commit to user
7
7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Pariwisata
1. Pengertian Pariwisata
Pengertian kata pariwisata sendiri secara harfiah merupakan kegiatan bepergian bersama-sama, untuk memperluas pengetahuan; bersenang-senang. Di
dalam konteksnya sebagai ilmu, pengertian pariwisata sendiri meluas. Kegiatan dalam jangka waktu tertentu sementara waktu yang dilakukan dari satu tempat
ketempat lain, wisatawan sendiri bukan memiliki tujuan untuk usaha business namun semata hanya sebagai konsumen. Perjalanan tersebut guna pertamasyaan
dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam, dengan menggunakan fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka Nyoman S,
2006: 3-7. Pemerintah sendiri juga menetapkan makna dari pariwisata seperti yang
tercantum dalam UU Kepariwisataan No. 9 tahun 1990, Segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata
serta usaha-usaha yang terkait dibidangnya. Pembahasan mengenai pariwisata semakin melebar dan tak hanya
mengenai kegiatan yang dilakukan namun juga aspek disekitarnya, seperti dikutip dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Ir. Jero Wacik, “Pemahaman dan perkembangan masyarakat terhadap kebudayaan dan pariwisata, meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat dan menumbuhkan sikap kritis terhadap fakta sejarah, serta memperkokoh ketahanan bangsa. Untuk itu perlu kita sadari bahwa
pembangunan bidang kebudayaan dan pariwisata memiliki peran penting dalam
commit to user
8
8
memperbaiki struktur kehidupan bangsa apalagi dengan adanya persoalan yang kompleks dan bersifat multidimensional yang saat ini masih berlanjut setelah
terjadinya krisis yang berkepanjangan, serta meningkatnya ancaman keamanan dunia secara global
”
www.budpar.go.id
.
2. Paradigma Kepariwisataan Berkaitan dengan Otonomi Daerah
Sejurus dengan pengeritan di atas, seperti dikutip dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Ir.Jero Wacik, S.E, hal yang serupa juga diungkapkan
oleh Dr. Sapta Nirwandar. Bahwa pariwisata sering kali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara
tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spectrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara
Sapta Nirwandar,
2005:1
. Lebih lengkap lagi mengenai tujuan pembangunan pariwisata dijabarkan
sebagai berikut, a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Pariwisata mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kegiatan
perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Sehingga dengan banyaknya warga negara yang melakukan
kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat tinggalnya akan timbul rasa persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan filosofi
kehidupan masyarakat yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional.
commit to user
9
9
b. Penghapusan Kemiskinan Poverty Alleviation Pembangunan pada pariwisata seharusnya mampu memberikan
kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berusaha dan bekerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah seharusnya memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian pariwisata akan mampu memberi andil besar dalam
penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi ekonomi lain selain potensi alam dan budaya bagi kepentingan
pariwisata. c. Pembangunan Berkesinambungan Sustainable Development
Dengan sifat kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya dan keramahtamahan pelayanan, sedikit sekali
sumberdaya yang habis digunakan untuk menyokong kegiatan ini. Bahkan berdasarkan berbagai contoh pengelolaan kepariwisataan yang
baik, kondisi lingkungan alam dan masyarakat di suatu destinasi wisata mengalami peningkatan yang berarti sebagai akibat dari pengembangan
keparwiwisataan di daerahnya. d. Pelestarian Budaya Culture Preservation
Pembangunan kepariwisataan seharusnya mampu memberikan kontribusi nyata dalam upaya-upaya pelestarian budaya suatu negara atau
daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan budaya negara atau daerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi
bersama mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat utama pelestarian kebudayaan. Dalam konteks
commit to user
10
10
tersebut, sudah selayaknya bagi Indonesia untuk menjadikan pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong pelestarian kebudayaan
di berbagai daerah. e. Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia
Pariwisata pada masa kini telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada beberapa kelompok masyarakat
tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata bahkan telah dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian waktu libur
yang lebih panjang dan skema paid holidays. f.
Peningkatan Ekonomi dan Industri Pengelolaan kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan
seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan bahan dan produk lokal dalam
proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga memberikan kesempatan kepada industri lokal untuk berperan dalam penyediaan
barang dan jasa. Syarat utama dari hal tersebut di atas adalah kemampuan usaha pariwisata setempat dalam memberikan pelayanan berkelas dunia
dengan menggunakan bahan dan produk lokal yang berkualitas. g. Pengembangan Teknologi
Dengan semakin kompleks dan tingginya tingkat persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi, kebutuhan akan
teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan mendorong destinasi pariwisata mengembangkan kemampuan penerapan teknologi terkini
mereka. Pada daerah-daerah tersebut akan terjadi pengembangan
commit to user
11
11
teknologi maju dan tepat guna yang akan mampu memberikan dukungan bagi kegiatan ekonomi lainnya.
Dengan demikian
pembangunan kepariwisataan
akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintahan di berbagai
daerah yang lebih luas dan bersifat fundamental. Kepariwisataan akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan suatu daerah dan
terintegrasi dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat
setempat Sapta Nirwandar,
2005:1-2
. Adanya
kebijaksanaan Otonomi
daerah yang
memungkinkan pengembangan suatu daerah secara mandiri. Namun belajar dari pengalaman yang
diambil dari pembangunan pariwisata yang bertumpu pada satu pintu gerbang, maka sebaiknya pemerintah pusat dan daerah harus mampu mendorong dan
mendukung program jangka panjang berupa pengembangan pintu gerbang utama lainnya bagi pariwisata Indonesia.
Daerah ini harus strategis baik dilihat dari segi ekonomi, sosial dan politik serta keamanan pengunjung. Isu strategis antara lain,
a. Pertama, dalam masa penerapan otonomi daerah di sektor pariwisata adalah timbulnya persaingan antar daerah, persaingan pariwisata yang
bukan mengarah pada peningkatan komplementaritas dan pengkayaan alternatif berwisata. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
1 lemahnya pemahaman tentang pariwisata 2 lemahnya kebijakan pariwisata daerah
commit to user
12
12
3 tidak adanya pedoman dari pemerintah pusat maupun provinsi. Akibatnya pengembangan pariwisata daerah sejak masa otonomi
lebih dilihat secara parsial. Artinya banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa
melihat, menghubungkan
dan bahkan
menggabungkan dengan
pengembangan daerah tetangganya maupun propinsikabupatenkota terdekat. Bahkan cenderung meningkatkan persaingan antar wilayah,
yang pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Padahal pengembangan pariwisata seharusnya lintas
Provinsi atau lintas KabupatenKota, bahkan seharusnya tidak lagi mengenal batas karena kemajuan teknologi informasi.
b. Kedua, terkait dengan kondisi pengembangan pariwisata Indonesia yang
masih bertumpu pada daerah tujuan wisata utama tertentu saja, walaupun daerah-daerah lain diyakini memiliki keragaman potensi kepariwisataan.
Hal yang mengemuka dari pemusatan kegiatan pariwisata ini adalah dengan telah terlampauinya daya dukung pengembangan pariwisata di
berbagai lokasi, sementara lokasi lainnya tidak berkembang sebagaimana
mestinya.
Selain itu kekhasan dan keunikan atraksi dan aktivitas wisata yang ditawarkan masih belum menjadi suatu daya tarik bagi kedatangan
wisatawan manca negara, karena produk yang ditawarkan tidak dikemas dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-negara
pesaing. Merupakan salah satu kelemahan produk wisata Indonesia, yang menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara tetangga
commit to user
13
13
adalah kurangnya diversifikasi produk dan kualitas pelayanan wisata Indonesia. Para pelaku kepariwisataan Indonesia kurang memberikan
perhatian yang cukup untuk mengembangkan produk-produk baru yang
lebih kompetitif dan sesuai dengan selera pasar. c. Ketiga, berhubungan dengan situasi dan kondisi daerah yang berbeda
baik dari potensi wisata alam, ekonomi, adat budaya, mata pencaharian, kependudukan dan lain sebagainya yang menuntut pola pengembangan
yang berbeda pula, baik dari segi cara atau metode, prioritas, maupun penyiapannya. Proses penentuan pola pengembangan ini membutuhkan
peran aktif dari semua pihak, agar sifatnya integratif, komprehensif dan sinergis.
d. Keempat, dapat dilihat dari banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat
potensial di Indonesia apabila dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya yang dimilikinya. Namun sayangnya belum bisa dijual atau mampu
bersaing dengan daerahdaerah tujuan wisata baik di kawasan regional maupun internasional. Hal tersebut semata-mata karena daya tarik yang
tersedia belum dikemas secara profesional, rendahnya mutu pelayanan yang diberikan, interpretasi budaya atau alam yang belum memadai, atau
karena belum dibangunnya citra image yang membuat wisatawan tertarik untuk datang mengunjungi dan lain sebagainya.
Memperbanyak variasi produk baru berbasis sumber daya alam, dengan prinsip pelestarian lingkungan dan partisipasi masyarakat,
merupakan strategi yang ditempuh untuk meningkatkan pemanfaatan keunikan daerah dan persaingan di tingkat regional. Selain kualitas
commit to user
14
14
kemasan dan pelayanan, produk pariwisata berbasis alam harus memberikan pengalaman lebih kepada wisatawan. Selanjutnya,
pengemasan produk wisata dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan teknologi terkini. Produk-produk wisata yang ditawarkan harus sudah
berbasis teknologi informasi, sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan sekaligus meningkatkan kemampuan menembus pasar internasional
Sapta Nirwandar,
2005:5
.
3. Pemanfaatan Peta Wisata di Indonesia
Perlu ditekankan pula, bahwa pariwisata sendiri merupakan salah satu dari siklus ekonomi suatu daerah yang juga menunjang stabilitas ekonomi bangsa. Di
dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan pada pariwisata daerah kota Surakarta.
Menurut informasi
yang dikumpulkan,
kota Solo
Surakarta membutuhkan lebih banyak promosi dalam bidang pariwisata, menyusul masih
rendahnya daya jual sektor tersebut, baik di pasar domestik maupun internasional. Solopos Online melaporkan, berdasarkan survei yang dilakukan tim
pariwisata GTZ Red terhadap pelaku industri pariwisata dan meeting, incentive, convention, and exhibition MICE di Bali, Jakarta, Yogyakarta, dan Surakarta,
kawasan Soloraya tidak termasuk dalam top destinations atau kawasan yang menjadi tujuan wisata utama.
“Tak satupun, atau nol persen responden yang memasukkan Soloraya dalam daftar top selling, atau masuk dalam daftar daerah yang memiliki daya jual
pariwisata tinggi. Padahal, rating Yogyakarta cukup tinggi, peringkat kedua setelah Bali, baik sebagai destinasi internasional maupun domestik,” ungkap
commit to user
15
15
konsultan GTZ Red, John M. Daniels, saat memberikan pemaparannya dalam workshop Analisis Pasar Pariwisata Soloraya yang digelar di Hotel Quality Solo,
Kamis 57. Menurut John, hal itu cukup ironis mengingat Soloraya sebenarnya
memiliki potensi dan peluang yang hampir sama dengan Yogyakarta. Ada beberapa kemiripan antara Soloraya dan Yogyakarta, yaitu kemiripan nuansa
budaya, budaya keraton, kemiripan sejarah, kedekatan dan kemiripan akses, serta atraksi yang juga hampir sama.
“Dari situ dapat disimpulkan, Solo dan Yogyakarta mempunyai kesamaan peluang. Apa yang dapat dilakukan oleh
Yogyakarta seharusnya juga dapat dilakukan di Solo. Tapi mengapa daya saing Solo kalah begitu jauh
dengan Yogyakarta?” ujar John. Soloraya tampaknya kurang gencar dalam melakukan promosi. Sehingga
potensi wisata di kawasan ini belum banyak dikenal oleh para pelaku industri wisata di daerah-daerah lain. Karena itulah, John menyarankan agar Soloraya
lebih banyak melakukan promosi, baik dalam bentuk penerbitan brosur, website, promosi ke luar negeri dan sebagainya. Kalau perlu, Soloraya mesti membentuk
lembaga yang mengkhususkan pada promosi wisata http:wisatanet.com.
B. Kota Solo Surakarta
Secara geografis Kota Surakarta berada antara 11004515 - 11004535 Bujur Timur dan antara 703600- 705600 Lintang Selatan, dengan luas wilayah
kurang lebih 4.404,06 Ha. Kota Surakarta juga berada pada cekungan di antara dua gunung, yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi dan di bagian timur dan
selatan dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo.