3. Sikap kerja tidak alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.
Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal.
4. Faktor penyebab sekunder Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan
otot yang lunak atau getaran dengan frekuensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah.
Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan
otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi
kelelahan. Alat ukur yang digunakan dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai metode yang sederhana sampai menggunakan sistem komputer. Salah satu dari
metode tersebut adalah melalui Standard Nordic Body Map Questionnaire.
3.3. Nordic Body Map
Nordic Body Map merupakan alat yang dapat mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari Tidak Sakit TS,
Agak Sakit AS, Sakit S dan Sangat Sakit SS Tarwaka; 2004. Dengan
Universitas Sumatera Utara
melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1 maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.
Gambar 3.1. Nordic Body Map
Keterangan gambar:
1 =
Sakit kaku di bagian leher bagian bawah 2
= Sakit di bahu kiri
3 =
Sakit di bahu kanan 4
= Sakit lengan atas kiri
5 =
Sakit di punggung 6
= Sakit lengan atas kanan
Universitas Sumatera Utara
7 =
Sakit pada pinggang 8
= Sakit pada bokong
9 =
Sakit pada pantat 10 =
Sakit pada siku kiri 11 =
Sakit pada siku kanan 12 =
Sakit pada lengan bawah kiri 13 =
Sakit pada lengan bawah kanan 14 =
Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 =
Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 =
Sakit pada tangan kiri 17 =
Sakit pada tangan kanan 18 =
Sakit pada paha kiri 19 =
Sakit pada paha kanan 20 =
Sakit pada lutut kiri 21 =
Sakit pada lutut kanan 22 =
Sakit pada betis kiri 23 =
Sakit pada betis kanan 24 =
Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 =
Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 =
Sakit pada kaki kiri 27 =
Sakit pada kaki kanan Cara ini merupakan cara yang cukup sederhana dan mengandung nilai
subjektivitas yang tinggi. Untuk menekankan bias yang terjadi, maka sebaiknya pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja.
3.4. Kaitan Ergonomi dengan Postur Kerja
6
Ilmu yang mempelajari interaksi antara lingkungan kerja dan manusia atau sebaliknya disebut dengan ergonomi. Dengan menerapkan ergonomi yang baik,
6
Stanton, Neville, dkk. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. New York: CRC Press
Universitas Sumatera Utara
diharapkan seorang pekerja dapat bekerja secara efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien, sehingga produktivitas kerjanya dapat meningkat. Dari pengertian
ergonomi tersebut dapat dilihat bahwa ergonomi mempelajari manusia dan apabila ada kesalahan tentang gerakan ataupun fasilitas yang digunakan manusia
maka akan dapat diperbaiki dengan menggunakan ilmu ergonomi, misalnya : apabila postur kerja seorang pekerja salah atau tidak benar maka dapat dievaluasi
dan diperbaiki dengan menggunakan metode OWAS, REBA, RULA maupun QEC yang dipelajari dalam ilmu ergonomi. Pertimbangan ergonomi yang
berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja baik itu postur kerja yang berdiri, duduk maupun postur
kerja lainnya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan menjamin kesehatan fisik pekerja.
3.4.1. Postur Kerja
Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisis keefektifan dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh pekerja
sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang akan diperoleh oleh pekerja tersebut adalah hasil yang baik. Akan tetapi sebaliknya bila postur kerja
pekerja salah atau tidak ergonomis maka pekerja tersebut akan mudah mengalami kelelahan dan dalam jangka panjang akan menimbulkan keluhan–keluhan pada
bagian tubuh tertentu. Apabila pekerja mengalami kelelahan jelaslah hasil yang dilakukan pekerja tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
Performance kerja merupakan fungsi dari postur kerja dan produktifitas kerja. Dengan postur kerja yang ergonomis, maka seorang pekerja akan dapat
bekerja dengan EASNE Efektif, Aman, Sehat, Nyaman dan Efisien, sebaliknya apabila postur kerjanya tidak benar, maka kinerja orang tersebut akan menurun
sehingga tidak dapat bekerja dengan efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena postur kerja dapat menimbulkan rasa sakit dan cepat lelah yang lebih cepat
dibandingkan dengan postur kerja yang ergonomis. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dan performance kerja adalah posisi dari postur kerja
seseorang, oleh karena itu diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang gerakan, kerja seseorang yang berinteraksi terhadap lingkungan kerjanya atau
sebaliknya. Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja
yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi
timbulnya cidera dalam bekerja. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat
ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Untuk itu, perlu adanya suatu penilaian terhadap suatu postur kerja pekerja
untuk mengetahui sejauh mana postur ataupun sikap kerja pekerja mampu mempengaruhi produktivitas dan kesehatan fisik pekerja. Penilaian terhadap
keefektifan postur kerja pekerja ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Ovako Working Postures Analysis System OWAS 2. Rapid Upper Limb Assesment RULA
3. Rapid Entire Body Assesment REBA 4. The Quick Exposure Check QEC
3.4.2. Rapid Entire Body Assesment REBA
REBA merupakan suatu metode penilaian postur untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh keseluruhan. Untuk masing-masing tugas, menilai faktor
postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing grup yang terdiri atas dua grup, yaitu :
1. Grup A, terdiri atas : a. Batang tubuh trunk
b. Leher neck c. Kaki legs
2. Grup B, terdiri atas : a. Lengan atas upper arm
b. Lengan bawah lower arm c. Pergelangan tangan wrist
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dinilai pada metode REBA : Grup A:
a. Batang tubuh trunk
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Skor Batang Tubuh REBA Pergerakan
Skor Skor Perubahan
Posisi normal 1
+1 jika batang tubuh berputarbengkokbungkuk
0-20 ke depan dan belakang
2 -20
atau 20-60 3
60 4
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
b. Leher neck
Tabel 3.2. Skor Leher REBA Pergerakan Skor
Skor Perubahan
0-20 1
+1 jika leher berputarbengkok 20
-ekstensi 2
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
c. Kaki legs
Tabel 3.3. Skor Kaki REBA Pergerakan
Skor Skor Perubahan
Posisi normalseimbang berjalanduduk 1
+1 jika lutut antara 30-60 +2 jika lutut 60
Bertumpu pada satu kaki lurus 2
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
d. Beban load
Tabel 3.4. Skor Beban REBA Pergerakan Skor
Skor Pergerakan
5 kg +1 jika kekuatan cepat
5-10 kg 1
10 kg 2
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
Universitas Sumatera Utara
Grup B: a. Lengan atas upper arm
Tabel 3.5. Skor Lengan Atas REBA Pergerakan
Skor Skor Perubahan
20 ke depan dan belakang
1 +1 jika bahu naik
+1 jika lengan berputarbengkok -1 miring, menyangga berat lengan
20 ke belakang atau 20-45
2 45-90
3 90
4
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
b. Lengan bawah lower arm
Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah REBA Pergerakan
Skor
60-100 1
60 atau 100
2
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
c. Pergelangan tangan wrist
Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan REBA Pergerakan
Skor Skor Perubahan
0-15 ke atas dan bawah
1 +1 jika pergelangan tangan putaran
menjauhi sisi tengah 15
ke atas dan bawah 2
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
Universitas Sumatera Utara
d. Coupling
Tabel 3.8. Coupling
Coupling Skor
Keterangan
Baik Kekuatan pegangan baik
Sedang 1
Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh
Kurang baik 2
Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin Tidak dapat
diterima 3
Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan, kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
Tabel 3.9. Tabel A REBA Neck
Leg Trunk
1 2
3 4
5
1 1
1 2
2 3
4
2 2
3 4
5 6
3
3 4
5 6
7
4 4
5 6
7 8
2 1
1 3
4 5
6
2 2
4 5
6 7
3
3 5
6 7
8
4
4 6
7 8
9
3 1
3 4
5 6
7
2 3
5 6
7 8
3 5
6 7
8 9
4 6
7 8
9 9
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.10. Tabel B REBA Lower
Arm Wrist
Upper Arm 1
2 3
4 5
6
1 1
1 1
3 4
5 7
2 2
2 4
5 7
8
3 2
3 5
5 8
8
2 1
1 2
4 5
7 3
2
2 3
5 5
8 9
3
3 4
5 7
8 9
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
Skor A = Tabel A + Skor Beban = 5 + 0 =5 Skor B = Tabel B + Skor Coupling =4 + 0 = 4
Tabel 3.11. Tabel C REBA Skor
B Skor A
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
1 1
1 2
3 4
6 7
8 9
10 11
12
2 1
2 3
4 4
6 7
8 9
10 11
12
3
1 2
3 4
4 6
7 8
9 10
11 12
4
2 3
3 4
5 7
8 9
10 11
11 12
5 3
4 4
5 6
8 9
10 10
11 12
12
6 3
4 5
6 7
8 9
10 10
11 12
12
7 4
5 6
7 8
9 9
10 11
11 12
12
8 5
6 7
8 8
9 10
10 11
12 12
12
9 6
6 7
8 9
10 10
10 11
12 12
12
10 7
7 8
9 9
10 11
11 12
12 12
12
11 7
7 8
9 9
10 11
11 12
12 12
12
Universitas Sumatera Utara
12 7
8 8
9 9
10 11
11 12
12 12
12
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
Tabel 3.12. Skor Aktivitas REBA Aktivitas
Skor Keterangan
Postur statik -1
1 atau lebih bagian tubuh statisdiam Pengulangan
+1 Tindakan berulang-ulang
Ketidakstabilan +1
Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur tidak stabil
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
Skor REBA = Tabel C + Skor Aktivitas = 5+1=6
Tabel 3.13. Nilai Level Tindakan REBA Skor REBA
Level Resiko Level Tindakan
Tindakan
1 Dapat diabaikan
Tidak diperlukan 2-3
Kecil 1
Mungkin diperlukan 4-7
Sedang 2
Perlu 8-10
Tinggi 3
Segera 11-15
Sangat tinggi 4
Sekarang juga
Sumber: Handbook Of Ergonomic “Nevil Stanton” 2005
3.5. Antropometri
Istilah antropometri barasal dari anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran, yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan
Universitas Sumatera Utara
ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antar lain dalam hal:
1. Perancangan areal kerja. 2. Perancangan perlatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas.
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi dan meja. 4. Perancangan lingkungan kerja fisik.
Dalam perancangan produk, ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, antara lain:
7
1. Umur Secara umum tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring
dengan bertambahnya umur. Sehingga mempengaruhi dimensi tubuh manusia. 2. Jenis kelamin
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti
pinggul. 3. Suku bangsa
Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
4. Pekerjaan Jenis pekerjaan tiap orang pasti akan berbeda-beda dan jenis pakaian yang
akan dipakai juga akan berbeda-beda sesuai jenis pekerjaanya.
7
Nurmianto, Eko. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya : Guna Widya
Universitas Sumatera Utara
3.5.1. Antropometri Statis
8
Di sini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus
diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat
dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Jadi, pengukuran dilakukan pada saat tubuh melakukan
gerakan-gerakan kerja atau dalam posisi yang dinamis. Cara pengukuran semacam ini akan menghasilkan data antropometri dinamis. Antropometri dalam posisi
tubuh melaksanakan fungsinya yang dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja. Sebagai contoh perancangan
Antropometri statis disebut juga pengukuran dimensi struktur tubuh structural body dimension. Di sini tubuh diukur dalam berbagai posisi standard
dan tidak bergerak tetap tegak sempurna. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri
maupun duduk, ukuran kepala, tinggipanjang lutut pada saat berdiri atau duduk, panjang lengan dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan percentile
tertentu seperti 5-th dan 95-th percentile.
3.5.2. Antropometri Dinamis
8
Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Ergonomi, Studi Gerakan dan Waktu. Surabaya : Guna Widya.
Universitas Sumatera Utara
kursi mobil. Dimana di sini posisi tubuh pada saat melakukan gerakan mengoperasikan kemudi, tangkai pemindahan gigi, pedal dan juga jarak antara
atap mobil harus menggunakan data antropometri dinamis.
3.5.3. Tiga Prinsip Dalam Penggunaan Data Antropometri
Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil
di dalam aplikasi data antropometri harus ditetapkan terlebih dahulu yaitu: 1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim
Di sini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi dua sasaran produk, yaitu:
a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-
ratanya. b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain mayoritas
dari populasi yang ada. Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan
ditetapkan dengan cara: a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan
produk umumnya didasarkan pada nilai percentile yang terbesar seperti 90-th, 95-th, atau 99-th percentile. Contoh konkrit pada kasus ini bisa
dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi pintu darurat, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai percentile yang paling rendah 1-th, 5-th, 10-th percentile dari distribusi
data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam contoh penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh
seorang pekerja. 2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antara rentang ukuran
tertentu adjustable Di sini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel
dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang
mana dalam hal ini letaknya bisa digeser majumundur dan sudut sandarannya bisa berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk
mendapatkan rancangan yang fleksibel semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai denagn 95-
th percentile. 3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Masalah pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali
mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dibuat dan dirancang untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi
mereka yang berukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
3.6. Peta Proses Kelompok Kerja
9
Peta ini juga dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa aktivitas suatu kelompok kerja. Masalah utama jika terjadi kerja sama antara sekelompok
orang dimana satu aktivitas dengan lainnya saling bergantung adalah banyaknya dijumpai aktivitas menunggu delay. Tujuan utama yang harus dianalisa dari
kelompok kerja dalah meminimumkan waktu menunggu delay. Dengan berkurangnya waktu menunggu berarti dapat tercapai tujuan lain yang lebih nyata
di antaranya dapat mengurangi ongkos produksi atau proses dan dapat Peta ini dapat digunakan dalam sautu tempat kerja dimana untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama yang baik dari sekelompok pekerja. Jenis pekerjaan atau tempat kerja yang mungkin memerlukan
analisa melalui peta proses kelompok kerja misalnya pekerjaan-pekerjaan pergudangan, pemeliharaan, atau pekerjaan-pekerjaan pengangkutan materila
lainnya. Setiap peta aliran proses dipetakan dalam arah mendatar, sehingga paralel
satu sama lain, yang satu diatas atau dibawah yang lainnya. Jelaslah disini bahwa satu seri pekerjaan yang dilaksanakan oleh seorang pekerja sangat erat sekali
hubungannya dengan seri pekerja lainnya. Karena adanya kebergantungan tiap aktivitas, maka dalam peta proses kelompok kerja biasanya banyak dijumpai
lambang-lambang kelambatan, yang menunjukkan bahwa suatu aktivitas sedang menunggu aktivitas yang lainnya.
9
Sutalaksana, Iftikar Z. Anggawisastra, Ruhana dan Jann H. Tjakraatmadja. 2005. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Departemen Teknik Industri ITB.
Universitas Sumatera Utara
mempercepat waktu penyelesaian produk atau proses. Keuntungan-keuntungan di atas bisa dicapai setelah dilakukan analisa yang teliti.
3.7. Rumus Pengujian Data