)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp

600 bp 300 bp 290 bp

Gambar 5. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 1 sampai 10 Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 5: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 6 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 7 : negatif

4. Sampel 1 : negatif 11. Sampel 8: negatif

5. Sampel 2 : negatif 12. Sampel 9 : negatif

6. Sampel 3 : negatif 13. Sampel 10 : negatif

7. Sampel 4 : negatif

Gambar 4 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 1 sampai 10 yang berasal dari Kecamatan Medan Helvetia, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor 3.


(58)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp

600 bp

300bp 290 bp

Gambar 6. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 11 sampai 20 Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 15: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 16 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 17 : negatif

4. Sampel 11 : negatif 11. Sampel 18: negatif

5. Sampel 12 : negatif 12. Sampel 19 : negatif

6. Sampel 13 : negatif 13. Sampel 20 : negatif

7. Sampel 14 : negatif

Gambar 5 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 11 sampai 20 yang berasal dari Kecamatan Medan Helvetia, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor 3.


(59)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp

600 bp

300 bp 290 bp

Gambar 7. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 21 sampai 30 Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 25: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 26 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 27 : negatif

4. Sampel 21 : negatif 11. Sampel 28: negatif

5. Sampel 22 : negatif 12. Sampel 29 : negatif

6. Sampel 23 : negatif 13. Sampel 30 : negatif

7. Sampel 24 : negatif

Gambar 6 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 21 sampai 30 yang berasal dari Kecamatan Medan Amplas, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor 3.


(60)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp

600 bp

300 bp 290 bp

Gambar 8. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 31 sampai 40

Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 35: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 36 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 37 : negatif

4. Sampel 31 : negatif 11. Sampel 38: negatif

5. Sampel 32 : negatif 12. Sampel 39 : negatif

6. Sampel 33 : negatif 13. Sampel 40 : negatif

7. Sampel 34 : negatif

Gambar 7 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 31 sampai 40 yang berasal dari Kecamatan Medan Amplas, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor 3.


(61)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp

600 bp

300 bp 290 bp

Gambar 9. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 41 sampai 50

Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 45: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 46 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 47 : negatif

4. Sampel 41 : negatif 11. Sampel 48: negatif

5. Sampel 42 : negatif 12. Sampel 49 : negatif

6. Sampel 43 : negatif 13. Sampel 50 : negatif

7. Sampel 44 : negatif

Gambar 8 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 41 sampai 50 yang berasal dari Kecamatan Medan Selayang, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor 3.


(62)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp

600 bp

300bp 290 bp

Gambar 10. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 51 sampai 60

Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 55: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 56 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 57 : negatif

4. Sampel 51 : negatif 11. Sampel 58: negatif

5. Sampel 52 : negatif 12. Sampel 59 : negatif

6. Sampel 53 : negatif 13. Sampel 60 : negatif

7. Sampel 54 : negatif

Gambar 9 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 51 sampai 60 yang berasal dari Kecamatan Medan Selayang, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor 3.


(63)

1500 bp

600 bp

300 bp 290 bp

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Gambar 11. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 61 sampai 70 Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 65: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 66 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 67 : negatif

4. Sampel 61 : negatif 11. Sampel 68: negatif

5. Sampel 62 : negatif 12. Sampel 69 : negatif

6. Sampel 63 : negatif 13. Sampel 70 : negatif

7. Sampel 64 : negatif

Gambar 10 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 61 sampai 70 yang berasal dari Kecamatan Medan Baru, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor 3.


(64)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp 600 bp 300 bp 290 bp

Gambar 12. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 71 sampai 80 Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 75: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 76 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 77 : negatif

4. Sampel 71 : negatif 11. Sampel 78: negatif

5. Sampel 72 : negatif 12. Sampel 79 : negatif

6. Sampel 73 : negatif 13. Sampel 80 : negatif

7. Sampel 74 : negatif

Gambar 11 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 71 sampai 80 yang berasal dari Kecamatan Medan Baru, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor 3.


(65)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp

600 bp

300 bp 290 bp

Gambar 13. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue Nomor 81 sampai 90 Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 85: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 86 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 87 : negatif

4. Sampel 81 : negatif 11. Sampel 88: negatif

5. Sampel 82 : negatif 12. Sampel 89 : negatif

6. Sampel 83 : negatif 13. Sampel 90 : negatif

7. Sampel 84 : negatif

Gambar 12 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 81 sampai 90 yang berasal dari Kecamatan Medan Sunggal, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor 3.


(66)

Gambar 14. Hasil RT-PCR Sampel Virus Dengue nomor 91 sampai 100

Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 95: negatif

2. Kontrol negatif 9. Sampel 96 : negatif

3. Kontrol positif DEN-3 10. Sampel 97 : negatif

4. Sampel 91 : negatif 11. Sampel 98: negatif

5. Sampel 92 : negatif 12. Sampel 99 : negatif

6. Sampel 93 : negatif 13. Sampel 100 : negatif

7. Sampel 94 : negatif

Gambar 13 menunjukkan bahwa dari sampel nomor 91 sampai 100 yang berasal dari Kecamatan Medan Sunggal, ternyata tidak ditemukan satu pun sampel yang positif mengandung virus Dengue tipe-3. Hal ini dapat dilihat dari tidak tampaknya pita dari sumur nomor 4 sampai 13 yang menyerupai kontrol positif yang berada di sumur nomor

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1500 bp

600 bp

300 bp 290 bp


(67)

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Nyamuk Aedes aegypti berdasarkan Kecamatan

di Kota Medan yang Mengandung Virus Dengue tipe-3 (DEN-3) Kecamatan Jumlah (ekor) Nomor Sampel Hasil RT-PCR DEN-3 Positif DEN-3 (%)

Medan Helvetia 20 1 Negatif 0,0

2 Negatif

3 Negatif

4 Negatif

5 Negatif

6 Negatif

7 Negatif

8 Negatif

9 Negatif

10 Negatif

11 Negatif

12 Negatif

13 Negatif

14 Negatif

15 Negatif

16 Negatif

17 Negatif

18 Negatif

19 Negatif

20 Negatif

Medan Amplas 20 21 Negatif 0,0

22 Negatif

23 Negatif

24 Negatif

25 Negatif

26 Negatif

27 Negatif

28 Negatif

29 Negatif

30 Negatif


(68)

Lanjutan Tabel 3.

32 Negatif

33 Negatif

34 Negatif

35 Negatif

36 Negatif

37 Negatif

38 Negatif

39 Negatif

40 Negatif

Medan Selayang 20 41 Negatif 0,0

42 Negatif

43 Negatif

44 Negatif

45 Negatif

46 Negatif

47 Negatif

48 Negatif

49 Negatif

50 Negatif

51 Negatif

52 Negatif

53 Negatif

54 Negatif

55 Negatif

56 Negatif

57 Negatif

58 Negatif

59 Negatif

60 Negatif

Medan Baru 20 61 Negatif 0,0

62 Negatif

63 Negatif

64 Negatif

65 Negatif


(69)

Lanjutan Tabel 3

67 Negatif

68 Negatif

69 Negatif

70 Negatif

71 Negatif

72 Negatif

73 Negatif

74 Negatif

75 Negatif

76 Negatif

77 Negatif

78 Negatif

79 Negatif

80 Negatif

Medan Sunggal 20 81 Negatif 0,0

82 Negatif

83 Negatif

84 Negatif

85 Negatif

86 Negatif

87 Negatif

88 Negatif

89 Negatif

90 Negatif

91 Negatif

92 Negatif

93 Negatif

94 Negatif

95 Negatif

96 Negatif

97 Negatif

98 Negatif

99 Negatif

100 Negatif

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa dari 100 sampel nyamuk A. aegypti yang dikumpulkan dari 5 kecamatan di Kota Medan yaitu Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal, ternyata tidak


(70)

ditemukan virus Dengue tipe-3 yang memilki pasangan basa 290 bp. Rangkuman dari persentase nyamuk yang mengandung DEN-3 dapat dilihat dari Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Rangkuman Hasil Penelitian

Kecamatan Jumlah (ekor) Positif DEN-3 %

Medan Helvetia 20 - 0,0

Medan Amplas 20 - 0,0

Medan Selayang 20 - 0,0

Medan Sunggal 20 - 0,0

Medan Baru 20 - 0,0

Total 100 0,0

IV.2. Pembahasan

Virus dengue sebagai penyebab Demam Berdarah Dengue yang ditularkan

melalui nyamuk A. aegypti penting untuk dapat segera didiagnosa. Hal ini

berkaitan dengan semakin meningkatnya jumlah penderita DBD setiap tahunnya terutama di kota Medan dan dapat menimbulkan kematian (Sulani, 2004).

Tujuan pemeriksaan dengan RT-PCR ini adalah untuk menentukan adanya RNA virus Dengue pada tubuh nyamuk dan sekaligus menentukan serotipe virus Dengue yang ditemukan. Laporan dari WHO menyatakan bahwa seluruh wilayah tropis di dunia telah menjadi hiperendemis dengan keempat serotipe virus secara bersama-sama di wilayah-wilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika (Hariadhi, 2007).


(71)

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan ternyata tidak ditemukan virus Dengue tipe-3 (DEN-3) dari 100 sampel nyamuk yang diambil dari 5 kecamatan di Kota Medan. Akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan ditemukannya virus Dengue tipe lain dalam tubuh nyamuk-nyamuk tersebut, karena primer yang digunakan pada saat PCR adalah primer khusus untuk Dengue tipe-3 (DEN-3).

Berdasarkan penelitian Nisalak, dkk. (2003) di Bangkok, ternyata serotipe virus Dengue bersirkulasi berbeda-beda seiring kurun waktu yang berbeda pula. Untuk DEN-3 terutama pada tahun 1987, 1995-1999, dan virus tipe ini sering berkaitan dengan terjadinya wabah.

Hariadhi, dkk. (2007) melakukan penelitian dari sampel darah penderita DBD pada daerah endemik di Jawa Timur. Dari penelitian ini hanya ditemukan 1 orang (10%) dari 10 penderita DBD yang menderita virus Dengue serotipe DEN-3 yang dijumpai bersamaan dengan DEN-2 (mix infection) dan ternyata penderita ini mengalami infeksi DBD derajat IV (SSD).

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya DBD, antara lain faktor hospes

(host), lingkungan dan virus itu sendiri. Bahkan dari beberapa penelitian

menunjukkan adanya pergeseran genotipe virus sehingga menyebabkan terjadinya SSD (Suhendro, 2006; Hariadhi, 2007).

Di Indonesia, faktor lingkungan (musim) juga mempengaruhi angka kejadian infeksi virus Dengue serta tipe virus yang berjangkit pada periode waktu tertentu. Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini.


(72)

Gambar 15. Pola Dominasi Serotipe Virus Dengue dari serum manusia dari tahun 2004-2007 (Sumber : Depkes RI, 2007)

Walaupun Gambar 14 di atas menunjukkan serotipe virus Dengue yang berasal dari serum manusia, tetapi dapat dipastikan bahwa gambaran infeksi yang terjadi pada tubuh manusia berasal dari infeksi virus yang ditularkan oleh nyamuk. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa infeksi virus Dengue dijumpai puncaknya sekitar awal tahun dan serotipe yang paling dominan adalah DEN-2 diikuti DEN-3. Selain itu dapat juga kita lihat DEN-3 terutama ditemukan pada KLB, yaitu peningkatan secara tiba-tiba pada tahun 2007 setelah menurun pada tahun 2006.

Suwandono, dkk. (2006) melaporkan bahwa di Indonesia terjadi KLB kasus DBD pada tahun 2004 dan saat itu ditemukan serotipe virus Dengue yang paling dominan adalah DEN-3, diikuti DEN-2 dan DEN-1. Hal senada juga dilaporkan oleh Noguiera, dkk. (2001) pada peristiwa KLB DBD di Brazil, dimana


(73)

ditemukan serotipe virus DEN-3 sebagai serotipe virus Dengue yang paling dominan yaitu 99%. Begitu juga laporan dari Bharaj, dkk. (2008) di India yang menemukan serotipe virus DEN-3 sebagai serotipe yang paling dominan, diikuti DEN-1, DEN-2 dan DEN-4. Dari laporannya dikatakan pada KLB umumnya ditemukan multiple virus serotipe sehingga dapat memperburuk gejala klinis penderita dan cenderung menyebabkan kematian.

Dari seluruh serotipe virus Dengue yang terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di banyak daerah, yang diikuti 2, 1 dan 4. Dan diketahui pula bahwa DEN-3 juga merupakan serotipe yang paling dominan berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit (Hariadhi, 2007).

Virus Dengue tipe-3 (DEN-3) yang ditemukan pertama kali pada tahun 1978 di Puerto Rico dan menghilang selama 16 tahun, kemudian muncul lagi pada tahun 1994 di Nikaragua, dan diindikasikan sebagai penyebab utama epidemik DBD. Sedangkan tipe lain yaitu DEN-1, 2 dan 4 ditemukan secara endemik. Salah satu alasan mengapa DEN-3 sebagai penyebab timbulnya KLB kasus DBD adalah bahwa pada situasi endemik yang biasanya muncul adalah DEN-1, 2 dan 4, sehingga secara imunologi tubuh masih ’virgin’ dengan DEN-3. Jadi, bila DEN-3 muncul akan meningkatkan kemungkinan terjadinya gejala klinis yang lebih parah. Tetapi tidak diketahui pasti mengapa secara tiba-tiba DEN-3 muncul setelah menghilang selama beberapa tahun. Berdasarkan data yang ada dari seluruh dunia, diperkirakan peristiwa KLB umumnya terjadi 1 sampai 5 tahun.


(74)

Hal ini sesuai dengan peristiwa KLB di Indonesia yaitu pada tahun 1995, 2000 dan 2004 (CDC, 1995; Virus Weekly, 2003; Sulani, 2004).

Menurut data dari P2P Dinas Kesehatan Kota Medan (2009) pada bulan September dan Oktober 2008, yaitu saat pengambilan sampel, berturut-turut ditemukan 215 kasus dan 130 kasus DBD dari seluruh kecamatan di Kota Medan. Sedangkan jumlah keseluruhan penderita DBD dari bulan Januari sampai November 2008 adalah 1440 kasus. Jumlah penderita DBD ini lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah penderita DBD pada tahun 2007 yaitu 1917 kasus. Jadi dari data ini dapat disimpulkan bahwa pada saat pengambilan sampel, di Kota Medan tidak terjadi KLB DBD, sehingga hal ini dapat menjadi sebab tidak ditemukannya virus Dengue tipe-3 (DEN-3).

Kekurangan penelitian ini sehingga tidak ditemukannya virus Dengue tipe-3 (DEN-3) adalah waktu pengambilan yang dilakukan kurang tepat yaitu pada saat tidak terjadi KLB DBD, atau di awal tahun dimana sering dijumpai lonjakan kasus seperti Gambar 14 di atas.

Sehubungan dengan perkiraan epidemik kasus DBD di Indonesia dan hampir di seluruh dunia yang berlangsung kira-kira setiap 5 tahun, ada baiknya lebih ditingkatkan kewaspadaan akan munculnya KLB DBD pada tahun 2009 ini, karena kasus KLB DBD terakhir di Indonesia adalah tahun 2004.

Dengan tidak ditemukannya DEN-3 dari tubuh nyamuk A.aegypti pada


(75)

kemungkinan timbulnya gejala klinis yang lebih parah seperti SSD bila DEN-3 kembali muncul. Sehingga peneliti berpendapat hal ini patut menjadi perhatian dari pemerintah untuk mencegah timbulnya kasus DBD dengan gejala klinis yang lebih parah atau bahkan dapat menimbulkan kematian.


(1)

pada tahun 2009 ini, karena berdasarkan data dari seluruh dunia, KLB terjadi hampir setiap 5 tahun.

Semoga penelitian ini dapat menjadi dasar dilakukannya penelitian-penelitian lanjutan sehubungan virus Dengue dan penyakit yang diakibatkannya, dan menambah data bagi pemerintah daerah maupun pusat mengenai pemetaan virus Dengue di Indonesia.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ananthanarayan, R. and Paniker, C.K.J. 2000. Textbook of Microbiology. Sixth edition. pp.487-491. Orient Longman, Hyderabad.

Arma, A.J.A. 2006. Statistik Penelitian Kinik. h.34. (unpublished)

Bharaj, P., Chahar H.S., Pandey A., Diddi K., Dar L., Guleria R., Kabra S.K., and Broor S. 2008. Concurrent infections by all four dengue virus serotypes during an outbreak of dengue in 2006 in Delhi, India. Virology Journal 5(1):1-5

Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., and Morse, S.A. 2007. Arthropode-Borne & Rodent-Borne Viral Disease. In : Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology. 24th edition. pp.522-524. Mc Graw Hill, New York.

CDC. 1995. International Notes Dengue Type 3 Infection - Nicaragua and Panama,

October-November 1994. Available on :

http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/0003553.htm

(accessed on Februari, 1st 2009)

Corwin, A.L., Larasati, R.P., Bangs, M.J., Wuryadi, S., Arjoso, S., Sukri, N., Listyaningsih, E., Hartati, S., Namursa, R., Anwar, Z., Chandra, S., Loho, B., Ahmad, H., Campbell, J.R., and Porter, K.R. 2001. Epidemic dengue transmission in southern Sumatra, Indonesia. Trans R Soc Trop Med Hyg 95(3):257-265.

Darlan, D.M. 2004. Aedes spp. Sebagai vektor utama dari demam berdarah dengue. Majalah Kedokteran Nusantara Suplemen Naskah Lengkap PIT Penyakit Dalam 2004 dan DHF Course 37(1):7-10

Dash, P.K., Parida, M.M., Saxena, P., Abhyankar, A., Singh, C.P., Tewari, K.N., Jana, A.M., Sekhar, K., and Rao, P.V.L. 2006. Reemergence of dengue virus type-3 (subtype-III) in India: Implications for increased incidence of DHF & DSS. Virology Journal 3:55.


(3)

Dinas Kesehatan Kota Medan-P2P. 2009. Data kasus DBD 2007 dan 2008. (unpublished)

Gaiani, M. Aedes aegypti. 2006. Available on

www.flickcr.com/photos/mgaiani/2241172712 (accessed on July,

22nd 2008)

Ginting, Y. 2004. Patofisiologi, gejala dan tanda demam berdarah dengue/sindroma syok dengue. Majalah Kedokteran Nusantara Suplemen Naskah Lengkap PIT Penyakit Dalam 2004 dan DHF Course 37(1):23-25

Gubler, D.J. 1997. Epidemic dengue/dengue haemorrhagic fever : A global public health program in the 21st century. Dengue Bulletin 21

Hadi, U.K. and Koesharto, F.X. 2006. Nyamuk. In : Sigit, S.H., Hadi, U.K. (Eds). Hama Permukiman Indonesia. h. 23-35. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan IPB, BogorHadinegoro, S.R.H., Soegijanto, S., Wuryadi, S., and Suroso, T. 2006. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

Hariadhi, S. and Soegijanto, S. 2007. Pola Distribusi Serotipe Virus Dengue pada Beberapa Daerah Endemik di Jawa Timur dengan Kondisi Geografis

Berbeda. Available on:

http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s3-2007-hariadhisho-5330width=300..-37k (accessed on January, 15th 2009) Harris, E., Roberts, T.G., Smith, L., Selle, J., Kramer, L.D., Valle, S., Sandoval, E.,

and Balmaseda, A. 1998. Typing of dengue viruses in clinical specimens and mosquitoes by single-tube multiplex reverse transcriptase PCR. Journal of Clinical Microbiology 36(9):2634-2639.

Hutabarat, G.F. 2004. Sifat-sifat virus dengue. Majalah Kedokteran Nusantara Suplemen Naskah Lengkap PIT Penyakit Dalam 2004 dan DHF Course 37(1):16-18.


(4)

Husaini, M. 2003. Entomologi Kedokteran. h.79-89. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran USU, Medan.

Kusumawati, L. 2005. Teori sequential infection dari Halstead. USU Repository. Universitas Sumatera Utara. Available on :

http://library.usu.ac.id/download/fk/mikrobiologi/pdf. accessed on August, 2nd 2008)

Massi, M.N. dan Sabran, A.A. 2006. Teknik identifikasi serotipe virus dengue (DEN 1-4) dengan uji reverse transcription polymerase chain (RT-PCR). Jurnal Medika Nusantara 27(1):1-6

Nisalak, A., Endy, T.P., Nimmannitya, S., Kalayanarooj, S.,Thisayakorn, U., Scott, R.M., Burke, D.S., Hoke, C.H., Innis, B.L., and Vaughn, D.W. 2003. Serotype-specific dengue virus circulation and dengue disease in Bangkok, Thailand from 1973 to 1999. Am J Trop Med Hyg 68(2):191-202

Noguiera, R.M.R., Miagostovich, M.P., Filippis, A.M.B., Pereira, M.A.S.P., and Schatzmayr, H.G. 2001. Dengue virus type 3 in Rio de Janeiro, Brazil.Mem Inst Oswaldo Cruz 96(7):925-926

Porter, K.R., Becket C.G., Kosasih, H., Irsianatan, R., Alisjahbana, B., Rudiman, P.I..F., Widjaja, S., Listiyaningsih, E., Ma’roef, C.N., McArdle, J.L., Parwati, I., Sudjana, P., Jusuf, H., Yuwono D., and Wuryadi, S. 2005. Epidemiology of dengue and dengue haemorrhagic fever in cohort of adults living in Bandung, West Java, Indonesia. Am J Trop Med Hyg 72(1):60-66

Pinheiro, V.C.S., Tadei, W.P., Barros, P.M.S.S., Vasconcelos P.F.C., and Cruz, A.C.R. 2005. Detection of dengue virus serotype 3 by reverse transcription-polymerase chain reaction in Aedes aegypti (Diptera, Culicidae) captured in Manaus, Amazonas. Mem Ins Oswaldo Cruz 100(8):833-839.

Samuel, P.P. and Tyagi, B.K. 2006. Diagnostic methods for detection & isolation of dengue viruses from vector mosquitoes. Indian J Med Res 122:615-628.


(5)

Setiati, T.E., Wagenaar, J.F.P., de Kruif, M.D., Mairuhu, A.T.A., van Gorp, E.C.M. and Soemantri, A. 2006. Changing epidemiology of dengue haemorrhagic fever in Indonesia. Dengue Buletin 30:8-10

Soedarmo, S.S.P. 2005. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. h.1-35. UI Press, Jakarta.

Soegijanto, S. 2006. Patogenesa dan perubahan patofisologi infeksi virus dengue. Available on : www.pediatrik.com/buletin/20060220-8ma2gi-buletin.pdf (accessed on August, 2nd 2008)

Sopian, T. 2006. Aplikasi teknologi PCR mendeteksi flu burung. Available on :

http://64.203.71.11/Kompas-cetak (accessed on October, 2nd 2008) Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. h.94-142. Kanisius, Jakarta.

Suhendro., Nainggolan, L., Chen, K., and Pohan, H.K. 2006. Demam Berdarah Dengue. In : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (Eds). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. h. 1731-1735. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta.

Sulani, F., 2004. Analisis situasi penyakit demam berdarah dengue di provinsi Sumatera Utara. Majalah Kedokteran Nusantara Suplemen Naskah Lengkap PIT Penyakit Dalam 2004 dan DHF Course 37(1):1-6.

Sukri, N.C., Laras, R., Wandra, T., Didi, S., Larasati, RP., Josef, R.R., Osok, S., Tjia, P., Saragih, J.M., Hartati, S., Listyaningsih, E., Porter K.R., Becket, C.G., Prawira, I.S., Punjabi, N., Suparmanto, S.A., Beecham, H.J., Bangs, M.J. and Corwin, A.L. 2003. Transmission of epidemic dengue hemorrhagic fever in easternmost Indonesia. Am J Trop Med Hyg 08(5):529-535

Suroso,T. Hadinegoro, S.R., and Wuryadi, S. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. h. 14-16. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.


(6)

Virus Weekly. 2003. DEN-3 serotype linked to outbreaks. Available on :

http://www.accesmylibrary.com (accessed onFebruary, 1st 2009) Wuryadi, S. 2000. Diagnosis laboratorium infeksi virus dengue. In : Hadinegoro,

S.R.H., Satari, H.I. (Eds). Demam berdarah dengue, Naskah Lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tata laksana kasus DBD. h.55-64. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.


Dokumen yang terkait

Pengukuran Kepadatan Nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan Indeks Ovitrap Di Pelabuhan Biang Lancang Lhokseumawe Tahun 2004

2 40 69

Deteksi Dan Penentuan Virus Gengue Serotpe 1 Dari Serum Penderita Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Di Rumah Sakit Kota Medan Menggunakan Reverse Transcriptase Polymerase Shain Reaction

0 43 61

Deteksi Dan Penentuan Virus Dengue Serotipe 3 Dari Serum Penderita Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Di Rumah Sakit Kota Medan Menggunakan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction

1 39 65

Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 1 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Di Kota Medan

1 38 80

Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan

2 68 68

Frekuensi Virus Dengue Serotipe 4 Dari Serum Penderita DD / BBD Di Rumah Sakit Kota Medan Menggunakan RT-PCR

1 58 73

Deteksi Virus Dengue dari Nyamuk Vektor Aedes aegypti di Daerah Endemik Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Padang dengan Metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

1 3 15

DETEKSI TRANSMISI TRANSOVARIAL VIRUS DEN3 PADA SEMUA STADIUM Aedes aegypti SECARA IMUNOSITOKIMIA DENGAN KONFIRMASI RT-PCR.

0 0 16

DETEKSI TRANSMISI TRANSOVARIAL VIRUS DEN3 PADA SEMUA STADIUM Aedes aegypti SECARA IMUNOSITOKIMIA DENGAN KONFIRMASI RT-PCR jurnal

0 0 6

Keywords: Dengue infections, serotyping, RT-PCR Pendahuluan - Deteksi dan Serotiping Virus Dengue dan Serum Penderita Demam Dengue di Medan Menggunakan Reverse Transkriptase PCR

0 0 12