APLIKASI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PADA PETA PARIWISATA KOTA SOLO

(1)

commit to user

PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR

APLIKASI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PADA PETA

PARIWISATA KOTA SOLO

RIWIS SADATI C0705029

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Seni Rupa

Jurusan Desain Komunikasi Visual

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Pengantar Tugas Akhir dengan Judul :

APLIKASI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PADA PETA PARIWISATA KOTA SOLO

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji dalam Sidang Tugas Akhir

Disetujui Oleh :

Pembimbing 1

Arief Iman Santosa, S.Sn NIP. 19790327 200501 1002

Pembimbing 2

Anugerah Irfan, S.Sn NIP. 19830702 2008 12 1 003

Mengetahui, Koordinaror Tugas Akhir

Arief Iman Santosa, S.Sn NIP. 19790327 200501 1002


(3)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Disahkan dan dipertanggungjawabkan pada Sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011

Pada tanggal : 31 Januari 2011 Ketua Sidang Tugas Akhir

1. Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn

NIP. 19510713 198203 1 001 ………..

Sekretaris Sidang Tugas Akhir 2. Esty Wulandari, S.Sos., M.Si.

NIP. 119791109 200801 2 015 ……….. Pembimbing Tugas Akhir I

3. Arief Iman Santosa, S.Sn

NIP. 19790327 200501 1002 ………..

Pembimbing Tugas Akhir II 4. Anugerah Irfan, S.Sn

NIP. 19830702 2008 12 1 003 ………...

Mengetahui, Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Drs. Sudarno, MA NIP. 19530314 198506 1 001

Ketua Jurusan Studi Desain Komunikasi Visual

Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn. NIP. 19510713 198203 1 001


(4)

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk kedua orang tua, terimakasih atas

support, senyum dan kesabarannya dalam


(5)

commit to user

HALAMAN MOTTO

Effort does not betray you. If it ever did,

that means I didn’t put in enough effort.


(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kekuatan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan mata kuliah Tugas Akhir setelah melalui proses panjang demi tersusunnya pengantar karya Tugas Akhir ini.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Bapak Drs. Sudarno, MA.

2. Arif Iman Santoso, S.Sn, dosen dan Pembimbing I Tugas Akhir saya. Terima kasih untuk waktu, tenaga, pikiran, bimbingan, kesabaran, pengertian, dan semua masukan yang diberikan.

3. Anugerah Irfan, S.Sn, dosen dan Pembimbing II Tugas Akhir saya. Terima kasih waktu, tenaga, pikiran, bimbingan, kesabaran, pengertian, dan semua masukan yang diberikan.

4. Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn., Ketua Jususan Studi DKV FSSR UNS, terima kasih untuk nasihat, bimbingan, perhatian, dan dorongan semangat untuk segera lulus.

5. Dosen-dosen di DKV S1 FSSR UNS, terima kasih untuk bimbingannya, pengalaman, ilmu pengetahuan, semangat, dan keramahan selama ini telah diberikan.

6. Orang tua, Ibu dan Bapak serta adik-adik saya, terimakasih atas segala dukungan, kesabaran, senyuman, dan pengertian yang telah diberikan selama proses Tugas Akhir. Terima kasih telah memberi saya kesempatan untuk belajar sesuatu yang saya minati.


(7)

commit to user

7. Terima kasih kepada Lesmi dan Rini (KD), atas persahabatan, dukungan moril, waktu, tenaga, konsultasi, masukan, senyum hangat dan bantuan yang telah kalian berikan.

8. Teman-teman di Komunitas Blogger BENGAWAN, terima kasih untuk bantuan dalam proses Tugas Akhir, persahabatan dan dukungan yang telah diberikan. 9. Teman-teman DKV S1 angkatan 2005, terkhusus untuk Gregoria dan Laras terima

kasih untuk persahabatannya dan dukungannya. Serta warga Kandang, Girl’s

Power dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih untuk

persahabatan dan semangatnya.

10. Anak-anak ‘kantin’ Arsitektur 2005 (dan lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu

persatu), terima kasih telah membantu saya dan mau saya repotkan selama ini. Terima kasih untuk pertemanan dan dukungannya.

11. Teman-temanku semua, yang selalu membawa pengalaman baru setiap hari, melalui kebahagiaan, kesedihan, kesulitan, kerja keras, dan segala macam situasi. 12. Banyak pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.

Saya sangat menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, sehingga sangat terbuka akan adanya kritik dan saran.

Surakarta, 31 Januari 2011

Penulis Riwis Sadati


(8)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ……….……….. HALAMAN PERSETUJUAN ……….……….. HALAMAN PENGESAHAN ……….……….. HALAMAN PERSEMBAHAN ……….………... HALAMAN MOTTO ……….………... KATA PENGANTAR ……….……….. DAFTAR ISI ……….……… DAFTAR TABEL ……….……… DAFTAR LAMPIRAN ……….……… ABSTRAK ……….……….. ABSTRACT ……….………

i ii iii iv v v i viii x xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………

B. Perumusan Masalah ………. .

C. Tujuan ……….

D. Target Visual ………..

E. Target Market dan Target Audience ……….

F. Metode Pengumpulan Data ………...

1 3 3 4 5 6

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Pariwisata ……….

B. Kota Solo (Surakarta) ………..

C. Kajian Promosi ……….

D. Pemasaran ……….

E. Peta ………...

F. Unsur Desain ………

G. Layout Sebagai Salah Satu Unsur Desain ………...

H. Simbol ……….

7 15 16 18 21 23 28 38


(9)

commit to user

BAB III IDENTIFIKASI DATA

A. Objek Perancangan ………

B. Kompetitor ………...

C. Analisis Riset (Calon) Konsumen dan Produk ……….

D. Analisis SWOT ………...

E. Positioning ………...

F. USP (Unique, Selling, Prepositioning) ……….. 39 45 49 51 53 53 BAB IV KONSEP PERANCANGAN

A. Metode Perancangan ………

B. Konsep Kreatif ………...

C. Standar Visual ………..

D. Pemilihan Media ………..

E. Media Placement ………...

F. Prediksi Biaya ………

54 55 56 70 74 75

BAB V VISUALISASI KARYA ………. .. 79 BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ………

B. Saran ………..

99 99

DAFTAR PUSTAKA ………... LAMPIRAN ………

100 101


(10)

commit to user

DAFTAR TABEL

1. Tabel Prediksi Biaya 2. Tabel SWOT


(11)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Konsultasi Dosen Pembimbing 1

2. Lembar Konsultasi Dosen Pembimbing 2


(12)

commit to user

APLIKASI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PADA PETA PARIWISATA KOTA SOLO

Riwis Sadati 1

Arif Iman Santosa, S.Sn. 2 Anugerah Irfan, S.Sn. 2

ABSTRAK

Riwis Sadati. 2010. Tugas Akhir ini berjudul Aplikasi Desain Komunikasi Visual Pada

Peta Pariwisata Kota Solo. Adapun masalah yang dikaji adalah bagaimana mengembangkan fungsi peta pariwisata kota Solo dari kacamata ilmu Desain Komunikasi Visual. Di Solo peta wisata masih kurang diminati dan persebarannya pun tidak merata. Kota seperti Solo juga menggantungkan denyut nadinya kepada komoditi wisatawan baik dalam negeri ataupun mancanegara, terlihat dari makin banyaknya solo berbenah wajah. Namun ketika kita mengunjungi suatu kota, tentu saja kita tak ingin tersesat, maka dibutuhkanlah sebuah peta sebagai pemandu wisatawan. Peta yang ada dikota Solo pun tidak mencangkup seluruh kebutuhan wisatawan, mulai dari hanya memuat jalan tanpa simbol yang jelas untuk menerangkan satu lokasi hingga isi peta hanya lokasi wisata dengan petunjuk jalan yang minim. Bagi turis mancanegara adanya peta itu sangat penting, selain sebagai petunjuk ketika ingin mencoba berpetualang di sebuah kota sendirian juga dapat dijadikan souvenir. Tidak menutup kemungkinan jika warga Solo sendiri juga membutuhkan peta wisata.

Memang peta terkesan sebuah barang yang sangat sepele, namun tak dipungkiri fungsinya yang kuat. Dalam hal pariwisata, adanya sebuah peta bisa menjadi salah satu alternatif media promosi jika digali dengan benar. Jangan menilai barang dari bentuknya, barang sepele peta dapat berimbas besar dalam industry wisata di kota ini.

1

Mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Sastra dan seni Rupa .. UNS dengan NIM. C0705029

2


(13)

commit to user

APPLICATION of VISUAL COMMUNICATION DESIGN on TOURISM MAP of SOLO

Riwis Sadati 1

Arif Iman Santosa, S.Sn. 2 Anugerah Irfan, S.Sn. 2

ABSTRACT

Riwis Sadati. 2010. This final project entitled Application of Visual Communication Design On Tourism Map of Solo. The problem studied is how to develop the tourism map of the city of Solo function of the spectacles of science Visual Communications Design. In Solo tour map is still less attractive and spreading were not evenly distributed. Cities such as Solo also rely on commodity pulse tourists, both domestic or foreign, seen from the increasing number of solo clean face. But when we visit a city, of course we do not want to get lost, then we need a map as a tourist guide. Solo city maps are also not covers all the needs of tourists, ranging from simply loading the street without a clear symbol to describe a location to map the contents of the tourist sites with only minimal directions. For foreign tourists the map is very important, other than as a guide when they want to try an adventure in a city alone can also be used as a souvenir. Is possible if the citizens themselves also need a map Solo tour.

It map seem a very trivial stuff, but no doubt a powerful function. In terms of tourism, the existence of a map could be an alternative media campaign if excavated properly. Do not judge from the shape of goods, simple goods can map a large impact in the tourism industry in this city.

1

A student majoring in Visual Communication Design (DKV), Faculty of Literature and Fine art .. UNS with NIM. C0705029

2.


(14)

commit to user

APLIKASI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL PADA PETA PARIWISATA KOTA SOLO

Riwis Sadati 1

Arif Iman Santosa, S.Sn. 2 Anugerah Irfan, S.Sn. 2

ABSTRAK

Riwis Sadati. 2010. Tugas Akhir ini berjudul Aplikasi Desain Komunikasi Visual Pada

Peta Pariwisata Kota Solo. Adapun masalah yang dikaji adalah bagaimana mengembangkan fungsi peta pariwisata kota Solo dari kacamata ilmu Desain Komunikasi Visual. Di Solo peta wisata masih kurang diminati dan persebarannya pun tidak merata. Kota seperti Solo juga menggantungkan denyut nadinya kepada komoditi wisatawan baik dalam negeri ataupun mancanegara, terlihat dari makin banyaknya solo berbenah wajah. Namun ketika kita mengunjungi suatu kota, tentu saja kita tak ingin tersesat, maka dibutuhkanlah sebuah peta sebagai pemandu wisatawan. Peta yang ada dikota Solo pun tidak mencangkup seluruh kebutuhan wisatawan, mulai dari hanya memuat jalan tanpa simbol yang jelas untuk menerangkan satu lokasi hingga isi peta hanya lokasi wisata dengan petunjuk jalan yang minim. Bagi turis mancanegara adanya peta itu sangat penting, selain sebagai petunjuk ketika ingin mencoba berpetualang di sebuah kota sendirian juga dapat dijadikan souvenir. Tidak menutup kemungkinan jika warga Solo sendiri juga membutuhkan peta wisata.

Memang peta terkesan sebuah barang yang sangat sepele, namun tak dipungkiri fungsinya yang kuat. Dalam hal pariwisata, adanya sebuah peta bisa menjadi salah satu alternatif media promosi jika digali dengan benar. Jangan menilai barang dari bentuknya, barang sepele peta dapat berimbas besar dalam industry wisata di kota ini.

1

Mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Sastra dan seni Rupa .. UNS dengan NIM. C0705029

2


(15)

commit to user

APPLICATION of VISUAL COMMUNICATION DESIGN on TOURISM MAP of SOLO

Riwis Sadati 1

Arif Iman Santosa, S.Sn. 2 Anugerah Irfan, S.Sn. 2

ABSTRACT

Riwis Sadati. 2010. This final project entitled Application of Visual Communication Design On Tourism Map of Solo. The problem studied is how to develop the tourism map of the city of Solo function of the spectacles of science Visual Communications Design. In Solo tour map is still less attractive and spreading were not evenly distributed. Cities such as Solo also rely on commodity pulse tourists, both domestic or foreign, seen from the increasing number of solo clean face. But when we visit a city, of course we do not want to get lost, then we need a map as a tourist guide. Solo city maps are also not covers all the needs of tourists, ranging from simply loading the street without a clear symbol to describe a location to map the contents of the tourist sites with only minimal directions. For foreign tourists the map is very important, other than as a guide when they want to try an adventure in a city alone can also be used as a souvenir. Is possible if the citizens themselves also need a map Solo tour.

It map seem a very trivial stuff, but no doubt a powerful function. In terms of tourism, the existence of a map could be an alternative media campaign if excavated properly. Do not judge from the shape of goods, simple goods can map a large impact in the tourism industry in this city.

1

A student majoring in Visual Communication Design (DKV), Faculty of Literature and Fine art .. UNS with NIM. C0705029

2.


(16)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Perkembangan suatu negara dapat dilihat dari seberapa berkembang perekonomian yang sedang berputar di dalamnya. Perekonomian dalam negara nyatanya didukung oleh berbagai aspek pendukung yang saling menguatkan satu sama lain. Antara lain bisnis perusahaan-perusahaan dalam negeri, penanam modal, bisnis properti, berbagai bisnis di sektor riil yang saling mendukung, pariwisata, dan faktor keamanan. Dalam perkembangannya, telah banyak negara yang bergantung dari pariwisata guna mendukung perekonomian mereka.

Sedangkan di Indonesia, perkembangan pariwisata masih minim perhatian. Padahal dimungkinkan sekali jika sektor ini menjadi penghasil devisa terbesar bagi negara sekaligus pendorong perekonomian. Dapat dilihat di pemerintah pusat yang masih memfokuskan pada perkembangan sektor riil sebagai komoditi utama. Namun demikian, pariwisata masih dapat terselamatkan dengan adanya otonomi daerah yang memungkinkan pemerintah daerah dan kota untuk mengurus sendiri pariwisata di daerahnya sebagai penyokong ekonomi kota tersebut.

Sebut saja Kota Surakarta yang lebih populer dengan sebutan Kota Solo mulai berbenah untuk merealisasikan sebagai Kota Wisata. Dapat dilihat dari pembangunan yang sangat pesat dalam mempercantik diri (pada masa jabatan Ir. Joko Widodo dan F. X. Hadi Rudyatmo). Pembangunan kawasan City Walk


(17)

commit to user

ulang bangunan pasar-pasar tradisional, dan pengadaan acara-acara berbau tradisi Solo yang ditempatkan sebagai bagian dari pendongkrak citra sebagai Kota Wisata.

Dimulai dari munculnya logo Solo dan tagline: Solo the Spirit of Java. Kota Solo pun mulai berdandan dengan menambahkan segala aksen hiasan berbau Jawa dalam setiap sarana publik serta menampilkan logo Solo sebagai apresiasi loyalitas kepada Kota Solo. Perlahan namun pasti, kota ini melangkah sebagai salah satu tujuan wisata dengan didukung oleh partisipasi masyarakatnya. Secara garis besar, Solo telah menjadi tujuan wisata yang lengkap, karena di kota ini tak hanya menyuguhkan keraton sebagai tujuan utamanya. Wisata kuliner, wisata belanja serta suasana khas Jawa pun menjadi daya tarik lainnya.

Di antara pergerakan tersebut dapat kita cermati dengan pasti bahwa masih kurangnya detail pendukung lain seperti angkutan kota yang layak, system transportasi, tempat sampah, dan peta pariwisata. Mungkin hal-hal tersebut dianggap hal yang sangat sepele jadi dimungkinkan untuk dianggap tidak penting. Namun kenyataannya wisatawan pun merasa sedikit terganggu dengan kekurangan itu. Dapat kita beri contoh saja angkutan yang tak layak sering membuat tak nyaman, apalagi angkutan tersebut tidak serta merta menjangkau langsung tempat wisata. Tempat sampah, ini bukan lagi hal sepele ketika seorang turis asing tak menemukan tempat sampah yang notabene sering ia temukan di negaranya, hal ini dapat menambah citra buruk.

Peta pariwisata, ini juga bukan hal sepele. Para wisatawan pun akan mencari benda ini untuk petunjuk arah mereka ketika berada di kota ini. Peta yang tersedia kini kami yakini sudah tidak up to date lagi serta tidak lengkap. Ada pun peta wisata yang disediakan oleh Dinas Pariwisata masih kurang mampu


(18)

commit to user

memaksimalkan fungsinya sebagai peta wisata. Jika belajar dari tujuan wisata lain yang lebih dahulu seperti Bali dan Jogja, kita tidak akan kesulitan menemukan peta wisata seperti di kota Solo.

Untuk itu penulis ingin lebih mengoptimalkan fungsi peta (map) melalui, “Aplikasi Desain Komunikasi Visual pada Peta Pariwisata Kota Solo. Dengan lebih fokus pada desain peta yang lebih representatif dalam lingkup komunikasi visual.

B.

Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka ditentukan beberapa masalah yang relevan dengan Peta Pariwisata Kota Solo dan atara lain,

1. Bagaimanakah merancang peta pariwisata yang sesuai serta mewakili optimalisasi fungsi Peta Pariwisata Kota Solo sehingga tepat sasaran dan efisien dalam penerapannya?

2. Apa sajakah item pendukung peta Surakarta yang representatif dalam hal pariwisata?

C.

Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas yang ada memunculkan tujuan penerapan desain pada Peta Pariwisata Kota Solo antara lain,

1. Menghasilkan hasil rancangan yang akan diaplikasikan pada Peta Pariwisata Kota Solo. Desain tersebut serta-merta dapat mendorong pengoptimalisasian


(19)

commit to user

fungsi serta efisiensi peta dengan masih mengacu pada konsep Komunikasi Visual.

2. Menentukan item pendukung adanya Peta Pariwisata Kota Solo yang memiliki daya tarik serta bernilai jual.

D.

Target Visual / Target Karya

Target rancangan sementara visualisasi yang direncanakan antara lain:

1. Peta (Produk Utama) a. Peta Cetak

1) Booklet Peta Pariwisata Kota Solo

2) Brosur Peta Pariwisata Kota Solo 3) Brosur Peta Makanan

4) Statis

a) Neon Sign

b) Board

b. Peta Digital 2. Item Pendukung

a. Standing X-Banner

b. Pin c. Kaos d. Mug

e. PaperBag


(20)

commit to user

g. Album Foto h. Gantungan kunci i. Topi

j. Sticker

E.

Target Market dan Target

Audience

1. Target Market a. Demografis

- Jenis Kelamin : pria dan wanita - Usia : 10-50 tahun

- Sosial Ekonomi : menengah ke bawah, menengah, menengah ke atas - Agama : semua agama dan kepercayaan

- Pendidikan : SD, SLTP, SLTA, Sarjana dan sederajat b. Geografis

- Daerah sasaran : Surakarta - Iklim : Tropis

2. Target Audience a. Demografis

- Jenis Kelamin : pria dan wanita - Usia : 12-35 tahun

- Sosial Ekonomi : menengah ke bawah, menengah, menengah ke atas - Agama : semua agama dan kepercayaan


(21)

commit to user

b. Psikografis

Masyarakat yang hendak berwisata atau datang ke Solo, hobi berwisata.

F.

Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh informasi secara langsung, mendalam, tidak terstruktur, dan individual. Responden merupakan

target market dan target audience produk.

2. Survei

Merupakan metode yang digunakan secara luas, khususnya dalam riset. Informasi yang dikumpulkan melalui pertanyaan terstruktur atau kuesioner. Survei akan dilakukan secara individu (menemui responden) dan melalui enternet. Responden merupakan target market dan audience.

3. Observasi

Metode pengumpulan data dengan mengamati dan mencatat pola perilaku orang, obyek.

4. Study Pustaka

Merupakan metode pengumpulan data melalui referensi buku yang mendukung.


(22)

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Kajian Pariwisata

1. Pengertian Pariwisata

Pengertian kata pariwisata sendiri secara harfiah merupakan kegiatan bepergian bersama-sama, untuk memperluas pengetahuan; bersenang-senang. Di dalam konteksnya sebagai ilmu, pengertian pariwisata sendiri meluas. Kegiatan dalam jangka waktu tertentu (sementara waktu) yang dilakukan dari satu tempat ketempat lain, wisatawan sendiri bukan memiliki tujuan untuk usaha (business) namun semata hanya sebagai konsumen. Perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam, dengan menggunakan fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka (Nyoman S, 2006: 3-7).

Pemerintah sendiri juga menetapkan makna dari pariwisata seperti yang tercantum dalam UU Kepariwisataan No. 9 tahun 1990, Segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidangnya.

Pembahasan mengenai pariwisata semakin melebar dan tak hanya mengenai kegiatan yang dilakukan namun juga aspek disekitarnya, seperti dikutip dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Ir. Jero Wacik, “Pemahaman dan perkembangan masyarakat terhadap kebudayaan dan pariwisata, meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan menumbuhkan sikap kritis terhadap fakta sejarah, serta memperkokoh ketahanan bangsa. Untuk itu perlu kita sadari bahwa pembangunan bidang kebudayaan dan pariwisata memiliki peran penting dalam


(23)

commit to user

memperbaiki struktur kehidupan bangsa apalagi dengan adanya persoalan yang kompleks dan bersifat multidimensional yang saat ini masih berlanjut setelah terjadinya krisis yang berkepanjangan, serta meningkatnya ancaman keamanan dunia secara global” (www.budpar.go.id).

2. Paradigma Kepariwisataan Berkaitan dengan Otonomi Daerah

Sejurus dengan pengeritan di atas, seperti dikutip dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Ir.Jero Wacik, S.E, hal yang serupa juga diungkapkan oleh Dr. Sapta Nirwandar. Bahwa pariwisata sering kali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spectrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara (Sapta Nirwandar, 2005:1).

Lebih lengkap lagi mengenai tujuan pembangunan pariwisata dijabarkan sebagai berikut,

a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Pariwisata mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Sehingga dengan banyaknya warga negara yang melakukan kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat tinggalnya akan timbul rasa persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan filosofi kehidupan masyarakat yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional.


(24)

commit to user

b. Penghapusan Kemiskinan (Poverty Alleviation)

Pembangunan pada pariwisata seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berusaha dan bekerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah seharusnya memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian pariwisata akan mampu memberi andil besar dalam penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi ekonomi lain selain potensi alam dan budaya bagi kepentingan pariwisata.

c. Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable Development)

Dengan sifat kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya dan keramahtamahan pelayanan, sedikit sekali sumberdaya yang habis digunakan untuk menyokong kegiatan ini. Bahkan berdasarkan berbagai contoh pengelolaan kepariwisataan yang baik, kondisi lingkungan alam dan masyarakat di suatu destinasi wisata mengalami peningkatan yang berarti sebagai akibat dari pengembangan keparwiwisataan di daerahnya.

d. Pelestarian Budaya (Culture Preservation)

Pembangunan kepariwisataan seharusnya mampu memberikan kontribusi nyata dalam upaya-upaya pelestarian budaya suatu negara atau daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan budaya negara atau daerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat utama pelestarian kebudayaan. Dalam konteks


(25)

commit to user

tersebut, sudah selayaknya bagi Indonesia untuk menjadikan pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong pelestarian kebudayaan di berbagai daerah.

e. Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia

Pariwisata pada masa kini telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada beberapa kelompok masyarakat tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata bahkan telah dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian waktu libur yang lebih panjang dan skema paid holidays.

f. Peningkatan Ekonomi dan Industri

Pengelolaan kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan bahan dan produk lokal dalam proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga memberikan kesempatan kepada industri lokal untuk berperan dalam penyediaan barang dan jasa. Syarat utama dari hal tersebut di atas adalah kemampuan usaha pariwisata setempat dalam memberikan pelayanan berkelas dunia dengan menggunakan bahan dan produk lokal yang berkualitas.

g. Pengembangan Teknologi

Dengan semakin kompleks dan tingginya tingkat persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi, kebutuhan akan teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan mendorong destinasi pariwisata mengembangkan kemampuan penerapan teknologi terkini mereka. Pada daerah-daerah tersebut akan terjadi pengembangan


(26)

commit to user

teknologi maju dan tepat guna yang akan mampu memberikan dukungan bagi kegiatan ekonomi lainnya.

Dengan demikian pembangunan kepariwisataan akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintahan di berbagai daerah yang lebih luas dan bersifat fundamental. Kepariwisataan akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan suatu daerah dan terintegrasi dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat (Sapta Nirwandar, 2005:1-2).

Adanya kebijaksanaan Otonomi daerah yang memungkinkan pengembangan suatu daerah secara mandiri. Namun belajar dari pengalaman yang diambil dari pembangunan pariwisata yang bertumpu pada satu pintu gerbang, maka sebaiknya pemerintah pusat dan daerah harus mampu mendorong dan mendukung program jangka panjang berupa pengembangan pintu gerbang utama lainnya bagi pariwisata Indonesia.

Daerah ini harus strategis baik dilihat dari segi ekonomi, sosial dan politik serta keamanan pengunjung. Isu strategis antara lain,

a. Pertama, dalam masa penerapan otonomi daerah di sektor pariwisata adalah timbulnya persaingan antar daerah, persaingan pariwisata yang bukan mengarah pada peningkatan komplementaritas dan pengkayaan alternatif berwisata. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

1) lemahnya pemahaman tentang pariwisata 2) lemahnya kebijakan pariwisata daerah


(27)

commit to user

3) tidak adanya pedoman dari pemerintah pusat maupun provinsi. Akibatnya pengembangan pariwisata daerah sejak masa otonomi lebih dilihat secara parsial.

Artinya banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa melihat, menghubungkan dan bahkan menggabungkan dengan pengembangan daerah tetangganya maupun propinsi/kabupaten/kota terdekat. Bahkan cenderung meningkatkan persaingan antar wilayah, yang pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Padahal pengembangan pariwisata seharusnya lintas Provinsi atau lintas Kabupaten/Kota, bahkan seharusnya tidak lagi mengenal batas karena kemajuan teknologi informasi.

b. Kedua, terkait dengan kondisi pengembangan pariwisata Indonesia yang masih bertumpu pada daerah tujuan wisata utama tertentu saja, walaupun daerah-daerah lain diyakini memiliki keragaman potensi kepariwisataan. Hal yang mengemuka dari pemusatan kegiatan pariwisata ini adalah dengan telah terlampauinya daya dukung pengembangan pariwisata di berbagai lokasi, sementara lokasi lainnya tidak berkembang sebagaimana mestinya.

Selain itu kekhasan dan keunikan atraksi dan aktivitas wisata yang ditawarkan masih belum menjadi suatu daya tarik bagi kedatangan wisatawan manca negara, karena produk yang ditawarkan tidak dikemas dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-negara pesaing. Merupakan salah satu kelemahan produk wisata Indonesia, yang menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara tetangga


(28)

commit to user

adalah kurangnya diversifikasi produk dan kualitas pelayanan wisata Indonesia. Para pelaku kepariwisataan Indonesia kurang memberikan perhatian yang cukup untuk mengembangkan produk-produk baru yang lebih kompetitif dan sesuai dengan selera pasar.

c. Ketiga, berhubungan dengan situasi dan kondisi daerah yang berbeda baik dari potensi wisata alam, ekonomi, adat budaya, mata pencaharian, kependudukan dan lain sebagainya yang menuntut pola pengembangan yang berbeda pula, baik dari segi cara atau metode, prioritas, maupun penyiapannya. Proses penentuan pola pengembangan ini membutuhkan peran aktif dari semua pihak, agar sifatnya integratif, komprehensif dan sinergis.

d. Keempat, dapat dilihat dari banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat potensial di Indonesia apabila dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya yang dimilikinya. Namun sayangnya belum bisa dijual atau mampu bersaing dengan daerahdaerah tujuan wisata baik di kawasan regional maupun internasional. Hal tersebut semata-mata karena daya tarik yang tersedia belum dikemas secara profesional, rendahnya mutu pelayanan yang diberikan, interpretasi budaya atau alam yang belum memadai, atau karena belum dibangunnya citra (image) yang membuat wisatawan tertarik untuk datang mengunjungi dan lain sebagainya.

Memperbanyak variasi produk baru berbasis sumber daya alam, dengan prinsip pelestarian lingkungan dan partisipasi masyarakat, merupakan strategi yang ditempuh untuk meningkatkan pemanfaatan keunikan daerah dan persaingan di tingkat regional. Selain kualitas


(29)

commit to user

kemasan dan pelayanan, produk pariwisata berbasis alam harus memberikan pengalaman lebih kepada wisatawan. Selanjutnya, pengemasan produk wisata dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan teknologi terkini. Produk-produk wisata yang ditawarkan harus sudah berbasis teknologi informasi, sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan sekaligus meningkatkan kemampuan menembus pasar internasional (Sapta Nirwandar, 2005:5).

3. Pemanfaatan Peta Wisata di Indonesia

Perlu ditekankan pula, bahwa pariwisata sendiri merupakan salah satu dari siklus ekonomi suatu daerah yang juga menunjang stabilitas ekonomi bangsa. Di dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan pada pariwisata daerah kota Surakarta.

Menurut informasi yang dikumpulkan, kota Solo (Surakarta) membutuhkan lebih banyak promosi dalam bidang pariwisata, menyusul masih rendahnya daya jual sektor tersebut, baik di pasar domestik maupun internasional. Solopos Online melaporkan, berdasarkan survei yang dilakukan tim pariwisata GTZ Red terhadap pelaku industri pariwisata dan meeting, incentive,

convention, and exhibition (MICE) di Bali, Jakarta, Yogyakarta, dan Surakarta,

kawasan Soloraya tidak termasuk dalam top destinations atau kawasan yang menjadi tujuan wisata utama.

“Tak satupun, atau nol persen responden yang memasukkan Soloraya dalam daftar top selling, atau masuk dalam daftar daerah yang memiliki daya jual pariwisata tinggi. Padahal, rating Yogyakarta cukup tinggi, peringkat kedua


(30)

commit to user

konsultan GTZ Red, John M. Daniels, saat memberikan pemaparannya dalam workshop Analisis Pasar Pariwisata Soloraya yang digelar di Hotel Quality Solo, Kamis (5/7).

Menurut John, hal itu cukup ironis mengingat Soloraya sebenarnya memiliki potensi dan peluang yang hampir sama dengan Yogyakarta. Ada beberapa kemiripan antara Soloraya dan Yogyakarta, yaitu kemiripan nuansa budaya, budaya keraton, kemiripan sejarah, kedekatan dan kemiripan akses, serta atraksi yang juga hampir sama. “Dari situ dapat disimpulkan, Solo dan Yogyakarta mempunyai kesamaan peluang. Apa yang dapat dilakukan oleh Yogyakarta seharusnya juga dapat dilakukan di Solo. Tapi mengapa daya saing Solo kalah begitu jauh dengan Yogyakarta?” ujar John.

Soloraya tampaknya kurang gencar dalam melakukan promosi. Sehingga potensi wisata di kawasan ini belum banyak dikenal oleh para pelaku industri wisata di daerah-daerah lain. Karena itulah, John menyarankan agar Soloraya lebih banyak melakukan promosi, baik dalam bentuk penerbitan brosur, website, promosi ke luar negeri dan sebagainya. Kalau perlu, Soloraya mesti membentuk lembaga yang mengkhususkan pada promosi wisata (http://wisatanet.com).

B.

Kota Solo (Surakarta)

Secara geografis Kota Surakarta berada antara 110045'15'' - 110045'35'' Bujur Timur dan antara 7036'00''- 7056'00' 'Lintang Selatan, dengan luas wilayah kurang lebih 4.404,06 Ha. Kota Surakarta juga berada pada cekungan di antara dua gunung, yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi dan di bagian timur dan selatan dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo.


(31)

commit to user

Dilihat dari aspek lalu lintas perhubungan di Pulau Jawa, posisi Kota Surakarta tersebut berada pada jalur strategis yaitu pertemuan atau simpul yang menghubungkan Semarang dengan Yogyakarta (JOGLOSEMAR), dan jalur Surabaya dengan Yogyakarta. Dengan posisi yang strategis ini maka tidak heran kota Surakarta menjadi pusat bisnis yang penting bagi daerah kabupaten di sekitarnya.

Jika dilihat dari batas kewilayahan, Kota Surakarta dikelilingi oleh 3 kabupaten. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Karanganyar dan Boyolali, sebelah timur dibatasi dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar.

Sementara itu secara administratif, Kota Surakarta terdiri dari 5 (lima) wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari. Dari kelima kecamatan ini, terbagi menjadi 51 kelurahan, 595 Rukun Warga (RW) dan 2669 Rukun Tetangga (RT).(http://surakarta.go.id)

C.

Kajian Promosi

1. Makna Promosi

Adalah kegiatan yang bersifat khusus, biasanya berjangka pendek, yang dilakukan di berbagai tempat atau titik penjualan atau titik pembelian (Frank Jefkins, 1994:151). Kegiatan ini juga meruapakan usaha yang menjembatani kesenjangan antara produsen dan konsumen, usaha komunikasi tersebut dapat dibagi dalam bagian-bagian yang terdiri atas periklanan publisitas, humas, dan


(32)

commit to user

Dalam kasus peta ini, promosi yang dilakukan lebih terfokus pada propaganda kepariwisataan dengan didasarkan atas rencana atau program secara teratur dan kontinu. Promosi juga ditujukan kepada masyarakat agar mempunyai kesadaran akan kegunaan pariwisata baginya, selain itu juga ditujukan kepada dunia luar kampanye penerangan benar-benar mengandung berbagai fasilitas dan atraksi yang unik dan menarik terhadap wisatawan (Nyoman S. Pendit, 2006:25). 2. Media Promosi

Media promosi yang dilakukan meliputi media placement, media mix, media kit. Media placement adalah penjadwalan penempatan iklan di media cetak atau di media elektronik (Nuradi, 1996:109). Dengan penjadwalan penempatan iklan yang didukung dengan media kit serta media mix demi suatu kampanye periklanan yang efektif dan efisien.

Media yang paling cocok bagi iklan barang konsumen biasanya adalah yang diminati secara luas atau bisa juga jurnal yang cakupannya lebih khusus namun merangkul banyak orang (Frank Jefkins, 1996:43).

Dalam pemilihan media yang representatif dengan produk ini dapat menggunakan media alternatif, karena hampir setiap ruang merupakan media potensial untuk iklan (Terence A. Shimp, 2003:544).

3. Produk

Pengkajian terhadap produk, dimulai dari makna produk. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan. Pelanggan memuaskan kebutuhan dan keinginannya lewat produk. Istilah lain produk adalah penawaran atau pemecahan (M. Suyanto, 2007:8).


(33)

commit to user

Produk atau barang di bagi menjadi tiga klasifikasi:

a) Barang-barang Konsumen (jenis barang yang penjualannya bisa berulang-ulang dan merupakan kebutuhan sehari-hari)

b) Barang tahan lama (jenis barang ini harganya lebih mahal dan jarang dibeli dan bersifat tahan lama dari pada barang-barang konsumen) c) Jasa Konsumen (Frank Jefkins, 1994:40).

Namun di dalam istilah promosi, produk juga dikenal dengan product mix

yang merupakan rangkaian atau jajaran berbagai jenis produk yang dihasilkan oleh satu perusahaan (Nuradi, 1996:133). Dalam promosinya juga membutuhkan dukungan dari elemen pendukung seperti media kit. Media kit sendiri adalah materi yang digunakan untuk memperoleh publisitas pada pembukaan dan peristiwa penting lain yang dianggap perlu diumumkan keberadaannya kepada masyarakat lain (Nuradi, 1996:108).

D.

Pemasaran

Definisi pemasaran menurut Philip kotler adalah proses sosial dan manajerial yang seseorang atau kelompok lakukan untuk memperoleh yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai. Adapun The American Marketing Association mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi (M. Suyanto, 2007:7).

Dalam pemasaran juga terjadi tindakan pertukaran dan transaksi dagang. Pertukaran adalah tindakan memperoleh barang yang dikehendaki dari seseorang


(34)

commit to user

dengan menawarkan sesuatu sebagai imbalan. Sedangkan transaksi adalah perdagangan nilai anatara dua pihak atau lebih, dan untuk mencapai keberhasilan dalam pertukaran, pemasar harus menganalisi apa yang diharapkan untuk didapatkan dan diberikan oleh masing-masing pihak dari suatu transaksi (M. Suyanto, 2007:11).

Hubungan transaksi dan pertukaran ini tak terlepas dari adanya jaringan pemasaran. Dimana jaringan pemasaran sendiri adalah suatu jaringan perusahaan dan semua pihak pendukung yang berkepentingan, seperti pelanggan, pekerja, pemasok, penyalur, pengecer, agen iklan, dan sponsor yang bersama-sama dengan perusahaan telah membangun bisnis yang saling menguntungkan (M. Suyanto, 2007:11).

Didalam kegiatan pemasaran ini selain menganalisis apa yang diharapkan, kita juga harus memperhatikan pasar dari produk ini. Pasar dalam pengertian pemasaran adalah terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan dan keinginan tertentu yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran dan transaksi untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan itu.

Dahulu, pasar merupakan tempat pembeli dan penjual berkumpul untuk mempertukarkan barang-barang mereka. Pelaku bisnis menggunakan istilah pasar untuk mengelompokkan pelanggan, sedangkan pemasar memandang penjual sebagai industri dan pembeli sebagai pasar (M. Suyanto, 2007:12).

Agar suatu produk dapat diterima khalayak ramai diperlukan suatu konsep produk yang menyatakan konsumen menyukai produk yang berkualitas dan prestasi paling baik. Konsep produk memusatkan perhatian pada usaha untuk


(35)

commit to user

menghasilkan produk yang unggul dan terus-menerus menyempurnakannya (M. Suyanto, 2007:14).

Dan produk ini juga harus didukung dengan konsep penjualan yang menyatakan bahwa konsumen membeli produk jika perusahaan melakukan promosi dan penjualan yang menonjol (M. Suyanto, 2007:14). Disertai dengan dukungan konsep pemasaran strategis, yakni konsep pemasaran yang mengubah fokus pemasaran dari pelanggan atau produk ke pelanggan dalam konteks lingkungan eksternal yang lebih luas. Menyangkut persaingan, kebijakan, dan peraturan pemerintah serta kekuatan makro, ekonomi, sosial-budaya, demografi, hukum-politik dan teknologi. Dengan perubahan lainnya adalah dalam hal tujuan pemasaran, yaitu dari profibilitas menjadi keuntungan pihak yang berkepentingan (M. Suyanto, 2007:15).

Tak ketinggalan pula strategi yang akan di lakukan demi terciptanya pemasaran yang sesuai dengan target. Adapun definisi strategi dalam konteks pemasaran ini antara lain:

1. Jack Trout dalam bukunya Trout On Strategy, inti dari strategi adalah bagaimana bertahan hidup dalam dunia kompetitif, bagaimana membuat presepsi yang baik di benak konsumen, menjadi berbeda, mengenali kekuatan dan kelemahan pesaing, menjadi spesialisasi, menguasai suatu kata yang sederhana di kepala, kepemimpinan yang memberi arah dan memahami realitas pasar dengan menjadi yang pertama daripada menjadi yang lebih baik.

2. W. Chan Kim dan Renee Mauborgne menyatakan bahwa Red Ocean Strategy


(36)

commit to user

masa depan. Mereka berdua mengusulkan sebuah strategi baru yang disebut

Blue Ocean Strategy. Menganggap bahwa bersaing adalah menciptakan ruang

pasar yang tidak ada lawannya. Dapat diciptakan dengan dua cara, yaitu perusahaan dapat meningkatkan industri baru yang lengkap. Cara kedua, dapat diciptakan dari dalam red ocean pada saat perusahaan mengubah batas industri yang ada (M. Suyanto, 2007:16-17).

E.

Peta

1. Kajian Peta

Peta sendiri merupakan suatu gambaran seluruh atau sebagian permukaan bumi yang diproyeksikan dalam dua dimensi pada bidang datar dengan metode dan perbandingan tertentu, di mana gambar suatu daerah tersebut dapat dibayangkan seolah-olah kita melihat dari udara.

Ragam peta yang akan kita pakai adalah Peta Topografi dan Peta Panorama. Peta Topografi adalah peta yang menunjukan bentuk permukaan bumi yang dilengkapi dengan unsur budayanya. Sedang peta Panorama adalah jenis peta dengan visualisasi pemandangan tiga dimensi sehingga baik sekali untuk memperjelas keadaan medan sebenarnya. (N.S Adiwiyono, 2008:5-12).

2. Telaah Undang-Undang Pembuatan Peta

Peraturan mengenai pembuatan peta diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah. Lebih jelas mengenai peta dijabarkan dalam beberapa pasal antara lain:


(37)

commit to user

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Peta adalah suatu gambar dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.

2. Skala peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta dengan jarak tersebut di muka bumi.

3. Ketelitian peta adalah ketepatan, kerincian dan kelengkapan data atau informasi georeferensi dan tematik.

4. Peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi dan georeferensi tertentu.

5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pada aspek administratif dan atau fungsional.

6. Peta wilayah adalah peta yang berdasarkan pada aspek administratif yang diturunkan dari peta dasar.

7. Peta tematik wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan data dan informasi tematik.

8. Peta rencana tata ruang wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan hasil perencanaan tata ruang wilayah.

9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pemetaan.

10. Instansi yang mengadakan peta tematik wilayah adalah instansi baik di tingkat pusat maupun daerah, yang tugas dan fungsinya mengadakan peta tematik wilayah.(Perpu No.10 Tahun 2000)

Seperti telah dikutip diatas mengenai keterangan peta, untuk pembuatan peta sendiri dalam ruang lingkup Daerah Kota telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah pada Pasal 29 dan Pasal 30, adapun peraturan tersebut adalah:

Pasal 29

Peta rencana tata ruang wilayah daerah kota menggunakan peta wilayah daerah kota dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian peta pada skala yang sama.

Pasal 30

1. Peta wilayah daerah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, berpedoman pada tingkat ketelitian minimal berskala 1:50.000.

2. Peta wilayah daerah kota dengan skala 1:50.000 unsur-unsurnya meliputi:


(38)

commit to user

b. hidrologi, berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, sungai, danau, waduk atau bendungan yang digambarkan dengan skala untuk lebar minimal 7 meter;

c. permukiman;

d. jaringan transportasi, berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan kereta api, jalan setapak, bandar udara dan pelabuhan, bandar udara digambarkan sesuai dengan skala;

e. batas administrasi, berupa batas negara, batas propinsi, batas kabupaten, batas kota, batas kecamatan;

f. garis kontur, dengan selang kontur yang mempunyai kelipatan 25 meter;

g. titik tinggi; dan

h. nama-nama unsur geografis. (Perpu No.10 Tahun 2000)

F.

Unsur Desain

1. Kajian Desain

Secara harfiah, kata desain adalah rancangan; motif; kerangka bentuk (Pius Abdillah, Danu Prasetya, 2007:59). Sedangkan dalam ruang lingkup ilmu, desain berarti suatu elemen visual yang dikembangkan dengan dalih tertentu dan diolah sesuai dengan keperluan pengiklanan atau pengemasan. Merupakan suatu usaha deskripsi gagasan mengenai bentuk, rupa, ukuran, warna dan tata letak beserta unsur-unsurnya yang membentuk wajah suatu benda (Nuradi, 1996:52).

Terdapat delapan hukum desain menurut Frank Jefkins diantaranya adalah, a. Hukum Kesatuan (Law of Unity)

Semua bagian dari suatu Layout harus menyatu guna membentuk keseluruhan Layout. Kesatuan bagian layout ini dapat dikacaukan oleh suatu batasan yang mengganggu, terlalu banyak jenis huruf yang berbeda dan berlawanan, warna yang di distribusikan dengan sembarangan, unsur-unsur yang kurang proporsional, atau layout yang „semarak’


(39)

commit to user

b. Hukum keberagaman

Meski demikian, dalam suatu layout harus ada suatu perubahan dan pengkontrasan seperti menggunakan jenis huruf tebal (bold) dan medium, atau juga memanfaatkan ruang kosong dalam keseluruhan layout. Iklan, selayaknya tidak menimbulkan kesan monoton, serta kesan keabu-abuan dari huruf yang tercetak mesti di imbangi dengan subjudul (sub-heading). Keberagaman juga dapat dihasilkan dengan pemanfaatan gambar.

c. Hukum Keseimbangan

Adalah mendasar sekali bahwa suatu iklan harus menampilkan keseimbangan. Keseimbangan optis adalah sepertiga bagian bawah suatu iklan, bukan setengahnya. Suatu gambar atau headline (judul) mungkin memakan tempat sepertiga, dan teks iklan dua pertiganya, sehingga memenuhi syarat keseimbangan optis. Keseimbangan simetris dapat dicapai dengan pembandingan, sehingga suatu rancangan (design) dapat dibagi menjadi dua bagian yang sama, seperempat bagian, dan seterusnya, tetapi kehati-hatian mesti tetap diterapkan untuk tidak membagi suatu iklan menjadi dua bagian mengesankan mirip iklan yang terpisah.

d. Hukum Ritme (Irama)

Meski iklan cetak bersifat statis, namun masih memungkinkan untuk menimbulkan kesan gerak sehingga mata pembaca dapat dibawa dan diarahkan ke seluruh bagian iklan. Suatu perangkat sederhana adalah memasukkan teks pada setiap awal paragraf (seperti dalam buku atau laporan surat kabar), sehingga mata pembaca di arahkan dari paragraf


(40)

commit to user

yang satu ke paragraf berikutnya. Namun demikian, aliran secara keseluruhan terhadap desain mesti menyiratkan irama yang nyaman. e. Hukum Harmoni (Law of Harmony)

Dalam rancangan atau layout iklan selayaknya tidak ada kekontrasan yang menyolok, membosankan, serta menyentakkan kecuali barangkali hal itu merupakan hal yang sengaja dilakukan seperti dalam iklan beberapa jenis toko tertentu atau iklan yang mengharapkan respon secara langsung yang biasanya menggunakan taktik yang mengejutkan dan bombastis.

f. Hukum Proporsi (Law of Proportion)

Hal ini khususnya berkenaan dengan jenis huruf yang digunakan untuk lebarnya naskah atau copy iklan: makin lebar suatu naskah (atau ukuran) makin besar ukuran huruf yang harus digunakan, dan demikian pula sebaliknya. Suatu iklan yang memiliki ruang yang sempit (kecil) memerlukan jenis teks yang kecil pula, tetapi suatu iklan yang lebar (besar) memerlukan jenis huruf teks yang lebih besar, kecuali jenis teks itu diatur dalam kolom-kolom.

g. Hukum skala (Law of Scale)

Jarak penglihatan (visibility) tergantung pada skala nada serta warna, beberapa tampak kurang menyolok, sementara yang lain tampak terlalu menyolok. Hukum skala dapat digunakan dengan desain tipografis ketika headlines (judul) serta sub heading (subjudul) dibuat kontras.


(41)

commit to user

h. Hukum Penekanan (Law of Emphasis)

Aturan di sini adalah bila semua ditonjolkan maka yang terjadi adalah tidak ada hal yang ditonjolkan (all emphasis is no emphasis), seperti yang terjadi bila terlalu banyak jenis huruf tebal yang digunakan, atau terlalu banyak huruf kapital yang digunakan. Namun demikian, penekanan merupakan hal yang penting, dan hal ini berkaitan erat dengan hukum lainnya terutama hukum keberagaman dan skala. Ruang atau bidang yang dibiarkan kosong (white space) kecerahan juga dapat menjadi cara efektif untuk menghasilkan penekanan. Bentuk lain kekontrasan adalah dengan menggunakan metode putih atas hitam, suatu metode yang sering digunakan dengan logotype.

2. Unsur Warna

Warna memiliki banyak kegunaan selain dapat mengubah rasa, bisa juga mempengaruhi cara pandang, dan bisa menutupi ketidaksempurnaan serta bisa membangun suasana atau kenyamanan untuk semua orang. Masalah warna ini adalah masalah psikologi, tepatnya psikologi teknik atau disebut juga psikologi kognitif.

Warna adalah spectrum tertentu yang terdapat didalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Warna sendiri adalah suatu inspirasi paling berharga yang paling mudah didapat. Ilmu tentang warna seringkali juga disebut Chromarics (Eko Nugrogo, 2008:1).

Warna memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan banyak hal pada para pembeli prospektif, termasuk kualitas, rasa, serta kemampuan produk untuk


(42)

commit to user

memuaskan beragam kebutuhan psikologis. Berbagai penelitian telah mendokumentasikan peran penting bahwa warna berperan dalam mempengaruhi panca indera kita. Strategi pemanfaatan warna ini cukup efektif karena warna mempengaruhi orang secara emosional (Terence A. Shimp, 2003:308).

3. Unsur Tipografi

Salah satu aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia adalah berkomunikasi. Kelancaran dan keberhasilan sebuah aktivitas komunikasi ditentukan oleh perangkat yang menjembatani antara si pengirim pesan dan si penerima pesan. Dapat dikatakan bahwa bahasa tulis merupakan representasi fisik dari struktur pemikiran yang ada di otak kita yang tidak dapat terlihat secara kasat mata. Huruf merupakan bagian terkecil dari struktur bahasa tulis dan merupakan elemen dasar untuk membangun sebuah kata atau kalimat. Huruf memiliki perpaduan nilai fungsional dan nilai estetik. Pengetahuan mengenai huruf dapat dipelajari dalam sebuah disiplin seni yang disebut tipografi (Danton Sihombing, 2001:2-3).

Tipografi adalah seni memilih jenis huruf, dari ratusan jumlah rancangan atau desain jenis huruf yang tersedia; menggabungkan dengan jenis huruf yang berbeda; menggabungkan sejumlah kata yang sesuai dengan ruang yang tersedia; dan menandai naskah untuk proses typesetting, menggunakan ketebalan dan ukuran huruf yang berbeda. Tipografi yang baik mengarah pada keterbacaan, dan kemenarikan, dan desain huruf tertentu dapat menciptakan gaya (style) dan karakter atau menjadi karakteristik subjek yang diiklankan (Frank Jefkins, 1994:248).


(43)

commit to user

Tipografi merupakan representasi visual dari sebuah bentuk komunikasi verbal dan merupakan property visual yang pokok dan efektif. Hadirnya tipografi dalam media terapan visual merupakan faktor yang membedakan antara desain grafis dan media ekspresi visual/lukisan (Danton Sihombing, 2001:58). Dalam sejarah perkembangan tipografi lahirnya desain dan gaya huruf banyak dipengaruhi oleh faktor budaya serta teknik pembuatannya (Danton Sihombing, 2001:42)

G.

Layout

Sebagai Salah Satu Unsur Desain

1. Pengertian Serta Prinsip Layout

Pada dasarnya layout dapat dijabarkan sebagai tata letak elemen-elemen desain terhadap suatu bidang dalam media tertentu untuk mendukung konsep atau pesan yang dibawanya. Me-layout adalah salah satu proses/tahapan kerja dalam desain. Desain dan layout yang kita lihat di masa kini sebenarnya adalah hasil perjalanan dari proses eksplorasi kreatif manusia yang tiada henti di masa lalu (Surianto Rustan, 2008:0-2).

Prinsip dasar layout adalah prinsip dasar desain grafis, antara lain:

sequence/urutan, emphasis atau penekanan, balance atau keseimbangan, unity

atau kesatuan yakni,

a. Sequence atau urutan

Banyak juga yang menyebutnya dengan istilah: hierarki atau flow

atau aliran. Diperlukan adanya urutan karena bila semua informasi itu ditampilkan sama kuatnya, pembaca akan kesulitan menangkap pesannya. Dengan adanya sequence akan membuat pembaca secara


(44)

commit to user

otomatis mengurutkan pandangan matanya sesuai dengan yang kita inginkan (Surianto Rustan, 2008: 74).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, di wilayah-wilayah pengguna bahasa latin, orang membaca dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah. Karena itu pada materi-materi publikasi, urutan/alur pembaca kebanyakan didesain berdasarkan kecenderungan tersebut (Surianto Rustan, 2008: 76).

b. Emphasis atau penekanan. Emphasis sendiri dapat diciptakan dengan

berbagai cara, antara lain:

1) Memberi ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan elemen-elemen layout lainnya pada halaman tersebut.

2) Warna yang kontras atau berbeda sendiri dengan latar belakang dan elemen lainnya.

3) Letaknya di posisi yang strategis atau yang menarik perhatian. Bila pada umumnya, kebiasaan orang membaca dari atas kebawah dan dari kiri ke kanan, maka posisi yang paling pertama dilihat orang adalah sebelah kiri atas.

4) Menggunakan bentuk atau style yang berbeda dengan sekitarnya (Surianto Rustan, 2008: 74-75).

c. Balance atau keseimbangan.

Pembagian berat yang merata pada suatu bidang layout. Bukan berarti seluruh bidang layout harus dipenuhi dengan elemen, tetapi lebih pada menghasilkan kesan seimbang dengan menggunakan elemen-elemen yang dibutuhkan dan meletakkannya pada tempat yang tepat.


(45)

commit to user

Tak hanya pengaturan letak, tapi juga ukuran, arah, warna dan atribut-atribut lainya. Ada dua macam keseimbangan suatu layout, yaitu: keseimbangan yang simetris (symmetrical balance/formal balance): keseimbangan yang dapat dicapai dengan pencerminan dan dapat dibuktikan dengan tepat secara matematis, dan keseimbangan yang tidak simetris (assymetrical balance/informal balance) (Surianto Rustan,

2008:75): keseimbangan yang lebih bersifat optis atau „kelihatannya seimbang’. Keseimbangan asimetris memiliki keunggulan, secara optis

keseluruhan penampilannya jauh lebih efektif daripada simetris, memiliki kesan adanya movemen atau dinamis dan tidak statis (Surianto Rustan, 2008: 80-82).

d. Unity atau kesatuan

Prinsipnya sama dengan pengaturan atau padu-padan antar elemen desain. Semua elemen harus saling berkaitan dan disusun secara tepat. Tidak hanya dalam hal penampilan, kesatuan di sini juga mencakup selarasnya elemen-elemen yang terlihat secara fisik dan pesan yang ingin disampaikan dalam konsepnya (Surianto Rustan, 2008: 74).

2. Elemen yang Terdapat dalam Suatu Layout

Adapun elemen dalam layout yang bertujuan menyampaikan informasi dengan lengkap dan tepat serta kenyamanan dalam membaca termasuk didalamnya kemudahan mencari informasi, navigasi dan estetika yang digunakan dalam promosi kali ini antara lain,


(46)

commit to user

a. Elemen Teks 1) Judul

Suatu artikel biasanya diawali oleh sebuah atau beberapa kata singkat yang disebut judul. Judul diberi ukuran besar untuk menarik perhatian pembaca dan membedakannya dari elemen layout lainnya. Selain ukuran, pemilihan sifat yang tercermin dari jenis huruf tersebut juga harus menarik perhatian, karena untuk judul segi estetis lebih diprioritaskan (Surianto Rustan, 2008:28).

2) Deck

Merupakan gambar tentang topic yang dibicarakan di bodytext. Letaknya bervariasi, tetapi biasanya antara Judul dan Bodytext, deck sering disalah artikan sebagai subjudul. Fungsi deck sendiri adalah sebagai pengantar sebelum orang membaca bodytext, karena itu perbedaan fungsi ini harus ditangkap oleh pembaca secara jelas, antara lain melalui:

a) Ukuran hurufnya rata-rata lebih kecil dari judul, tapi tidak sekecil

bodytext

b) Jenis/style huruf yang dipakai berbeda dengan yang digunakan untuk judul.

c) Warna deck yang dibedakan dengan judul dan bodytext (Surianto Rustan, 2008:32)

3) Subjudul

Subjudul berfungsi sebagai judul segmen-segmen dalam artikel yang cukup panjang. Segmen yang dimaksud disini bukan


(47)

commit to user

paragraf melainkan satu topic/pokok pikiran yang sama, satu segmen bisa saja terdiri dari beberapa paragraf (Surianto Rustan, 2008:36).

4) Caption

Merupakan keterangan singkat yang menyertai elemen visual

dan inzet. Biasanya dicetak dalam ukuran kecil dan dibedakan gaya

atau jenis hurufnya dengan bodytext dan elemen teks lainnya.

Apabila hanya terdapat satu elemen visual yang harus diterangkan, kita hanya memerlukan satu caption sederhana. Namun bila elemen visualnya lebih dari satu, kita dapat mendesain caption

dengan cara:

a) Caption yang saling terpisah letaknya dan masing-masing berada

didekat elemen visualnya. Ada yang disertai dengan tanda panah mengarah pada elemen visualnya.

b) Caption yang dijadikan satu dan merujuk kepada elemen

visualnya masing-masing dengan cara menggunakan petunjuk arah (kiri, kanan, atas, bawah), dengan tanda panah atau angka (angka yang sama terdapat pada elemen visualnya masing-masing)

(Surianto Rustan, 2008:40).

5) Callouts

Pada dasarnya sama seperti Caption, kebanyakan callouts

menyertai elemen visual yang memiliki lebih dari satu keterangan, misalnya pada diagram. Callouts biasanya memiliki garis-garis yang


(48)

commit to user

menghubungkannya dengan bagian-bagian dari elemen visualnya.

Balloon adalah salah satu bentuk callouts (Surianto Rustan, 2008:42).

6) Kickers

Kickers adalah salah satu atau beberapa kata pendek yang

terletak di atas judul, fungsinya untuk memudahkan pembaca menemukan topik yang diinginkan dan mengingatkan lokasinya saat membaca artikel tersebut. Berbeda dengan running head, kickers tidak berulang-ulang ada di setiap halaman. Ada juga yang mendesain

kickers tidak menggunakan tulisan tetapi memakai unsur lain seperti

warna atau gambar (Surianto Rustan, 2008:43).

7) Initial Caps

Merupakan salah satu penanda antar paragraf berupa huruf awal yang berukuran besar dari kata pertama pada paragraf. Karena lebih bersifat estetis, tidak jarang hanya terdapat satu initial caps di dalam suatu naskah. Initial caps dapat juga berfungsi sebagai penyeimbang komposisi suatu layout (Surianto Rustan, 2008:44).

8) Running Head

Judul buku, bab/topik yang sedang dibaca nama pengarang dan informasi lainnya yang berulang-ulang ada pada tiap halaman dan posisinya tidak berubah. Yang letaknya di footer seringkali tetap disebut running head, bukan running feet (Surianto Rustan, 2008:47).


(49)

commit to user

b. Elemen Grafis 1) Foto

Kekuatan terbesar dari fotografi pada media periklanan khususnya adalah kredibilitasnya atau kemampuannya untuk memberi

kesan sebagai „dapat dipercaya’. Menurut penelitan Poynter Institute sebuah sekolah jurnalisme di Amerika: orang lebih tertarik pada foto berwarna dibandingkan hitam putih. Foto berwarna mendapat perhatian 20% lebih besar dibandingkan foto hitam putih. (Surianto Rustan, 2008:54-55).

2) Artworks

Untuk menyajikan informasi yang lebih akurat, kadang pada situasi tertentu ilustrasi menjadi pilihan yang lebih dapat diandalkan dibandingkan bila memakai teknik fotografi. Sedang artwork sendiri adalah segala jenis karya seni bukan fotografi baik itu berupa ilustrasi, kartun, sketsa dan lain-lain yang dibuat secara manual maupun dengan komputer (Surianto Rustan, 2008:56).

3) Garis

Merupakan elemen desain yang dapat menciptakan kesan estetis pada suatu karya desain. Di dalam suatu layout, garis mempunyai sifat yang fungsional antara lain membagi suatu area, penyeimbang berat dan sebagai elemen pengikat sistem desain supaya terjaga kesatuannya (Surianto Rustan, 2008: 60).


(50)

commit to user

4) Kotak

Berisi artikel yang bersifat tambahan/suplemen dari artikel utama. Bila letaknya di pinggir halaman disebut sebagai sidebar. Elemen visual juga sering diberi kotak supaya terlihat lebih rapi. Dengan adanya kotak, tiap informasi tambahan baik itu teks maupun visual dapat dibedakan dengan jelas oleh pembaca (Surianto Rustan, 2008:60).

5) Inzet (inline graphics)

Elemen visual berukuran kecil yang diletakkan di dalam elemen visual yang lebih besar. Fungsinya memberi informasi pendukung. Banyak terdapat pada informational graphic. Inzet kadang juga disertai dengan caption maupun callouts. Inzet juga berfungsi seakan-akan memperbesar gambar (zoom) untuk menunjukkan detail struktur (Surianto Rustan, 2008:61).

c. Invisible Element

1) Margin.

Margin menentukan jarak antara pinggir kertas dengan ruang

yang akan ditempati oleh elemen-elemen layout. Berfungsi mencegah agar elemen-elemen layout tidak terlalu jauh kepinggir halaman (Surianto Rustan, 2008: 64).

2) Grid.

Grid adalah alat bantu yang sangat bermanfaat dalam

me-layout. Grid mempermudah kita menentukan di mana harus


(51)

commit to user

kesatuan layout terlebih untuk karya desain yang mempunyai beberapa halaman.

Dalam membuat grid, kita membagi halaman menjadi beberapa kolom dengan garis-garis vertikal, dan ada juga yang horisontal. Sedangkan untuk merancangnya harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut: berapa ukuran dan bentuk bidangnya, apa konsep dan style desainnya, berapa ukuran huruf yang akan dipakai, berapa banyak isinya/informasi yang ingin dicantumkan (Surianto Rustan, 2008: 68).

H.

Simbol

1. Simbol sebagai Makna Berorientasikan Pemakai

Manusia bereaksi terhadap lingkungan melalui makna yang dimunculkan lingkungan tersebut. Dalam kajian lingkungan dan perilaku telah ditetapkan suatau dasar empiris yang berorientasikan pemakai bagi makna dan menjurus kepada pembentukan suatu bahasa tata lingkungan. Pemahaman lain terkait simbol adalah kegiatan obyek yang menginformasikan (kultural) maksud dari eksistensinya pada subyek. Arti simbol lebih dalam dari tanda, karena simbol dapat memiliki arti yang multidimensi (Pengantar Arsitekur,1984: 81).

Sebuah Objek adalah sebuah simbol dari objek lainnya (referent) ketika sang objek dan referent-nya tidak mempunyai hubungan intristik sebelumnya, melainkan dihubungkan secara sewenang-wenang atau metafora. Penggunaan simbol telah menyebar luas dalam komunikasi pemasaran (Terence A. Shimp, 2003:173).


(52)

commit to user

2. Pandangan Umum terkait Simbol

Teori tentang tanda-tanda atau teori tentang segala macam cara yang dapat memberikan makna disebut semiologi, saat ini semiologi atau disebut semiotik/semiotika. Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya membutuhkan kegiatan komunikasi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Simbol merupakan wahana yang dipakai ilmu komunikasi dalam mewujudkan misinya secara langsung. Dengan demikian, agar tujuan komunikasi tersebut dapat tercapai, dituntut suatu simbol yang komunikatif untuk dapat dimaknakan dengan tepat oleh masyarakat pemakainya.

a) Simbol terdiri atas tanda-tanda (signs), hal ini menunjuk pada isinya

(content) tetapi juga sekaligus menunjuk pada wujud fisiknya

b) Simbol mengandung konsep yang merupakan hal yang tidak nyata/abstrak

c) Simbol sengaja diwujudkan secara eksplisit/diekspresikan untuk komunikasi

Semantik merupakan hubungan antara tanda-tanda dengan kenyataannya, hubungan antara tanda dengan designatum/signatum/hal abstrak yang hendak dikomunikasikan sekaligus denotatumnya/hal yang menggambarkan hekekat wujud sebenarnya dari simbol. Simbol dalam segitiga Morris memiliki peran ganda, yakni secara langsung menunjuk pada significatum yang berisi hal abstrak yang hendak dikomikasikan. Serta secara tidak langsung menunjuk detonatum yang menggambarkan hakekat wujud sebenarnya dari simbol tertentu (Pengantar Arsitekur,1984).


(53)

commit to user

3. Pendekatan Simbol pada Peta

Pada sisi pendekatan simbol, sesuai dengan penjelasan sebelumnya mengenai symbol itu sendiri, didalam peta sendiri maka Legenda Peta adalah yang paling dekat. Legenda merupakan suatu informasi tambahan atau keterangan untuk memudahkan interpretasi peta, berupa unsur atau symbol yang dibuat oleh manusia maupun oleh alam, dimana tanda tersebut mempunyai perbedaan dari bentuk dan warna. (N. S. Adiwiyono, 2008:20).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah Pasal 47

dijelaskan bahwa “Simbol dan atau notasi unsur-unsur peta rencana tata ruang yang belum diatur dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut dengan keputusan instansi yang bertanggung jawab dengan mempertimbangkan masukan dari instansi yang terkait.”

Didukung oleh Pasal 48, “Unsur penyusunan peta rencana tata ruang kawasan, unsur-unsurnya menggunakan simbol dan atau notasi sesuai dengan tingkatan ketelitian dan skala peta wilayah dan peta rencana tata ruang wilayah”.(Perpu No.10 2000)


(54)

commit to user

BAB III

IDENTIFIKASI DATA

A.

Objek Perancangan

1. Aspek Fisik Kota Surakarta

Nama Kota : Surakarta

Koordinat : 110 45` 15" - 110 45` 35" Bujur Timur dan 70` 36" - 70` 56" Lintang Selatan

Luas Wilayah : 44 Km2

Pemerintahan : Balaikota Surakarta, Komplek Balaikota Jl. Jendral Sudirman No. 2 Surakarta

Pembagian wilayah : Kecamatan Jebres, Kecamatan Banjarsari, Kecamatan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Serengan dan Kecamatan Lawiyan.

Gbr. 1. Peta Kota Surakarta Sumber: www.wikipedia.com , 2008

Kota Surakarta yang juga sangat dikenal sebagai Kota Solo, merupakan sebuah dataran rendah yang terletak di cekungan lereng pegunungan Lawu dan


(55)

commit to user

pegunungan Merapi dengan ketinggian sekitar 92 m diatas permukaan air laut. (Pemerintah Kota Surakarta, 2005:21).

Kota Surakarta dibelah dan dialiri oleh tiga aliran sungai besar yaitu sungai Bengawan Solo, Kali Jenes dan Kali Pepe. Sungai Bengawan Solo pada jaman dahulu sangat terkenal dengan keelokan panorama serta lalu lintas perdagangan.

Solo beriklim tropis, sedang musim penghujan dan kemarau bergantian sepanjang enam bulan. Suhu udara maksimum kota Surakarta adalah 32,5 derajat Celsius, sedang suhu udara minimum adalah 21,9 derajat Celsius. Rata-rata tekanan udara adalah 1010,9 MBS dengan kelembaban udara 75%. Kecepatan angin 4 Knot dengan arah angin 240 derajat. (Pemerintah Kota Surakarta, 2005:27).

2. Sejarah Kota Surakarta

Sejarah kelahiran Kota Surakarta (Solo) dimulai pada masa pemerintahan Raja Paku Buwono II di Kraton Kartosuro. Pada masa itu terjadi pemberontakan Mas Garendi (Sunan Kuning) dibantu kerabat-kerabat Keraton yang tidak setuju dengan sikap Paku Buwono II yang mengadakan kerjasama dengan Belanda. Salah satu pendukung pemberontakan ini adalah Pangeran Sambernyowo (RM Said) yang merasa kecewa karena daerah Sukowati yang dulu diberikan oleh keraton Kartosuro kepada ayahandanya dipangkas. Karena terdesak, Paku Buwono mengungsi kedaerah Jawa Timur (Pacitan dan Ponorogo).


(56)

commit to user

Dengan bantuan pasukan Kumpeni dibawah pimpinan Mayor Baron Van Hohendrof serta Adipati Bagus Suroto dari Ponorogo pemberontakan berhasil dipadamkan. Setelah tahu Keraton Kartosuro dihancurkan Paku Buwono II lalu memerintahkan Tumenggung Tirtowiguno, Tumenggung Honggowongso, dan Pangeran Wijil untuk mencari lokasi ibu kota Kerajaan yang baru.

Pada tahun 1745, dengan berbagai pertimbangan fisik dan supranatural, Paku Buwono II memilih desa Sala - sebuah desa di tepi sungai Bengawan Solo- sebagai daerah yang terasa tepat untuk membangun istana yang baru. Sejak saat itulah, desa sala segera berubah menjadi Surakarta Hadiningrat.

Melihat perjalanan sejarah tersebut, nampak jelas bahwa perkembangan dan dinamika Surakarta (Solo) pada masa dahulu sangat dipengaruhi selain

oleh Pusat Pemerintahan dan Budaya Keraton (Kasunanan dan

Mangkunegaran), juga oleh kolonialisme Belanda (Benteng Verstenberg).

Sedangkan pertumbuhan dan persebaran ekonomi melalui Pasar Gedhe (Hardjonagoro).

Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintah Kota Surakarta. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.

Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Dengan berbagai pertimbangan faktor-faktor historis sebelumnya, tanggal 16


(57)

commit to user

Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta (http://surakarta.go.id).

3. Data Kunjungan Wisatawan di Kota Surakarta

Berdasarkan data yang dilansir oleh kompas.com: 22 Januari 2009. Tercatat selama tahun 2008, kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 13.859 orang dari tahun sebelumnya 11.922 orang atau naik 16,24 persen. Jumlah wisatawan domestik selama tahun 2008 sebesar 1.029.003 atau naik 7,1 persen dari tahun 2007 sebanyak 960.625 orang.

4. Objek Wisata Surakarta

Data-data mengenai objek wisata telah dilansir oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam Buku Petunjuk Pariwisata Surakarta (dalam edisi terbatas). Diantaranya adalah

a) Objek Wisata Dalam Kota

1) Keraton Kasunanan Surakarta 2) Pura Mangkunegaran

3) Museum Radya Pustaka 4) Galeri Batik Kuno Danarhadi 5) Stadion Sriwedari

6) Loji Gandrung

7) Monumen Pers Nasional 8) Tugu Lilin


(58)

commit to user

9) Taman Satwataru Jurug 10) Taman Sriwedari 11) Taman Balekambang 12) Kampung Batik Laweyan 13) Kampung Batik Kauman 14) Kampung Baluarti b) Objek Wisata Kerajinan

1) Kerajinan Keris

2) Kerajinan Gamelan Balai Agung 3) Kerajinan Ukir Kaca

4) Kerajinan Wayang Kulit Balai Agung 5) Kerajinan Blangkon

6) Kerajinan Wayang Beber

c) Objek Wisata Belanja 1) Pasar Klewer

2) Pasar Gedhe (Bahan Pangan) 3) Pasar Windujenar (Barang Antik) 4) Pasar Klithikan Notoharjo

5) Pasar Kembang (bunga) 6) Pasar Legi (sembako) 7) Pasar Burung Depok


(59)

commit to user

9) Pusat Grosir Solo (PGS) 10) Solo Grand Mall (SGM) 11) Pasar Singosaren

12)Makro Cash & Carry

13) Solo Square

d) Objek Wisata Kuliner

1) Gladag Langen Bogan (GALABO) 2) Timlo Solo

3) Pecel Solo 4) Gudeg Ceker 5) Soto Triwindu 6) Serabi Notosuman 7) Nasi Liwet

8) Sate Buntel 9) Cabuk Rambak

10) Angkringan/Wedangan (HIK) e) Objek Wisata Pertunjukan

1) Kethoprak

2) Wayang Orang Sriwedari 3) Taman Budaya Jawa Tengah


(60)

commit to user

B.

Kompetitor

Sebagai pembanding peta pariwisata yang telah beredar disolo maka diambil contoh dari CV. Indo Prima Sarana, PT. Karya Pembina Swajaya dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Surakarta. Ketiganya telah mengelurakan dan mengedarkan Peta Pariwisata di wilayah Solo lebih dahulu.

1. Travel Maps Surakarta and Vicinity

a. Profil

Judul : Travel Maps Surakarta and Vicinity

Penerbit : CV. Indo Prima Sarana b. Produk

Ukuran Tampak Awal : 11cm x 26,5cm Ukuran Peta : 53cm x 84cm

Bahan : Cover : Art Paper 200gr (11cm x 53cm) Peta : Art Paper 120gr (73cm x 53cm) Harga : Rp. 25.000


(61)

commit to user

Gb 2. Peta CV. Indo Prima Sarana

Gb 3. Peta CV. Indo Prima Sarana tampak dalam c. Pemasaran

Peta ini dipasarkan melalui Toko Buku, dan hanya dapat

ditemukan di Gramedia Departement Store Solo (Slamet Riyadi). 2. Peta Pariwisata Surakarta dan Jawa Tengah

a. Profil

Judul : Peta Pariwisata: (solo) Surakarta & Jawa Tengah

Penerbit : PT. Karya Pembina Swajaya

Alamat : Jl. Urip Sumoharjo 72 – Surabaya (60271) Telp. (031) 5327401,5482683

Fax. (031) 5345350

Email: kapems@sby.centrin.net.id b. Produk

Ukuran Tampak Awal : 13cm x 24cm Ukuran Peta : 49cm x 77cm

Bahan : Cover: Art Paper Glossy 90gr (49cm x 13cm)


(62)

commit to user

Peta : Art Papert 90gr (27cm x 64cm)

Harga : Rp. 27.000

Gb 4. Peta PT. Karya Pembina Swajaya

Gb 5. Peta PT. Karya Pembina Swajaya tampak dalam

c. Pemasaran

Peta ini dipasarkan melalui Toko Buku, dan hanya dapat ditemukan di Toko Buku Karisma Solo Grand Mall (SGM).

3. Tourism Information Guide

a. Profil


(63)

commit to user

Penerbit : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Surakarta

b. Produk

Ukuran Tampak Awal : 10cm x 20cm Ukuran Peta : 30cm x 40cm Bahan : Art Paper 70gr

Harga : Gratis

Gb 6. Peta Tourism Information Guide

Gb 7. Peta Tourism Information Guide tampak dalam c. Pemasaran


(64)

commit to user

Peta yang baru saja dirilis oleh PEMKOT Surakarta ini sementara hanya dapat dijumpai di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Surakarta, dan belum beredar luas.

C.

Analisis Riset (Calon) Konsumen dan Produk

Berdasarkan riset yang telah dilakukan kepada 27 responden terdiri dari wisatawan asing dan warga domestik, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. 60% berpendapat bahwa mereka membutuhkan peta saat dikota Solo.

2. 85% responden berpendapat bahwa mereka membutuhkan peta pariwisata Solo.

3. 85% responden berpendapat bahwa mereka membutuhkan peta khusus tempat wisata kota Solo dan didominasi oleh warga local, untuk turis asing sendiri 50% berpendapat tidak membutuhkan peta khusus.

4. 95% responden berpendapat bahwa peta detail dibutuhkan oleh mereka, namun turis asing hanya 50% yang berpendapat membutuhkan peta yang detail.

5. Responden berpendapat bahwa peta lebih baik ditempatkan di areal publik, sarana umum, jalan, hotel, dan tempat kedatangan.

6. Untuk warga manca negara datang ke Solo 50% dengan tujuan berwisata, untuk warga dalam negeri 60% dengan tujuan berwisata dan 40% lainnya melakukan aktifitas berkelanjutan seperti sekolah, bekerja, dan menetap. 7. Untuk warga manca negara yang datang ke Solo mayoritas hanya mengenal


(65)

commit to user

dengan batik dan tempe. Untuk warga dalam negeri yang datang disolo mayoritas telah mendatangi objek dalam kota dan sekitar kota Solo.

8. 70% responden dalam negeri menggunakan motor sebagai sarana transportasi mereka, 30% lainnya menggunakan mobil dan bus. Sedang responden dari manca negara menggunakan becak, sepeda dan berjalan kaki sebagai sarana transportasi mereka.

9. 95% responden dalam negeri berpendapat bahwa mereka membutuhkan peta transportasi ketika berada di solo. Sedang responden manca negara hanya 50% yang berpendapat membutuhkan peta transportasi.

10. 50% responden berpendapat mereka mendapatkan peta dari toko buku, 30% lainnya mendapatkan peta dari website/internet. Catatan bahwa 20% responden menyatakan bahwa mereka belum pernah mengetahui adanya peta wisata Solo.

11. 95% responden berpendapat bahwa mereka tidak puas dengan peta yang telah mereka dapatkan.

12. Kekurangan peta yang telah ada menurut responden masih kurang lengkap, tidak uptodate, kurang variatif, tidak detail, dan terlalu monoton.

13. Sedang standar peta wisata menurut responden adalah peta yang detail dan mencangkup objek wisata yang ada di Solo.

14. 60% responden memilih peta berbahasa Inggris, 40% memilih peta berbahasa Indonesia. Namun mereka memberi tambahan mengenai peta Bilingual.


(66)

commit to user

D.

Analisis SWOT

Untuk lebih memperkuat perancangan aplikasi pada peta pariwisata dibutuhkan analisis SWOT. Analisis ini membantu untuk melihat kembali kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity), dan ancaman (threat). Faktor-faktor internal adalah kekuatan dan kelemahan sedangkan faktor eksternal adalah kesempatan dan ancaman.

Adapun analisis SWOT untuk peta pariwisata kota Solo ada di halaman berikutnya,


(67)

(68)

commit to user

E.

Positioning

Positioning adalah bagaimana suatu produk membentuk image ataupun persepsi pada masyarakat. Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan, Peta Pariwisata Kota Solo diposisikan sebagai produk baru yang lebih komunikatif dengan tampilan layout yang lebih variatif dan isi yang lebih lengkap.

F.

USP (

Unique, Selling, Prepositioning

)

Keunikan yang dimiliki Peta Pariwisata Kota Solo adalah peta yang lebih uptodate, lengkap serta dengan visualisasi yang lebih menarik, memiliki bermacam variasi dan fungsi. Pendistribusian yang dilakukan pun lebih luas serta untuk peta seri moveable di bagikan secara gratis.


(1)

commit to user M. Album Foto

Cover luar


(2)

Media / bahan : art paper 150gr doff

Ukuran : 25cm x 16cm

Skala : 1:8

Format desain : full colour

Bentuk desain : horisontal

Tipografi : Calibri, arial

Ilustrasi : foto tempat wisata, chibi walk, logo

Visualisasi : corel draw

Realisasi : cetak offset


(3)

commit to user N. Gantungan Kunci

Media / bahan : doff (gantungan kunci press)

Ukuran : 4,5cm (diameter)

Skala : 1:1

Format desain : full colour

Bentuk desain : center

Tipografi : calibri

Ilustrasi : becak, semedi, logo

Visualisasi : corel draw

Realisasi : cetak pres pin


(4)

O. Topi

Media / bahan : katun (topi)

Ukuran : all size

Skala : 1:8

Format desain : full colour

Bentuk desain : horisontal

Tipografi : calibri

Ilustrasi : logo, ornamen

Visualisasi : corel draw

Realisasi : borsir


(5)

commit to user P. Sticker

Media / bahan : sticker paper

Ukuran : 10cm x 4cm

Skala : 1:1

Format desain : full colour

Bentuk desain : horisontal

Tipografi : calibri

Ilustrasi : logo

Visualisasi : corel draw

Realisasi : digital printing


(6)

A. Kesimpulan

1. Peta merupakan komoditi yang penting dalam bisnis pariwisata, terutama di kota

kecil seperti Solo. Maka pantaslah jika peta mendapatkan perhatian yang cukup ekstra.

2. Dari sebuah peta yang terkesan dinamis dan modern dapat dibuat berbagai macam

aplikasi dalam promosi yang tentu saja dapat menunjang pariwisata kota Solo.

3. Dalam pembuatan peta dan promosi Kota Solo layaknya membuat sebuah

perubahan yang cukup signifikan dari segi desain. Tema yang diusung tidak melulu old dan membosankan, namun bisa lebih dinamis lagi dengan tambahan ilustrasi yang menarik.

4. Promosi dapat dilakukan dari berbagai material yang ada, baik online ataupun cetak.

B. Saran

1. Pemerintah seharusnya memberikan porsi yang lebih kepada bidang pariwisata,

memberi kesempatan kepada pihak swasta untuk mengembangkan promosi yang tidak melulu didominasi oleh Pemkot.