BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh bab dari yang sebelumnya serta saran yang diharapkan dapat bermanfaat dalam proses pengembangan teknologi Augmented
Reality untuk selanjutnya.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi literatur, analisis perancangan, implementasi dan pengujian sistem aplikasi Augmented Reality pada pengenalan Flora dan Fauna bawah laut
dapat diambil kesimpulan adalah : 1.
Teknologi Augmented Reality membantu dalam pengenalan objek secara nyata. 2.
Aplikasi dapat menampilkan visualisasi objek 3D Flora dan Fauna bawah laut yang dapat menampilkan informasi dari masing-masing objek, dapat diputar
searah atau lawan arah jarum jam, dapat diperbesar dan dapat menjalankan video review.
3. Aplikasi memerlukan intensitas cahaya yang bagus dalam pembacaan marker
4. Hasil yang diperoleh dari sistem dapat membantu masyarakat yang mencintai
alam bawah lautl untuk mengenali bentuk Flora dan Fauna bawah laut dalam objek 3D.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah ditentukan, untuk penelitian selanjutnya kemampuan aplikasi dapat dikembangkan dalam beberapa hal sebagai berikut :
1. Untuk selanjutnya diharapkan dapat menambahkan jenis objek Flora dan Fauna
bawah laut tidak hanya objek yang sudah sering dilihat saja. 2.
Membuat aplikasi agar dapat berjalan pada multiplatform seperti iOS dan windowsphone.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas mengenai teori-teori dalam perancangan aplikasi Augmented Reality Flora dan Fauna bawah laut.
2.1. Dasar Augmented Reality AR
Augmented Reality adalah penggabungan benda-benda nyata dan maya dilingkungan nyata, berjalan secara interaktif dalam waktu nyata, dan terdapat integrasi antar benda
dalam tiga dimensi, yaitu benda maya terintegrasi dalam dunia nyata. Tidak seperti realitas maya yang sepenuhnya menggantikan kenyataan, namun Augmented Reality
hanya menambahkan atau melengkapi kenyataan. Penggabungan benda nyata dan maya dimungkinkan dengan teknologi tampilan yang sesuai, interaktivitas
dimungkinkan melalui perangkat-perangkat input tertentu, dan integrasi yang baik memerlukan penjejakan yang efektif Azuma, 1997.
Augmented Reality dimulai pada tahun 1957 - 1962, ketika seorang penemu yang bernama Morton Heilig, seorang sinematografer yang menciptakan dan
mempatenkan sebuah simulator yang disebut sensorama dengan visual getaran dan bau. Pada tahun 1966, Ivan Sutherland menemukan head-mounted display yang dia
claim adalah jendela ke dunia virtual. Tahun 1975, seorang ilmuwan bernama Myron Krueger menemukan videoplace yang memungkinkan pengguna dapat berinteraksi
dengan objek virtual untuk pertama kalinya. Tahun 1989, Jaron Lanier memeperkenalkan virtual reality dan menciptakan bisnis komersial pertama kali
didunia maya, Tahun 1992 mengembangkan Augmented Reality untuk melakukan perbaikan pada pesawat boeing, dan pada tahun yang sama, LB Rosenberg
mengembangkan salah satu fungsi sistem Augmented Reality, yang disebut virtual fixtures, yang digunakan di Angkatan Udara AS Armstrong Labs, dan menunjukan
manfaatnya pada manusia, dan pada tahun 1992 juga, Steven Feiner, Blair Maclntyre
dan Dorée Seligmann, memperkenalkan untuk pertama kalinya Major Paper untuk perkembangan Prototype Augmented Reality Setiawanto, 2012
. Arsitektur Augmented Reality pada tahun 1994, Milgram dan Kishino
merumuskan kerangka kemungkinan penggabungan dan peleburan dunia nyata dan dunia maya ke dalam sebuah virtuality continuum. Dalam kerangka tersebut,
Augmented Reality lebih dekat ke sisi kiri yang menjelaskan bahwa lingkungan bersifat nyata dan benda bersifat maya. Sebaliknya Augmented Virtuality lebih dekat
ke sisi kanan dalam kerangka tersebut, yang menjelaskan bahwa lingkungan bersifat maya dan benda bersifat nyata. Sehingga jika terjadi penggabungan antara Augmented
Reality dengan Augmented Virtuality akan tercipta mixed reality, konsep ini diilustrasikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Ilustrasi Arsitektur AR Laksono, et al. 2014
Arsitektur teknologi perangkat Augmented Reality yaitu : a.
Input berupa marker, gambar 2D, gambar 3D, sensor wifi, dan sensor gerak b.
Kamera sebagai perantara untuk input yang berupa gambar marker, gambar 2D, dan gambar 3D
c. Prosesor untuk memproses input dan kemudian dilanjutkan ke tahapan output
d. Output berupa HMD, monitor seperti monitor TV, LCD dan monitor ponsel,
ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.2 halaman selanjutnya.
Gambar 2.2. Ilustrasi Arsitektur Teknologi Perangkat AR
Sumber: http:socs.binus.ac.idfiles2012033.png
Cara kerja Augmented Reality terdiri dari enam tahap yaitu: a.
Perangkat input menangkap video dan mengirimkannya ke prosesor. b.
Perangkat lunak di dalam prosesor mengolah video dan mencari suatu pola. c.
Perangkat lunak menghitung posisi pola untuk mengetahui dimana objek virtual akan diletakkan.
d. Perangkat lunak mengidentifikasi pola dan mencocokkannya dengan informasi
yang dimiliki perangkat lunak. e.
Objek virtual akan ditambahkan sesuai dengan hasil pencocokan informasi dan diletakkan pada posisi yang telah dihitung sebelumnya.
f. Objek virtual akan ditampilkan melalui perangkat, diagaram sistem dapat dilihat
pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Diagram Sistem Kerja AR
Terdapat dua metode yang dikembangkan pada Augmented Reality saat ini yaitu, a.
Marker Augmented Reality Marker Bases Tracking Augmented Reality berbasis marker disebut juga pelacakan berbasis marker,
merupakan tipe Augmented Reality yang mengenali marker dan mengidentifikasi pola dari marker tersebut untuk menambahkan suatu objek virtual ke lingkungan
nyata. Titik koordinat virtual pada marker berfungsi untuk menentukan posisi dari objek virtual yang akan ditambahkan pada lingkungan nyata. Posisi dari
objek virtual akan terletak tegak lurus dengan marker. Objek virtual akan berdiri segaris dengan sumbu Z serta tegak lurus terhadap sumbu X kanan atau kiri dan
sumbu Y depan atau belakang dari koordinat virtual marker. Ilustrasi dari titik koordinat virtual marker dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Titik koordinat virtual pada marker
b. Markerless Augmented Reality
Markerless Augmented Reality merupakan tipe Augmented Reality yang tidak menggunakan marker untuk menambahkan objek virtual ke lingkungan nyata.
Berdasarkan teknik pelacakan pola dari video yang ditangkap perangkat penangkapan Erwin, et al. 2013.
2.2. Unity