Analisis Potensi Industri Roti Kacang Dalam Pengembangan Wilayah di Kota Tebing Tinggi

(1)

ANALISIS POTENSI INDUSTRI ROTI KACANG DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA TEBING TINGGI

TESIS

Oleh :

RUMONDANG SARI LUBIS

117003071/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(2)

ANALISIS POTENSI INDUSTRI ROTI KACANG DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA TEBING TINGGI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

RUMONDANG SARI LUBIS

117003071/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(3)

Judul : Analisis Potensi Industri Roti Kacang Dalam Pengembangan Wilayah di Kota Tebing Tinggi Nama Mahasiswa : Rumondang Sari Lubis

Nomor Pokok : 117003071

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D) (Ir. Supriadi, MS) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Erman Munir, M,Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Erlina, SE. Msi. Ph.D Anggota : 1. Ir. Supriadi, MS

2. Prof. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Dr. Rujiman, MA


(5)

ANALISIS POTENSI INDUSTRI ROTI KACANG DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA TEBING TINGGI

ABSTRAK

Pengembangan produk unggulan industri roti kacang di Kota Tebing Tinggi memerlukan upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing. Sebagai suatu area di mana banyak orang menggantungkan nasibnya, maka industri roti kacang di Kota Tebing Tinggi tidak boleh mati, industri roti kacang harus tumbuh dan berkembang, atau sekurang kurangnya bertahan (survive). Tekad untuk survive dan tumbuh tersebut menuntut kemampuan industri roti kacang dan para pendukungnya untuk memahami situasi internal (kekuatan dan kelemahan) maupun situasi eksternal (peluang dan tantangan). Termasuk ke dalam situasi internal adalah: sumberdaya yang dimiliki, kebijakan yang dijalankan serta hasilnya, sedangkan situasi ekternal adalah kekuatan dan kecenderungan politik, ekonomi, sosial dan teknologi serta kondisi kelompok pesaing ataupun pendukungnya. Penelitian dilaksanakan di Kota Tebing Tinggi dengan mengambil lokasi penelitian di seluruh kecamatan Kota Tebing Tinggi yang memiliki industri roti kacang tentang analisis potensi industri roti kacang dalam pengembangan wilayah di Kota Tebing Tinggi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rasio biaya sumberdaya domestik (analisis DRC) dan analisis SWOT dengan jumlah sampel responden 15 orang pelaku industri roti kacang dari 15 orang jumlah populasi pelaku industri roti kacang. Dari hasil penelitian dperoleh bahwa hasil nilai DRC roti kacang menunjukkan sebesar 0,815 yang berarti nilai DRC < 1. Hasil ini menunjukkan bahwa apabila nilai DRC < 1 dan nilainya makin kecil berarti sistem produk makin efisien, mempunyai daya saing yang makin tinggi dan mampu hidup tanpa bantuan dan intervensi pemerintah serta mempunyai peluang ekspor yang makin besar. Dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, produk dengan nilai DRC lebih kecil akan memperoleh prioritas lebih tinggi dalam pengembangannya. Strategi pengembangan industri roti kacang sebagai produk unggulan lokal di Kota Tebing Tinggi adalah sebagai berikut : a) Membuka outlet khusus untuk Direct Selling; b) Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada dalam penyampaian produk dari produsen ke konsumen; c) Memperbaiki label kemasan produk; d) Memanfaatkan skim kredit yang ditawarkan oleh Pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi sehingga mampu mengatasi kelebihan permintaan terhadap produk industri roti kacang; e) Meningkatkan mutu produk dan pelayanan; f) Mengembangkan produk baru pada pasar konsumen yang sudah ada; g) Melakukan pengaturan dalam pengalokasian keuangan perusahaan dan h) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Kata kunci: industri roti kacang, rasio sumberdaya domestik (DRC), SWOT, pengembangan wilayah


(6)

THE ANALYSIS OF THE POTENCY OF PEANUT PIE INDUSTRY IN REGIONAL DEVELOPMENT IN

TEBING TINGGI ABSTRACT

The development of high ranking industry of peanut pie in Tebing Tinggi needs improvement in value-added and competitiveness. As an area where people earn their living, peanut pie in Tebing Tinggi must continue; it must grow and develop, or at least it can survive. The determination in surviving and growth need the ability of the peanut pie and its supporting factors to understand its internal situation (strength and weaknesses) and external situation (opportunity and challenge). The internal situation includes: its human resources, its policy and outcome; the external situation includes: the strength and the political, economic, social, and technological inclination, and the condition of the group of competitors and their supporters. The research was conducted in Tebing Tinggi, and the location of the research was in all subdistricts of TebingTinggi which had peanut pie industries. It dealt with the analysis of the potential of peanut pie industry in the regional development in Tebing Tinggi. The method of the analysis in the research was DRC (Domestic Resources Cost) analysis and SWOT analysis. The population was 15 owners of peanut pie industry, and all of them were used as the respondents of the samples. The result of the research showed that the DRC value of peanut pie was 0.815 which indicated DRC value < 1. It indicated that if DRC value < 1 and became smaller, the product system was more efficient, the competitiveness was higher, was more capable of surviving without the support and intervention from the government, and had more opportunity for export. In an attempt to increase the economic growth, the product with smaller DRC value would get more priority in its development. Some strategies of the development of peanut pie are as follows: a) open specific outlet for direct selling, b) optimize the available distribution line in distributing the product to consumers, c) improve the label of the packages, d) use credit skim offered by the government in order to increase production capacity so that it can cope with over-demand on peanut pastry, e) improve the quality of product and service, f) develop new products for the available segment of consumers, g) arrange the company’s financial allocation, and h) improve the quality of human resources.

Keywords: Peanut Pie Industry, Domestic Resources Ratio (DRC), SWOT, Regional Development


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “Analisis Potensi Industri Roti Kacang Dalam Pengembangan Wilayah di Kota Tebing Tinggi. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan tesis ini banyak mendapat bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada yang terhormat Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi saran, dukungan, pengetahuan dan bimbingan kepada penulis hingga tesis ini selesai.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M,Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan USU Medan sekaligus Dosen Penguji yang telah memberi masukan-masukan demi kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak Dr. Drs. Rujiman, MA dan Agus Suriadi, S.Sos M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan demi kesempurnaan tesis ini

4. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam memberikan ilmu pengetahuan.

5. Seluruh mahasiswa PWD kelas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Angkatan 2011 dan staf administrasi atas keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.


(8)

6. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

7. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta atas segala kesabaran dan ketabahannya selama ini dalam mendampingi penulis serta dukungannya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Demikian pula kepada ketiga putra penulis yang memberi support dan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.

8. Adik penulis yang selalu memberikan support untuk menyelesaikan pendidikan penulis

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan untuk penyempurnaan tesis ini. Akhirnya atas segala kekurangan dalam penyusunan tesis, penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Amiin.

Medan, Agustus 2013 Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Rumondang Sari Lubis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 17 Maret 1980 dari ayah bernama Syaipul Lubis dan ibu Hj. Farida Nasution. Menikah dengan Taufik Hidayat dengan tiga orang putra Moch. Dzaki Farros, Arkaan Ali Gathan, Rakha Gibran.

Menamatkan Sekolah Dasar tahun 1992 di SD Negeri 163080 Tebing Tinggi, SMP tahun 1995 di SMP Negeri I Tebing Tinggi, SMU tahun 1998 di SMU Negeri I Tebing Tinggi, pada tahun 2001 tamat dari Politeknik Negeri Medan, Tamat dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara tahun 2004. Pada Tahun 2013 tamat dari Program Perencanaan Wilayah dan Pedesaan SPs Universitas Sumatera Utara.

Tahun 2009 bekerja sebagai staff Bappeda Kota Tebing Tinggi Sumatera Utara sampai saat ini bertempat tinggal di Jl. Meranti No. 18 Tebing Tinggi Sumatera Utara.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.2 Latar Belakang ... 1

1.1 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Penelitian Terdahulu ... 11

2.2 Industri ... 18

2.2.1 Industri Besar Sedang ... 19

2.2.2 Industri Kecil ... 20

2.3 Peranan Sektor Industri Dalam Pembangunan Ekonomi ... 23

2.4 Konseptual Daya Saing ... 25

2.5 Pengembangan Wilayah ... 28

2.6 Kerangka Pemikiran ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 34

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 34

3.3 Populasi dan Sampel ... 34

3.4 Analisis Data ... 35

3.5 Definisi Operasional ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Hasil Penelitian ... 40

4.1.1 Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi ... 40

4.1.1.1 Konsep Pengembangan ... 42

4.1.1.2 Konsep Sistem Lingkungan ... 43

4.1.1.3 Rencana Umum Tata Ruang Kota ... 44

4.1.1.3.1 Rencana Pengembangan Penduduk ... 44

4.1.1.3.2 Rencana Pemanfaatan Ruang Kota ... 45 4.1.1.3.3 Rencana Struktur Pelayanan


(11)

4.1.1.3.4 Rencana Fasilitas Pelayanan... 48

4.1.1.3.5 Rencana Sistem Transportasi ... 51

4.1.2 Perekonomian Kota Tebing Tinggi ... 52

4.1.2.1. Produk Domestik Regional Bruto ... 52

4.1.2,1.1. PDRB Harga Berlaku ... 53

4.1.2.1.2. PDRB Harga konstan ... 54

4.1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Tebing Tinggi ... 56

4.1.3 Karakteristik responden 57

4.1.3.1. Umur ... 57

4.1.3.2. Pendidikan ... 58

4.1.3.3. Jenis Kelamin ... 59

4.1.3.4. Jumlah Tenaga Kerja ... 60

4.1.4 Potensi Industri Roti Kacang di Kota Tebing tinggi .... 61

4.1.5 Strategi Pengembangan Roti Kacang Sebagai Produk Unggulan Lokal di Tebing Tinggi ... 64

4.1.5.1 Identifikasi Faktor Kekuatan dan Kelemahan ... 64

4.1.5.2 Identifikasi Faktor Peluang dan Ancaman .... 69

4.1.5.3 Analisis Matriks SWOT ... 74

4.2 Pembahasan ... 79

4.2.1 Peranan Industri Roti Kacang Terhadap penyerapan Tenaga Kerja ... 79

4.2.2 Peranan Industri Roti Kacang Terhadap Nilai Tambah ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

5.1 Kesimpulan ... 87

5.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1.1. Data Distribusi PDRB menurut Sektor Kota Tebing Tinggi

Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2008 – 2011 ... 4

1.2 Nilai Tambah Perusahaan Industri Besar / Sedang Di Kota Tebing Tinggi menurut kelompok Industri Tahun 2008 – 2011 ... 5

4.1 Data PDRB menurut Sektor Kota Tebing Tinggi Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2008-2011 ... 53

4.2 Data Distribusi PDRB menurut Sektor Kota Tebing Tinggi Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2008-2011 ... 54

4.3 Data PDRB menurut Sektor Kota Tebing Tinggi Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Periode Tahun 2008-2011 ... 55

4.4 Data Distribusi PDRB menurut Sektor Kota Tebing Tinggi Berdasarkan Harga konstan Tahun 2000 Periode Tahun 2008-2011 ... 55

4.5 Data Laju Pertumbuhan PDRB menurut Sektor Kota Tebing Tinggi Periode Tahun 2008-2011 ... 57

4.6 Komposisi Umur Responden ... 58

4.7 Komposisi Tingkat Pendidikan Responden ... 58

4.8 Komposisi Jenis Kelamin Responden ... 59

4.9 Komposisi Jumlah Tenaga Kerja ... 60

4.10 Nilai Keuntungan Privat, Keuntungan Sosial dan DRC Roti Kacang ... 63

4.11 Peran Industri Roti Kacang dalam Penyerapan Tenaga Kerja ... 80

4.12 Banyaknya Pedagang kecil di Kota Tebing Tinggi ... 85


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

3.1 Analisis SWOT ... 37 4.1 Peta Administrasi Kota Tebing Tinggi ... 41


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuisioner penelitian ... 92 2. Tabulasi Data Karakteristik Responden ... 95 3. Tabulasi Data Potensi Industri roti Kacang Kota Tebing Tinggi ... 96


(15)

ANALISIS POTENSI INDUSTRI ROTI KACANG DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA TEBING TINGGI

ABSTRAK

Pengembangan produk unggulan industri roti kacang di Kota Tebing Tinggi memerlukan upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing. Sebagai suatu area di mana banyak orang menggantungkan nasibnya, maka industri roti kacang di Kota Tebing Tinggi tidak boleh mati, industri roti kacang harus tumbuh dan berkembang, atau sekurang kurangnya bertahan (survive). Tekad untuk survive dan tumbuh tersebut menuntut kemampuan industri roti kacang dan para pendukungnya untuk memahami situasi internal (kekuatan dan kelemahan) maupun situasi eksternal (peluang dan tantangan). Termasuk ke dalam situasi internal adalah: sumberdaya yang dimiliki, kebijakan yang dijalankan serta hasilnya, sedangkan situasi ekternal adalah kekuatan dan kecenderungan politik, ekonomi, sosial dan teknologi serta kondisi kelompok pesaing ataupun pendukungnya. Penelitian dilaksanakan di Kota Tebing Tinggi dengan mengambil lokasi penelitian di seluruh kecamatan Kota Tebing Tinggi yang memiliki industri roti kacang tentang analisis potensi industri roti kacang dalam pengembangan wilayah di Kota Tebing Tinggi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rasio biaya sumberdaya domestik (analisis DRC) dan analisis SWOT dengan jumlah sampel responden 15 orang pelaku industri roti kacang dari 15 orang jumlah populasi pelaku industri roti kacang. Dari hasil penelitian dperoleh bahwa hasil nilai DRC roti kacang menunjukkan sebesar 0,815 yang berarti nilai DRC < 1. Hasil ini menunjukkan bahwa apabila nilai DRC < 1 dan nilainya makin kecil berarti sistem produk makin efisien, mempunyai daya saing yang makin tinggi dan mampu hidup tanpa bantuan dan intervensi pemerintah serta mempunyai peluang ekspor yang makin besar. Dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, produk dengan nilai DRC lebih kecil akan memperoleh prioritas lebih tinggi dalam pengembangannya. Strategi pengembangan industri roti kacang sebagai produk unggulan lokal di Kota Tebing Tinggi adalah sebagai berikut : a) Membuka outlet khusus untuk Direct Selling; b) Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada dalam penyampaian produk dari produsen ke konsumen; c) Memperbaiki label kemasan produk; d) Memanfaatkan skim kredit yang ditawarkan oleh Pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi sehingga mampu mengatasi kelebihan permintaan terhadap produk industri roti kacang; e) Meningkatkan mutu produk dan pelayanan; f) Mengembangkan produk baru pada pasar konsumen yang sudah ada; g) Melakukan pengaturan dalam pengalokasian keuangan perusahaan dan h) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Kata kunci: industri roti kacang, rasio sumberdaya domestik (DRC), SWOT, pengembangan wilayah


(16)

THE ANALYSIS OF THE POTENCY OF PEANUT PIE INDUSTRY IN REGIONAL DEVELOPMENT IN

TEBING TINGGI ABSTRACT

The development of high ranking industry of peanut pie in Tebing Tinggi needs improvement in value-added and competitiveness. As an area where people earn their living, peanut pie in Tebing Tinggi must continue; it must grow and develop, or at least it can survive. The determination in surviving and growth need the ability of the peanut pie and its supporting factors to understand its internal situation (strength and weaknesses) and external situation (opportunity and challenge). The internal situation includes: its human resources, its policy and outcome; the external situation includes: the strength and the political, economic, social, and technological inclination, and the condition of the group of competitors and their supporters. The research was conducted in Tebing Tinggi, and the location of the research was in all subdistricts of TebingTinggi which had peanut pie industries. It dealt with the analysis of the potential of peanut pie industry in the regional development in Tebing Tinggi. The method of the analysis in the research was DRC (Domestic Resources Cost) analysis and SWOT analysis. The population was 15 owners of peanut pie industry, and all of them were used as the respondents of the samples. The result of the research showed that the DRC value of peanut pie was 0.815 which indicated DRC value < 1. It indicated that if DRC value < 1 and became smaller, the product system was more efficient, the competitiveness was higher, was more capable of surviving without the support and intervention from the government, and had more opportunity for export. In an attempt to increase the economic growth, the product with smaller DRC value would get more priority in its development. Some strategies of the development of peanut pie are as follows: a) open specific outlet for direct selling, b) optimize the available distribution line in distributing the product to consumers, c) improve the label of the packages, d) use credit skim offered by the government in order to increase production capacity so that it can cope with over-demand on peanut pastry, e) improve the quality of product and service, f) develop new products for the available segment of consumers, g) arrange the company’s financial allocation, and h) improve the quality of human resources.

Keywords: Peanut Pie Industry, Domestic Resources Ratio (DRC), SWOT, Regional Development


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelaksanaan otonomi daerah mendorong pemerintah Kabupaten/kota untuk melakukan penggalian daerah untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) atau menggali potensi daerahnya sendiri. Implikasinya, identifikasi sektor/ subsektor andalan akan mendorong perencanaan pembangunan ekonomi daerah agar lebih terfokus pada sektor tersebut. Penggalian potensi ekonomi daerah sangat penting dalam rangka menggairahkan kegiatan perekonomian daerah tanpa banyak tergantung pada subsidi dari pusat. Secara teoritis peningkatan perekonomian masyarakat akan menyebabkan naiknya taraf hidup masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan pendatapan asli daerah (PAD).

Salah satu cara untuk meningkatkan PAD adalah dengan memberdayakan usaha kecil menengah (UKM). Usaha kecil menengah merupakan sektor usaha yang memilki peran cukup tinggi dalam perekonomian daerah, terutama dalam penyediaan lapangan kerja. Namun demikian perkembangan usaha kecil menengah akhir-akhir ini cukup memprihatinkan terlebih dengan masuknya berbagai produk impor yang merupakan hasil usaha menengah luar negeri. Kondisi demikian akan memperlemah posisi sektor usaha kecil di pasar Indonesia. Semakin melemahnya posisi sektor usaha kecil di pasar, dalam jangka panjang akan berdampak pada turunnya taraf hidup masyarakat serta bertambahnya pengangguran. Oleh karena diperlukan upaya-upaya yang mengarah pada pengembangan sektor usaha kecil dalam rangka memperbaiki


(18)

mutu produk atau jasa sehingga mampu bersaing di pasar. Upaya untuk memperbaiki mutu produk diperlukan pengelola usaha (manajemen) dengan baik, meliputi aspek permodalan, produksi, pemasaran, sumber daya mannusia, dan pembukuan.

Pembangunan kota merupakan suatu proses berupa perubahan kondisi kota menjadi lebih baik yang berlangsung lama dan terus menerus. Perubahan ini meliputi segala sektor yaitu sektor jasa, industri dan pertanian (pengolahan hasil pertanian) dan di segi penerimaan masyarakatnya atau di segi pengeluaran konsumsi, investasi, dan pemerintah daerah serta ekspor-impornya (net export). Selanjutnya diharapkan agar kegiatan perekonomian kota itu membuka kesempatan kerja lebih banyak, sehingga tercapailah kemerataan di segala bidang dalam kehidupan kota.

Dewasa ini pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Dimana pembangunan industri merupakan suatu kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Sehingga pembangunan industri tidak hanya mencapai kegiatan mandiri saja, tetapi mempunyai tujuan pokok untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.

Keberadaan industri juga sering dikaitkan dengan peranan industri sebagai sektor pemimpin (leading sektor), yaitu pembangunan industri dapat memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor perdagangan, pertanian, ataupun sektor jasa (Arsyad, 1999). Berkembangnya sektor-sektor tersebut akan mendukung laju pertumbuhan industri, sehingga menyebabkan meluasnya peluang kerja yang pada akan meningkatkan pendapatan dan


(19)

3

permintaan masyarakat (daya beli). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perekonomian sedang tumbuh dan sehat. Selain itu pembangunan industri juga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan kemampuannya memanfaatkan sumberdaya secara optimal. Hal ini berarti bahwa pembangunan industri dianggap pula sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup kegiatan manusia.

Keberhasilan sektor industri dan perdagangan telah memberikan konstribusi yang besar dalam menciptakan struktur ekonomi nasional. Industri kecil di Indonesia merupakan bagian penting dari sistem perekonomian nasional, karena berperan dalam mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan berperan dalam peningkatan perolehan devisa serta memperkokoh struktur industri nasional (Jumhur 2001).

Dalam rangka untuk menjaga stabilitas perekonomian, mengembangkan dan mempercepat perekonomian daerah maka Pemerintah Kota Tebing Tinggi diharapkan mampu melihat dan menentukan produk-produk apa yang secara ekonomi, sosial, dan kultural memiliki potensi untuk dikembangkan. Dengan pemahaman ini, para pengambil kebijakan di daerah dapat lebih menempatkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas lainnya pada lokasi yang tepat, sehingga akan memberikan dampak (outcome) positif terhadap perkembangan dan pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah.

Sektor industri di Kota Tebing TInggi memiliki potensi besar dalam perekonomian daerah. Kontribusi sektor industri berada pada urutan kedua dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tebing Tinggi


(20)

berdasarkan harga berlaku. Namun selama periode tahun 2008-2011 kontribusi sektor industri mengalami fluktuasi, yaitu dari 19,65% pada tahun 2008 menjadi 19,61% pada tahun 2011, sehingga diperlukan upaya-upaya pengembangan potensi sektor industri dalam perekonomian Kota Tebing Tinggi.

Seperti dapat kita lihat pada tabel 1.1, bahwasannya sektor industri pengolahan memberikan kontribusi cukup besar di kota Tebing Tinggi setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu rata-rata 19.63% per tahunnya dari tahun 2008 sampai 2011, dari data tersebut dapat juga dilihat tidak terjadi peningkatan dari mulai tahun 2008 sampai tahun 2011, tidak terjadi pengembangan yang besar tapi hampir terlihat tetap setiap tahunnya, tidak berbeda jauh dengan keadaan sektor yang mendominasi yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran yang juga tidak mengalami peningkatan setiap tahunnya

Tabel 1.1. Data Distribusi PDRB Menurut Sektor Kota Tebing Tinggi Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2008-2011 (%)

Sektor 2008 2009 2010 2011 Rataan

Pertanian 1.67 1.63 1.60 1.47 1.59

Pertambangan dan Penggalian 0.07 0.08 0.08 0.07 0.08 Industri Pengolahan 19.65 19.60 19.67 19.61 19.63 Listrik, Gas dan Air Minum 0.54 0.52 0.49 0.47 0.51

Bangunan 9.07 9.45 9.90 10.31 9.68

Perdagangan, Hotel dan Restoran 22.86 22.52 22.55 22.45 22.60 Pengangkutan dan Komunikasi 15.30 14.90 14.43 13.90 14.63 Keuangan dan Jasa 12.10 12.10 12.00 12.43 12.16

Jasa-jasa 18.74 19.20 19.28 19.29 19.13

Jumlah 100 100 100 100 100

Sumber : Kota Tebing Tinggi Dalam Angka, Tahun 2012

Sektor industri dikelompokkan menjadi beberapa sub sektor, yakni sub sektor makanan, minuman dan tembakau; sub sektor tekstil, barang kulit dan alas kaki; sub sektor barang kayu dan hasil hutan lainnya; sub sektor kertas dan barang


(21)

5

cetakan; sub sektor pupuk, kimia dan barang dari karet; sub sektor semen dan barang galian bukan logam; sub sektor logam dasar besi dan baja; sub sektor alat angkutan, mesin dan peralatannya dan sub sektor barang lainnya, seperti dapat kita lihat pada table berikut:

Tabel 1.2 Nilai Tambah Perusahaan Industri Besar/Sedang di Kota Tebing Tinggi Menurut Kelompok industri 2008-2011 (Juta)

Kelompok Industri 2008 2009 2010 2011

1. Industri Makanan

Minuman dan Tembakau 5.566 4.390 4.829 7.426 2. Industri tekstil, pakaian

jadi dan kulit 232 246 271 288

3. Industri kayu, perabot

rumah tangga 2.195 2.294 2.523 18.646 4. Industri kertas, penerbitan

dan percetakan 502 531 584 557

5. Industri kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik

55.0382 259.776 285.754 265.597 6. Industri barang galian

bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara

- - - -

7. Industri logam dasar - - - -

8. Industri barang logam,

mesin dan peralatannya 2.756 3.086 3.395 3.802 9. Industri pengolahan

lainnya 271 350 385 361

Jumlah 561.904 270.673 297.741 296.677

Sumber : Kota Tebing Tinggi Dalam Angka, Tahun 2012

Cakupan sub sektor makanan, minuman dan tembakau menurut kelompok pengeluaran terbagi ke dalam sub kelompok grup yaitu: Makanan Jadi, Minuman yang tidak beralkohol serta rokok, tembakau dan minuman yang beralkohol dimana industri roti kacang termasuk ke dalam grup makanan jadi

Industri Kecil di Kota Tebing Tinggi berdasarkan data Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan di bidang makanan terdiri dari 39 industri roti yang terdiri dari 15 industri roti kacang selebihnya industri roti yang


(22)

membuat roti manis, roti tawar, roti kering dan kue basah, 9 industi makanan ringan (kerupuk, keripik dan gipang), 4 industri tahu dan tempe, 13 industri tempe, dan 17 industri tahu.

Dari data tabel 1.2 dapat dilihat bahwasannya industri kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik memberikan nilai tambah terbesar tetapi hanya berjumlah 3 perusahaan sedangkan kelompok makanan, minuman dan tembakau menempati nomor dua tetapi berdasarkan data Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan jumlah perusahaannya lebih banyak.

Besarnya sumbangan sektori ndustri kecil ini seyogyanya berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat kota Tebing Tinggi karena lebih mudah berkembang dibandingkan industri besar. Selain itu sektor industri menjadi pendorong bagi pengembangan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Pengembangan produk unggulan industri roti kacang di Kota Tebing Tinggi memerlukan upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing. Untuk itu diperlukan manajemen pengolahan profesional pada seluruh komponen sistem mulai dari ketersediaan bahan baku, pengolahan, transportasi/distribusi dan pemasaran. Karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, maka diperlukan adanya skala prioritas dalam pengembangan industri roti kacang sehingga diperoleh hasil yang optimum dari setiap penggunaan sumberdaya.

Sebagai suatu area di mana banyak orang menggantungkan nasibnya, industri kecil roti kacang di Kota Tebing Tinggi tidak boleh mati, maka industri roti kacang harus tumbuh dan berkembang, atau sekurang kurangnya bertahan (survive). Tekad untuk survive dan tumbuh tersebut menuntut kemampuan industri roti kacang dan para pendukungnya untuk memahami situasi internal


(23)

7

(kekuatan dan kelemahan) maupun situasi eksternal (peluang dan tantangan). Termasuk ke dalam situasi internal adalah: sumberdaya yang dimiliki, kebijakan yang dijalankan serta hasilnya, sedangkan situasi ekternal adalah kekuatan dan kecenderungan politik, ekonomi, sosial dan teknologi serta kondisi kelompok pesaing ataupun pendukungnya (Sjaifudian,1995).

Industri kecil merupakan kegiatan ekonomi yang mendominasi struktur perekonomian Indonesia dan seharusnya mendapat prioritas untuk dikembangkan. Sektor ini memiliki peran yang strategis baik secara ekonomis maupun sosial politik (Hubeis, 1997). Salah satu potensi ekonomi daerah yang bisa menjadi garapan pemerintah daerah adalah industri kecil dan industri rumah tangga. Industri kecil dan rumah tangga sangat berperan dalam pengentasan kemiskinan karena sifatnya padat karya, memerlukan modal relatif kecil dengan tingkat teknologi sederhana sehingga memungkinkan untuk dikerjakan oleh masyarakat golongan bawah baik di perkotaan maupun diperdesaan. Biasanya usaha ini mengolah bahan-bahan yang tersedia di daerah setempat, baik sebagai produk setengah jadi maupun produk jadi yang mempunyai nilai tambah lebih tinggi. Dengan demikian secara langsung dapat membuka lapangan kerja dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Pengembangan industri kecil sebagai salah satu strategi dan kebijaksanaan nasional mempunyai peranan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh. Potensi yang dimiliki industri kecil cukup besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air, terutama di daerah pedesaan. Namun, kenyataannya industri kecil belum sepenuhnya terlepas dari masalah atau kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, diupayakan adanya program untuk membantu industri kecil.


(24)

Diantaranya ada program sistem manajemen serta program pengendalian mutu di mana program-program ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan

produktivitas industri kecil.

Industri kecil, sebagaimana perusahaan lainnya dalam pengelolaan bisnisnya perlu menerapkan strategi untuk hidup (cash flow) dan tumbuh (likuiditas) yang didukung oleh kompetensi yang baik (kreatif dan inovatif) dan kemampuan multi resources pooling yang dimilikinya, di samping proses marketing yang tepat, cepat dan andal untuk meraih keunggulan posisi maupun kinerja usaha. Berdasarkan hal tersebut dapat diperkirakan, apakah bisnis yang dipilihnya dapat dikategorikan dalam model bisnis berpotensi tumbuh secara luas, atau berpotensi berkembang terbatas (Hubeis, 1997).

Perubahan lingkungan usaha saat ini, mendorong kita untuk mengkaji ulang setiap kebijakan yang telah kita ambil pada masa lalu. Berbagai kebijakan dan inkonsistensi dalam pelaksanaannya menyebabkan luka yang mendalam bagi kehidupan masyarakat. Untuk itu diperlukan reorientasi pola pengembangan dan pembinaan untuk pertumbuhan dan perkembangan industri kecil di Indonesia. Situasi persaingan yang semakin ketat, menuntut industri kecil perlu membekali diri dengan kekuatan yang dapat menempatkan mereka untuk mampu bersaing dengan produk lainnya yang sejenis (Ikhsan, 2001). Dengan demikian dibutuhkan suatu strategi pemberdayaan untuk mengembangkan produk unggulan di daerah masing-masing.

Kurang optimalnya usaha pembinaan yang sedang dilakukan saat ini kemungkinan disebabkan karena ketidakmampuan pihak pembina (pemerintah) dalam mengidentifikasi secara tepat terhadap apa yang dibutuhkan industri kecil


(25)

9

untuk dapat berkembang dan sukses. Guna melihat apakah sistem industri roti kacang sudah efisien dan mampu hidup tanpa bantuan dan intervensi pemerintah, diperlukan analisis potensi roti kacang dan strategi pengembangan industri roti kacang sebagai produk unggulan kota Tebing Tinggi. Dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, industri kecil dengan nilai DRC (Domestik Resource Cost Ratio) lebih kecil akan memperoleh prioritas lebih tinggi dalam pengembangannya, karena nilai industri kecil tersebut makin efisien dan mampu hidup tanpa bantuan dan intervensi pemerintah.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti : 1. Bagaimana potensi industri roti kacang di Kota Tebing Tinggi ?

2. Bagaimana strategi pengembangan industri roti kacang sebagai produk unggulan lokal di Kota Tebing Tinggi ?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dapat ditetapkan sebagai berikut :

1. Menganalisis potensi industri roti kacang di Kota Tebing Tinggi ?

2. Merumuskan strategi pengembangan industri roti kacang sebagai produk unggulan lokal di Kota Tebing Tinggi.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat dan berguna sebagai berikut :

1. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pembangunan sektor industri kecil dan kontribusi terhadap ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah.


(26)

2. Memberikan alternatif strategi pengembangan potensi roti kacang sebagai produk unggulan di daerah Kota Tebing Tinggi sehingga dapat menjadi acuan dalam strategi pembangunan dan pengembangan wilayah di Kota Tebing Tinggi.

3. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat, pihak swasta dan pemerintah yang terlibat dalam pengembangan usaha roti kacang untuk dapat lebih meningkat semakin maju dan berkembang di masa mendatang.


(27)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai potensi industri dan pengembangan daerah sebelumnya antara lain : Rachmawati dan Amir (2003) meneliti mengenai “Studi Potensi Industri Kecil di Desa Tertinggal Dalam Rangka Pemberdayaan Pengusaha Kecil di Kabupaten Banyumas”. Penelitian ini bertuuan untuk mengkaji 1) Keanekaragaman industri kecil didesa tertinggal; 2) Profil pengusaha industri kecil didesa tertinggal berdasar karakteristik tingkat pendidikan, jenis kelamin, usia; 3) Faktor-faktor kendala dan faktor-faktor pendukung industri kecil di desa tertinggal dari faktor-faktor permodalan, tenaga kerja, bahan baku, peralatan produksi, serta pemasaran 4) Menemukan Pola pemberdayaan industri kecil didesa tertinggal berdasarkan faktor-faktor kendala dan pendukung. Pendekatan yang digunakan: kualitatif melalui survey lapangan dan studi observasi. Sampel penelitiannya industri kecil dan pengusaha industri kecil dengan metoda purposive sampling. Lokasi di kecamatan Kembaran karena banyak memiliki desa tertinggal yaitu 13 desa. Analisis menggunakan deskriptif kualitatif.Hasil penelitian menemukan gambaran 1) Jenis Industri kecil: tempe, tahu, kerajinan bambu, tas, meubel, mie soun, gula jawa dan jenis-jenis makanan seperti roti, gula kacang; 2) Kendala yang dihadapi: motivasi usaha rendah; pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja kurang memadai; permodalan & aksesnya; peralatan/teknologi produksi mamual & sederhana, tidak ada standarisasi produksi, produk, kemasan dan jangkauan pemasaran terbatas; sedangkan limbah yang belum dimanfaatkan: sisa kulit/plastik untuk produk tas,


(28)

dompet, souvenir. Limbah industri tahu bisa dimanfaatkan untuk nata de soya; pada meubel, potongan kayu kecil untuk souvenir; dan pembentukan kelompok/asosiasi usaha. 3) Faktor pendukung: bahan baku dari lingkungan sekitar, harganya relatif murah, jumlah tenaga kerja usia produktif & bisa mengurangi pengangguran 4) perlunya Pola pemberdayaan: Pelatihan AMT; Pelatihan manajemen dan pengembangan budaya inovasi, Temu pengusaha dengan pihak penyandang dana, Pembuatan atau Pengembangan teknologi dengan bantuan perguruan tinggi dan LSM, atau bantuan teknologi dari pemerintah; Pelatihan komunikasi bisnis, desain dan model untuk pemasaran; Bantuan teknis AMDAL dan pengembangan produk sampingan dari limbah, dan Pembentukan kelompok usaha. Solusi penyelesaiannya harus sesuai dengan jenis industri, besar kecilnya skala usaha dan skala prioritas masing-masing pengusaha.

Kurniawan (2009) meneliti mengenai ”Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri kecil di Kota Surabaya”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Perkapita (X1), Nilai Produksi (X2), Investasi Industri Kecil (X3), dan Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil (X4). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari instansi–instansi terkait seperti BPS Surabaya. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda yang menunjukkan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. baik secara simultan maupun secara parsial terhadap Jumlah Industri Kecil (Y). Berdasarkan hasil analisis dan hasil hipotesis diperoleh hasil F hitung = 562,907 > F tabel = 3,48. Sehingga secara simultan variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat, sedangkan secara parsial variabel bebas Pendapatan Perkapita (X1) berpengaruh secara nyata terhadap


(29)

13

Jumlah Industri Kecil (Y) yaitu t-hitung sebesar 6,700 > t-tabel sebesar 2,228. Nilai Produksi (X2) berpengaruh secara nyata terhadap Jumlah Industri Kecil (Y) yaitu t-hitung sebesar 2,899 > t tabel sebesar 2,228. Investasi Industri Kecil (X3) berpengaruh secara nyata terhadap Jumlah Industri Kecil (Y) yaitu t-hitung sebesar -11,830 > t tabel sebesar 2,228. Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil (X4) berpengaruh secara nyata terhadap Jumlah Industri Kecil (Y) yaitu t-hitung sebesar 11,122 > t table sebesar 2,228.

Saptana, Sumaryono dan Priyatno (2002) meneliti mengenai “Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Komoditas Kentang dan Kubis di Wibisono Jawa Tengah”. Tujuan penelitian untuk menganalisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap usahatani kentang dan kubis digunakan alat analisisis matrik kebijakan (Policy Analysis Matrix (PAM). PAM sebagai alat analisis kegiatan ekonomi dapat dipandang dari dua sudut, yaitu: (a) sudut privat (private perspective) dan (b) sudut sosial (social perspective). Perbedaan sudut pandang tersebut membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan terhadap input dan output dari suatu kegiatan usaha dalam penggunaan harga-harganya. Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam analisis PAM adalah: (1) perhitungan berdasarkan harga privat untuk analisis finansial; (2) perhitungan berdasarkan harga sosial atau harga bayangan yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya untuk analisis ekonomi; (3) output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan kedalam tradable input dan domestic factor; (4) eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan, dengan demikian dianggap nol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis biaya dan keuntungan private, komoditas kentang dan kubis secara private dan secara


(30)

ekonomi menguntungkan. Namun keuntungan privat yang diterima petani lebih kecil dari keuntungan ekonomiknya. Hasil analisisis ini mengandung arti bahwa petani mengalami disinsentif dalam memproduksi komoditas kentang dan kubis, karena harus membayar harga input yang lebih tinggi dari yang seharusnya dan atau menerima harga output yang lebih rendah dari yang seharusnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani komoditas kentang dan kubis memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang ditunjukkan oleh sebagian besar nilai koefisien DRC <1 dan PCR<1. Artinya untuk menghasilkan satu-satuan nilai tambah pada harga sosial dan privat diperlukan penggunaan sumberdaya domestik lebih kecil dari satu. Sehingga untuk lokasi penelitian Wonosobo, Jawa Tengah akan lebih menguntungkan untuk meningkatkan produksi dalam negeri dibandingkan impor.

Kusumastuti (2006) meneliti mengenai Analisis Strategi Pemasaran Industri Kecil Roti dan Kue. Penelitian ini bertujuan : (1) Mengidentifikasi bauran pemasaran (marketing mix) yang telah diterapkan Toko Roti dan Kue yang terdiri dari produk, harga, tempat dan promosi, (2) Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan, (3) Menganalisis dan menyusun rekomendasi alternatif strategi pemasaran yang tepat dan efektif melalui pendekatan analisa bauran pemasaran (marketing mix). Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner kepada pihak perusahaan sebanyak 3 responden dan penyebaran kuesioner kepada 30 konsumen Toko Roti dan Kue dengan metode Judgement Sampling dan data sekunder yang diperoleh melalui pihak lain berupa data dan informasi perusahaan, studi pustaka dari perusahaan, majalah, surat kabar, internet, dan


(31)

lembaga-15

lembaga pemerintah. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan melalui IFE, EFE, dan IE untuk mengetahui posisi perusahaan dalam menghadapi persaingan, serta QSPM untuk pengambilan keputusan alternatif strategi yang akan direkomendasikan kepada perusahaan. Secara umum matriks IFE menghasilkan total skor terbobot sebesar 2,34 yang menunjukkan bahwa posisi internal perusahaan cenderung lemah, yang artinya perusahaan harus lebih memanfaatkan kekuatannya dan mengatasi kelemahan yang dimilikinya dengan baik. Analisis matriks EFE secara umum menghasilkan skor terbobot sebesar 2,41 yang menunjukkan bahwa situasi eksternal perusahaan cenderung di bawah rata-rata, artinya perusahaan kurang memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan atau tidak menghindari ancaman-ancaman eksternal. Berdasarkan hasil analisis Matriks IE, perusahaan berada di sel V yaitu Hold and Maintain (pertahankan dan pelihara). Berdasarkan analisis QSPM diperoleh strategi yang menjadi prioritas utama untuk diterapkan oleh perusahaan, yaitu kegiatan menambah jumlah agen dan meningkatkan kuantitas produk yang ditawarkan (Jumlah Total Attractiveness Score = 6,55).

Nusawanti (2009) meneliti mengenai Analisis Strategi Pengembangan Usaha Roti pada Bagas Bakery, Kabupaten Kendal. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis faktor internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan bagi Bagas Bakery, (2) menganalisis faktor eksternal yang merupakan peluang dan ancaman bagi Bagas Bakery, serta (3) mengkaji kesesuaian antara alternatif strategi yang diberikan dengan strategi yang telah dijalan oleh Bagas Bakery. Penelitian ini dilaksanakan pada Bagas Bakery yang terletak di Desa Kutoharjo RT 01/RW 01, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Penarikan sampel


(32)

dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dimana pemilihan responden dipilih secara sengaja. Respoden yang digunakan penelitian ini berjumlah lima orang, yaitu tiga respoden dari pihak internal dan dua responden dari pihak eksternal. Pihak internal meliputi pemilik Bagas Bakery sekaligus merangkap bagian pemasaran, pengelola keuangan, dan pengawas produksi. Sedangkan pihak eksternal meliputi Kepala Seksi Pengawasan Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kendal serta Kepala bidang UMKM Dinas KUKM Kabupaten Kendal. Adanya keterlibatan pihak eksternal dalam penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif strategi yang lebih objektif. Metode pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis deskriptif, dan analisis tiga tahap formulasi strategi. Alat bantu analisis yang digunakan untuk merumuskan strategi adalah matriks IFE, matriks EFE, matriks IE, matriks SWOT, dan matriks QSP (QSPM). Matriks IFE dan EFE menunjukkan total bobot skor rata-rata sebesar 2,752 dan 2,959. Hasil analisis matriks IE menggambarkan posisi Bagas Bakery berada pada posisi V, yaitu tahap hold and maintain. Kemudian dari matriks SWOT diperoleh delapan alternatif strategi dan dari hasil matriks QSP (QSPM) diperoleh prioritas strategi bagi Bagas Bakery secara berturut-turut, yaitu (1) meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (STAS=6,317); (2) meningkatkan mutu produk dan pelayanan (STAS=6,175); (3) melakukan pengaturan dalam pengalokasian keuangan perusahaan (STAS=6,136); (4) memanfaatkan skim kredit yang ditawarkan pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi sehingga mampu mengatasi kelebihan permintaan terhadap produk Bagas Bakery saat ini (STAS=6,084); (5) mengembangkan produk baru pada pasar konsumen yang sudah ada (STAS=6,026); (6) memperbaiki label


(33)

17

kemasan produk (STAS=5,819); (7) mengoptimalkan saluran distribusi yang ada dalam penyampaian produk dari produsen ke konsumen (STAS=5,618); serta (8) membuka outlet khusus untuk direct selling (STAS=5,548). Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan, terdapat kesesuaian antara alternatif strategi yang diberikan dengan strategi yang telah dijalankan oleh Bagas Bakery. Adapun strategi yang telah dijalankan oleh perusahaan, antara lain melakukan diversifikasi produk, menggunakan perantara dalam pendistribusian produk, serta melayani/menerima pesanan untuk acara-acara tertentu. Kesesuaian ini dapat dilihat dari alternatif strategi yang diberikan kepada Bagas Bakery masih berkaitan dengan strategi yang sudah dijalankan oleh perusahaan, misalnya mengembangkan produk baru pada pasar konsumen yang sudah ada yang masih berkaitan dengan strategi diversifikasi produk, mengoptimalkan saluran distribusi yang ada dalam penyampaian produk dari produsen ke konsumen yang masih berkaitan dengan strategi penggunaan perantara dalam pendistribusian produk, serta meningkatkan mutu produk dan pelayanan yang masih berkaitan dengan strategi menjaga mutu produk. Selain ketiga alternatif strategi tersebut, masih terdapat lima alternatif strategi baru dimana pihak Bagas Bakery belum menerapkannya saat ini. Meskipun tidak berkaitan dengan strategi yang sudah ada sebelumnya, namun secara umum alternatif srtategi tersebut diharapkan mampu melengkapi dan mengatasi permasalahan Bagas Bakery saat ini. Hal ini karena penyusunan strategi didasarkan atas kondisi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi Bagas Bakery.


(34)

2.2. Industri

Industri mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara luas , industri mencakup semua usaha dan kegiatan dibidang ekonomi yang bersifat produktif. Sedangkan pengertian secara sempit, industri atau industri pengolahan adalah suatu kegiatan yang mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dalam hal ini termasuk kegiatan jasa industri dan pekerja perakitan (assembling). Dalam istilah ekonomi, industri mempunyai dua pengertian. Pertama, industri merupakan himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, contoh industri kertas berarti himpunan perusahaan-perusahaan penghasil kertas. Kedua, industri adalah sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi (Dumairy,1996).

Pengertian kedua kata industri sering disebut sektor industri pengolahan/manufaktur yaitu salah satu faktor produksi atau lapangan usaha dalam perhitungan pendapatan nasional menurut pendekatan produksi. Menurut Hadikusumo (1990) pengertian industri adalah suatu unit atau kesatuan produk yang terletak pada suatu tempat tertentu yang meletakan kegiatan untuk mengubah barang-barang secara mekanis atau kimia, sehingga menjadi barang (produk yang sifatnya lebih dekat pada konsumen terakhir), termasuk disini memasang bahagian dari suatu barang (assembling).

Ketika satu negara telah mencapai tahapan dimana sektor industri sebagai leading sector maka dapat dikatakan negara tersebut sudah mengalami industrialisasi (Yustika, 2000). Dapat dikatakan bahwa industrialisasi sebagai


(35)

19

transformasi struktural dalam suatu negara. Oleh sebab itu, proses industrialisasi dapat didefenisikan sebagai proses perubahan struktur ekonomi dimana terdapat kenaikan kontribusi sektor industri dalam permintaan konsumen, PDB, ekspor dan kesempatan kerja.

Industrialisasi dalam pengertian lain adalah proses modernisasi ekonomi yang mencakup seluruk sektor ekonomi yang mempunyai kaitan satu sama lain dengan industri pengolahan. Artinya industrialisasi bertujuan meningkatkan nilai tambah seluruh sektor ekonomi dengan sektor industri pengolahan sebagai leading sector.

Berdasarkan pengalaman dihampir semua negara, dapat disimpulkan bahwa industrialisasi adalah suatu keharusan karena menjamin kelangsungan proses pembangunan ekonomi jangka panjang dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan yang menghasilkan pendapatan perkapita setiap tahun.

2.2.1. Industri Besar Sedang

Pengelompokan sektor industri di Indonesia dibedakan menjadi dua. Pertama, pembagian sektor industri pengolahan berdasarkan jenis produk yang dihasilkan. Berdasarkan pengelompokan ini sektor industri pengolahan dibedakan menjadi Sembilan sub sektor. Pengelompokan yang kedua adalah pembagian berdasarkan banyaknya tenaga kerja. Dengan pengelompokan ini sektor industri pengolahan dibedakan menjadi empat sub golongan, yaitu: industri rumah tangga, industri kecil, industri sedang, dan industri besar. Berdasarkan pengolompokan ini, industri besar sedang menghasilkan nilai tambah terbesar.


(36)

2.2.2. Industri Kecil

Belum ada batasan mutlak tentang industri kecil yang dapat dijadikan sebagai pedoman umum. Menurut Winardi (1994) industri kecil adalah usaha produktif, terutama dalam bidang produksi atau perusahaan tertentu yang menyelenggarakan jasa-jasa misalnya transportasi, atau jasa perhubungan yang menggunakan modal dan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif kecil.

Batasan normatif menurut SK. Menperindag Nomor 254 Tahun 1997, Industri kecil diartikan sebagai suatu kegiatan usaha industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Industri kecil tergolong usaha kecil. Oleh karena itu perlu batasan yang tegas tentang pengertian usaha kecil. Hal ini dimaksudkan agar terdapat konsistensi pemahaman atas kedua konsep tersebut. Menurut UU. Nomor 9 Tahun 1995 yang dimaksud usaha kecil adalah suatu usaha yang mempunyai kekayaan bersih maksimum 200 juta rupiah di luar tanah dan bangunan atau mempunyai omzet penjualan maksimum 1 miliar rupiah per tahun.

Industri Kecil Menengah (IKM) adalah suatu kegiatan usaha industri yang memiliki asset sampai dengan 5 miliar rupiah di luar tanah dan bangunan serta beromzet sampai dengan 25 miliar rupiah per tahun (Mayer, 1996). Industri kecil adalah kegiatan untuk mengubah bentuk secara mekanis dan kimiawi produk baru yang lebih tinggi manfaatnya, baik dengan menggunakan mesin, tenaga kerja atau alat bantu lainnya guna dijual atau dipergunakan sendiri. Dengan kata lain, industri adalah kegiatan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang lebih tinggi nilainya (Rhodant,1993).


(37)

21

Menurut Deperindag bersama dengan Badan Pusat Statistik (2002) industri kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan yang bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah dan mempunyai nilai penjualan pertahun sebesar 1 miliar rupiah atau kurang. Merujuk kepada beberapa pengertian industri yang telah diuraikan tersebut, maka pada prinsipnya industri itu terkait dengan unsur-unsur tertentu, antara lain:

a. Kelompok-kelompok perusahaan atau kelompok produksi yang mengolah barang homogen atau sejenis.

b. Perubahan wujud fisik suatu benda, baik melalui proses mekanik maupun kimia dengan melibatkan faktor-faktor produksi.

c. Orientasi kegiatan industri dititikberatkan kepada dua target yang mendasar, yakni 1) untuk mendapatkan manfaat/nilai yang lebih tinggi dari semula, dan 2) sebagai jawaban alternatif atas kelangkaan suatu produk dengan cara substitusi.

Pertimbangan lain yang mendasari pentingnya industri kecil, meliputi : a. Proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya integrasi

kegiatan sektor-sektor ekonomi yang lain.

b. Potensi penciptaan dan perluasan kesempatan kerja bagi pengangguran.

c. Dalam jangka panjang, peranannya sebagai suatu basis pembangunan ekonomi yang mandiri.

Penjabaran mengenai potensi pengembangan industri kecil di Indonesia dalam kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja setidaknya memberikan


(38)

gambaran tentang perihal yang sama bagi sektor-sektor ekonomi secara keseluruhan. Data kuantitatif dari Badan Pusat Stasistik (2002) memberikan gambaran bahwa kemampuan penyerapan tenaga kerja pada industri kecil jumlah lebih besar jika dibandingkan dengan industri besar jika dibandingkan dengan industri besar dan sedang.

Irzan (1996) berpendapat bahwa dimensi problematik yang menyangkut persoalan kesempatan kerja, betapapun terbatasnya akan melahirkan suatu urgensi kerja guna memberikan prioritas tersendiri pada pengembangan industry kecil. Untuk itulah sikap pemerintah yang meletakkan sub sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga sebagai kantong dari berbagai upaya perluasan dan penciptaan lapangan kerja, merupakan keharusan dalam menentukan tindakan yang rasional.

Dalam rangka menunjang pembangunan disektor industri, pemerintah tidak hanya memperhatikan pertumbuhan industri besar dan sedang saja, melainkan juga membantu berkembangnya industri kecil dan rumah tangga. Industri kecil dan rumah tangga memegang peranan penting dalam pembangunan, khusunya negara-negara yang sedang membangun, karena industri ini dapat membuka lapangan kerja yang luas, membuka kesempatan usaha dan memperluas basis pembangunan. Dalam berbagai bidang, industri kecil dan rumah tangga juga meningkatkan ekspor. Dalam pembentukan PDRB, peranan industri kecil dan rumah tangga sebenarnya tidaklah terlalu besar, bahkan dapat dikatakan sangat kecil. Akan tetapi peranan sektor ini dalam penyerapan tenaga kerja cukup besar.

Sementara itu UKM (Usaha Kecil Menengah) meliputi usaha kecil informal/ tradisional dan juga usaha menengah, yang mengelola usahanya sudah


(39)

23

lebih maju jika dibandingkan dengan industri kecil informal dan tradisional. Disamping itu juga dari segi permodalan juga sudah lebih besar dan manejemen juga lebih maju.

Upaya pemerintah melalui berbagai kebijaksanaan, yaitu denga menciptakan iklim usaha yang kondusif, sehingga sektor industri terutama sektor industri UKM dapat terus tumbuh dan berkembang, seiring dengan majunya industri besar. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan industri berdasarkan tujuan perekonomian serta kebijaksanaan ekonomi, yaitu peningkatan pendapatan nasional, perluasan kesempatan kerja, pembagian pendapatan secara merata, perkembangan industri regional, serta pengurangan jumlah pengangguran.

2.3. Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Ekonomi

Industrialisasi sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain, pembangunan industri itu merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai fisik saja.

Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber daya alam dan sumber daya lainya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup kegiatan manusia. Dengan demikian dapat diusahakan secara “vertikal” semakin besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan sekaligus secara “horizontal” semakin luasnya lapangan kerja produktif bagi penduduk yang semakin bertambah.


(40)

Banyak pendapat muncul bahwa industri itu mempunyai peranan penting sebagai sektor pemimpin (leading sector). Sektor pemimpin ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainya seperti sektor pertanian dan sektor jasa. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri. Sektor jasapun berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasaran/periklanan, dan sebagainya, yang kesemuanya itu nanti akan mendukung lajunya pertumbuhan industri. Seperti diungkapkan sebelumnya, berarti keadaan menyebabkan meluasnya peluang kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan masyarakat (daya beli). Kenaikan pendapatan dan peningkatan permintaan (daya beli) tersebut menunjukkan bahwa perekonomian itu tumbuh sehat.

UNIDO (United Nations for Industrial Development Organization) mengelompokkan negara-negara sebagai berikut (Muhammad, 1992) :

1. Kelompok negara non-industri apabila sumbangan sektor industri terhadap PDB kurang dari 10 persen.

2. Kelompok negara dalam proses industrialisasi apabila sumbangan tersebut antara 10-20 persen.

3. Kelompok negara semi industrialisasi jika sumbang tersebut antara 20-30 persen.

4. Kelompok negara industri jika sumbangan tersebut lebih dari 30 persen. Perroux mengatakan, pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut


(41)

25

pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti pendapat Perroux dalam (Muhammad, 1992) adalah sebagai berikut :

1. Dalam proses pembangunan akan timbul industri pemimpin yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri pemimpin akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri pemimpin tersebut.

2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri di daerah tersebut akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah lainya.

3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari industri pemimpin atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif.

2.4. Konseptual Daya Saing

Daya saing suatu komoditas dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu negara dalam sistem ekonomi yang terbuka (Lembaga Penelitian IPB dalam Saptana et.al, 2006). Hukum keunggulan komparatif dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan


(42)

masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar Negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan (Lindert dan Kindleberger, 1993 dalam Saptana et.al, 2006). Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (labor theory of value) yang menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya.

Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh teori biaya imbangan (theory opportunity cost). Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga relatif dari komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. Biaya di sini menunjukkan produksi komoditas alternatif yang harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang bersangkutan. Selanjutnya teori Heckscer Ohlin tentang pola perdagangan menyatakan bahwa Komoditi-komoditi yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi (yang melimpah) dan faktor produksi (yang langka) diekspor untuk ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan faktor produksi dalam produksi yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah diekspor dan faktor produksi yang langka diimpor (Lindert dan Kindleberger, 1993 dalam Saptana et.al, 2006).

Keunggulan komparatif suatu produk sering dianalisis dengan Domestic Resource Cost (DRC) atau Biaya Sumberdaya Domestik BSD). Biaya Sumberdaya Domestik adalah ukuran biaya imbangan sosial dari penerimaan satu unit marginal bersih devisa, diukur dalam bentuk faktor-faktor produksi domestik yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung dalam suatu aktivitas ekonomi. Pendekatan ini sangat umum digunakan pada komoditas pertanian


(43)

27

seperti yang dilakukan oleh Kasryno (1990); Saptana et.al (2001); Rachman et.al (2004); Rusastra et.al (2004); Saliem et.al (2003) dan Saptana et.al (2004). Guna memperoleh indikator pengukur daya saing yang lebih lengkap digunakan Policy Analysis Matrix yang dikembangkan oleh Monke dan Pearson (1995).

Menurut Simatupang (1991) dan Sudaryanto dan Simatupang (1993), konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam arti daya saing yang akan dicapai pada perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Aspek yang terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan yang terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Sudaryanto dan Simatupang (1993) mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau revealed competitive advantage (RCA) yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual.

Penggunaan metode DRC untuk mengetahui keunggulan komparatif pertama kali oleh Bruno dalam Saptana et.al (2006) yang diterapkan pada studi kasus di Israel. Bruno mengusulkan bahwa negara tersebut dapat mampunyai keunggulan komparatif pada suatu aktivitas ekonomi apabila biaya sumberdaya domestik per unit devisa yang diperoleh lebih kecil dibanding shadow price of foreign exchange (SER) atau DRC < SER. Secara mendasar dikatakan bahwa DRC adalah ukuran total biaya oportunitas riil dalam menghasilkan tambahan bersih devisa untuk komoditi ekspor atau suatu ukuran penggunaan sumberdaya domestik dalam menghemat tambahan bersih devisa dalam substitusi impor.


(44)

Dengan demikian, konsep ini sangat berhubungan erat dengan teori keunggulan komparatif dalam teori perdagangan internasional.

2.5. Pengembangan Wilayah

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Wilayah adalah, daerah atau region, pada umumnya diartikan sebagai suatu ruang yang dianggap merupakan suatu kesatuan perkembangan kehidupan fisik, sosial maupun ekonomi. Dalam Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, wilayah diartikan sebagai ruang yang merupakan satuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (Mulyanto, 2008). Di dalam sebuah wilayah terdapat berbagai unsur pembangunan yang dapat digerakkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur dimaksud seperti sumber daya alam (natural resources), sumber daya manusia (human resources), infrastruktur (infrastructure), teknologi (technology) dan budaya (culture) (Miraza, 2005).


(45)

29

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah yang bersangkutan (Susantono, 2009).

Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover dan Giarratani dalam Nugroho dan Dahuri (2004) menyimpulkan tiga pilar penting dalam proses pembangunan wilayah, yaitu :

1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan dengan keadaan dtemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik relatif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya iklim dan budaya) yang mengikat mekanisme produksi sumber daya tersebut sehingga wilayah memiliki komparatif. Sejauh ini karakteristik tersebut senantiasa berhubungan dengan produksi komoditas dari sumber daya alam, antara lain pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha sektor primer lainnya.


(46)

2. Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya keuntungan ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya biaya-biaya produksi akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan distribusi produk.

3. Biaya transpor (imperfect mobility of good and service). Pilar ini adalah yang paling kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya adalah biaya yang terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses produksi dan pembangunan wilayah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah antara lain dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan lokasional, terbentuknya sistem perkotaan, dan mekanisme aglomerasi. Istilah pertumbuhan wilayah dan perkembangan wilayah sesungguhnya tidak bermakna sama. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah merupakan suatu proses kontinu hasil dari berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu wilayah.

Dalam pengembangan wilayah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor ekonomi akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor–sektor ekonomi yang memiliki potensi berkembangnya cukup besar. Karena sektor yang memiliki potensi berkembang cukup besar diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor– sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi perkembangan sektor potensial tersebut. Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan


(47)

31

mendorong polarisasi dari unit–unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor ekonomi lainnya akan mengalami perkembangan.

Jadi pengembangan suatu sektor potensial dapat menciptakan peluang bagi berkembangnya sektor lain yang terkait, baik sebagai input bagi sektor potensial maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor potensial yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal ini yang memungkinkan pengembangan sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah sekitarnya.

Peranan industri dalam pertumbuhan wilayah secara jelas dikemukakan oleh Yeates dan Gardner (Arifin, 1997), bahwa kegiatan industri merupakan salah satu faktor penting dalam mekanisme perkembangan dan pertumbuhan wilayah. Hal ini disebabkan adanya efek multiplier dan inovasi yang ditiimbulkan oleh kegiatan industri yang berinteraksi dengan potensi dan kendala yang dimiliki wilayah. Seorang pakar ekonomi Rusia (Rostow), juga mengatakan bahwa tahap tinggal landas dalam pembangunan ekonomi ditandai oleh pertumbuhan yang pesat pada satu atau beberapa sektor industri (Rostow dalam Jhingan, 1990).

Hubungan antara industri dan wilayah adalah bervariasi antar berbagai wilayah. Pertama yaitu adanya keterkaitan dengan lingkungan, meningkatkan kesempatan kerja, kebutuhan akan bahan baku, sumberdaya alam dan manusia, serta perbandingan keuntungan nasional dan internasional dalam penggunaannya pda berbagai industri. Kedua, dalam kaitannya dengan industri sendiri yang meliputi :

1. Kepentingan industri dan fungsi yang berkaitan dengan berbagai elemen ekonomi wilayah, sepert jenis pekerjaan, kesempatan kerja, pendapatan rumah


(48)

tangga, penggandaan antar sektor, pendapatan sektor ekspor dan penggunaan lahan dari berbagai kegiatan ekonomi.

2. Organisasi sistem dalam arti kepemilikan, pengendalian, skala ekonomi, teknologi, kapitalisasi dan keterkaitan antara organisasi.

3. Dinamika sistem , terlihat dari adanya pertumbuhan, perkembangan, stagnasi, kemunduran dan stagnasi, kemunduran dan restrukturisasi yang dihasilkan dari kombinasi kelahiran, migrasi masuk, migrasi keluar atau perubahan laian terhadap kondisi perusahaan yang ada.

4. Tipe industri seperti terlihat pada sektor ekonomi fungsi industri dalam mata ranatai produksi, serta tempatnya dalam, divisi tenaga kerja baik secara nasional maupun internasional

Ketiga, adanya dampak dari sistem industri dan dinamikanya terhadap kulitas ekonomi, sosial, fisik dan komponen terbangun dari lingkungan masyarakat, khususnya kondisi pasar tenaga kerja, pendapatan riil, kesejahteraan, dan sejenisnya. Untuk dapat mengatasi persoalan yang akan ditimbulkan oleh pembangunan industri, pemerintah daerah perlu mengetahui gambaran menyeluruh mengenai industri itu sendiri seta dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan.

2.6. Kerangka Pemikiran

Pengembangan produk unggulan industri kecil di Kota Tebing Tinggi memerlukan upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing. Guna melihat apakah sistem industri roti kacang sudah efisien dan mampu hidup tanpa bantuan dan intervensi pemerintah, diperlukan analisis potensi roti kacang dengan


(49)

33

menggunakan rasio biaya sumberdaya domestik (DRC) usaha roti kacang di Kota Tebing Tinggi

Industri roti kacang perlu ditingkatkan usahanya agar dapat dapat berkembang secara maksimal dan mampu bersaing dengan industri sejenis lainnya. Komponen-komponen kunci pengembangan perlu diidentifikasi untuk dapat mengetahui komponen atau bagian yang harus di kembangkan untuk memberdayakan industri kecil tersebut. Dengan potensi yang dimiliki serta bantuan pengembangan yang tepat dan berkesinambungan, maka diharapkan industri roti kacang dapat menjadi produk unggulan lokal di Kota Tebing Tinggi.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Potensi Industri Roti Kacang

Pengembangan Wilayah Kota Tebing Tinggi Kota Tebing Tinggi

Rasio Sumberdaya domestik Strategi Pengembangan Industri Roti Kacang

Analisis DRC


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup analisis potensi roti kacang dalam pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi, yang meliputi : analisis potensi industri roti kacang dan merumuskan strategi pengembangan industri roti kacang sebagai produk unggulan lokal di Kota Tebing Tinggi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari rmasyarakat yang dijadikan sampel responden dengan menyebarkan kuisioner pertanyaan mengenai potensi industri roti kacang . meliputi biaya, penerimaan, keuntungan, dan permasalahan dalam usaha industri roti kacang yang ditekuni pelaku industri roti kacang. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dalam penelitian ini, seperti Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh industri roti kacang yang berdomisili di Kota Tebing Tinggi yang berjumlah 15 unit industri (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tebing Tinggi, 2012). Untuk memudahkan penelitian perlu ditetapkan sampel. Dalam penelitian ini dikarenakan populasinya 15 unit industri roti kacang yang berarti kurang dari 100 orang, maka diambil


(51)

35

sampel penelitian seluruhnya sehingga dinamakan penelitian populasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Arikunto (2006) yang menyatakan bahwa apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar atau lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.

3.4. Analisis Data

Untuk menganalisis perumusan masalah pertama potensi industri roti kacang menggunakan analisis rasio biaya sumberdaya domestik atau DRC (Domestik Resource Cost Ratio). Rasio biaya sumberdaya domestik adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga sosial. Nilai DRC merupakan indikator kemampuan sistem komoditi membiayai biaya faktor domestik pada harga sosial.

Faktor Domestik Pada Harga Sosial DRC = ---

(Penerimaan Pada Harga Sosial – Input Tradable Pada Harga Sosial) Dimana :

a. Faktor domestik pada harga sosial adalah biaya yang dikeluarkan untuk usaha industri roti kacang pada faktor domestik dengan menggunakan pendekatan sosial price dengan satuan Rupiah.

b. Sosial price adalah harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi bila tidak ada kebijakan pemerintah. Pada kondisi tradable harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.


(1)

Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Gramedia, Jakarta.

Rhodant, 1993. Manajemen sumber Daya Manusia. California Manajemen. Review.

Saptana, Sumaryono dan S. Priyatno. 2002. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Komoditas Kentang dan Kubis di Wibisono Jawa Tengah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian

Sirojuzilam. 2005. Regional Planning and Development. Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol.1 Nomor 1 Agustus 2005. Sirojuzilam dan Mahalli, K. 2010. Regional. Pembangunan, Perencanaan dan

Ekonomi. USU Press. Medan.

Sjaifudian, H. H, D. Maspiyati. 1995. Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil, Penerbit Yayasan Akatiga, Bandung.

Susantono, B. 2009. 1001 Wajah Transportasi Kita, Edisi Pertama. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Winardi. 1990. Tenaga Terampil Masih Terbatas. Penerbit Media Grafika Jakarta.


(2)

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

Dalam rangka menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar magister dalam bidang Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, saya memohon kepada Bapak/Ibu agar berkenan meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner yang berjudul “ . Analisis Potensi Industri Roti Kacang Dalam Pengembangan Wilayah di Kota Tebing Tinggi”.

Adapun kuisioner ini disebarkan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dan data sebagai bahan penelitian saya dalam mengembangkan wawasan mengenai potensi industri roti kacang dalam pengembangan wilayah dan dilaksanakan hanya untuk tujuan ilmiah, oleh karena itu saya mengharapkan Bapak/Ibu dapat memberikan jawaban yang sejujurnya dan data yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga kerahasiaannya.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu/ dalam menjawab semua pertanyaan dalam kuisioner ini.

Hormat saya

Rumondang Sari Lubis

No.Resp : I. Identitas Responden

1. Nama : ……….. 2. Umur : ………..tahun

3. Jenis kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan

4. Tingkat Pendidikan : a. SD b. SLTP c. SLTA d. D-3 e. Perg. Tinggi 5. Jumlah Tanggungan Keluarga : ……… orang


(3)

II. Industri Roti Kacang

1. Tahun Berdiri :

2. Modal Awal Berdiri : Rp.

Sumber Modal : a. Modal Sendiri b. Modal Bersama c. Modal dari Bank

3. Modal di tahun 2012 : Rp.

Sumber Modal : a. Modal Sendiri b. Modal Bersama c. Modal dari Bank

4. Jumlah Tenaga Kerja : a. Awal berdiri : orang b. Sekarang : orang

5. Upah Tenaga Kerja : a. Rp/hari ... b. Rp/minggu ... c. Rp/bulan ... 6. Biaya Produksi :

Biaya Bahan : a. Rp/hari ... b. Rp/minggu ... c. Rp/bulan ...


(4)

Perincian Biaya Bahan : a.

b. c. d. e. f. g. h. i. j.

Biaya Transportasi : a. Rp/hari ... b. Rp/minggu ... c. Rp/bulan ...

Biaya penyusutan : Rp.

7. Sumber Bahan Produksi : a. Kota Tebing Tinggi

b. Daerah lain ... 8. Nilai Jual : a. Rp/hari ...

b. Rp/minggu ... c. Rp/bulan ...

9. Pemasaran : a. Kota Tebing Tinggi

b. Luar daerah : ... c. Luar negeri : ... 11. Lain-lain ...


(5)

Lampiran 2. Tabulasi Data Karakteristik Responden No.

Resp Umur

Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan

1 33 P SMA

2 50 L SMA

3 55 L SMA

4 37 P SMP

5 75 L SD

6 33 L SMP

7 40 P SMA

8 53 P SMA

9 49 L SMA

10 60 L SMP

11 58 P SMP

12 52 L SMA

13 45 L SMA

14 48 L SMA


(6)

Lampiran 3. Tabulasi Data Potensi Industri Roti Kacang Tanah Kota Tebing Tinggi No. Resp Tahun Berdiri Modal Awal (Rp) Sumber Modal Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Modal Awal Tahun 2012 (Rp) Sumber Modal Tahun 2012 Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Pemasukan (Rp/hari) Biaya (Rp/hari) Pengeluaran (Rp/hari) Pendapatan (Rp/hari)

Bahan T. Kerja Transportasi

1 2009 6,000,000 Sendiri 4 150,000,000 Sendiri 50 20,000,000 12,000,000 1,750,000 50,000 13,800,000 6,200,000

2 1998 20,000,000 Sendiri 3 90,000,000 Sendiri 6 3,300,000 2,600,000 450,000 35,000 2.710,000 590,000

3 2005 35,000,000 Sendiri 29 100,000,000 Sendiri 25 6,660,000 2,500,000 385,700 10,000 2,896,700 3,763,000

4 2007 5,000,000 Sendiri 8 20,000,000 Sendiri 6 3,690,000 2,000,000 240,000 40,000 2,280,000 1,410,000

5 1970 5,000,000 Sendiri 4 150,000,000 Sendiri 40 20,000,000 10,000,000 1,600,000 50,000 11,650,000 8,350,000

6 2005 70,000,000 Sendiri 4 120,000,000 Sendiri 8 5,000,000 2,000,000 171,500 33,333 2,205,000 2,795,000

7 2004 35,000,000 Sendiri 3 100,000,000 Sendiri 6 5,200,000 3,400,000 450,000 35,000 3,615,000 1,585,000

8 2008 50,000,000 Sendiri 5 150,000,000 Sendiri 18 5,000,000 4,000,000 600,000 50,000 4,650,000 350,000

9 2007 25,000,000 Sendiri 3 75,000,000 Sendiri 15 3,600,000 2,850,000 450,000 30,000 3,330,000 270,000

10 2003 20,000,000 Sendiri 4 80,000,000 Sendiri 20 8,400,000 6,500,000 1,200,000 95,000 7,775,000 625,000

11 2004 20,000,000 Sendiri 10 85,000,000 Sendiri 30 6,500,000 5,200,000 900,000 70,000 6,170,000 330,000

12 2008 30,000,000 Sendiri 5 80,000,000 Sendiri 18 3,400,000 2,700,000 450,000 50,000 3,200,000 200,000

13 2007 40,000,000 Sendiri 6 1000,000,000 Sendiri 22 5,300,000 4,200,000 660,000 45,000 4,905,000 395,000

14 2006 35,000,000 Sendiri 6 90,000,000 Sendiri 18 4,700,000 3,800,000 540,000 40,000 4,380,000 320,000

15 2009 55,000,000 Sendiri 12 120,000,000 Sendiri 20 7,000,000 5,600,000 900,000 75,000 6,250,000 750,000

Jumlah 451,000,000 106 1,510,000,000 302 107,750,000 69,350,000 10,747,200 708,333 79,816,700 27,933,300

Rata-rata 56,375,000 13 188,750,000 38 13,468,750 8,668,750 1,343,300 88,542 9,977,088 3,491,663

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Keterangan : Sumber bahan produksi berasal dari Kota Tebing Tinggi Pemasaran : Wilayah Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Serdang Bedagai