Analisa Balok Silang Dengan Grid Elemen Pada Struktur Jembatan Baja
ANALISA BALOK SILANG
DENGAN GRID ELEMEN
PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA
Tugas Akhir
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
SURYADI SIBURIAN 040404012
SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA
Tugas Akhir
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
SURYADI SIBURIAN 04 0404 012
Disetujui oleh: Dosen Pembimbing
NIP.195201901 1981121001 Ir.Sanci Barus. MT
SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
ABSTRAK
Struktur grid terdiri atas elemen-elemen linear kaku panjang sperti balok dimana titik hubung struktur grid ini bersifat kaku.Distribusi momen dan geser pada struktur grid dapat merupakan distribusi pada kedua arah bentangnya secara seimbang.Momen torsi yang terjadi pada semua elemen struktur grid sebagai akibat dari cara struktur tersebut terdefleksi.Tahanan torsi pada elemen struktur yang di asosiasikan dengan hal tersebut memperbesar kekakuan grid secara menyeluruh.Struktur grid ini juga dapat memberikan kekakuan dan menambah kekuatan pada pelat lantai.Dalam hal ini, untuk menambah kekakuan pada konstruksi digunakan struktur grid, yaitu balok-balok yang saling menyilang dan menyatu pada bidang horizontal dimana gaya-gaya dominan yang bekerja adalah tegak lurus bidang tersebut. Dengan memakai struktur grid (balok silang), dapat diketahui pengaruh grid terhadap kekakuan struktur bangunan sehingga diperoleh besar defleksi/lendutan yang terjadi akibat adanya gaya-gaya yang bekerja pada bangunan. Penambahan jumlah grid (balok silang) akan membuat struktur semakin kaku sehingga besarnya defleksi/lendutan yang terjadi dapat dikurangi dan memenuhi peraturan dan keamanan konstruksi.
Pada tugas akhir ini akan dianalisis struktur grid gelagar jembatan baja dengan jumlah batang yang berbeda akibat adanya penambahan jumlah grid(gelagar diafragma) untuk mendapatkan interaksi yang terjadi pada balok-balok grid pengaruh terhadap lendutan dan gaya dalam yang terjadi pada struktur grid. Analisis struktur grid diselesaikan dengan Metode Elemen Hingga (Finite Element Method dengan bantuan SAP 2000 Versi Student.
Dari hasil perhitungan terlihat bahwa semakin banyak jumlah grid (balok silang), maka berat sendiri juga akan semakin besar yang berpengaruh terhadap besarnya lendutan yang terjadi. Namun karena struktur dibuat dalam bentuk elemen grid (balok silang) sehingga lendutan yang terjadi akan semakin kecil serta memenuhi terhadap persyaratan yang telah ditentukan.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugrah, berkat dan karunia-Nya hingga terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul “Analisa Balok Silang Dengan Grid Elemen Pada Struktur Jembatan Baja”.
Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan dan saudara kandung yang senantiasa penulis cintai yang dalam keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Ir. Sanci Barus .MT Selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini
2. Bapak Dr.Ing.Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir.Teruna Jaya, M.Sc. Selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi.
(5)
6. Untuk teman-teman stambuk buat doa, semangat dan dukungannya. May our friendship will be everlasting no matter where we are tomorrow.
7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi jurusan teknik sipil.
Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2010
04 0404 012 Suryadi Siburian
(6)
Kata Pengantar ... i
DAFTAR ISI
Abstrak ... iiiDaftar Isi ... iv
Daftar Notasi ... vii
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar ... xii
BAB I Pendahuluan ... 1
I.1. Latar Belakang Masalah ... 1
I.2. Permasalahan ... 3
I.3. Tujuan Penulisan ... 4
I.4. Pembatasan Masalah ... 5
I.5. Metodologi Pembahasan ... 5
BAB II Tinjauan Pustaka ... 8
II.1. Konsep Dasar Metode Elemen hingga ... 8
II.2. Tegangan dan Regangan dalam Kontinum Elastis ... 10
II.3. Finite Element Methode ... 14
II.4. Fungsi Bentuk dan Peralihan Umum dalam Bentu Operasi Matriks ... 19
II.5. Grid Elemen ... 23
II.5.1. Efek Lentur ... 24
II.5.2. Efek Torsi ... 33
II.5.3. Transformasi pada Sistem Koordinat ... 38
II.5.4. Keseimbangan dan Menentukan Matriks Kekakuan ... 42
(7)
II.5.6. Beban Nodal Ekivalen ... 49
II.6. Rasio Tegangan ... 57
II.6.1. Penampang dan Lentur Simetris ... 57
II.6.2. Perilaku Kestabilan Lateral Balok ... 58
II.6.3. Perencanaan Lateral Balok dengan Metode LFRD ... 60
II.7. Jembatan ... 61
II.7.1. Peraturan Muatan untuk Jembatan ... 63
II.7.2. Kombinasi Muatan untuk Jembatan ... 65
II.8. Data Teknis yang Digunakan ... 66
BAB III Pembahasan Masalah ... 67
III.1. Tinjauan Umum Sistem Balok Grid ... 67
III.2. Berbagai Bentuk Balok Grid ... 69
III.2.a. Sistem Grid Persegi ... 69
III.2.b. Sistem Grid Miring/Diagonal ... 70
III.2.c. Sistem Grid Majemuk ... 71
III.3. Matriks Kekakuan Elemen Grid ... 72
III.4. Transformasi pada Sistem Koordinat ... 75
III.5. Langkah-langkah dalam Menyelesaikan Persoalan Struktur dengan Finite Elemen Methode ... 79
III.6. Contoh perhitungan Balok Silang dengan Metode Elemen Grid/Finite Element Methode………. 80
(8)
BAB IV Pemodelan Dan Aplikasi ... 104 IV.1. Struktur yang Ditinjau ... 104 IV.2. Aplikasi Grid dalam Menghitung Gaya Dalam Pada Sistem Balok
Bersilang pada Gelagar Jembatan Baja ... 123 IV.3. Hasil Analisa SAP 2000 Versi Student ... 124 IV.4. Gaya Batang Dan Tegangan ... 135 IV.5. Penurunan Matriks Kekakuan Bila Sumbu Tidak Rigid(Sendi).... 147 IV.6. Pemodelan Dengan SAP Sumbu Rigid dengan Tingkat Rigid
25%,50%,75% dan 100% ... 152 BAB V Kesimpulan dan Saran ... 156 Daftar Pustaka
(9)
A = Luas potongan penampang
DAFTAR NOTASI
d = Displacement E = Modulus elastisitas Fx = Gaya sejajar sumbu x
Fy = Gaya sejajar sumbu y
G = Modulus geser I = Inersia
J = Inersia Torsi K = Matriks Kekakuan L = Panjang bentang M = Momen
MT = Momen torsi per satuan panjang
nen = Jumlah Titik Nodaln Elemen
= Putaran Sudut P = Gaya Luar Total
py1 = Gaya dalam Arah y pada titik nodal 1 py2 = Gaya dalam Arah y pada titik nodal 2 Pn = Gaya luar yang bekerja pada elemen q = Beban terbagi rata
q1 = PeralihanTitik nodal 1 q2 = Peraliahan Titik nodal 2 r = Jari-jari
(10)
T = Momen torsi
Tu = Momen torsi ultimate
Tn = Momen torsi rencana
u = Translasi dalam arah x v = Translasi dalam arah y w = Translasi dalam arah z wi = Peralihan Vertikal
= Tegangan
Vc = Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
Vu = Gaya geser ultimate
X = Komponen gaya per satuan volume sejajar sumbu x Y = Komponen gaya per satuan volume sejajar sumbu y Yn = Fungsi y yang tidak bergantung pada x
Z = Komponen gaya per satuan volu me sejajar sumbu z a = Panjang terpendek dari sisi rsegiempat
b = Panjang terpanjang dari sisi segiempat bn = Koefisien konstanta
bw = Lebar badan balok
d = Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal ds = Panjang sisi elemen kecil
dx = Panjang sisi elemen kecil yang sejajar sumbu x dy = Panjang sisi elemen kecil yang sejajar sumbu y dz = Panjang sisi elemen kecil yang sejajar sumbu z f’c = Kuat tekan beton yang disyaratkan
(11)
fyv = Kuat leleh tulangan sengkang torsi
k1 = Konstanta tegangan maksimum arah zy untuk tampang persegi
k2 = Konstanta tegangan maksimum arah zx untuk tampang persegi
k3 = Konstanta rasio tegangan maksimum arah zx terhadap arah zy untuk tampang
persegi
k4 = Konstanta inersia torsi untuk tampang persegi
k5 = Konstanta hubungan antara momen torsi dengan tegangan maksimum arah zy
p = Tekanan lateral dalam gaya per satuan luas q = Beban per satuan panjang
s = Spasi tulangan geser atau puntir dalam arah pararel dengan tulangan longitudinal
u = komponen perpindahan elemen dalam arah x v = komponen perpindahan elemen dalam arah y w = komponen perpindahan elemen dalam arah z x, y, z = Sumbu koordinat utama
= Koefisien reduksi untuk geser dan torsi
= Sudut diagonal tekan pada penerapan analogi rangka untuk torsi β = Sudut puntir
γ = Regangan geser
γxy , γyx = Regangan geser sejajar bidang xy
γxz , γzx = Regangan geser sejajar bidang xz
γyz , γzy = Regangan geser sejajar bidang yz
δA = Luasan kecil pada potongan penampang
δP = Resultan gaya yang bekerja pada potongan kecil δA Є = Perpanjangan elemen
(12)
Єx = Perpanjangan elemen dalam arah x
Єy = Perpanjangan elemen dalam arah y
Єz = Perpanjangan elemen dalam arah z
= Laju puntir per satuan panjang = Angka perbandingan Poisson σ = Tegangan normal
σy = Tegangan normal yang sejajar sumbu x
σx = Tegangan normal yang sejajar sumbu y
σz = Tegangan normal yang sejajar sumbu z
τ = Tegangan geser
τxy = Tegangan geser yang sejajar sumbu y dan tegak lurus sumbu x
τxz = Tegangan geser yang sejajar sumbu z dan tegak lurus sumbu x
τyx = Tegangan geser yang sejajar sumbu x dan tegak lurus sumbu y
τyz = Tegangan geser yang sejajar sumbu z dan tegak lurus sumbu y
τzx = Tegangan geser yang sejajar sumbu x dan tegak lurus sumbu z
τzy = Tegangan geser yang sejajar sumbu y dan tegak lurus sumbu z
= Fungsi torsi
(13)
Tabel.2.2 : Beban Nodal Ekuivalen (BNE) untuk Grid... 52
DAFTAR TABEL
Tabel.2.3 : Gaya Internal Ekuivalen(GIE) untuk Grid ... 54Tabel.2.7 : Kombinasi Muatan Untuk Jembatan jalani ... 65
Tabel.3.6 : Data Elemen Grid ... 83
Tabel.3.2 : Gaya Batang Akbat Beban Mati ... 96
Tabel.3.3 : Gaya Batang akibat Beban Hidup... 100
(14)
Gambar.1.1 : Respon Gaya Dalam ... 2
DAFTAR GAMBAR
Gambar.2.1 : Tegangan pada sebuah elemen yang sangat kecil ... 11Gambar 2.2 : Elemen Aksial ... 20
Gambar.2.3 : Arah Positif Gaya Nodal Struktur Dalam Sistem Global ... 23
Gambar.2.4 : Sistem Koordinat Lokal Elemen ... 24
Gambar.2.5 : Gaya dan Peralihan Elemen Positif ... 25
Gambar.2.6 : Elemen Lentur dan Fungsi Bentuk ... 27
Gambar.2.7 : Deformasi Lentur ... 30
Gambar.2.8 : Elemen Torsi dan Fungsi Bentuk ... 33
Gambar.2.9 : Deformasi Torsi ... 34
Gambar.2.10 : Transformasi koordinat local ke koo rdinat Global ... 38
Gambar.2.12 : Freebody gaya-gaya dalam ... 45
Gambar.2.13 : Reaksi Tumpuan dan Displacement pada Grid ... 48
Gambar.2.16 : Elemen Lentur dengan Pembebanan Merata ... 50
Gambar.2.17 : Balok dengan Lentur Murni ... 57
Gambar.2.18 : Modulus Elastis Untuk bentuk yang Simetris ... 58
Gambar.3.1 : Elemen Grid ... 68
Gambar.3.2.a : Sistem Grid Persegi ... 69
Gambar.3.2.b : Sistem Grid Miring ... 70
Gambar.3.2.c : Sistem Grid Majemuk ... 71
Gambar.3.3 : Transformasi ke Sumbu Global ... 74
Gambar 3.7 : Gambar gaya yang terjadi ... 103
Gamabar 4.1 : Gambar model ... 107
(15)
Gambar 4.3 : Alternatif Penempatan Beban Lajur “D”pada Gelagar Rencana ... 119 Gambar 4.4 : Penempatan Beban Lajur “D”pada gelagar Rencana ... 120 Gambar 4.5 : Pendistribusian Beban Amplop pada Struktur Grid Untuk beban Mati
... 121 Gamabar 4.6 : Pendistribusian Beban amplop pada struktur Grid untuk beban hidup
(16)
ABSTRAK
Struktur grid terdiri atas elemen-elemen linear kaku panjang sperti balok dimana titik hubung struktur grid ini bersifat kaku.Distribusi momen dan geser pada struktur grid dapat merupakan distribusi pada kedua arah bentangnya secara seimbang.Momen torsi yang terjadi pada semua elemen struktur grid sebagai akibat dari cara struktur tersebut terdefleksi.Tahanan torsi pada elemen struktur yang di asosiasikan dengan hal tersebut memperbesar kekakuan grid secara menyeluruh.Struktur grid ini juga dapat memberikan kekakuan dan menambah kekuatan pada pelat lantai.Dalam hal ini, untuk menambah kekakuan pada konstruksi digunakan struktur grid, yaitu balok-balok yang saling menyilang dan menyatu pada bidang horizontal dimana gaya-gaya dominan yang bekerja adalah tegak lurus bidang tersebut. Dengan memakai struktur grid (balok silang), dapat diketahui pengaruh grid terhadap kekakuan struktur bangunan sehingga diperoleh besar defleksi/lendutan yang terjadi akibat adanya gaya-gaya yang bekerja pada bangunan. Penambahan jumlah grid (balok silang) akan membuat struktur semakin kaku sehingga besarnya defleksi/lendutan yang terjadi dapat dikurangi dan memenuhi peraturan dan keamanan konstruksi.
Pada tugas akhir ini akan dianalisis struktur grid gelagar jembatan baja dengan jumlah batang yang berbeda akibat adanya penambahan jumlah grid(gelagar diafragma) untuk mendapatkan interaksi yang terjadi pada balok-balok grid pengaruh terhadap lendutan dan gaya dalam yang terjadi pada struktur grid. Analisis struktur grid diselesaikan dengan Metode Elemen Hingga (Finite Element Method dengan bantuan SAP 2000 Versi Student.
Dari hasil perhitungan terlihat bahwa semakin banyak jumlah grid (balok silang), maka berat sendiri juga akan semakin besar yang berpengaruh terhadap besarnya lendutan yang terjadi. Namun karena struktur dibuat dalam bentuk elemen grid (balok silang) sehingga lendutan yang terjadi akan semakin kecil serta memenuhi terhadap persyaratan yang telah ditentukan.
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Dua hal utama yang dialami oleh suatu balok adalah kondisi tekan dan tarik yang antara lain karena adanya pengaruh lentur ataupun gaya lateral.Balok adalah anggota struktur yang paling utama mendukung beban luar serta berat sendirinya oleh momen dan gaya geser.Beban luar pada balok menyebabkan terjadinya gaya-gaya internal dan tegangan terkait serta deformasi.Suatu balok dibebani akan timbul resultante tegangan yang secara umum terdiri dari tiga gaya dan tiga kopel.Gaya-gaya tersebut adalah gaya aksial Nx,gaya geser Dy,Dz dan kopelnya adalah momen puntir Mx dan Mz. Deformasi batang dapat dianalisa dengan meninjau masing-masing resultante tegangan secara terpisah dan menetapkan pengaruhnya pada elemen batang. Tegangan aktual yang timbul pada balok tergantung pada besar dan distribusi material pada penampang melintang elemen struktur. Pada dasarnya semakin besar balok,semakin kecil tegangannya.
Bila suatu struktur diberi beban, batangnya akan mengalami deformasi ( perubahan bentuk yang kecil ) sehingga titik-titik pada struktur akan berpindah keposisi
yang baru. Umumnya semua titik pada struktur kecuali tumpuan yang tidak dapat bergerak akan mengalami perpindahan. Deformasi tersebut menimbulkan respons gaya dalam.
(18)
Gambar 1.1 Respon gaya dalam.
Dalam menentukan dimensi balok dan kolom pada struktur harus memperhatikan masalah kekuatan dan biaya,terutama pada saat ini harga material semakin mahal,banyak orang menunda bahkan membatalkan proyek karena masalah biaya bangunan yang mahal,oleh karena itu dalam merencanakan struktur bangunan sangat perlu diperhatikan masalah tersebut.Analisis perhitungan yang dilakukan diharapkan dapat memperoleh hasil yang aman dan ekonomis.Hasill yang diharapkan adalah hasil yang mempunyai harga yang ekonomis tetapi tetap mampu mendukung beban struktur dengan aman.
Balok dapat disusun sedemikian rupa sesuai keperluan desain,dalam hal ini disusun secara bersilangan. Balok silang adalah struktur bidang yang dibentuk oleh balok menerus yang saling bertemu atau bersilangan dimana pertemuan dari sambungan tersebut adalah kaku.Berbeda dari portal gaya luar berada dalam bidang struktur, gaya luar pada balok silang tegak lurus bidang struktur, dan vektor momen semua kopel berada dalam bidang balok. Arah beban seperti ini dapat menimbulkan puntir dan lenturan pada sejumkah batang. Penampang lintang setiap batang memiliki dua sumbu simetri, sehingga lenturan dan puntir tidak saling bergantungan.
(19)
Beberapa keuntungan dari sistem struktur grid adalah:
1. Mempunyai kekakuan yang besar, terutama pada bentang lebar, sehingga dapat memberikan kekakuan arah horizontal yang lebih besar pada portal-bangunannya. 2. Mempunyai bentuk yang seragam dengan berbagai variasi dan cetakannya dapat
digunakan berulang kali.
3. Dapat mendistribusikan beban dan momen pada kedua arah bentangnya secara merata dengan ukuran model grid yang dapat dikembangkan sebagai kelipatan dari bentang kolom-kolomnya.
4. Mempunyai sifat fleksibilitas ruang yang cukup tinggi dan sederhana sehingga lebih luwes dalam mengikuti pembagian panel-panel eksterior maupun partisi interiornya.
I.2 PERMASALAHAN
Pemakaian balok silang ( grid ) pada struktur jembatan yang terbuat dari baja yang akan dibahas pada tugas akhir ini harus didesain sedemikian rupa dan balok tersebut harus efisien.Pada tugas akhir ini akan dilihat sejauh mana kekakuan grid balok tersebut mengurangi lendutan dan momen. Apakah dengan menambah grid memperkecil momen dan lendutan yang terjadi.Adapun yang ditemuakan dalam struktur ini adalah konstribusi balok anak(gelagar melintang) pada gelagar memanjang agar struktur tersebut semakin kaku dan stabil.Dengan menambah balok anak pada stuktur,sudah pasti akan menambah berat sendiri pada saat itulah diperhitungkan apakah struktur itu aman terhadap momen dan lendutan.
(20)
Kekakuan struktur pada bangunan ini dapat dihitung dengan menggunakan metode elemen hingga.Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
K =
Adapun struktur yang ditinjau pada tugas akhir ini adalah struktur jembatan baja dengan panjang bentang 30 m ; 6 gelgar memanjang jarak 1,5 m dan lebar bentang 7,5 m dan balok yang dipakai tersebut harus didesain seefisien mungkin serta dengan penambahan grid balok tersebut harus dapat mengurangi lendutan yang terjadi dan jembatan tersebut aman.
I.3 TUJUAN PENULISAN
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah mengetahui pengaruh grid (balok silang) terhadap kekakuan struktur gelagar jembatan.Didalam tugas akhir ini akan dibahas seberapa besar konstribusi balok anak terhadap gaya-gaya yang bekerja pada jembatan tersebut.Baik gaya dalam maupun gaya yang berasal dari luar.
3
12
L EI
0 6 2 L
EI
-123 L
EI
0 6 2 L
EI
0 L Gj
0 0 -L Gj 0 2 6 L EI 0 L EI 4
-6 2 L EI 0 L EI 2
-123 L
EI
0 -6 2 L
EI
123 L
EI
0 -6 2 L
EI
0 -L Gj
0 0 L Gj 0 2 6 L EI 0 L EI 2
-6 2 L EI 0 L EI 4
(21)
I.4 PEMBATASAN MASALAH
Yang menjadi batasan masalah adalah :
1. Model struktur bangunan yang ditinjau disederhanakan menjadi grid 2. Menganalisa momen dan lendutan (displacement)
3. Perletakan jepit sempurna atau sendi 4. Elemen elastic dan homogen
5. Kekakuan lantai tidak diikutkan
6. Beban beban mati dan beban hidup kendaraan
Model yang digunakan untuk aplikasi pada tugas akhir ini adalah model system balok bersilang pada gelagar jembatan /deck jembatan.Analisis struktur dilakukan dengan Finite Element Methode untuk grid elemen.
I.5 METODE PEMBAHASAN
Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan yang berhubungan dengan pembahasan Tugas Akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.Adapun hasil dari analisa kumpulan data-data tersebut akan dihitung dengan program komputer. Penganalisaan struktur akan dilakukan dengan grid elemen dengan bantuan program komputer SAP2000 untuk mempercepat perhitungan.
(22)
Berikut ini adalah metodologi yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini : I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang Masalah I.2. Permasalahan
I.3. Maksud dan Tujuan I.4. Pembatasan Masalah I.5. Metodologi Pembahasan II. Tinjauan Pustaka
II.1. Konsep Dasar Metode Elemen Hingga
II.2. Tegangan dan Regangan Dalam Kontinum Elastis II.3. Finite Element method
II.4. Fungsi Bentuk dan Peralihan Umum dalam Bentuk Opersi Matriks II.5. Grid Elemen
II.5.1 Efek Lentur II.5.2 Efek Torsi
II.5.3 Transformasi pada Sistem Koordinat
II.5.4 Keseimbangan dan Menentukan Matriks Kekakuan II.5.5 Syarat Keseimbangan
II.5.6 Beban Nodal Ekivalen II.6 Rasio Tegangan
II.6.1 Penampang dan Lentur Simetris II.6.2 Perilaku Kestabilan Lateral Balok
II.6.3 Perencanaan Lateral Balok dengan Metode LFRD II.7 Jembatan
(23)
II.7.2 Kombinasi Muatan untuk Jembatan II.8 Data teknis yang digunakan
III. Pembahasan Masalah
III.1. Tinjauan Umum Sistem Balok Grid III.2. Berbagai Bentuk Balok Grid
III.2.a Sistem Grid Persegi
III.2.b Sistem Grid Miring/Diagonal III.2.c Sistem Grid Majemuk
III.3. Matriks Kekakuan Elemen Grid III.4. Transformasi pada Sistem Koordinat
III.5. Langkah-langkah dalam menyelesaikan persoalan struktur dengan Finite Element Methode
III.6. Contoh Perhitungan Balok Silang dengan Metode Element Grid /Finite Element MEthode
III.7. Perhitungan Balok Silang dengan Menggunakan SAP 2000 IV. Pemodelan dan Aplikasi
IV.1. Struktur yang Ditinjau
IV.2. Aplikasi Grid Dalam Menghitung Gaya Dalam Pada Sistem Balok Bersilang Pada Gelagar Jembatan Baja
IV.3. Hasil Analisa SAP 2000 Versi Student
IV.3.a. Interaksi Balok Grid Yang Terjadi Pada Gelagar Memanjang Akibat Penambahan Gelagar Diafragma Pengaruhnya Pada Lendutan
IV.3.b. Interaksi Balok Grid Yang Terjadi Pada Gelagar Memanjang Akibat Penambahan Gelagar Diafragma Pengaruhnya Terhadap Gaya Dalam
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Konsep Dasar Metode Elemen Hingga
Struktur dalam istilah teknik sipil adalah rangkaian elemen-elemen yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Elemen adalah susunan materi yang mempunyai bentuk relatif teratur. Elemen ini akan mempunyai sifat-sifat tertentu yang tergantung kepada bentuk fisik dan materi penyusunnya. Bentuk fisik dan materi penyusun elemen tersebut akan menggambarkan totalitas dari elemen tersebut. Totalitas sifat elemen inilah yang disebut dengan kekakuan elemen. Jika diperinci maka sebuah struktur mempunyai Modulus Elastis (E), Modulus Geser (G), Luas Penampang (A), Panjang (L) dan Inersia (I). Inilah satu hal yang perlu dipahami didalam pemahaman elemen hingga nantinya, bahwa kekakuan adalah fungsi dari E,G,A,L,I.
Kontinum dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, maka elemen kecil ini disebut elemen hingga. Proses pembagian kontinum menjadi elemen hingga disebut proses “diskretisasi” (pembagian). Dinamakan elemen hingga karena ukuran elemen kecil ini berhingga (bukannya kecil tak berhingga) dan umumnya mempunyai bentuk geometri yang lebih sederhana dibanding dengan kontinumnya.
Dengan metode elemen hingga kita dapat mengubah suatu masalah dengan jumlah derajat kebebasan tertentu sehingga proses pemecahannya akan lebih sederhana. Misalnya suatu batang panjang yang bentuk fisiknya tidak lurus, dipotong-potong sependek mungkin sehingga terbentuk batang-batang pendek yang relatif lurus. Maka pada bentang yang panjang tadi disebut kontinum dan batang yang pendek disebut elemen hingga.
(25)
Suatu bidang yang luas dengan dimensi yang tidak teratur, dipotong-potong berbentuk segi tiga atau bentuk segi empat yang beraturan. Bidang yang dengan dimensi tidak beraturan tadi disebut kontinum, bidang segitiga atau segi empat beraturan disebut elemen hingga. Dan banyak lagi persoalan yang identik dengan hal diatas. Maka dari sini dapat dikatakan bahwa elemen hingga merupakan elemen diskrit dari suatu kontinum yang mana perilaku strukturnya masih dapat mewakili perilaku struktur kontinumnya secara keseluruhan.Pendekatan dengan elemen hingga merupakan suatu analisis pendekatan yang berdasarkan asumsi peralihan atau asumsi tegangan, bahkan dapat juga berdasarkan kombinasi dari kedua asumsi tadi dalam setiap elemennya.
Karena pendekatan berdasarkan fungsi peralihan merupakan teknik yang sering sekali dipakai, maka langkah-langkah berikut ini dapat digunakan sebagai pedoman bila menggunakan pendekatan berdasarkan asumsi tersebut :
1. Bagilah kontinum menjadi sejumlah elemen (Sub-region) yang berhingga dengan geometri yang sederhana (segitiga, segiempat. dan lain sebagainya).
2. Pada titik-titk pada elemen yang diperlakukan sebagai titik nodal, dimana syarat keseimbangan dan kompatibilitas dipenuhi.
3. Asumsikan fungsi peralihan pada setiap elemen sedemikian rupa sehingga peralihan pada setiap titik sembarangan dipengaruhi oleh nilai-nilai titik nodalnya.
4. Pada setiap elemen khusus yang dipilih tadi harus dipenuhi persyaratan hubungan regangan peralihan dan hubungan rengangan-tegangannya.
5. Tentukan kekakuan dan beban titik nodal ekivalen untuk setiap elemen dengan menggunakan prinsip usaha atau energi.
(26)
7. Selesaikan persamaan keseimbangan ini untuk mencari peralihan titik nodal. 8. Hitung tegangan pada titik tertentu pada elemen tadi.
9. Tentukan reaksi perletakan pada titik nodal yang tertahan bila diperlukan.
II.2 Tegangan Dan Regangan Dalam Kontinum Elastis
Dalam pembahasan ini diasumsikan bahwa kontinum yang dianalisis terdiri atas materal elastis dengan regangan kecil. Hubungan antara regangan dan tegangannya dapat digambarkan dalam suatu sistem koordinat ortogonal yang mengikuti kaidah tangan kanan misalnya dalam sebuah koordinat cartesius.
Gambar 2.1 memperlihatkan sebuah elemen yang amat kecil dalam sumbu koordinat Cartesius yang panjang sisi-sisinya dinyatakan dengan dx, dy, dan dz. Tegangan normal dan tegangan geser digambarkan dengan anak panah pada permuakaan elemen tadi. Tegangan normal diberi notasi x, y, dan z, sedangkan tegangan geser diberi notasi τxy, τyz, dan
(27)
Dari persamaan keseimbangan elemen tadi didapatkan hubungan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Tegangan pada sebuah elemen yang sangat kecil
(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr)
τxy = τyx τyz = τzy τzx = τxz………. (a)
Tegangan – regangan yang dilukiskan dalam gambar akan menimbulkan regangan normal dan regangan geser. Regangan normal εx, εy, dan εz didefinisikan sebagai:
ε
x =ε
y =ε
z = ………. (b)dimana u, v, dan w merupakan translasi dalam arah x, y, dan z. Regangan geser, γxy, γyz dan
lain-lain dinyatakan dalam rumus berikut ini:
γxy =
+
= γyx; γyz =+
= γzy; γzx =+
= γxz .….. (c)(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr)
x
τxy
τxz
τzy z
τyx
τyz y
τzx
z,w
y,v
x,u dz
(28)
Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa hanya ada tiga regangan geser yang bebas. Untuk mempermudah, keenam tegangan bebas beserta keenam regangannya akan dituliskan dalam bentuk matriks kolom (atau vektor) seperti berikut:
σ = =
ε
= = ……… (d)Hubungan tegangan – regangan untuk material isotropik diturunkan dari teori elastisitas seperti berikut ini:
ε
x = =ε
x = = …….………. (e)ε
x = =(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr)
Dimana G =
Dalam persamaan ini E = modulus elastisitas (modulus Young), G = modulus geser, dan v = rasio Poisson. Dalam bentuk matriks, hubungan yang terdapat pada persamaan dapat dituliskan sebagai:
(29)
dimana
C = ……… (2.2 – 2)
Matriks C merupakan operator yang menghubungkan vektor regangan ε dengan vektor tegangan σ. Dan dengan meng-invers persamaan (2.2 – 1) didapatkan hubungan tegangan – regangan seperti berikut ini:
σ = E ε………..……… (2.2 – 3)
dimana
E =C -1 = (2.2 – 4)
Matriks E adalah operator yang menghubungkan vektor tegangan σ dengan vektor regangan
ε.
(30)
II.3 Finite Element Method
Dalam pembahasan ini, persamaan-persamaan metode elemen hingga akan diturunkan dengan menggunakan prinsip usaha virtual. Sebuah elemen hingga tiga dimensi yang terletak pada salib sumbu cartesius dengan koordinat x, y, dan z.
Peralihan umum (general displacement) yang terjadi pada sembarang titik dalam elemen dinyatakan dengan vektor kolom u:
u = ………... (2.3 – 1)
dimana u, v, dan w berturut-turut merupakan translasi dalam arah x, y, dan z.
Gaya tubuh (body forces) yang bekerja pada elemen, gaya-gaya ini akan dimasukkan ke dalam vektor b, seperti berikut:
b = ………... (2.3 – 2)
Notasi bx, by, dan bz mewakili komponen-komponen gaya (persatuan voume, luas atau
panjang) yang bekerja pada sembarang titik sesuai dengan arah x, y, dan z.
Peralihan titik nodal (nodal displacement) q yang diperhitungkan hanyalah berupa translasi dalam arah x, y, dan z. Bila nen = jumlah titik nodal elemen, maka:
q = {q i} (i = 1,2,...,nen) ………... (2.3 – 3)
(31)
Gaya titik nodal (nodal actions) p diambil dalam arah x, y, dan z:
p = {pi} (i = 1,2,...,nen) ………... (2.3 – 4)
dimana:
pi = ……… (b)
Hubungan antara peralihan umum dan peralihan titik nodal dinyatakan oleh fungsi bentuk peralihan (displacement shape function) sebagai berikut:
u = f q………. (2.3 – 5)
Dalam persamaan ini notasi f adalah matriks segiempat yang menunjukkan bahwa u sepenuhnya tergantung pada q.
Hubungan regangan-peralihan diperoleh dengan menurunkan matriks peralihan umum. Proses ini ditunjukkan dalam pembentukan matriks d yang disebut operator diferensial linier dan dapat dinyatakan dalam bentuk perkalian matriks:
ε = d u………. (2.3 – 6)
Dalam persamaan ini operator d menyatakan hubungan antara vektor regangan ε dengan vektor peralihan umum (vektor u). Dengan substitusi persamaan (2.3 – 5) ke dalam (2.3 – 6) diperoleh:
ε = B q………. (2.3 – 7)
dimana:
(32)
Matriks B menunjukkan regangan yang terjadi pada sembarang titik dalam elemen akibat satu satuan peralihan titik nodal.
Dari persamaan (2.2 – 3) telah diperoleh hubungan tegangan – regangan dalam bentuk matriks sebagai berikut:
σ = E ε……… (2.3 – 9)
dimana E adalah matriks yang menghubungkan tegangan σ dan regangan ε. Dengan mensubstitusikan persamaan (2.4 – 7) ke dalam (2.4 – 9) diperoleh:
σ = E B q……… (2.3 – 10)
dimana perkalian E B menunjukkan tegangan pada sembarang titik bila terjadi satu satuan peralihan titik nodal.
Prinsip usaha virtual: Bila ada suatu struktur dalam keadaan seimbang, dikerjakan
suatu peralihan virtual yang kecil dalam batas-batas deformasi yang masih dapat diterima, maka usaha virtual dari beban luar tadi sama dengan energi regangan virtual dari tegangan dalamnya. Bila prinsip di atas kita terapkan pada elemen hingga, akan diperoleh:
δUe= δWe………... (2.3 – 11)
dimana δU adalah energi regangan virtual dari tegangan dalam dan δW merupakan
usaha virtual beban luar yang bekerja pada elemen. Untuk memperoleh kedua nilai tersebut, diasumsikan adanya peralihan virtual kecil yang dinyatakan dalam vektor δq. Jadi,
(33)
Kemudian peralihan umum virtual akan menjadi:
δu = f δq……….. (d)
Dengan menggunakan hubungan regangan peralihan dalam persamaan (2.2 – 7), kita
dapatkan:
δε= B δq……….……. (e)
Energi regangan virtual dalam δU dapat dituliskan sebagai berikut:
δUe = ……….….. (f)
Usaha virtual luar dari gaya titik nodal dan gaya tubuh menjadi:
δWe = ………. (g)
Dengan substitusi persamaan (f) dan (g) ke dalam persamaan (2.3 – 11) akan dihasilkan:
= ………... (h)
Kemudian substitusi persamaan (2.3 – 9) untuk mengganti σ, dan dengan menggunakan transpose dari persamaan (d) dan (e) akan diperoleh:
= ………. (i)
Selanjutnya, substitusi persamaan (2.3 – 7) untuk nilai serta bagilah ruas kiri dan kanan dengan sehingga persamaan (i) akan menjadi:
(34)
Persamaan (j) dapat dituliskan kembali menjadi:
K q = p + pb………..……… (2.3 – 12) dimana
K = ………... (2.3 – 13)
dan
pb = ………... (2.3 – 14)
(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr)
Matriks K dalam persamaan (2.3 – 13) adalah matriks kekakuan elemen, yaitu gaya yang terjadi pada titik nodal akibat adanya satu satuan peralihan titik nodal. Sedangkan vektor pb pada persamaan (2.3 – 14) menunjukkan gaya nodal ekuivalen akibat bekerjanya gaya tubuh dalam vektor b.
Tegangan dan regangan yang diturunkan di atas hanya bergantung pada peralihan titik nodal. Bila terjadi regangan awal 0, maka regangan total dapat dituliskan sebagai berikut:
= 0 + C ………. (2.3 – 15)
dimana C adalah matriks hubungan regangan – tegangan. Dari persamaan (2.2 – 4) telah kita dapatkan:
C = -1………... (2.3 – 16)
Dengan menyelesaikan vektor tegangan pada persamaan (2.3 – 15) akan diperoleh: = E( – 0)………. (2.3 – 17)
(35)
Bila persamaan ini digunakan untuk mengganti dalam persamaan (h), maka akhirnya rumus tersebut akan menghasilkan:
K q = p + pb + p0……….. (2.3 – 18) dimana
p0 = ………. (2.3 – 19)
Kita dapat menganggap vektor p0 merupakan beban titik nodal ekuivalen akibat regangan awal, sama halnya dengan yang ditimbulkan oleh perubahan temperatur.
II.4 Fungsi Bentuk Dan Peralihan Umum Dalam Bentuk Operasi Matriks
Asumsikan bahwa fungsi peralihan dinyatakan sebagai perkalian antara matriks geometri q dengan vektor dari konstanta sembarang c sebagai berikut:
u = g c……… (2.4 – 1) Kemudian dicari operator g untuk setiap titik nodal sehingga:
q = h c……… (2.4 – 2) Di mana, h = { gi }(i = 1,2,...,nen)………. (a)
dan g1 menunjukkan matriks g yang dihitung pada titik nodal ke i. Dengan mengasumsikan bahwa matriks h adalah matriks bujur sangkar dan nonsingular, carilah konstanta c dalam persamaan (2.4 – 2):
c = h-1 q………... (2.4 – 3) Substitusikan persamaan (2.4 – 3) ke dalam (2.4 – 1) untuk memperoleh:
(36)
f = g h-1………... (2.4 – 4)
Sebagai contoh, untuk elemen aksial 1 dimensi asumsikan bahwa peralihan u di sembarang titik pada elemen merupakan fungsi linier dari x, seperti berikut ini:
u = c1 + c2 x (fungsi peralihan)……….… (c)
Gambar 2.2 Elemen aksial dalam bentuk matriks:
u = [1 x] ………. (d)
dari persamaan (2.4 – 1) diperoleh:
g = [1 x]... (e) L
x q2
q1
x
1 2
1
1
f1
f2
(a)
(b)
(c)
q1 q2
u x
(37)
fungsi peralihan ini dapat dinyatakan dalam fungsi bentuk peralihan dengan mencari kedua konstantanya, yaitu c1 dan c2.
Pada x = 0, didapat c1 = q1 ; untuk x = L akan diperoleh q2 = c1 + c2 L
Jadi c2 = (q2 – q1)/L. Bila konstanta ini disubstitusikan ke dalam persamaan (c) akan
diperoleh:
u = q1+ x………... (f)
Persamaan ini bukan lagi merupakan fungsi konstanta, melainkan fungsi dari peralihan titik nodal. Bila persamaan (f) digabungkan dengan (2.3 – 5) maka akan dapat dituliskan kembali menjadi:
u = = f q……….…. (g)
dimana fungsi bentuk yang didapat dalam bentuk matriks sebagai berikut:
f = [ f1 f2 ] =
Kedua fungsi bentuk peralihan ini diperlihatkan dalam Gambar 2.6 (b) dan (c).
Fungsi bentuk peralihan (shape function) bisa juga diperoleh dengan menghitung matriks g pada titik nodal 1 dan 2 [lihat persamaan (2.4 – 2)]:
= ………..……. (h)
sehingga diperoleh:
(38)
invers dari matriks h adalah:
h-1 = ……….…… (j)
kemudian dari persamaan (2.4 – 4) diperoleh:
f = g h-1 =
,
yang sama dengan persamaan (g).Hubungan regangan peralihan untuk elemen aksial hanya terdiri dari satu turunan saja sesuai persamaan (b) dalam sub-bab 2.2:
ε =
ε
x = d u ==
= B q
maka: B =
=
[-1 1]
Dengan cara yang sama, didapat hubungan tegangan – regangan [persamaan (2.3 – 9) dan (2.3 – 10)] sebagai berikut:
σ = σx = E ε = E εx = EB q
Jadi: E = E dan E B =
[-1 1]
……… (k)Dengan mengasumsikan luas penampang A besarnya konstan, maka kekakuan elemen dapat dihitung dari persamaan (2.3. – 13) seperti berikut ini:
K = =
[-1 1]
K =
(39)
II.5 Grid Element
Grid adalah sebuah struktur yang terbentuk dari rangkaian balok-balok yang terhubung secara kaku pada nodal, dimana seluruh balok dan nodal tersebut berada pada bidang (X-Y) yang sama. Penggambaran ini identik dengan penggambaran portal bidang. Perbedaan antara struktur grid dan portal terletak pada arah beban yang bekerja pada struktur dan respons struktur terhadap beban tersebut. Pada portal bidang seluruh beban bekerja pada bidang portal dan seluruh peralihan juga terjadi pada bidang tersebut.
Balok-balok portal mengalami lentur dan deformasi aksial pada arah bidang. Pada struktur grid seluruh beban bekerja pada arah tegak lurus bidang, demikian juga dengan peralihan yang terjadi. Balok-balok grid mengalami lentur keluar bidang dan juga puntir.
Sistem koordinat global yang akan kita pakai untuk menempatkan struktur grid adalah pada bidang X-Y. Beban vertikal akan bekerja pada arah Z dan momen nodal bekerja pada bidang grid seperti tampak pada Gambar 2.3. Gambar 2.4 memperlihatkan sistem koordinat lokal elemen yang digunakan.
Gambar 2.3 Arah Positif Gaya Nodal Struktur dalam Sistem Global
(Sumber : Metode Elemen Hingga Untuk Skeletal, Prof. Dr. Ir. Irwan Katili)
f
ziMxi
M
yiY Z
(40)
Pada elemen grid, terdapat efek lentur terhadap sumbu horizontal penampang seperti halnya balok, dan juga efek puntir terhadap sumbu batang, yang berarti dapat menahan momen torsi. Karenanya, pada setiap nodal terdapat: peralihan vertikal wi, rotasi terhadap sumbu horizontal penampang (arah y) akibat momen lentur, dan rotasi terhadap sumbu elemen akibat torsi. Tiap nodal mempunyai 3 derajat kebebasan (wi, θxi, θyi ).
Gambar 2.4 Sistem Koordinat Lokal Elemen
(Sumber : Metode Elemen Hingga Untuk Skeletal, Prof. Dr. Ir. Irwan Katili)
II.5.1 Efek Lentur
Efek lentur akan terjadi terhadap sumbu y elemen, dan efek puntir terjadi terhadap sumbu x elemen. Peralihan nodal dan gaya batang dianggap positif bila bekerja pada arah koordinat positif. Kita gunakan aturan tangan kanan unuk arah efek lentur dan torsi. Gambar 2.5 menunjukkan arah positif untuk gaya dan peralihan elemen. θx1, θy1, θx2, dan θy2 adalah rotasi, sedangkan w1 dan w2 adalah translasi pada arah z.
z
y
(41)
Gambar 2.5 Gaya dan Peralihan Elemen Positif
(Sumber : Metode Elemen Hingga Untuk Skeletal, Prof. Dr. Ir. Irwan Katili)
Gambar 2.5 melukiskan elemen lentur (flexural element) lurus yang melendut pada bidang utama x-z. Dalam gambar ditentukan adanya sebuah peralihan umum w, yaitu translasi dalam arah z. Jadi:
u = w
Gaya tubuh yang ditinjau merupakan komponen tunggal bz (gaya per satuan panjang) yang
bekerja dalam arah z. Maka:
b = bz
Pada titik nodal 1 [lihat gambar 2.6 (a)]:
q1 : translasi dalam arah z dan rotasi kecil dalam arah y (mata panah tunggal) q2 : rotasi kecil dalam arah y ( mata panah ganda)
Hal yang sama juga berlaku untuk titik nodal 2 peralihan yang diberi nomor 3 dan 4 berturut-turut merupakan translasi dan rotasi yang kecil. Maka, vektor peralihan titik nodal akan menjadi:
z
fz1,w1
y Mx1,θx1
x My2,θy2
My1,θy1
Mx2 ,θx2 fz2,w2
(42)
q = {q1, q2, q3, q4} = {w1, θy1, w2, θy2}……….... (a*)
dimana:
θy1 =
θy2 =
Turunan (putaran sudut) ini dapat dianggap sebagai suatu rotasi yang kecil walaupun sebenarnya mempengaruhi perubahan translasi pada titik nodal tersebut. Aksi titik nodal yang terjadi pada titik nodal 1 dan 2 adalah:
p = {p1, p2, p3, p4} = {py1, Mx1, py2, Mx2}
py1 dan py2 : gaya dalam arah y pada titik nodal 1 dan 2
Mz1 dan Mz2 : momen dalam arah y pada titik nodal 1 dan 2
Karena ada 4 peralihan titik nodal, fungsi peralihan lengkap untuk elemen lentur ini dapat diasumsikan sebagai berikut:
w = c1 + c2 x + c3 x2 + c4 x3……….……. (a)
(Sumber: Bahan kuliah Metode Elemen Hingga, Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan)
matriks translasi g menjadi:
(43)
Peralihan kedua (rotasi) pada setiap titik nodal memiliki hubungan diferensial dengan peralihan yang pertama (translasi). Matriks rotasi (turunan pertama g terhadap x)adalah: = [0 1 2x 3x2]……… (c)
Gambar 2.6 Elemen Lentur dan Fungsi Bentuk
(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr)
1 1 1
1
(a)
(b)
(e) (c)
(d)
z
y
x w
(44)
Bentuk matriks h dari kedua nodal 1 (x = 0) dan nodal 2 (x = L):
h = = ………. (d)
invers dari matriks h adalah:
h-1 = ………..… (e)
Dari mengalikan kembali h-1 dengan g akan diperoleh matriks fungsi bentuk peralihan dalam matriks f sebagai berikut:
f = g h-1 =
[
f1 f2 f3 f4]
f =
[
1 x x2 x3]
f =
[
2x3 – 3x2 L + L3 x3L – 2x2 L2 + xL3 - 2x3 + 3x2 Lx3 L – x2 L2
]
……….. (f) dimana fungsi bentuk yang didapat adalah:f1 =
(translasi pada titik 1 terhadap sumbu-z elemen: wz1)
f2 =
(rotasi pada titik 1 terhadap sumbu-y elemen: θy1)
f3 =
(translasi pada titik 2 terhadap sumbu-z elemen: wz2)
f4 =
(rotasi pada titik 2 terhadap sumbu-y elemen: θy2)
(45)
Keempat fungsi bentuk ini dilukiskan dalam Gambar 2.6 (b), (c), (d), dan (e) yaitu perubahan
w sepanjang elemen akibat dari satu satuan peralihan titik nodal dari keempat arah peralihan
q1, q2, q3, dan q4.
Hubungan regangan-peralihan dapat diturunkan untuk elemen lentur dengan mengasumsikan bahwa penampang yang rata akan tetap rata selama deformasi seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.7. Translasi u dalam arah x pada setiap titik dalam penampang adalah:
u = - y ……….. (g)
dengan menggunakan hubungan ini, kita dapat memperoleh persamaan regangan lentur:
ε
x = = - y = - yø
………...……. (h)dengan
ø
adalah kelengkungan.ø
= ……….…… (i)Dari persamaan (h) dapat kita lihat bahwa operator diferensial linier d yang menghubungkan
ε
xdengan w adalah:(46)
Gambar 2.7 Deformasi Lentur
Kemudian persamaan (2.3 – 8) akan memberikan matriks regangan-peralihan B seperti di bawah ini:
B = d f =
[
12x - 6L 6xL - 4L2 -12x + 6L 6xL - 2L2]
.. (k)(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr)
Hubungan antara tegangan lentur σx dan regangan lentur εx dinyatakan dengan:
σx =E εx……….. (l)
Maka:
E = E dan E B = E B……….... (m)
Kekakuan elemen dapat diperoleh dari persamaan (2.3 – 13) dan akan memberikan hasil seperti berikut ini:
K =
z, w
y, v
x, u
dw/dx
dA
σx y
(47)
K =
[
12x - 6L 6xL - 4L2 -12x + 6L 6xL - 2L2 ]dA dxMelalui perkalian dan integrasi (dengan EI konstan) akan dihasilkan:
K =
...
dx
dimana: Ix = dA menyatakan besarnya momen inersia penampang terhadap garis
(48)
K =
...
K =
(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr) L
(49)
II.5.2 Efek Torsi
Gambar 2.8 melukiskan sebuah elemen torsi yang dapat berupa tongkat pada mesin atau batang pada struktur grid. Element ini juga memiliki peralihan umum tunggal θx, yaitu
rotasi kecil dalam arah x. Jadi, u = [ θxi ]. Akibat adanya peralihan elastis ini (rotasi kecil tadi)
akan dihasilkan gaya tubuh b = Mx berupa momen (persatuan panjang) yang bekerja dalam
arah sumbu x positif.
Peralihan titik nodal terdiri dari rotasi aksial yang kecil pada titik nodal 1 dan 2. Maka:
q = = ………..… (n*)
L
x q2
q1
u
x
1 2
1
1 f1
f2
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.8 Elemen Torsi dan Fungsi Bentuk Gaya titik nodal yang dihasilkan pada titik 1 dan 2 adalah:
(50)
Karena hanya ada dua peralihan titik nodal pada elemen torsi ini, maka dapat digunakan fungsi peralihan yang linier, yaitu:
θx = c1 + c2 x……… (n)
Fungsi bentuk peralihan pada elemen torsi ini sama seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.9 (b) dan (c).
f = g h-1 =
[
f1 f2]
= ………. (o)(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr)
Kemudian turunkan hubungan regangan-peralihan untuk elemen torsi dengan penampang lingkaran seperti yang terlihat dalam Gambar 2.9. Asumsikan jari-jari penampang tetap lurus selama terjadi deformasi torsi. Disini dapat disimpulkan bahwa regangan geser γ akan bervariasi linier terhadap panjang jari-jari r seperti berikut:
γ = r = rψ……….…… (p)
dimana ψ adalah putaran (twist), yaitu besarnya perubahan dari putaran sudut. Jadi:
ψ = ……….. (q)
Gambar 2.9 Deformasi Torsi
(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr) y
z
x
dx d
r
(51)
Dari persamaan dapat dibuktikan bahwa nilai maksimum regangan geser terjadi pada permukaan.
γmax = Rψ
dimana R adalah jari-jari penampang (lihat gambar). Selanjutnya, pada persamaan jelas terlihat bahwa operator diferensial linier d yang menghubungkan γ dengan θx adalah:
d = r ……….……….. (r)
maka, matriks regangan-peralihan B akan menjadi:
B = d f =
[-1 1]
………... (s)yang mirip dengan matriks B pada elemen aksial, kecuali muncul nilai r.
Pada elemen torsi, hubungan antara tegangan geser τ dengan regangan gesernya γ dinyatakan dengan:
τ = Gγ………. (t)
dimana simbol G menunjukka n modulus geser material.
Jadi: E = G dan E B = G B……… (u)
Kekakuan torsi sekarang bisa diperoleh dengan menurunkan (persamaan 2.4 – 13) sebagai berikut:
K =
(52)
K =
Dengan GJ konstan. Momen inersia polar J didefinisikan sebagai:
J = =
Untuk penampang bukan lingkaran/sembarang, momen inersia polar J diturunkan dari rumus:
+
= -2 G v’,
dimana: ϕ = fungsi torsiDengan bantuan penyelesaian memakai teori Prand’l maka: J =
(53)
Dengan notasi matriks, persamaan-persamaan dalam elemen yang mengalami lentur dan torsi pada grid element dapat ditulis sebagai persamaan keseimbangan elemen pada sistem koordinat lokal sebagai berikut:
Klokal =
Bila tidak ada beban nodal ekuivalen yang bekerja pada elemen grid, dan dengan mengembalikan kembali bentuk persamaan keseimbangan elemen pada persamaan (2.3 – 12), maka:
p = K q
=
(54)
II.5.3 Transformasi pada sistem koordinat
Seperti halnya elemen rangka dan portal, kita harus mentransformasikan matriks kekakuan elemen yang mengacu pada koordinat elemen ke dalam sistem koordinat global. Sumbu X dan Y (global) akan terletak pada bidang struktur dan karenanya berada pada bidang yang sama dengan sumbu x dan y (lokal) elemen. Sumbu z lokal dan global paralel satu sama lain.
Pada Gambar 2.10, kita harus mentransformasi peralihan dengan memutar terhadap sumbu z. Bila α adalah sudut antara sumbu x elemen dan sumbu global,
Sumbu (global) berimpit dengan sumbu z (lokal), maka translasi tegak lurus bidang - maupun x-y adalah Wi = wi.
1
Gambar 2.10 Transformasi koordinat lokal ke koordinat global
Σ Mx = 0 = Mx2 Cos α + My2 Sin α + 0
Σ My = 0 = Sin α + My2 Cos α + 0
sin α
x y
α
2
cos α cos α
(55)
Σ Fz = 0 = 0 + 0 + wz2
{ } = =
Analog:
{ } = =
Pada titik simpul 1 berlaku juga seperti simpul 2, maka untuk satu elemen berlaku : { } = [ ] { } { } = = ……… (a)
(Sumber: Bahan Kuliah Metode Elemen Hingga, Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan)
Untuk displacement vektor berlaku juga :
= [ ] ……… (b)
Analog :
= [ ]
{ } = = -1 { }
= [ ]-1
dari persamaan (a) dan (b) :
[ ] { } = [ ] ……….. (c)
(56)
{ } = [ ] [ ] = …………..……. (d) dimana : = [ ] [ ] = [ ] [ ]………... (e) Keterangan : [ ] = [ ] karena [ ] matriks Orthogonal.
Matriks transformasi:
[ ] =
[ ] =
Matriks kekakuan elemen dalam sistem koordinat lokal adalah:
=
-1
-1 T
-1 T
(57)
Jika: Sin α = S
Cos α = C, maka:
=[ ] [ ]
=
=
Dengan menyelesaikan persamaan diatas, diperoleh matriks kekakuan elemen dalam sistem koordinat global:
=
(58)
II.5.4 Keseimbangan dan Menentuan dari Matriks Kekakuan.
Kondisi kompatibilitas mensyaratkan bahwa peralihan untuk semua titik pada suatu struktur yang terbebani harus kompatibel dengan seluruh peralihan pada struktur.Dengan demikian, pada saat struktur dibagi-bagi menjadi elemen-elemen, kondisi kompatibilitas memerlukan beberapa persyaratan sebagai berikut:
Peralihan nodal yang merupakan pertemuan beberapa elemen haruslah kontinu dan pergerakannya selalu bersama.
Peralihan nodal struktur harus konsisten dengan perilaku nodal yang telah ditetapkan.
Peralihan nodal pada tumpuan harus memenuhi kondisi batas dari peralihan yang telah ditentukan sebelumnya.
Sebagai contoh, diketahui konstruksi seperti Gambar 2.11. Tujuannya adalah untuk mencari matriks kekakuan dari konstruksi tersebut.
Ket:
arah positif
Gambar 2.11 Penomoran untuk nodal dan batang 1
2 5
4 a
b d
e c
Z Y
X 6
(59)
Elemen Simpul 1 (awal) Simpul 2 (akhir)
a 1 2
b 2 3
c 2 5
d 4 5
e 5 6
, , , sesuai dengan persamaan di atas
dengan = = = =
dengan = 0
(Sumber: Bahan Kuliah Metode Elemen Hingga, Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan)
2
(60)
Untuk system Koordinat X – Y berlaku :
= = = ……..… (f)
Untuk menjamin kompatibilitas dari perubahan bentuk maka harus ditetapkan :
=
+ + =
=
=
+ + =
=
Untuk keseragaman maka perlu dibuat definisi arah positif dari gaya-gaya dalam .
= ………..….. (h)
(Sumber: Bahan Kuliah Metode Elemen Hingga, Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan) ……….…… (g)
(61)
Sebagai contoh titik simpul 2 Gambar (2.11)
=
Ket:
arah positif
arah negatif
Gambar 2.12 Freebody gaya-gaya dalam { } = { }
{ } = { } + { } + { }
{ } = { }
{ } = { }
{ } = { } + { } + { }
{ } = { }
(Sumber: Bahan Kuliah Metode Elemen Hingga, Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan)
Gaya luar
Gaya dalam
Gaya dalam
c
b
………..…… (i) Y
X Z
(62)
Dari persamaan f dan g didapat : { } = { } + { }
{ } = { } + { } + { } + { } +
{ } + { }
{ } = { } + { }
{ } = { } + { }
{ } = { } + { } + { } + { } +
{ } + { }
{ } = { } + { }
Persamaan (j) diatas jika disusun dalam bentuk matriks menjadi:
{ } = { }……….… (k)
dimana :
{ } = vektor dari gaya-gaya luar pada titik simpul
{ } = vektor dari perpindahan (displacement)
= matriks kekakuan simetris
(63)
=
……….…. (m)
II.5.5 Syarat keseimbangan
Pada persamaan (k) banyaknya persamaan sesuai dengan banyaknya yang tidak diketahui. Untuk contoh Gambar 2.11, maka perpindahan (displacement) adalah: θx1 = θy1 = wz1 = θx3 = θy3 = wz3 = θx4 = θy4 = wz4 = θx6 = θy6 = wz6 = 0 …... (m)
{ } = ; { } = ; { } = ; { } =
{ } = ; { } =
{ } = ; { } = ; { } = ; { } =
dimana vektor gaya-gaya dalam yang timbul pada simpul 1, 3, 4, 6 akibat pembebanan pada struktur (simpul 2) belum diketahui. Dari persamaan (m) terdapat 18 bilangan anu tidak diketahui diantaranya 6 displacement (perpindahan) dan 12 gaya/momen, lihat pada Gambar 2.13.
(64)
Gambar 2.13 Reaksi Tumpuan dan Displacement pada Grid
Untuk Gambar 2.11, matriks keseluruhan 18 x 18 dapat dijadikan matriks 6 x 6. Dengan kondisi batas yang telah diketahui, maka baris ke 1 s/d 3, 7 s/d 9, 10 s/d 12, dan 16 s/d 18 dapat dicoreng.
Dengan THEORI – CHOLESKY,
{ } = { } ……….… (n)
Sehingga persamaan dapat diselesaikan.
(Sumber: Bahan Kuliah Metode Elemen Hingga, Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan)
2 5
θx2
θy2 wz2
θx5
θy5 wz5
3
1
4
6 X
Y
Z
(65)
II.6 Beban Nodal Ekuivalen
Analisa struktur dengan metode elemen hingga mengharuskan struktur hanya memikul beban yang bekerja di titik kumpul. Akan tetapi, beban sebenarnya pada struktur secara umum tidak memenuhi syarat tersebut. Sebaliknya, beban bisa bekerja si titk kumpul atau pada batang. Agar syarat di atas terpenuhi, beban pada batang harus diganti denagn beban ekivalen di titik kumpul. Beban titik kumpul yang ditentukan dari beban pada batng disebut beban titik kumpul ekivalen. Bila beban ini dijumlahkan dengan beban titk kumpul sebenarnya, maka beban total yang dihasilkan disebut beban titik kumpul gabungan. Selanjutnya dtruktur dapat dianalisa.
Agar memudahkan analisa, beban titik kumpul gabungan harus demikian besar hingga perpindahan struktur yang ditimbulkannya sama dengan perpindahan akibat beban sebenarnya. Hal ini tercapai bila beban ekivalen dihitung berdasarkan gaya jepit ujung memperlihatkan balok ABC yang bertumpu di titik A dan B serta, memikul sejumlah beban. Beberapa di antara beban ini adalah beban titik kumpul sebenarnya sedang beban lainnya bekerja pada. Untuk mengganti beban batang dengan beban titik kumpul ekivalen, titik kumpul struktur dikekang terhadap semua perpindahan. Untuk balok terjepit. Bila balok terjepit ini memikul beban batang, maka akan timbul gaya jepit ujung. Disini gaya ujung ditunjukkan sebagai aksi pengekang pada struktur terkekang. Jika aksi pengekang ini dibalikkan arahnya, aksi ini menjadi himpunan gaya dan kopel yang ekivalen dengan beban batang. Penjumlahan beban titik kumpul ekivalen ini dengan beban titik kumpul ekivalen ini dengan beban titik kumpul semula menghasilkan beban titik gabungan.
Umumnya beban titik kumpul gabungan untuk sembarang struktur dapat ditentukan dengan prosedur gambar. Langkah pertama ialah memisahkan beban titik kumpul sebenarnya dari beban batang. Perpindahan titik kumpul struktur kemudian dikekang dengan
(66)
memberikan pengekang titik kumpul yang sesuai. Selanjutnya, aksi pengekang akibat beban batang pada struktur terkekang dihitung.
Beban-beban yang bekerja di antara nodal elemen (merata, temperatur) yang bekerja pada elemen harus ditransformasikan menjadi beban nodal sehingga sesuai dengan tipe peralihan nodal yang didefinisikan.Dalam metode Beban Nodal Ekuivalen (BNE), kita tetapkan kerja luar atau kerja eksternal yang dihasilkan oleh beban nodal ekuivalen sama besarnya dengan kerja yang dihasilkan oleh beban yang bekerja di antara nodal elemen. Beban titik nodal ekuivalen yang disebabkan oleh beban merata bz per satuan panjang seperti
tampak pada Gambar 2.16 (a) dapat dihitung dari persamaan (2.4 – 14) dengan f mengacu pada persamaan (f) pada sub-bab 2.6.1 seperti berikut ini:
pb = dx = dx = =
(Sumber: Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur, Paul R. Johnston dan William Weauver Jr)
L x 1 2 L x 1 2
Gambar 2.16 Elemen Lentur Dengan Pembebanan Merata
z y bz bz z y bz x/L q1 q2 q3 q4 q1 q2 q3 q4 (a) (b) x x
(67)
Dengan cara yang sama, dapat diturunkan beban titik nodal ekuivalen untuk pembebanan segitiga (Gambar 2.16 (b)) seperti yang ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini:
pb = dx = dx = =
Untuk pembebanan bz yang pada umumnya searah dengan gravitasiKarena sistem
koordinat pembebanan yang digunakan pada grid bekerja pada bidang x-z (lokal), maka beban nodal ekuivalen menjadi berlawanan tanda dari persamaan di atas.
Selanjutnya untuk beban titik nodal ekuivalen yang disebabkan oleh berbagai kondisi pembebanan disusun menurut tabel 2.3.
(68)
Tabel 2.2 Beban Nodal Ekuivalen (BNE) untuk Grid z x L -bz L a = = = = -bz = = = L -bz = -bz -bz L
a b a
L = = = = = = = = = = = =
(69)
Keterangan: bz dan P adalah bilangan positif
(Sumber: Metode Elemen Hingga Untuk Skeletal, Prof. Dr. Ir. Irwan Katili)
z x L/2 -P L a = = = = -P = = = M = = = = = L/2 b
L/2 L/2
-P L/3 = = = =
M = =
= =
a b
L/3 L/3
(70)
Tabel 2.3 Gaya Internal Ekuivalen (GIE) untuk Grid z x L -bz L a = = = = -bz = = = L -bz = -bz -bz L
a b a
L = = = = = = = = = = = =
(71)
Keterangan: bz dan P adalah bilangan positif
(Sumber: Metode Elemen Hingga Untuk Skeletal, Prof. Dr. Ir. Irwan Katili)
z x L/2 -P L a = = = = -P = = = M = = = = = L/2 b
L/2 L/2
-P L/3 = = = =
M = =
= =
a b
L/3 L/3
(72)
Dengan notasi matriks, gaya-gaya dalam pada grid element dapat ditulis sebagai persamaan keseimbangan elemen pada sistem koordinat lokal sebagai berikut:
Ke =
= [ ]
= [ ]
(73)
II.6 Rasio Tegangan
Balok adalah komponen struktur yang fungsi utamanya memikul beban transversal, seperti beban tetap/gravitasi dan beban hidup. Balok terdiri dari kombinasi komponen tarik dan komponen tekan, sehingga konsep batang tarik dan batang tekan dapat digunakan pada perencanaan balok.Komponen tekan dari suatu balok disokong seluruhnya oleh komponen tarik yang stabil. Jadi, tekuk global dari komponen tekan tidak terjadi sebelum kapasitas momen batas penampang belum tercapai.
Balok yang hanya memikul momen lentur murni saja jarang dijumpai dalam peraktek, dan biasanya juga mengalami gaya aksial. Komponen struktur seperti ini dikenal sebagai balok-kolom yang akan dibahas lebih lanjut.
II.6.1 Penampang dengan lentur simetris
Suatu penampang yang mempunyai satu sumbu simetri dibebani momen lentur sembarang melalui titik pusat geser, maka momen lentur tersebut dapat diuraikan atas komponen arah sumbu kuat (Mxx) dan sumbu lemah (Myy), dalam arah sumbu-sumbu utamanya (gambar 2.17)
Gbr.2.17 Balok dengan lentur murni
xx
M
yy
M
(74)
Bila Ixx dan Iyy adalah momen inersia dalam arah sumbu kuat dan lemah penampang, maka tegangan normal dapat dihitung dari rumus yang telah dikenal sebagai:
y yy x xx x yy xx y xx S M S M f Iyy c M I c M f ± ± = ± ± = (2.6-1)
(Sumber: Bahan Kuliah Struktur Baja, Ir. Daniel, MT)
dimana Sx dan Sy adalah modulus penampang seperti diperlihatkan pada gambar (3.4)
Gbr. 2.18 Modulus elastis untuk bentuk yang simetris (Sumber: Bahan Kuliah Struktur Baja, Ir. Daniel, MT)
II.6.2 Perilaku kestabilan lateral balok
Pada balok yang komponen sayap tekannya mempunyai stabilitas dalam arah lateralnya, maka satu-satunya faktor mempengaruhi tercapainya kapasitas momen batasnya adalah tekuk lokal pada sayap tekan atau pada badan.Distribusi tegangan normal pada suatu profil WF akibat momen lentur yang berbeda intensitasnya. Pada beban kerja penampang masih elastis dan mencapai maksimum pada saat serat terluar mencapai tegangan leleh F . y
x y y x x y y x y y x x y c x
c c y
y xx c I x S = x yy c I y
(75)
Bila serat terluar telah mencapai F , maka momen nominal y M atau momen leleh n My
ditentukan sebagai
Mn =My =SxFy (2.6-2)
Bila seluruh serat telah mencapai strain sama atau lebih besar dari yield strain εy =Fy/Es, momen nominal yang disebut sebagai momen plastis M , dan dihitung sebagai: p
Mp =FyZ (2.6-3)
dimana Z adalah modulus plastis penampang. Sedangkan rasio Mp /My yang merupakan propertis dari penampang dan tidak tergantung kepada propertis dari material. Rasio ini dikenal sebagai faktor bentuk (shape factor) ξ. Jadi,
S Z S F Z F M M y y y p = = =
ξ (2.6-4)
Untuk profil WF, faktor bentuk akibat lentur pada sumbu kuat berkisar 1,09 s/d 1,18
Elastis Keadaan Leleh Elastoplastis Plastis
Gbr. 3.5 Distribusi tegangan pada tahap pembebanan yang berbeda (Sumber: Bahan Kuliah Struktur Baja, Ir. Daniel, MT)
x x
y
f f <
y
M
M < M =My
y
f
f = f = fy
p
y M M
M < <
y f f = p M M =
(76)
II.6.3 Perencanaan lateral balok dengan sikongan dengan metode LRFD Persyaratan kekuatan balok yang memikul momen lentur adalah:
φbMn≥Mu (2.6-5) dimana
φb = resistance factor for flexure = 0,9 =
n
M nominal moment strengths =
u
M factored service load moment
Besarnya rasio tegangan yang dihasilkan dengan perbandingan antara
momen dan normal ultimate sesuai dengan persamaan interaksi menurut
peraturan SNI-LRFD 2000 dan AISC-LRFD 1993 diberikan sebagai berikut :
0 , 1 9 8 = + n b u n u M M P P φ
φ ; untuk n ≥0,2
u P P φ 0 , 1
2 + b n =
u n u M M P P φ
φ ; untuk n <0,2 u P P
φ
(77)
II.7 Jembatan
Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Jembatan dapat dibagi dalam golongan seperti berikut:
Jembatan-jembatan tetap
Jembatan-jembatan dapat bergerak Golongan I dapat dibagi dalam:
• Jembatan kayu,melulu untuk lalu-lintas biasa pada bentang keci dan untuk jembatan pembantu
• Jembatan baja terdiri atas:
1. Jembatan yang sederhana dimana lantai kendaraan langsung berada di bawah kendaraan.Untuk gelagar-gelagar itu dipergunakan gelagar yang dikonstuir atau gelagar canai.
2. Jembatan gelagar kembar:melulu untuk lalu lintas kereta api
3. Jembatan pemikul lintang dan pemikul memanjang gelagar induknya adalah gelagar dinding penuh
4. Jembatan pelengkung 5. Jembatan gantung • Jembatan dari beton bertulang • Jembatan batu
(78)
Golongan II
• Jembatan yang dapat berputar di atas poros mendatar,yaitu: 1. Jembatan angkat
2. Jembatan Baskul 3. Jembatn lipat straus
• Jembatan yang dapat yang dapat berputar di atas poros mendatar juga termasuk poros yang dapat berpindah sejajar dan mendatar,seperti jembatan baskul beroda
• Jembatan yang dapat berputar atas suatu poros tegak atau jembatan putar • Jembatan angkat
Konstruksi jembatan terdiri dari dua komponen utama:
1. Bangunan bawah;meliputi pondasi,abutmen dan pancang
2. Bangunan atas meliputi;gelagar induk terbentang dari titik tumpu ke titik tumpu,konsturksi tumpuan di atas pangkal jembatan atau pancang,konstruksi dari lantai dan pertambatan lintang dan pertambatan memanjang
Melihat pelaksanaan bangunan atas kita ketahui:
Jembatan balok adalah pada beban tegak lurus juga timbul reaksi tumpuan tegak lurus
Jembatan lengkung
(79)
II.7.1 Peraturan Muatan untuk Jembatan jalan
Dalam perencanaan suatu jembatan jalan raya,muatan-muatan dan gaya-gaya yang harus diperhatikan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan tersebut adalah sebagai mana tersebut di bawah ini:
1.1.Muatan Primer
Mutan primer adalah muatan yang merupakan muatan utama dalam perhitungan untuk setiap perencanaan jembatan.Yang termasuk mutan primer adalah:
1.Muatan Mati 2.Muatan Hidup 3.Kejut
1.2.Muatan Sekunder
Muatan sekunder adalah muatan pada jembatan-jembatan yang merupakan muatan sementara,yang selalu bekerja untuk perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.Pada umumnya muatan ini mengakibatkan tegangan-tegangan yang relatif kecil dari pada tegangan akibat muatan primer dan biasanya terutama tergantung dari bentang,sistem jembatan,bahan dan keadaan setempat.Yang termasuk muatan sekunder adalah:
1.Muatan angin
2.Gaya akibat perbedaan suhu 3.Gaya akibat rangkak dan sudut 4.Gaya rem dan traksi
(80)
1.3. Muatan Khusus
Muatan khusus adalah muatan yang merupakan pemuatan khusus untukm perhitungan teganganpada perencanaan jembatan.Muatan ini bersifat:
Tak selalu bekerja pada jembatan
Hanya berpengaruh pada sebagian konstruksi jembatan
Tergantung pada keadaan setempat
Hanya bekerja pada sistem-sistem tertentu Yang muatan khusus adalah:
1. Gaya akibat gempa bumi 2. Gaya sentrifugal
3. Gaya akibat gesekan pada tumpuan-tumpuaan bergerak 4. Gaya tumbukan
5. Gaya dan muatan selama pelaksanaan
6. Gaya akibat aliran air dan benda-benda hanyutan 7. Gaya akibat tekanan tanah
Muatan-muatan dan gaya-gaya yang lain dari yang tersebut di atas perlu diperhatikan,apabila hal tersebut menyangkut kekhususan dari suatu jembatan,antara lain sehubungan dengan bentuk sistem dan keadaan setempat jembatan.
(81)
II.7 .2 Kombinasi Muatan untuk Jembatan jalan
Banguan jembatan beserta bagian-bagiaannya harus ditinjau terhadap kombinasi akibat beberapa muatan/gaya yang mungkin bekerja.Tegangan yang digunakan yang dinyatakan dalam persen terhadap tegangan yangdiijinkan untuk beberapa kombinasi muatan/gaya adalah sebagai berikut:
Kombinasi muatan/gaya Tegangan yang digunakan dalam persen terhadap tegangan yang diijinkan
I :M+H+K+Ta+AH 100
II :M+Ta+AH+F+A+SR+T 125
III :Kombinsi(I)+R+F+A+SR+T 140 IV :M+Ta+AH+Gb
V :M+P 130
Dimana:
M= mutan mati
H= muatan hidup
Ta= tekanan tanah
A= muatan angin
R =gaya rem
SR= susut dan rangkak
T= suhu
F= tekanan geser dari tumpuan gerak
AH= aliran arus
Gp= gempa bumi
(82)
II.8. Data Teknis yang digunakan
o Jembatan :jembatan baja,untuk jalan raya,golongan I
o Gelagar :panjang(30 m);lebar (7,5 m)
o Pelat lantai ditentukan dan kekakuan lantai diabaikan
o Profil yang digunakan sesuai keperluan
o Mutu baja yang digunakan ditentukan
(83)
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
III.1. Tinjauan Umum Sistem Balok Grid
Kunci dalam menganalisis struktur grid adalah dengan mengingat bahwa hubungan pada system balok menyilang,keadaan keserasian defleksi harus dapat terjadi.Dengan menganggap bahwa balok tersebut dihubungkan secara kaku,maka keduanya mengalami defleksi yang sama akibat beban.Dengan menyamakan kedua ekspresi defleksi masing-masing balok kita dapat menentukan persentase relative yang dipikul oleh masing-masing-masing-masing balok.Misalnya P(a) adalah persentase dari beban total (Pt) yang dipikul oleh (a) dan P(b) adalah yang dipikul oleh (b).Dengan menyamakan kedua ekspresi untuk kedua balok tersebut agar keserasian defleksi terpenuhi,kita peroleh
=
=
Apabila kedua balok itu identik dalam segala hal kecuali panjangnya,maka ekspresi di atas menjadi:
(84)
Apabila kedua balok juga sama panjangnya,jelas bahwa P(a) = P(b) =(Pt)/2.Dan bila lb = 2la,maka:
=
=
8P(a) = 8 P(b)
Jadi balok yang lebih pendek (lebih kaku) memikul delapan kali lebih besar daripada balok yang panjang.Dengan mengingat bahwa P(b) = P(b) = (Pt),jelas bahwa P(a)=8(Pt)/9 dan P(b) = (Pt)/9.Akibat beban tersebut,momen pada balok adalah empat kali lebib besar daripada momen pada balok berbentang panjang.
Gambar. III.1. Elemen Grid
Analisis grid yang lebih kompleks yang mempunyai balok lebih banyak dapat dilakukan dengan cara serupa dengan yang telah diuraikan di atas.Defleksi dipertemuan balok harus memenuhi syrat keserasian. Akan tetapi apabila dititik itu banyak balok,maka ada kesulita analitis.Untuk Grid kompleks selalu terdapat banyak persamaan yang harus diselesaikan secara simultan(biasnya dipecahkan dengan bantuan komputer).
(1)
IV.6 Pemodelan dengan SAP Sumbu Rigid Dengan Tingkat Rigid 25%,50%,75% dan 100%(Rigid Penuh)
Pada konstruksi beton pada umumnya membuat sambungan rigid akan lebih mudah dibandingkan sistem sambungan pin(geser).Jika penulangan menerus dan betonnya di cor bersama pada umumnyan strukturnya akan menyatu (rigid) sehingga untuk struktur grid dari beton bertulang pemodelannya tidak perlu meninjau kondisi sambungan. Pada konstruksi baja permasalahan manjadi lain suatu sambungan baja yang rigid memerlukan desain khusus termasuk juga pada tahap pelaksanaannya.Dengan demikian sambungan pin geser dapat dimodelkan dengan program SAP 2000,yaitu dengan memamfaatkan fasiltas release yang dapat diakses melalui perintah Assign-Frame-Release.Pada bagian ini akan di atur tingkat kerigitan dari sambungan tersebut.
Model
Jarak Gelagar memanjang(I,II,III,IV,V,danVI) Tetap 1.5 m dan jarak gelagar diafragma 3.0 m pada kondisi pembebanan maksimum dengan nilai nominal beban yang sama Profil sama (WF36×300 memanjang) dan (WF 10×68 Gelagar Diafragma).Berikut akan dibahas Pemodelan dengan SAP Sumbu Rigid Dengan Tingkat Rigid 25%,50%,75% dan 100%(Rigid Penuh)
(2)
(3)
Hasil Saplot SAP 2000 Versi Student
Dari hasil saplot akan diperoleh nilai lendutan dari gelagar di atas,berikut akan diasajikan hasilnya mulai dari tingkat rigid yang berbeda 100%,75%,50% dan 25%.
Pemodelan dengan SAP Sumbu Rigid Dengan Tingkat Rigid 100%(Rigid Penuh)
TABLE: Joint Displacements untuk Tingkat Rigid 100%(Rigid Penuh)
Joint OutputCase Gelagar U1 U2 U3 R1 R2 R3
Text Text Memanjang m m m Radians Radians Radians
6 COMB1 I 0 0 -0.24514 3.08E-08 0.015182 0
17 COMB1 II 0 0 -0.26613 6.16E-08 0.01198 0
28 COMB1 III 0 0 -0.27884 6.16E-08 0.004475 0
39 COMB1 IV 0 0 -0.27884 6.16E-08 -0.00448 0
50 COMB1 V 0 0 -0.26613 6.16E-08 -0.01198 0
61 COMB1 VI 0 0 -0.24514 3.08E-08 -0.01518 0
Pemodelan dengan SAP Sumbu Rigid Dengan Tingkat Rigid 75 %(Rigid Penuh)
TABLE: Joint Displacements untuk Tingkat Rigid 75 %(Rigid Penuh)
Joint OutputCase Gelagar U1 U2 U3 R1 R2 R3
Text Text Memanjang m m m Radians Radians Radians
6 COMB1 I 0 0 -0.32690 4.11E-08 0.020191 0
17 COMB1 II 0 0 -0.35484 8.22E-08 0.015939 0
28 COMB1 III 0 0 -0.37174 8.22E-08 0.005955 0
39 COMB1 IV 0 0 -0.37174 8.22E-08 -0.00596 0
50 COMB1 V 0 0 -0.35484 8.22E-08 -0.01594 0
(4)
TABLE: Joint Displacements untuk Tingkat Rigid 50 %(Rigid Penuh) Pemodelan dengan SAP Sumbu Rigid Dengan Tingkat Rigid 50 %(Rigid Penuh)
Joint OutputCase Gelagar U1 U2 U3 R1 R2 R3
Text Text Memanjang m m m Radians Radians Radians
6 COMB1 I 0 0 -0.49051 6.16E-08 0.030133 0
17 COMB1 II 0 0 -0.53222 1.23E-07 0.023808 0
28 COMB1 III 0 0 -0.55749 1.23E-07 0.008897 0
39 COMB1 IV 0 0 -0.55749 1.23E-07 -0.0089 0
50 COMB1 V 0 0 -0.53222 1.23E-07 -0.02381 0
61 COMB1 VI 0 0 -0.49051 6.16E-08 -0.03013 0
TABLE: Joint Displacements untuk Tingkat Rigid 25 %(Rigid Penuh) Pemodelan dengan SAP Sumbu Rigid Dengan Tingkat Rigid 25 %(Rigid Penuh)
Join
t OutputCase Gelagar U
1 U
2 U3 R1 R2 R3
Text Text Memanjang m m m Radians Radians Radians
6 COMB1 I 0 0 -0.98192 1.23E-07 0.059372 0
17 COMB1 II 0 0 -1.06428 2.47E-07 0.047025 0
28 COMB1 III 0 0 -1.11423 2.46E-07 0.01759 0
39 COMB1 IV 0 0 -1.11423 2.46E-07 -0.01759 0
50 COMB1 V 0 0 -1.06428 2.47E-07 -0.04703 0
61 COMB1 VI 0 0 -0.98192 1.23E-07 -0.05937 0
Kesimpulan :
Semakin bertambah persentase tingkat Rigid(kekakuan) dari pemodelan struktur semakin berkurang nilai nominal Lendutan Yang Terjadi.
100% 75% 50% 25%
Hubungan Lendutan Dengan Tingkat Rigid Yang
Berbeda
-0,26613 -0,35484 -0,53222 -1,06428 -1,2 -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 Le n d u ta n ( m )
(5)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KesimpulanSetelah menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini, ada beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh antara lain sebagai berikut :
1. Dari hasil Saplot ternyata kedua balok gelagar ini mengalami defleksi yang sama dititik pertemuannya karena kedua-duanya pada titik tersebut.Di dalam struktur grid ini balok gelagar difragma berfungsi sebagai pengaku.
2. Dari saplot ternyata balok gelagar memanjang memikul beban torsi lebih besar dibandingkan dengan balok gelagar melintang .Ini disebabkan balok gelagar Diafragma mengalami defleksi maka balok memanjang berotasi.Kecendrungan berotasi ini menyebabkan terjadinya torsi pada balok gelagar memanjang.Pada saat yang sama balok gelagar Diafragma memberikan tahanan torsional terhadap rotasi balok gelagar memanjang,sebagai akibatnya balok gelagar memanjang menjadi diperkaku oleh efek tahanan torsional balok gelagar Diafragma yang berarti mengurangi terjadinya defleksi. 3. Setiap penambahan balok gelagar Diafragma pada struktur pada tugas akhir ini
menunjukkan bahwa kerjasama dari setiap balok grid cenderung akan mengurangi besarnya lendutan,momen,gaya geser dan torsi yang terjadi.Dimana selisih Lendutan dari setiap Gelegar Memanjang adalah semakin kecil hal ini menunjkkan kerjasama antara balok gelagar memanjang dengan gelagar diafragma semakin baik.
5.2. Saran
Karena perhitungan yang memerlukan ketelitian yang tinggi dan yang bersifat berulang-ulang maka diperlukan suatau program komputer yang lebih kompleks.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Daniel, Ir.,MT. 2007. Bahan Kuliah Struktur Baja. Medan.
Dewobroto,Wiryanto,Prof Dr.Ir.2004.Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP 2000 Edisi Baru. Jakarta
Katili, Irwan, Prof. Dr. Ir. DEA. 2008. Metode Elemen Hingga Untuk Skeleetal. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Paul R. Johnston, William Weaver, Jr. 1989. Elemen Hingga Untuk Analisis Struktur. Bandung : PT. Eresco.
Puspantoro, Benny Ign. 1993. Teori dan Analisis Balok Grid. Yogyakarta: Andi Offset. Pramono ,Handi,2004.12bTutorial dan Latihan Desain Konstruksi dengan SAP 2000 versi
9.Yogyakarta.Penerbit Andi
Rudolph, Szilard, DR. Ing., PE1989. Teori dan Analisis Pelat. Jakarta: Erlangga.
Suhendro, Bambang, Prof. Ir. M.Sc. Ph.D. 2005. Analisis Stuktur Metode Matrix. Yogyakarta: Beta Offset.
Susatio, Yerri, Ir. MT. 2004. Dasar-dasar Metode Elemen Hingga. Yogyakarta: Andi. Tarigan, Johannes, Prof. DR. Ing. 2008. Bahan Kuliah metode Elemen Hingga. Medan.