21
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
other exclusive category Ward Birgden, 2007, p. 630 . Secara ringkas
Ward dan Birgden menjelaskan, bahwa ada dua nilai dalam hak asasi manusia yaitu kebebasan freedom dan kesejahteraan well being. Survei
ini menghasilkan data tentang kesejahteraan sosial di Indonesia. Selain dari deinisi kesejahteraan menurut undang-undang, juga akan diperkuat
dengan teori dan konsep menurut para ahli. Adapun dimensi kesejahteraan antara lain :
1 Quality of life objective living condition dan subjective well-beeing 2 Social cohesion disparities, inequalities, social exclusion dan social ties
social capital 3 Sustainability human capital dan natural capital
4 Dimensions of social change Sociodemographic and economic structure and values and attitudes
Noll, 2004. Berdasarkan konsep kesejahteraan sosial diatas, yang dimaksud kualitas
hidup adalah kombinasi dari kehidupan obyektif yang baik dan apresiasi terhadap kehidupan secara subjectif Zapt, 1984. Selain itu salah satu
dimensi kesejahteraan adalah kohesi sosial. Kohesi sosial mencakup perasaan kebersamaan sense of belonging, kepercayaan sosial social
trust
, dan kerjasama timbal balik generalised reciprocity and cooperation, serta keharmonisan sosial social harmony Harpham, Grant, homas,
2002. Kohesi sosial itu ditandai kehidupan yang terhindar pada hal berikut : kesenjangan, ketidak-setaraan dan eksklusiitas sosial. Kesejahteraan
juga semestinya bersifat berkelanjutan yang didalamnya menyangkut human capital
dan natural capital. Keberlanjutan kesejahteraan sosial sudah barang tentu dipengaruhi oleh dimensi perubahan sosial terutama
menyangkut pada perubahan struktur ekonomi dan sosiodemograi serta perubahan sikap dan nilai.
B. FUNGSI DAN PERANAN KELUARGA
Keluarga merupakan ikatan sosial terkecil dalam masyarakat. Keluarga merupakan wadah bagi individu untuk memperoleh berbagai kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan isiologis, rasa aman, dan sosial. Pada hakekatnya keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan adopsi
yang diatur melalui kehidupan perkawinan bersama, searah dengan keturunan-keturunan mereka yang merupakan suatu satuan khusus.
Mac Iver and Page Khaerudin, 2002, mengemukakan bahwa “family is a group deined by sex relationship suiciently precise
22
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
and enduring to provide for the procreation and upbringing of children”.
Kemudian Elliot and Merrill Khaerudin, 2002 mengatakan “… a group of two or more persons residing together who are related
by blood, marriage, or adoption.” Bogardus mengatakan bahwa “he family is snall social group, normally composed of a father,
a mother, and one or more children, in which afection and responsibility are equitably shared and in which the children are
reared to become self controlled and socially motivated persons”.
Dari beberapa deinisi tersebut, menurut Khairudin 2002 suatu keluarga di dalamnya memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1. Keluarga merupakan kelompok sosial yang kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak.
2. Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan danatau adopsi.
3. Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab.
4. Fungsi keluarga ialah merawat, memelihara dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri
dan berjiwa sosial. Burgess dan Locke dalam Khairuddin 2002 mengemukakan terdapat 4
empat karakteristik keluarga yang terdapat pada semua keluarga, yaitu : 1. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-
ikatan perkawinan, darah, atau adopsi. Pertalian antara suami dan isteri adalah perkawinan; dan hubungan antara orang tua dan anak biasanya
adalah darah dan kadangkala adopsi.
2. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama di bawah satu atap dan merupakan susunan satu keluarga; atau jika mereka
bertempat tinggal, keluarga tersebut menjadi rumah mereka. 3. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan
berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi suami dan isteri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara
perempuan.
4. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama, yang diperoleh pada hakekatnya dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu
masyarakat yang kompleks masing-masing keluarga mempunyai ciri- ciri yang berlainan dengan keluarga lainnya.
23
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, kemudian Khairudin 2002 mendeinisikan keluarga sebagai suatu kelompok dari orang-orang yang
disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah atau adopsi, merupakan susunan keluarga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain
yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan perempuan dan merupakan
pemeliharaan kebudayaan bersama.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan, bahwa keluarga merupakan kelompok yang disatukan melalui ikatan perkawinan yang
menghasilkan peranan. Peranan yang ditampilkan oleh anggota keluarga disesuaikan dengan kedudukannya. Ayahsuami mempunyai peran
sebagai kepala keluarga yang melindungi dan mendidik anak-anaknya serta mencari nafkah. Ibuistri mempunyai peran sebagai pendidik dan
pendamping kepala keluarga dalam mengurus keluarga. Dilain pihak, keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang bersifat interpersonal
berdasarkan perannya masing-masing.
Adapun ciri-ciri umum keluarga menurut Mac Iver and Page Khairudin, 2002 yaitu :
1 Keluarga merupakan hubungan perkawinan; 2 Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan
dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara; 3 Suatu sistim tata nama, termasuk bentuk perhitungan garis keturunan;
4 Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-
kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak;
5 Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau keluarga yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok
keluarga. Dalam kaitan dengan kesejahteraan sosial, keluarga merupakan kesatuan
sosial budaya terkecil, yang di dalamnya terjadi proses komunikasi dan interaksi sosial. Dengan demikian proses interaksi sosial jaringan sosial
di antara anggota keluarga ayah, ibu dan anak-anaknya dan orang-orang yang ada di dalam keluarga merupakan hal yang sangat terpenting dalam
mewujudkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Interaksi sosial merupakan saluran sosialisasi nilai-nilai kesejahteraan yang direleksikan
melalui komunikasi dan ceritera pengalaman hidup. Di dalam proses komunikasi dan interaksi sosial tersebut akan terjadi proses pengembangan
24
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
potensi anggota keluarga. Oleh karena itu, keluarga dengan komunikasi dan interaksi sosial yang baik, merupakan keluarga yang mampu mewujudkan
ketahanan keluarga. Sebagaimana dikemukakan oleh Achir 1994, bahwa “suatu keluarga dikatakan memiliki ketahanan dan kemandirian yang
tinggi bila keluarga itu dapat berperan optimal dalam mewujudkan seluruh potensi anggota-anggotanya. Karena itu, tanggung jawab keluarga meliputi
tanggung jawab terhadap kesehatan, pendidikan, ekonomi sosial budaya anggota keluarga”. Selanjutnya Yaumil 1994 mengemukakan “fungsi
keluarga meliputi; fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan atau proteksi, fungsi refroduksi, fungsi sosialisasi
dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pengembangan lingkungan”.
Kesejahteraan keluarga mengacu kepada kondisi-kondisi yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga.
Pemenuhan kebutuhan ini akan berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan dan perkembangan keluarga, yang pada gilirannya akan
berpengaruh pula pada kemampuan pelaksanaan peranan sosial anggota keluarga. Terkait dengan pemenuhan kebutuhan keluarga, menurut
Abraham Maslow Khairuddin, 2002 pada setiap manusia memiliki kebutuhan yang memerlukan pemenuhan, yaitu:
1 Kebutuhan isiologis isiological needs. Kebutuhan isiologis ini merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup
atau kebutuhan untuk mempertahankan hidup secara isik, seperti kebutuhan akan makanan, minuman, seksual, tempat tinggal, pakaian.
2 Kebutuhan akan rasa aman safety need. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang mendorong individu anggota keluarga untuk
memperoleh perlindungan, jaminan atau terbebas dari segala ancaman, kepastian dan keteraturan dari keadaan lingkungannya.
3 Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki need for love and belongness
. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu anggota
keluarga lainnya, seperti kebutuhan untuk dicintai dan mencintai sehingga anggota keluarga tersebut merasa dibutuhkan.
4 Kebutuhan akan rasa harga diri need for self esteem, yaitu kebutuhan yang diarahkan kepada penghargaan seseorang dari dirinya dan
keluarganya serta lingkungannya, seperti kebutuhan untuk berprestasi, memperoleh kompetensi, rasa percaya diri atas apa yang dilakukan, dan
kemandirian.
5 Kebutuhan akan aktualisasi diri need for self actualization, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri atau menyempurnakan
25
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
diri sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya seperti berprestasi, karier dan keahlian dalam salah satu bidang pekerjaan.
Selanjutnya, dikemukakan oleh Khairuddin 2002 bahwa setiap keluarga memiliki sejumlah fungsi, yaitu: fungsi biologis, fungsi afeksi dan fungsi
sosialisasi. Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak. Fungsi biologis orang tua adalah melahirkan anak-anaknya. Fungsi ini merupakan
dasar keberadaan dan keberlangsungan suatu masyarakat. Selanjutnya, orang tua ayahsuami atau istriibu harus mempunyai peran dalam
memberikan kesempatan hidup pada anggotanya. Peran yang ditampilkan dalam memberikan kesempatan hidup ini harus diikuti oleh perilaku
memberikan makanan, pakaian dan membiasakan cara hidup yang sehat pada anak-anaknya.
Di dalam keluarga biasanya terjadi hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi atau kasih sayang. Hubungan kasih sayang tersebut
terjadi antara anak dengan orang tua, suami dengan istri atau adik dengan kakak. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat dari hubungan cinta
kasih yang menjadi dasar perkawinan, sehingga lahirlah hubungan persaudaraan, persahabatan, persamaan dan kebiasaan bersama. Namun
apabila dalam keluarga tersebut mengalami permasalahan berkaitan dengan kemiskinan, maka fungsi afeksi ini akan terganggu.
Fungsi sosialisasi menunjukkan peranan dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari pola-
pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, nilai dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Orang tua ayah atau ibu mempunyai kewajiban
dan mempunyai peran dalam menanamkan nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga dan lingkungannya masyarakat untuk mempersiapkan
dan mengantarkan anak dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak adanya peranan orang tua ayah atau ibu yang memberikan pendidikan tentang
sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai masyarakat, maka anak menjadi kurang memahami yang akhirnya akan menimbulkan sikap
dan pola perilaku yang melanggar norma dan nilai yang ada di masyarakat. Dengan kata lain anak tersebut akan mempunyai pola perilaku yang
menyimpang dari nilai dan norma masyarakat.
Anggota keluarga bertanggung jawab melakukan aktivitas sesuai dengan perannya untuk kepentingan dan tujuan keluarga yaitu meningkatkan
kemampuan serta mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk menjadi keluarga yang sejahtera. Di dalamnya terdapat pemberian dan
pembagian tugas serta fungsi yang harus dilakukan dan dijalankan oleh
26
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
setiap anggota keluarga. Pembagian dan pemberian tugas serta fungsi tersebut akan memposisikan anggota keluarga pada suatu kedudukan
diantara anggotanya. Kedudukan tersebut dapat dilihat dari statusnya sebagai ayah, ibu dan anak, adik, kakak. Tentunya dengan adanya status
tersebut, di dalamnya terdapat peranan-peranan yang harus ditampilkan. Peranan-peranan tersebut disesuaikan dengan statusnya serta disesuaikan
dengan tugas dan fungsinya.
Salah satu aspek yang penting untuk dicermati terkait dengan pelaksanaan peran dan fungsi keluarga adalah ketahanan resiliensi keluarga. Walsh
2003 menjelaskan bahwa terdapat 3 hal yang terkait dengan ketahanan keluarga yakni sistem keyakinan keluarga, pola organisasi keluarga dan
proses pemecahan atau komunikasi dalam keluarga. Sistem keyakinan keluarga terbangun berdasarkan persepsi mengenai ancaman, tantangan,
dan peristiwa trauma yang terjadi di masa lampau. Pikiran, perasaan dan tindakan yang didasarkan pada kegagalan dan kelemahan yang
menguatkan perasaan tidak berdaya. Sistem organisasi keluarga terkait dengan kemampuan keluarga dalam mengakses sistem sumber sosial dan
ekonomi. Sementara terkait dengan proses komunikasi dalam pemecahan masalah meliputi proses komunikasi yang jelas, ekspresi emosi yang
terbuka, dan pemecahan masalah yang kolaboratif. Dengan komunikasi yang jelas dan terbuka dapat meningkatkan hubungan dalam keluarga
secara lebih baik dan membangun kesamaan pemahaman terhadap segala krisis, konlik maupun harapan baik dimasa sekarang, maupun dimasa
yang akan datang Walsh, F, 2003.
Sebagai kesatuan ekonomi, pusat untuk berproduksi, untuk mendatangkan penghasilan, dan untuk konsumsi, keluarga semakin diakui fungsinya.
Namun demikian, kadangkala fungsi keluarga tersebut tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya kemiskinan. Mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 42 tahun 1981, Departemen Kementerian Sosial mengentaskan masyarakat lapisan bawah yang rentan dan kurang
beruntung; yaitu 1 mereka sebagai kelompok fakir, yaitu orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan, 2 kelompok miskin, yaitu orang yang mempunyai sumber
mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.
Secara isik, manusia membutuhkan konsumsi makanan senilai 2.100 kalori per orang per hari. Menurut perhitungan BPS pada tahun 1998 dengan
27
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
menggunakan tolak ukur uang, batas garis kemiskinan. Keluarga miskin merupakan kelompok yang memiliki ketidakberuntungan. Chambers
1987 mengemukakan, bahwa keluarga miskin dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok ketidakberuntungan, yaitu :
Pertama, Keluarga yang miskin. Tidak ada atau sedikit sekali memiliki
kekayaan. pondok, rumah atau tempat tinggalnya kecil, terbuat dari kayu, bambu, tanah liat, jerami, alang-alang, daun nipah atau kulit binatang;
dilengkapi sedikit perabot keluarga; sebuah ranjang tua, tikar, beberapa alat masak dan sedikit peralatan lainnya. Tidak mempunyai lahan garapan
atau sedikit sekali, sehingga tidak dapat menunjang kebutuhan hidup atau menjadi penyanga. Juga tidak memiliki ternak piaraan, atau hanya
beberapa ekor saja ayam, itik, kambing, babi atau tidak mempunyai sapi atau kerbau. Keluarga selalu dalam keadaan berhutang, kepada tetangga,
sanak keluarga, dan pedagang baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Produktivitas tenaga kerja keluarga sangat rendah; kalau
bertani, lahannya sempit sekali atau gersang, kalau tidak bertani, tidak atau sedikit sekali menguasai produksinya, itulah yang pokok dan seringkali
kekayaan produktif satu-satunya adalah tenaga kerja anggota keluarga. Persediaan dan arus makanan atau uang dalam keluarga sedikit sekali,
tidak menentu musiman dan tidak mencukupi. Keluarga tergantung pada seorang majikan yang kadang-kadang memberinya kerja atau penghasilan
sekedar untuk dapat bertahan hidup, yang dari segi lain dapat dilihat sebagai cerminan dari daya tahan dan kekenyalan dalam mengarungi arus
kehidupan yang keras. Hasil kerja berupa sedikit makanan atau uang, hanya cukup untuk sekali makan atau persediaan sehari. Semua anggota keluarga
bekerja semampunya kecuali yang masih kecil, terlalu tua, cacat atau sakit parah. Anggota keluarga wanitanya bekerja puluhan jam sehari mengurus
keluarga dan mencari penghasilan di luar rumah. Tingkat pendapatan keluarga rendah, dan pada musim paceklik lebih rendah lagi, sekiranya
masih ada sesuatu yang dapat dikerjakan.
Kedua , Keluarga yang lemah jasmani. Suatu keluarga dimana lebih banyak
tanggungan keluarga daripada pencari nafkahnya. Tanggungan keluarga terdiri dari anak-anak, orang tua renta, penderita sakit atau cacat. Nisbah
ketergantungan yang tinggi ini disebabkan salah satu dari keadaan berikut; keluarga dengan kepala keluarga seorang ibu tanpa anak laki-laki yang
bertanggung jawab mengurus anak, memasak mengambil air, mencari kayu bakar, memasarkan; dan tugas-tugas kerumahtanggaan umumnya
sambil mencari kebutuhan hidup keluarga; atau suatu keluarga yang
28
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
mempunyai banyak anak kecil yang perlu dirawat dan diberi makan tanpa mendatangkan penghasilan karena belum kuat bekerja; atau keluarga
dengan orang dewasa yang sakit-sakitan atau cacat karena penyakit atau cedera atau karena kematian anggota keluarga dewasa; atau suatu keluarga
yang ditinggalkan oleh anggota keluarga dewasa yang mencari kerja di tempat lain untuk melepaskan diri dari jeratan hutang atau kehidupan yang
sulit. Keluarga selalu kekurangan pangan pada musim-musim tertentu, anggota-anggota keluarga lemah jasmani karena parasit, penyakit atau
kurang gizi. Tetapi kehamilan, tingkat kelahiran dan kematian bayi di dalam keluarga tersebut tinggi. Bayi-bayi yang dilahirkan rata-rata mempunyai
berat badan di bawah normal. Semua anggota keluarga rata-rata bertubuh kecil dengan pertumbuhan badan yang tidak maksimal.
Ketiga, Keluarga tersisih dari arus kehidupan. Rumah tangga keluarga
miskin terisolasi dari dunia luar. Tempat tinggalnya di daerah pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi, atau jauh dari pusat
perdagangan, pusat informasi dan pusat diskusi di desa. Sering buta huruf dan tanpa radio, anggota keluarga tidak mendapat informasi tentang
segala sesuatu yang terjadi di luar lingkungan tetangganya. Anak-anak tidak bersekolah atau kalau pun masuk sekolah, umumnya putus sekolah.
Anggota keluarga tidak pernah ikut rapat atau pertemuan dan kalaupun hadir tidak pernah ikut bicara. Mereka tidak pernah menerima penyuluhan
dari petugas lapangan pertanian atau petugas kesehatan. Kalaupun bepergian, hanya untuk mencari kerja atau minta pertolongan kepada
sanak-keluarga. Mereka terikat pada tetangganya karena tingkat kewajiban kepada seseorang yang menjadi sumber kehidupan, atau terikat utang,
kebutuhan yang mendesak, atau karena memang tidak mempunyai uang untuk bepergian.
Keempat , Keluarga yang rentan. Keluarga sedikit sekali memiliki penyangga
untuk menghadapi kebutuhan yang mendadak. Kebutuhan kecil sehari-hari dipenuhi dari sedikit uang persediaan atau dengan mengurangi konsumsi,
menukarkan barang atau dengan meminjam kepada kawan, keluarga atau pedagang. Musibah dan kewajiban sosial – kegagalan panen, kelaparan,
pondok terbakar, kecelakaan, penyakit, kematian, pembayaran mahar dan mas kawin, biaya perkawinan, biaya perkara atau denda menjadikan keluarga
tersebut semakin melarat atau miskin. Ini sering berarti harus menjual atau menggandaikan harta kekayaan, lahan, ternak, pohon-pohonan, alat
dapur, perkakas dan perlengkapan, perhiasan, tanaman yang masih hijau, ijon tenaga, seringkali dengan harga seadanya atau dipermainkan pembeli.
29
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
Kerentanan semakin bertambah pada waktu musim hujan, sewaktu paceklik, atau musim kerja yang bersamaan dengan datangnya penyakit, lebih parah
lagi kalau musim hujan dan panen sebelumnya gagal. Keluarga sangat rawan terhadap penyakit dan kematian.
Kelima, Keluarga tidak berdaya. Buta hukum, jauh dari bantuan hukum,
padahal harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan dan pelayanan pemerintah, sehingga menjadi sasaran empuk bagi penyalahgunaan kaum
yang lebih kuat. Kedudukan sosialnya berada di tingkat paling bawah. Kedudukannya lemah dalam setiap perkara penggunaan tenaga kerja,
menjual hasil produksi atau menjual kekayaannya. Keluarga ini mudah diperas oleh pihak tertentu misalnya rentenir. Menyadari kekuatan kaum
kaya dan orang kota serta sekutu-sekutunya, keluarga ini menghindari kegiatan politik yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya dalam hal
lapangan kerja, sewa menyewa, permintaan pinjaman dan perlindungan atas dirinya. Keluarga ini menyadari bahwa hanya dengan memasrahkan
diri, dia dapat selamat.
Kelima ciri keluarga miskin tersebut, Chambers 1987 mengungkapkan bahwa dua ketidakberuntungan yang harus diperhatikan untuk melihat
keluarga miskin, yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan. Sebuah keluarga semakin miskin karena kehilangan kekayaan. Untuk memenuhi kebutuhan
kecil saja, orang terpaksa harus menukar atau menjual barang yang ada, atau meminjam pada tetangganya, sanak keluarganya, majikan atau pedagang.
Untuk kebutuhan yang besar atau kebutuhan yang kecil pada saat “kosong” atau krisis, seringkali orang terpaksa menggadaikan atau menjual barang
modalnya sendiri. Apabila untuk memenuhi kebutuhan tersebut, orang terpaksa harus meminjam uang dengan suku bunga tinggi atau menjual
harta yang menjadi sumber penghasilannya, maka keluarga tersebut jatuh ke dalam lilitan kemiskinan, seperti roda penggerak yang mundur dengan
cepat, yang sulit atau tidak mungkin untuk berbalik, sehingga membuat orang miskin tetap miskin. Lazimnya, kebutuhan yang mendorong seseorang terlilit
kemiskinan, berkaitan dengan lima hal, yaitu; kewajiban adat; musibah; ketidakmampuan isik; pengeluaran tidak produktif; dan pemerasan.
Selanjutnya, Chambers 1987 mengemukakan, bahwa ada semacam hubungan yang nyata dan hampir berulang, antara ketidakberdayaan dengan
kemiskinan. Ini adalah fakta yang jelas dan dikenal, namun menggelisahkan golongan yang lebih kuat, sehingga orang lebih baik memalingkan
mukanya dan berbicara tentang masalah lain. Ketidakberdayaan keluarga miskin tercermin dalam kasus dimana elite desa yang dengan seenaknya
30
Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015
memfungsikan diri sebagai jaring yang menjaring bantuan yang sebenarnya diperuntukan untuk orang miskin. Ketidakberdayaan keluarga miskin juga
dimanifestasikan dalam hal seringnya keluarga miskin ditipu oleh orang yang mempunyai kekuasaan baik dalam bidang politik dan ekonomi serta
lemahnya keluarga miskin untuk menjalin hubungan kerjasama to bargain. Ketidakberdayaan keluarga miskin inipun dapat menjadikan keluarga miskin
secara cepat menjadi lebih miskin.
C. VARIABEL, INDIKATOR DAN PARAMETER SURVEI