II. Pendahuluan
Kentang merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai multi fungsi baik sebagai sumber karbohidrat maupun bahan dari berbagai
makanan lain termasuk sayur ataupun makanan ringan Sularso, 1997, sehingga kentang menjadi komoditas alternatif dalam diversifikasi pangan
Karjadi dan Buchory, 2008. Jawa Barat merupakan salah satu daerah sentra produksi kentang di Indonesia, baik kentang untuk bahan pangan
maupun untuk kentang untuk bibit Pijoto, 2004. Semakin meluasnya pertanaman kentang di dataran tinggi
menimbulkan dampak negatif seperti perusakan lingkungan akibat erosi. Sehubungan dengan hal itu maka perlu dicari alternatif untuk
mengembangkan tanaman kentang yang dapat ditanam di dataran medium dengan ketinggian 300-700 m dpal yang tersedia cukup luas di
Indonesia dengan hasil dan kualitas hasil yang relatif sama. Upaya penanaman kentang di dataran yang lebih rendah sudah
dilakukan oleh peneliti Sutater dkk, 1987; Hamdani, 2000; Syarif, 2004; Purbiati., 2009. Terdapat perbedaan lingkungan yang menyolok antara
dataran tinggi 1000 m di atas permukaan air laut dimana sayuran dataran tinggi biasa dibudidayakan sejak di introduksi ke Indonesia dengan dataran
rendah atau medium 300- 700 m di atas permukaan air laut dimana sayuran dataran tinggi tersebut sekarang akan dikembangkan. Faktor
lingkungan tersebut adalah suhu, kelembaban udara , panjang penyinaran, dan intensitas cahaya matahari. Kendala utama dalam pengembangan
sayuran dataran tinggi bila akan dikembangkan di dataran medium adalah ketidakmampuan dari kultivar yang ditanam terhadap stress lingkungan
yang tidak sesuai yang dapat mengakibatkan tanaman tidak berproduksi secara normal, terutama akibat suhu yang tinggi di dataran medium.
Faktor pembatas lain dalam budidaya kentang adalah ketersediaan air. Dengan adanya efek rumah kaca
global warming, kondisi iklim menjadi semakin tidak dapat diprediksi. Musim kemarau panjang sering terjadi dan
mengakibatkan pertanaman kentang mengalami pertumbuhan yang tidak optimal karena minimnya ketersediaan air yang cukup.
Salah satu upaya yang efektif untuk mengatasi permasalahan yang telah di uraikan di atas adalah melakukan perakitan tanaman kentang yang
toleran suhu tinggi dan kekeringan. Upaya tersebut merupakan hal perlu dilakukan untuk memperta-hankan kemampuan tanaman agar dapat
dikembangkan di dataran medium. Selain itu, untuk mengoptimalkan pertumbuhan guna memperoleh hasil yang maksimal diperlukan upaya-
upaya lain dalam sistem budidaya tanaman untuk membantu adaptasi tanaman kentang di dataran medium, misalnya pengaplikasian naungan
dan atau hormon. Salah satu kendala lain dalam produksi kentang baik untuk keperluan
konsumsi maupun untuk bibit adalah adanya penyakit yang terbawa umbi antara lain layu bakteri Ralstonia solanacearum, penyakit busuk basah
Erwinia carotovora pv carotovora, penyakit nematoda sista kentang maupun nematoda Meloidogyne spp. Selain merupakan penyakit terbawa
umbi atau tanah yang merugikan pada pertanaman, beberapa penyakit tersebut seperti busuk lunak dan layu bakteri juga merupakan penyakit
pasca panen yag berkembang di penyimpanan Elphinstone, 1987; Sularso, 1997; Tsror et al., 1999. Selain penyakit tular tanah, penyakit tular udara
adalah hawar daun Phytophthora P. infestans dan bercak kering Alternaria solani.
Cara pengendalian yaang harus dilakukan untuk menekan berbagai penyakit tersebut adalah cara pengendalian secara terpadu. Salah satu
komponen pengendalian secara terpadu yang ramah lingkungan dan efeknya berkelanjutan adalah pengendalian secara biologi.
Mikroorganisme yang berpotensi sebagai agen pengendali biologi adalah mikroorganisme yang berasosiasi dengan akar dan umbi kentang.
Perakaran dan umbi kentang dilaporkan berasosiasi dengan bakteri endofit yaitu bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman namun tidak
menimbulkan gejala penyakit Sturtz et al.,1999; Sessitch et al., 2004; Berg et al., 2005. Walaupun ada bakteri endofit yang keberadaanya tidak
berpengaruh terhadap tanaman inang atau pada beberapa kasus ada yang merupakan patogen laten, namun banyak bakteri endofit yang dapat
menguntungkan tanaman inangnya. Bakteri endofit ada yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inangnya dan juga ada yang dapat
mengendalikan penyakit tanaman inangnya Hallmann 1997; Strurtz Nowak, 2000;Sturtz et al., 2000.
Di luar negeri, bakteri endofit asal perakaran kentang dilaporkan dapat menekan untuk mengendalikan beberapa penyakit tular tanah Sturz,
1995; Sturtz et al., 1999; Sessitch et al., 2004; Berg et al., 2005. Pada penelitian sebelumnya, Istifadah dkk. 2010 menemukan beberapa isolat
bakteri dan jamur endofit asal parakaran kentang yang dapat menekan nematoda sista kentang Globodera rostochiensis. Namun demikian,
potensi endofit akar tersebut untuk menekan penyakit lain seperti penyakit layu bakteri, busuk lunak maupun untuk nematoda Meloidogyne spp. belum
dikaji. Penggunaan endofit yang dapat mengolonisasi umbi selain dapat
mengendalikan penyakit pada pertanaman diharapkan juga dapat melindungi umbi kentang pada saat pasca panen. Keberadaan bakteri
endofit yang bersifat antagonistik terhadap patogen pada umbi kentang dapat menghasilkan daerah pertahanan defensive zone yang dapat
mencegah berkembangnya infeksi patogen baik di pertanaman maupun pada umbi setelah dipanen. Keberadaan endofit pada umbi kentang yang
dihasilkan dari tanaman kentang yang diinokulasi endofit juga dapat dimanfaatkan untuk memproduksi umbi untuk bibit kentang yang
mengandung agen biokontrol.
III. Studi Literatur