77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari latar belakang dan pembahasan masalah, maka penulis menyimpulkan :
1. Penerapan UU No. 26 Tahun 2000 dengan dibentuknya Pengadilan HAM Ad Hoc atas kasus pelanggaran HAM pasca jajak pendapat
Timtim dan Tanjung Priok tersebut dikategorikan bersifat retro aktif atau berlaku surut yakni apabila dilihat dari tempus delicti atau waktu
kejadian perkaranya maka dapat diketahui bahwa kedua kasus tersebut terjadi di bawah tahun 2000 dimana pada saat itu belum
terbentuk UU No. 26 Tahun 2000 yang mengatur mengenai Pengadilan HAM Ad Hoc.
Materi UU No. 26 Tahun 2000 khususnya pasal 43 ayat 1 yang menerapkan pemberlakuan surut terhadap suatu kasus pelanggaran
HAM berat, tidak sesuai dengan isi atau muatan dari UUD 1945 Pasal 28 i yang merupakan acuan tertinggi dari pemberlakuan asas legalitas
dan secara otomatis pula peraturan dibawahnya yang dalam hal ini UU No. 26 Tahun 2000 tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Jadi
jelaslah terlihat bahwa penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM oleh Pengadilan HAM Ad Hoc di Indonesia tersebut
mengenyampingkan asas legalitas. Dimana hal ini sangat merugikan bagi para terdakwa kasus pelanggaran HAM berat tersebut Dimana
Universitas Sumatera Utara
78 tujuan sebenarnya dari asas legalitas itu sendiri adalah memperkuat
kepastian hukum, menciptakan keadilan bagi terdakwa, tercegahnya penyalahgunaan kekuasaan yang tanpa batas dari pemerintah. Asas
ini mensyaratkan terikatnya hakim pada undang-undang. 2. Realita penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia pada
saat ini disadari masih jauh dari harapan masyarakat Indonesia karena seperti yang kita lihat dari banyaknya kasus-kasus pelanggaran HAM
berat yang hingga kini belum ada penyelesaiannya. Sehingga pada saat sekarang ini banyak kita lihat berbagai pihak seperti studi-studi
akademik, diskusi serta seminar yang semakin intensif dilakukan guna mencari keadilan yakni untuk diselesaikannya kasus-kasus
pelanggaran HAM tersebut. Sebagai contoh dua kasus yang telah ditangani oleh pengadilan HAM ad-hoc telah menjadi pertanyaan besar
bagi banyak pihak tentang efektifitas dari mekanisme ini untuk mendapatkan rasa kebenaran dan keadilan bagi korban. Dalam
pengadilan HAM ad-hoc untuk kasus Timor- Timur telah menunjukkan hasil yang mengecewakan banyak kalangan, khususnya kelompok
korban. Beberapa orang yang berada dalam tingkatan komando pada saat kejadian tersebut dan diduga kuat bertanggung jawab lepas dari
tuntutan hukum. Hasil yang serupa dialami oleh pengadilan HAM ad- hoc untuk kasus Tg. Priok. Dan masih banyak lagi kasus-kasus
pelanggaran HAM berat lainnya yang belum ada penyelesaiannya hingga sekarang. Dari sini jelaslah terlihat bahwa penyelesaian kasua-
kasus pelanggaran HAM berat jauh dari harapan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
79
B. Saran