Argumentasi Hukum SPPT-PKKTP GAGASAN SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU PENANGANAN

sehingga banyak persoalan perempuan yang menuntut perhatian publik terabaikan. Di lingkungan kerja, banyak terjadinya diskriminasi terhadap pekerja perempuan yang mendapat upah serta fasilitas perusahaan yang tidak layak. Sebagai contoh sederhana di wilayah privat adalah perlakuan yang berbeda terhadap anak perempuan dalam keluarga, misalnya pemikiran dalam keluarga bahwa anak perempuan tidak layak untuk memperoleh pendidikan yang memadai. Ketika dewasa dan memiliki peran sebagai istri, perempuan diwajibkan mematuhi suami tanpa syarat. Serta dituntut untuk selalu sabar me nghadapi „cobaan‟ manakala ia mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya. 6 Pada bulan 14 September 2004 disahkannya UU PKDRT walaupun proses penyusunanpembuatannya mengalami berbagai hambatan. UU PKDRT ini menjadi dasar hukum yang sangat penting bagi penanganan kasus KTP, khususnya di sektor domestik. Sebelum lahirnya UU ini, tidak ada aturan khusus mengenai pendampingan bagi perempuan korban kekerasan dalam proses hukum acara. Kebutuhan akan adanya pendamping bagi perempuan korban kekerasan belum disadari secara penuh. Akibatnya, perempuan korban kekerasan sendirian menjalani proses persidangan dalam tekanan psikis sangat berat. UU PKDRT melakukan terobosan baru dalam hal pembuktian perkara KDRT, yaitu ketentuan mengenai kecukupan satu saksi ditambah dengan satu alat bukti. Misalnya, perkara perkosaan yang terjadi dalam rumah tangga, cukup 6 Ibid. h. 8. dibuktikan dengan adanya saksi korban dan bukti visum atau rekam medis. Namun demikian pada tataran implementasi hukum, terobosan ini perlu diikuti dengan pengadaan instrumen hukum yang mendukung. 7 Prinsip-prinsip yang terkandung dalam SPPT-PKKTP yang utama terdapat dalam UU No. 7 tahun 1984 tentang Rativikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, ataupun peraturan perundang-undanngan lannya yang berkaitan dengan hak asasi manusia HAM, diadopsi dalam SPPT-PKKTP ini, prinsip-prinsip tersebut antara lain: 8 Pertama, Perlindungan dan penegakan atas hak Asasi Manusia; Kedua, Kesetaraan dan keadilan jender; Ketiga, Perlindungan terhadap korban; dan Keempat, Prinsip non diskriminasi. Keempat prinsip-prnsip diatas yang terkandung dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-kasus Kekerasan Terhdap Perempuan SPPT-PKKTP.

C. Gagasan SPPT-PKKTP dan Desain Rancangan Bangun Sistem Penanganan

dan Penyelesaian Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Pasca MOU kesepakatan bersama APH perkembangan Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban Kekerasan yang dengan salah satunya ialah SPPT- PKKTP memang cukup signifikan, mulai dari Komnas Perempuan, KPPA, dan 7 Ibid. h. 10. 8 Ibid. APH itu sendiri yang mulai menyusun materi, mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk APH di masing institusi penegak hukum. Mekanisme dan koordinasi penanganan dan penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu ketika perempuan sebagai korban dan perempuan sebagai pelaku antara lain; 9 Pertama, perempuan sebagai korban yaitu: 1. Pemeriksaan di tingkat penyidikan, pihak-pihak yang diharapkan dapat menjalin kerjasama dan berkoordinasi yaitu kepolisian, korban, advokatrelawan pendamping dan jaksa. a. Dalam hal pembuatan berkas perkara BAP hasil dari penyidikan dan penyelidikan 1 Pembuatan berkas perkara lebih cepat sebaiknya penyidik segera membuat dan mengirim surat pemberitahuan dimulai penydikan SPDP kepada kejaksaan dalam waktu 1 x 24 jam sejak penyidkan perkara dilakuka. 2 Pihak kepolisian segera mengeluarkan perlindungan sementara bagi korban dan dapat dengan segera mengajukan perntah penetapan perlindungan dari ketua pengadilan. 3 Dalam hal pengungkapan fakta-fakta yang terjadi, pihak polri dapat melibatkan relawan pendampingadvokat. 9 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Kertas Kebjakan; Sistem Peradilan PidanaTerpadu Yang Berkeadilan Jender Dalam Penanganan Kasus kekerasan Terhadap Perempuan, h. 62-69. 4 Membuat surat keputusan bersama antara kejaksaan, polri dan mahkamah agung serta organisasi advokat yang mengatur bahwa jaksa bersama-sama penyidik dan relawan pendampingadvokat dapat berkoordinasi dan bekerjasama dalam penyusunan berkas perkara. 5 Berkas perkara KTP harus disertakan dengan hasil visum of repertum atau rekam medis atas diri korban yang dikeluarkan oleh rumah sakit milik pemerintah maupun milik masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan membat kerjasama dengan kementrian kesehatan sebagai wakil dari ruah sakit. 6 Apabila korban membutuhkan rumah aman untuk tinggal sementara, pihak kepolisian harus menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga masyarakat atau instansi pemerintah yang menyediakan ruang untuk itu. 2. Dalam hal pembuatan surat dakwaan, Pertama, Ada kebijakan atau petunjuk menetapkan jaksa yang telah memahami perspektif jender dalam menangani kasus Kekerasan terhadap perempuan melalui Keputusan Jaksa Agung atau Surat Edaran jaksa Agung. Kedua, Adanya koordinasi antara jaksa dengan korban dan relawan pendampingadvokat sebelum jaksa menyusut surat dakwaan. Ketiga, Jaksa wajib menginformasikan tentang subtansi surat dakwaan dan meminta masukan dari korban dan relawan pendapingadvokat tentang subtansi surat dakwaan. 3. Pemeriksaan di Tingkat Pengadilan a. Pihak yang diharapkan membuat kerja sama adalah penuntut umum, hakim, panitera dan advokatrelawan pendamping. b. Kebijakan yang diharapkan adalah adanya kebijakan yang mengatur tentang penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dalam pemeriksaan tingkat Pengadilan. c. Kejaksaan harus mengalokasikan dana untuk penangan kasus Kekerasan terhadap perempuan dan saksi-saksi ke persidangan. d. Dalam menyusun surat tuntutan, jaksa harus menginformasikan tentang subtansi surat tuntutan dan meminta masukan dari korban dan relawan pendampingadvokat korban atas subtansi surat tuntutan tersebut. e. Dalam menyusun pertimbangan hukum dan pertimbangan atas fakta-fakta dipersidangan, majelis hakimhakim harus mempertimbangkan kondisi atau situasi penderitaan dan trauma yag dialami korban sebagai akibat dari kekerasan yang dialamnya. f. Panitera harus mencatat dengan baik dan lengkap semua fakta yang tertangkap di persidangan terutama keterangan saksi dan korban serta tidak menambahkan maupun menguangi fakta-fakta yang terungkap. g. Dalam hal menetapkan biaya rehabilitasi bagi korban, hakim pun turut memperhitungkan penderitaan psiks drai pelaku biaya immaterial dan bukan hanya sekedar dari perhitungan dampak fisik korban.