Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi
secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif
Yosep, 2009. Gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol.
2.2 Pengkajian Perilaku Kekerasan
Gejala klinis yang ditemukan pada pasien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui pengkajian meliputi :
a. Wawancara
Diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan oleh pasien.
b. Observasi
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak pasien memaksakan kehendak seperti merampas makanan
dan memukul jika tidak senang. Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi
pada pasien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Perawat harus mengkaji pula afek pasien yang berhubungan dengan perilaku agresif. Kelengkapan pengkajian
dapat membantu perawat : Membangun hubungan yang terapeutik dengan pasien, Mengkaji perilaku pasien yang berpotensial kekerasan, Mengembangkan suatu
perencanaan, Mengimplementasikan perencanaan, Mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi milleu
Universitas Sumatera Utara
2.3 Penyebab Perilaku Kekerasan
Adapun penyebab perilaku kekerasan menurut Keliat 2002 adalah:
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadimungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu: 1.
Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan. 3.
Sosial budaya, budaya tertutup dan membahas secara diam pasif agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima permissive.
4. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistim limbik,
lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam perilaku kekerasan.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan fisik
penyakit fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula
dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan, dan
interaksi dengan orang lain provokatif dan konflik.
2.4 Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan