25
C. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc
Pengertian Pengadilan HAM Ad Hoc yang terdapat dalam Pasal 43 ayat 2 UU No. 26 Tahun 2000 adalah : “Pengadilan HAM Ad Hoc
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu
dengan Keputusan Presiden.” Kekhususan dalam penanganan perkara HAM berat oleh
Pengadilan HAM Ad Hoc adalah
17
1. Diperlukan penyelidik dengan membentuk tim Ad Hoc, penyidik Ad Hoc, penuntut umum Ad Hoc dan hakim Ad Hoc.
:
2. Diperlukan penegasan bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
3. Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk melakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.
4. Diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi 5. Diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluarsa bagi
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Menurut UU No. 26 Tahun 2000 Penuntutan perkara pelanggaran
HAM berat dalam Pengadilan HAM Ad Hoc dilakukan oleh : Pasal 23
1 Penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung.
2 Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
17
Gunawan Sumodiningrat, Landasan Hukum dan Rencana Aksi Nasional HAM di Indonesia, Yayasan Bina Mulia, Jakarta, 2003, hal. 269.
Universitas Sumatera Utara
26 Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang
terdiri atas unsur pemerintah dan atau masyarakat. 3 Sebelum melaksanakan tugasnya penuntut umum ad hoc
mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing- masing.
4 Untuk dapat diangkat menjadi penuntut umum ad hoc harus memenuhi syarat :
a. warga negara Republik Indonesia; b. berumur sekurang-kurangnya 40 empat puluh tahun dan
paling tinggi 65 enam puluh lima tahun; c. berpendidikan sarjana hukum dan berpengalaman sebagai
penuntut umum; d. sehat jasmani dan rohani;
e. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; f. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan
g. memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi manusia.
Menurut Pasal 30 ayat 2 UU No. 26 Tahun 2000, pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berat dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan
HAM yang berjumlah 5 lima orang, terdiri atas 2 dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 tiga orang hakim ad hoc.
Pengadilan HAM Ad Hoc yang telah dibentuk adalah Pengadilan HAM Ad Hoc kasus jajak pendapat di Timtim dan kasus Tanjung Priok
merupakan perwujudan dari Pasal 43 ayat 2 yang berbunyi : “Pengadilan
Universitas Sumatera Utara
27 HAM Ad Hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibentuk atas usul
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.”
Adapun Keputusan Presiden yang mengatur mengenai pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc untuk dua kasus tersebut adalah
Keputusan Presiden No. 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat selanjutnya disebut Kepres No. 53 Tahun 2001. Kepres ini antara lain menyebutkan :
Pasal 1 : “Membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Pasal 2 : “Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak
Asasi Manusia berat yang terjadi di Timor Timur pasca jajak pendapat dan yang terjadi di Tanjung Priok pada tahun 1984.”
D. Asas Legalitas