KEBERLANJUTAN HASIL DAN PEMBAHASAN

88 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 tentang panti sosial, pemanfaatan penyuluh sosial sebesar 23,6 persen atau kurang dari seperempat dari 13,6 persen pengetahuan tentang penyuluh sosial, pemanfaatan dunia usaha sebesar 25,3 persen atau seperempat dari 11,1 persen pengetahuan tentang dunia usaha.

D. KEBERLANJUTAN

Secara umum dimensi kesejahteraan meliputi kualitas hidup obyektif dan subyektif , kohesi sosial disparitas, ketidaksetaraan, pengucilan sosial dan ikatan sosial, keberlanjutan dan dimensi perubahan sosial. Keberlanjutan meliputi aset kepemilikan, lingkungan tempat tinggal dan kesehatan.

1. Aset Kepemilikan

Aset kepemilikan menjelaskan jenis-jenis barang berharga yang dimiliki oleh keluarga meliputi HP, TV, sepeda, sepeda motor, lemari es, pedati gerobak, mobil, perahu, tanah, rumah, ternak, perhiasan, laptop dan tabungan. Aset yang dimiliki keluarga menjadi gambaran obyektif kondisi kesejahteraan sosial keluarga Indonesia, yang dapat menjadi jaminan untuk keberlanjutan kondisi kesejahteraan keluarga. Gambaran aset kepemilikan keluarga dapat dilihat pada graik berikut : Gambar 4.29. Aset Kepemilikan Keluarga 89 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 Gambar tersebut menunjukkan bahwa Hand Phone Hp dan Televisi merupakan asset yang banyak dimiliki oleh sebagian besar keluarga Indonesia, termasuk sepeda motor. HP merupakan sarana komunikasi, TV sebagai media hiburan dan informasi, sepeda motor sebagai sarana transportasi keluarga dan angkutan transportasi. Sementara alat transportasi berupa perahu baik dengan mesin maupun tanpa mesin sebagian kecil dimiliki oleh keluarga di Papua dan Kalimantan Timur. Kedua wilayah ini secara geograis memiliki banyak sungai sehingga perahu digunakan sebagai sarana transportasi masyarakat antar desa, kecamatan, kota dan kabupaten serta antar pulau. Kepemilikan aset lainnya yang dimiliki oleh sebagian keluarga Indonesia adalah mobil. Aset ini dimiliki pada lebih dari 10 persen keluarga di Bali, Riau, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Selain untuk keperluan keluarga, mobil juga bisa digunakan sebagai sarana tranportasi rental, yang melayani masyarakat dan turis Bali. Aset lainnya yang dimiliki oleh sebagian besar keluarga di Kalimantan Timur adalah perhiasan dan tabungan di Bankkoperasi. Aset ini dimiliki keluarga, sebagai sarana keberlanjutan keluarga dalam usaha memenuhi kesejahteraan keluarga

2. Lingkungan dan Tempat Tinggal

Maksud dari kondisi lingkungan alam adalah yang mempengaruhi terhadap rasa aman keluarga berasal dari air seperti banjir, udara seperti polusi dan tanah seperti longsor, dan kekeringan. Tabel 4.44 : Rasa Aman Keluarga dengan Kondisi Lingkungan Alam PROVINSI Air Udara Tanah SUMATERA UTARA 79,43 81,38 95,97 RIAU 60,17 10,58 93,06 LAMPUNG 77,15 94,86 98,53 JAWA BARAT 75,07 90,28 95,28 JAWA TIMUR 83,98 95,20 97,17 BALI 90,18 96,88 96,85 NUSA TENGGARA BARAT 79,92 94,64 97,26 KALIMANTAN BARAT 70,65 33,23 90,80 KALIMANTAN TIMUR 77,87 53,42 95,66 SULAWESI SELATAN 69,15 94,13 98,03 SULAWESI BARAT 82,83 89,90 92,37 PAPUA BARAT 80,82 93,49 95,85 INDONESIA 76,64 81,62 95,95 90 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa hampir sebagian besar keluarga di Indonesia merasakan aman dari kondisi air, udara dan tanah. Meski kondisi rasa aman dari lingkungan alam berkaitan dengan air menunjukkan persentase paling rendah, namun kondisi alam terkait udara cukup menonjol di Provinsi Riau dan Kalimantan Barat. Artinya kondisi lingkungan alam terkait air seperti banjir, dan limbah banyak memberikan rasa tidak aman bagi keluarga di Indonesia yakni sebesar 76,64 persen. Namun kondisi lingkungan alam terkait dengan udara, menjadi kondisi tidak aman bagi keluarga di provinsi Riau dikemukakan oleh 90 persen keluarga karena kondisi asap yang selama ini berlangsung. Sama halnya dengan kondisi alam di Provinsi Kalimantan Barat, berkaitan dengan udara atau asap, menunjukkan bahwa sebesar 33,23 persen keluarga yang merasakan aman dengan kondisi udara, artinya sebesar 66,77 persen merasakan tidak aman dengan kondisi udara di provinsi Kalimantan Barat. Adanya kabut asap di kedua provinsi tersebut juga dirasakan saat pelaksanaan survei. Sebagaimana diketahui bahwa Indeks Standar Pencemaran Udara ISPU di ibu kota Riau, Pekanbaru, saat itu menyentuh angka 984. Angka tersebut sebagai level tertinggi ISPU, yakni berbahaya, karena berada di atas 300- 500, sehingga pemerintah menetapkan status darurat asap. Berbagai upaya dilakukan keluarga sebagai akibat pencemaran air, udara dan tanah sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.45 : Upaya Keluarga dalam Mengatasi Kondisi Alam Yang Tidak Aman PROVINSI Pasrah Lapor pihak berwenang Menangani gangguan lingkungan Menegur pelaku SUMATERA UTARA 86,37 5,45 7,34 0,84 RIAU 75,76 0,72 23,52 0,00 LAMPUNG 59,48 7,76 31,90 0,86 JAWA BARAT 66,16 9,91 23,06 0,86 JAWA TIMUR 69,21 7,39 22,17 1,23 BALI 81,82 3,03 15,15 0,00 NUSA TENGGARA BARAT 72,48 12,53 14,74 0,25 KALIMANTAN BARAT 83,40 2,10 13,24 1,26 KALIMANTAN TIMUR 92,63 2,32 4,63 0,42 SULAWESI SELATAN 70,18 8,18 21,64 0,00 SULAWESI BARAT 76,77 7,07 16,16 0,00 PAPUA BARAT 91,78 6,85 1,37 0,00 INDONESIA 76,16 5,97 17,21 0,66 91 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 Sebagian besar keluarga pasrah dalam menghadapi kondisi alam yang tidak aman sebagaimana dilakukan keluarga di Provinsi Riau dan Kalimantan Barat, terkait dengan bencana asap, dengan persentase masing masing sebesar 75,76 dan 83,40 persen. Selain pasrah upaya yang dilakukan lainnya seperti melapor pada pihak berwenang dikemukakan keluarga di Provinsi Riau dan Kalimantan Barat, masing masing dengan persentase yang paling rendah yakni sebesar 0,72 persen dan 2,10 persen. Terkait dengan keamanan lingkungan tempat tinggal, sebagian besar keluarga Indonesia juga merasakan aman dari berbagai gangguan keamanan seperti konlik, pencurian, pemerasan, penyalahgunaan narkoba dan teror sebagaimana tabel berikut Tabel 4.46 : Rasa Aman Keluarga dari Peristiwa, dalam Setahun Terakhir PROVINSI Konlik Pencurian Pemerasan Penyalahgu- naan Narkoba Teror SUMATERA UTARA 96,37 87,94 97,86 91,89 98,18 RIAU 98,00 92,01 98,34 97,17 98,17 LAMPUNG 98,11 87,42 98,64 98,64 98,74 JAWA BARAT 97,84 89,03 98,30 98,46 97,96 JAWA TIMUR 98,54 93,10 98,24 97,94 98,33 BALI 98,18 94,64 99,10 98,66 99,11 NUSA TENGGARA BARAT 96,36 86,71 97,64 97,75 97,48 KALIMANTAN BARAT 97,50 88,23 97,90 97,66 98,60 KALIMANTAN TIMUR 98,06 87,84 98,64 96,92 98,18 SULAWESI SELATAN 98,46 91,88 99,23 97,03 98,85 SULAWESI BARAT 99,49 96,72 99,49 99,24 99,49 PAPUA BARAT 94,88 93,56 94,58 94,24 94,24 INDONESIA 97,69 90,44 98,26 97,50 98,19 Sebagian besar keluarga Indonesia cukup aman tinggal di lingkungannya dari berbagai konlik, pencurian, pemerasan, penyalahgunaan narkotika dan teror. Kecuali perasaan tidak aman dari pencurian dirasakan oleh sebagian kecil keluarga di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 13,29 persen, provinsi Lampung sebesar 12,58 persen, provinsi Kalimantan Timur sebesar 12,16 persen dan provinsi Jawa Barat sebesar 10,97 persen.

3. Kesehatan

Keamanan dan kenyamanan keluarga bukan hanya diukur dari lingkungan tempat tinggal dan berbagai gangguan keamanan, tetapi juga dari kesehatan anggota keluarganya. Keluarga yang sehat berpengaruh positip dalam 92 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 menjalankan aktiitasnya. Tabel berikut menunjukkan sebagian besar keluarga Indonesia mengalami gangguan kesehatan yang berpengaruh pada aktivitas sehari-hari Tabel 4.47 : Keluarga yang Mengalami Gangguan Kesehatan dalam Tiga Bulan Terakhir Dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Sehari-Hari PROVINSI Gangguan Kesehatan Akibat gangguan kesehatan thd aktivitas sehari-hari SUMATERA UTARA 76,15 79,85 RIAU 62,40 71,23 LAMPUNG 73,03 83,81 JAWA BARAT 79,91 73,40 JAWA TIMUR 63,61 65,94 BALI 72,52 82,39 NUSA TENGGARA BARAT 74,81 82,09 KALIMANTAN BARAT 76,05 76,98 KALIMANTAN TIMUR 76,63 79,44 SULAWESI SELATAN 69,60 75,08 SULAWESI BARAT 65,90 69,69 PAPUA BARAT 73,72 96,08 INDONESIA 72,93 76,08 Sebagian besar keluarga merasakan gangguan kesehatan dalam tiga bulan terakhir, yang berpengaruh kepada aktivitas sehari-hari. Namun Provinsi Riau yang merupakan daerah tidak aman dari pencemaran air dan udara, hanya 62,40 persen yang merasa terganggu kesehatannya, sedangkan di wilayah lain yang relatif aman dari pencemaran air, udara dan tanah longsor justru lebih banyak yang mengalami gangguan kesehatan. Berbagai upaya dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi gangguan kesehatan, antara lain ke tempat medis, membeli obat ke warung, toko obat atau apotik, meracik obat sendiri, pergi ke dukun bahkan ada yang didiamkan, sebagaimana tabel berikut 93 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 Tabel 4.48 : Upaya dilakukan keluarga akibat Terganggunya aktivitas sehari-hari anggota keluarga PROVINSI Didiamkan Ke dukun Meracik sendiri Membeli obat ke warung, toko obat, apotik Ke tempat medis SUMATERA UTARA 2,76 1,33 5,11 20,33 70,48 RIAU 3,38 2,03 0,68 21,96 71,96 LAMPUNG 2,62 1,23 2,93 22,50 70,72 JAWA BARAT 2,42 0,94 0,99 26,37 69,27 JAWA TIMUR 2,52 1,13 0,52 21,32 74,50 BALI 3,47 2,08 0,00 31,94 62,50 NUSA TENGGARA BARAT 3,76 3,43 1,17 23,24 68,39 KALIMANTAN BARAT 4,48 3,30 2,24 24,76 65,21 KALIMANTAN TIMUR 2,21 0,68 1,19 19,76 76,15 SULAWESI SELATAN 2,16 0,69 2,95 27,73 66,47 SULAWESI BARAT 3,86 6,76 14,49 27,54 47,34 PAPUA BARAT 1,83 0,46 4,59 3,67 89,45 INDONESIA 2,87 1,69 2,22 23,47 69,76 Ketersediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Selain itu tingkat pengetahuan masyarakat juga ikut mempengaruhi upaya mereka dalam mengatasi gangguan kesehatan. Tabel 4.48 menunjukkan sebagian besar keluarga Indonesia pergi ke tempat medis dalam upaya mengatasi gangguan kesehatannya sebesar 69,76 persen, kecuali di provinsi Sulawesi Barat sebesar 47,34 persen yang pergi ke tempat medis. Data pada tabel ini juga menunjukkan di zaman yang modern ini masih ada sebagian keluarga Indonesia yang berupaya mengatasi gangguan kesehatannya melalui dukun, dan ada pula yang mendiamkan meskipun prosentasenya relatif kecil. Beberapa alasan yang dikemukakan keluarga dalam mengatasi gangguan kesehatan dengan cara tidak pergi ke tempat medis seperti: mendiamkan sakitnya, pergi ke dukun, meracik obat sendiri atau membeli obat ke warung, toko obat dan ke apotik dapat dilihat pada tabel berikut 94 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 Tabel 4.49 : Alasan Keluarga Mengatasi Gangguan Kesehatan dengan Non Medis PROVINSI Akses fasilitas kesehatan sulit Waktu tunggu pelayanan lama Tidak ada biaya transport Merasa tidak perlu berobat SUMATERA UTARA 17,25 4,71 30,20 47,84 RIAU 4,55 1,52 37,88 56,06 LAMPUNG 22,75 5,39 47,31 24,55 JAWA BARAT 13,04 5,86 35,35 45,75 JAWA TIMUR 10,63 8,27 24,41 56,69 BALI 4,00 50,00 10,00 36,00 NUSA TENGGARA BARAT 8,55 7,24 37,17 47,04 KALIMANTAN BARAT 31,41 6,50 32,85 29,24 KALIMANTAN TIMUR 26,83 10,57 13,82 48,78 SULAWESI SELATAN 13,28 8,71 14,52 63,49 SULAWESI BARAT 39,51 3,70 40,74 16,05 PAPUA BARAT 42,11 10,53 21,05 26,32 INDONESIA 16,9 7,5 30,8 44,8 Akses fasilitas kesehatan sulit dijangkau keluarga merupakan alasan tertinggi di Papua Barat sebesar 42,11 persen dan Kalimantan Barat sebesar 31,41 persen. Faktor geograis yang dirasakan oleh sebagian masyarakat di wilayah ini mengakibatkan mereka mengalami kesulitan menjangkau ke pelayanan kesehatan. Alasan lainnya adalah waktu tunggu pelayanan lama dirasakan oleh sebagian besar keluarga di provinsi Bali sebesar 50 persen, tidak ada biaya transport untuk menjangkau ke pelayanan kesehatan juga dirasakan oleh keluarga di provinsi Lampung sebesar 47,31 dan Sulawesi Barat sebesar 40,74 persen serta merasa tidak perlu berobat dikemukakan oleh sebagian besar keluarga di Sulawesi Selatan dan Riau, masing-masing sebesar 63,49 persen dan 56,06 persen. Dalam pemenuhan kebutuhan biaya kesehatan keluarga juga cukup bervariasi sebagaimana tabel berikut 95 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 Tabel 4.50 : Biaya Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan Keluarga PROVINSI Sangat tidak terpenuhi Tidak terpenuhi Kurang terpenuhi Terpenuhi Sangat terpenuhi SUMATERA UTARA 2,75 7,11 28,26 61,07 0,81 RIAU 0,87 2,10 20,98 75,70 0,35 LAMPUNG 1,38 6,46 35,24 56,51 0,42 JAWA BARAT 1,01 5,56 29,08 63,58 0,77 JAWA TIMUR 1,21 4,33 18,56 74,77 1,13 BALI 0,45 4,55 33,18 60,91 0,91 NUSA TENGGARA BARAT 2,93 7,55 31,78 56,98 0,76 KALIMANTAN BARAT 3,80 8,91 29,62 56,68 0,99 KALIMANTAN TIMUR 0,35 1,62 16,53 80,81 0,69 SULAWESI SELATAN 0,62 3,30 22,71 72,37 1,01 SULAWESI BARAT 0,55 8,22 24,38 66,30 0,55 PAPUA BARAT 1,05 2,79 11,50 83,28 1,39 INDONESIA 1,34 5,18 25,36 67,25 0,87 Sebagian besar keluarga Indonesia menyatakan bahwa biaya kesehatan sudah terpenuhi yang dinyatakan oleh keluarga sebesar 67,25 persen. Meskipun demikian ada yang menganggap biaya kesehatan keluarga masih dianggap tinggi,sehingga kebutuhan kesehatan kurang terpenuhi yang dirasakan oleh keluarga di provinsi Lampung sebesar 35,24 persen dan provinsi Bali sebesar 33,18 persen. Gambar 4. 28: Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan 96 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 Upaya keluarga dengan kategori tidak terpenuhi, kurang terpenuhi dan sangat tidak terpenuhi untuk mengatasi permasalahan kebutuhan pelayanan kesehatan ini dilakukan dengan berbagai cara, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.51 : Upaya yang dilakukan keluarga bila pemenuhan kebutuhan biaya kesehatan keluarga sangat tidak terpenuhi, tidak terpenuhi dan kurang terpenuhi PROVINSI meminjam atau berhutang minta bantuan menjual barang Menggadai diatur secukupnya SUMATERA UTARA 53,93 36,11 2,10 3,44 52,87 RIAU 48,09 32,82 7,14 2,40 79,31 LAMPUNG 44,39 31,89 5,01 0,97 73,43 JAWA BARAT 50,39 46,30 6,09 1,92 69,21 JAWA TIMUR 56,56 27,83 6,23 2,93 52,14 BALI 74,42 47,06 12,94 3,53 43,53 NUSA TENGGARA BARAT 64,03 40,62 5,66 4,50 61,92 KALIMANTAN BARAT 48,34 38,14 12,47 4,82 72,78 KALIMANTAN TIMUR 35,38 27,14 10,43 2,86 51,83 SULAWESI SELATAN 32,00 42,53 3,90 3,61 68,41 SULAWESI BARAT 19,51 47,87 9,88 1,27 66,67 PAPUA BARAT 33,33 51,43 0,00 0,00 63,16 INDONESIA 50,44 38,57 6,30 3,04 63,95 Berbagai upaya dilakukan oleh keluarga dalam upaya memenuhi kebutuhan kesehatan, baik dengan cara berhutang atau meminjam uang, minta bantuan orang lain, menjual atau menggadai barang dan mengatur penghasilan secukupnya. Data menunjukkan, bahwa sebagian besar keluarga berhutang atau meminjam, minta bantuan dan mengatur penghasilan secukupnya, sedangkan menjual dan menggadai barang dilakukan oleh sebagian kecil keluarga. Meskipun demikian, responden keluarga di Papua Barat tidak menjual atau menggadai barang dalam usaha memenuhi kebutuhan kesehatannya. Berdasarkan kategori wilayah, meminjam atau berhutang paling banyak dilakukan oleh responden keluarga provinsi Bali sebesar 74,42 persen, minta bantuan orang lain dilakukan oleh responden keluarga di Papua Barat sebesar 51,43 persen 97 Survei Kesejahteraan Sosial Dasar Tahun 2015 mengatur penghasilan secukupnya dilakukan oleh responden keluarga provinsi Riau sebesar 79,31 persen dan Lampung sebesar 73,43 persen dan Kalimantan Barat sebesar 72,78 persen. Secara nasional upaya keluarga dimaksud agar kebutuhan kesehatan dapat terpenuhi dilakukan dengan cara berikut : Gambar 4.31: Upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan pada keluarga kurang terpenuhi Umumnya upaya keluarga yang kurang terpenuhi kebutuhan kesehatannya dengan cara diatur secukupnya sebesar 63,95 persen, disusul dengan meminjam atau berhutang sebesar 50,44 persen dan meminta bantuan sebesar 38,47 persen agar kebutuhan keluarga terhadap kesehatan tetap terpenuhi.

E. PERUBAHAN SOSIAL