14 c.
pelaksanaan studi kasus di Rawat Inap Terpadu Rindu B khususnya Instalasi Cardiovaskular pada Ruang Cardiovascular Care Unit CVCU dan
mengikuti kegiatan visite sebagai pendekatan peranan farmasi klinis.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi di rumah sakit adalah: a.
memahami peran apoteker di rumah sakit dalam menunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berkunjung atau berobat di RSUP
H. Adam Malik Medan. b.
memahami peran apoteker dalam pengelolaan berbagai kelompok kerja dan depo farmasi dari instalasi farmasi di rumah sakit.
c. mengetahui peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS, instalasi gas
medis, dan instalasi CSSD dalam menunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berkunjung atau berobat di RSUP H. Adam Malik
Medan.
Universitas Sumatera Utara
15
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan promotif, pencegahan penyakit preventif, penyembuhan penyakit kuratif dan pemulihan rehabilitatif yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu
serta berkesinambungan Siregar dan Amalia, 2004.
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Universitas Sumatera Utara
16 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah sakit mempunyai fungsi: a.
penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna. c.
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit 2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit Secara Umum
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya: 1. berdasarkan jenis pelayanan
a. rumah sakit umum
Memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit .
b. rumah sakit khusus
Memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit,
atau kekhususan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
17 2. berdasarkan pengelolaan
a. rumah sakit publik
Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan
pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. b.
rumah sakit privat Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan
Terbatas atau Persero.
2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit:
a. rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.
b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik luas.
c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
Universitas Sumatera Utara
18 d.
rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar Depkes RI
c
, 2009; Siregar dan Amalia, 2004.
2.1.4 Badan Layanan Umum BLU
Berdasarkan PP No. 23 tahun 2005, Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang danatau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
2.1.5 Visi dan Misi Rumah Sakit
Visi rumah sakit merupakan kekuatan memandu rumah sakit untuk mencapai status masa depan rumah sakit, mengomunikasikan sifat dari
keberadaan rumah sakit, berkenaan dengan maksud, lingkup usahakegiatan dan kepemimpinan kompetitif, memberikan kerangka kerja yang mengatur hubungan
antara rumah sakit dan “stakeholders” utamanya, dan untuk menyatakan tujuan luas dari kerja rumah sakit Siregar dan Amalia, 2004.
Misi rumah sakit merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk
memenuhi pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi maksud tersebut Siregar dan Amalia, 2004.
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.6 Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah: a. Bed Occupancy Rate BOR: angka penggunaan tempat tidur
BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi lebih dari 85 menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga
perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. b. Average Length of Stay AVLOS: rata-rata lamanya pasien dirawat
AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai
AVLOS yang ideal antara 6-9 hari. c. Bed Turn Over BTO: angka perputaran tempat tidur
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. d. Turn Over Interval TOI: tenggang perputaran
TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari Anonim, 2007.
Universitas Sumatera Utara
20
2.2 Rekam Medik
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.269MENKESPERIII2008 yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan sosiologis, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data laboratorium klinis, pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara, diagnosis kerja,
penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi Siregar dan Amalia, 2004.
Pemanfaatan rekam medik dapat dipakai sebagai: a.
pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien. b.
alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi.
c. keperluan pendidikan dan penelitian.
d. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan.
e. data statistik kesehatan Depkes RI
b
, 2008.
2.3 Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi PFT Berdasarkan Permenkes No 244MENKESPERIII2008 Komite medik
adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih dari ketua Staf Medik Fungsional SMF atau yang mewakili SMF yang ada di rumah sakit. Komite
medik berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama
Universitas Sumatera Utara
21 PFT adalah organisasi yang berada di bawah komite medik rumah sakit
yang diketuai oleh dokter bagian farmakologi klinik dan seorang sekretaris yaitu apoteker dari IFRS serta dibantu oleh anggota PFT yang terdiri dari dokter yang
mewakili Staf Medik Fungsional SMF serta dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit sakit. Sekretaris panitia adalah kepala IFRS atau apoteker
senior lain yang ditunjuk oleh kepala IFRS Siregar dan Amalia, 2004. Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan dalam
pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi
pengobatan penderita tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi obat yang rasional.
Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah: 1.
menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke
dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk
obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF.
2. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk kategori khusus. 3.
melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
4. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
Universitas Sumatera Utara
22 5.
mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.
6. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun
nasional. 7.
membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik Siregar dan, 2004.
2.4 Formularium Rumah Sakit