Kejujuran 1. Cuplikan halaman 48-49

3.2.3 Kejujuran 1. Cuplikan halaman 48-49

Suatu hari aku pergi membeli soda kalengan dari kotak mesin dan melihat sebuah dompet tergeletak dilantai dekatku. Aku memeriksa isinya dan menemukan uang tunai dalam jumlah besar: 180 ribu yen. Ketika aku kecil, orang tuaku biasa memberiku uang saku untuk membeli pensil dan alat-alat sekolah, tetapi semenjak aku menjadi yanki mereka tidak memberikanku apapun. Aku tak punya uang untuk membeli pakaian, karena aku dan Maki saling berbagi milik kami yang tidak seberapa. Diantara kawan-kawanku, ada beberapa anak perempuan yang oleh orang tua mereka dibelikan mobil, pakaian kosmetki dan yang terpenting adalah uang. Jadi, Uang itu besar sekali bagiku dan aku ingin menyimpannya. Namun, aku merasa bahwa Tuhan sedang mengawasiku di suatu tempat, maka aku menyerahkan uang itu keperawat. Setelah itu, saat aku sedang duduk bersama Ayah di kafetaria, ada sebuah pengumuman melalui pengeras suara bahwa telah ditemukan sejumlah uang di dekat mesin penjualan makanan. Tak lama kemudian seorang perawat sedang mendekati kami sambil mendorong kursi roda dengan pasien yang berbalut piyama. Lelaki itu tampak tercengang melihat bahwa seorang yanki sepertiku mengembalikan sebuah dompet yang berisi uang banyak. “Jadi, kaulah yang menemukan dompetku. Entah bagaimana harus berterima kasih padamu.” Ia tampak sangat lega. Ia merogoh dompetnya dan mencabut 20 ribu yen. “ Terimalah. Aku takut ini terlalu kecil...” Universitas Sumatera Utara “Anda pasien di sini?” tanyaku tanpa menyambut uang yang disodorkannya. “Ya. Anakku membawakan uang ini kemarin ketika ia datang. Pasti jatuh ketika aku membeli minuman. Aku berterima kasih sekali padamu.” “Anda tidak perlu memberiku uang. Semoga lekas sembuh.” “Kumohon, terimalah.” “Tidak, aku tidak mau.” “Benar itu.” Ayah mendukungku. “ Cukup bagi kami anda lekas sembuh.” “Baiklah, terima kasih. Putri anda sangat baik. Saya pun berharap Anda segera pulang” Lelaki itu membungkuk dalam-dalam dan kemudian meninggalkan kafetaria dengan didorong perawat. “Ayah, aku tak pernah menyebutkan namaku kepada para perawat itu,”kataku malam harinya saat aku duduk di tempat tidur ayah.” Bagaimana mereka bisa menemukanku?” “Cuma kau di sini yang berpenampilan seperti badut.” “Oh..” “Omong-omong apa yang mendorongmu mengembalikan uang itu?” “Sebetulnya aku ingin mengantongi uang itu, tetapi kupikir jika pemiliknya adalah seorang pasien di sini juga sama sepertimu, pastilah bencana Universitas Sumatera Utara besar kehilangan uang itu. Akan jadi gembel dia, karena itu aku senang bisa jujur.” Analisis : Dalam cuplikan diatas dapat dilihat bahwa Shoko adalah anak yang Jujur. Ia mengembalikan dompet tersebut ke pemiliknya melalui perawat. Walaupun dalam hatinya Shoko sangat ingin memiliki uang tersebut, tapi dia tahan keinginannya untuk menyimpan uang tersebut karena takut bersalah dan Shoko merasa kasihan kepada pemilik dompet jika pemiliknya adalah pasien di rumah sakit tersebut. Hal ini sama dengan nilai Bushido yaitu Gi. Gi adalah etika samurai yang berkaitan dengan kemampuan untuk memecahkan masalah dan keputusan yang tepat berdasarkan pada alasan-alasan yang rasional, sehingga hasil yang diperoleh merupakan sesuatu ketetapan yang adil. Gi merupakan dasar dari keseluruhan sikap mental terkait dengan pikiran, perkataan dan perbuatan dalam menegakkan kejujuran. Terlihat dari sikap Shoko yang mengembalikan dompet tersebut kepemiliknya dengan alasan takut bersalah dan kasihan kepada pemilik dompet jika pemilik dompet tersebut adalah pasien dirumah sakit. Hal ini lah yang membuat Shoko menjadi jujur. Nilai pendidikan yang didapat dari Shoko adalah untuk berbuat jujur kepada siapapun dalam situasi apapun dengan tulus hati. Dengan sifat jujur, kita membawa kebahagian buat orang lain dan buat kita. Orang-orang menilai kita dengan sifat yang baik dan dapat dipercaya.

3.2.4 Kesetian