1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan merupakan suatu sarana atau media informasi penting bagi para stakeholders. Dengan adanya penerbitan laporan keuangan
dapat diperoleh berbagai macam informasi tentang kinerja perusahaan maupun aktivitas perusahaan. Informasi dalam laporan keuangan perusahaan
merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon investor untuk pengambilan keputusan investasi. Adanya informasi yang lengkap,
akurat, dan tepat waktu memungkinkan investor melakukan pengambilan keputusan secara rasional sehingga informasi yang diperoleh sesuai dengan
yang diharapkan Pradipta Purwaningsih, 2012: 1. Akuntansi sosial dan lingkungan telah lama menjadi perhatian.
Akuntansi ini menjadi penting karena perusahaan perlu menyampaikan informasi mengenai aktivitas sosial dan perlindungan terhadap lingkungan
kepada stakeholder perusahahaan. Perusahaan tidak hanya menyampaikan informasi mengenai keuangan kepada investor dan kreditor yang telah ada
serta calon investor atau kreditor perusahaan, tetapi juga perlu memperhatikan kepentingan sosial di mana perusahaan beroperasi Suaryana, 2012: 2.
2
Informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahan dapat digambarkan sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non keuangan
yang berkaitan dengan interaksi perusahaan dengan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban
perusahaan terhadap stakeholders atas berbagai akitivitas perusahaan. Isu ekonomi, kemanusiaan, dan lingkungan menjadi bagian dari tanggung jawab
perusahaan karena ketiga hal tersebut sangat berkaitan dengan aktivitas perusahaan Pradipta Purwaningsih, 2012: 1-2.
Tetapi, didalam akuntansi konvensional, pusat perhatian perusahaan adalah stockholders dan bondholders, sedangkan pihak lain sering diabaikan.
Dewasa ini tuntutan terhadap perusahaan semakin besar. Perusahaan diharapkan tidak hanya mementingkan kepentingan manajemen dan pemilik
modal, tetapi juga karyawan, konsumen, dan masyarakat. Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak diluar manajemen
dan pemilik modal. Akan tetapi perusahaan terkadang melalaikannnya dengan alasan bahwa mereka tidak memberikan kontribusi terhadap kelangsungan
hidup perusahaan, hal ini disebabkan hubungan perusahaan dengan lingkungannnya bersifat non reciprocal, yaitu transaksi antara keduanya tidak
menimbulkan prestasi timbal balik Anggraini, 2006: 2.
3
Dunia bisnis saat ini menuntut perusahaan untuk mampu menyeimbangkan pencapaian kinerja ekonomi profit, kinerja sosial people,
dan kinerja lingkungan planet atau disebut triple bottom-line performance. Orientasi praktik bisnis yang selama ini pada maksimalisasi laba perlu dikaji
ulang. Orientasi mengejar laba semaksimal mungkin, secara jangka pendek akan menunjukkan keberhasilan, namun untuk jangka panjang hal tersebut
bisa menimbulkan masalah bagi perusahaan karena adanya resistensi dari masyarakat dan stakeholder lainnya Pradipta Purwaningsih, 2012: 2.
Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama informasi
mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, akibatnya yang terjadi
di dalam
praktik perusahaan
hanya dengan
sukarela mengungkapkannya. Perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat
yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan informasi sosial. Bila manfaat yang akan diperoleh dengan pengungkapan
informasi tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan
informasi tersebut Anggraini, 2006: 3.
4
Sejak tanggal 23 September 2007, pengungkapan Corporate Social Responsibility mulai diwajibkan melalui UU Perseroan Terbatas Nomor 40
Tahun 2007, khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang hidup dari ekstraksi sumber daya alam. Dalam pasal 74 Undang-Undang tersebut diatur tentang
kewajiban pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Sehingga, tidak ada lagi pengungkapan CSR yang sukarela, namun wajib
hukumnya. Sementara itu, perkembangan CSR di luar negeri sudah sangat populer. Bahkan di beberapa negara, CSR digunakan sebagai salah satu
indikator penilaian kinerja sebuah perusahaan dengan dicantumkannya informasi CSR di dalam catatan laporan keuangan perusahaan yang
bersangkutan Rahmawati Utami, 2005: 2. Jadi, Corporate Social Responsibilty CSR adalah basis teori tentang
perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat dan lingkungan tempat beroperasi. Secara teoretik, Corporate
Social Responsibilty dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para stakeholders terutama komunitas atau masyarakat
disekitar wilayah kerja dan operasinya. Sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang
CSR adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya Suaryana, 2011: 3
5
Salah satu fenomena yang terkait dengan CSR mengenai kasus Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dapat dilihat pada kasus PT. Freeport,
yang dapat dilihat pada artikel berikut: Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia KSPSI mendesak pemerintah segera mengusut kasus longsor di
tambang bawah tanah Area Big Gosan PT Freeport yang terjadi beberapa hari lalu. Menurut Presiden KSPSI, Andi Gani Nena Wea, jika hal itu tak kunjung
dilakukan, serikat pekerja PT Freeport yang tergabung dalam KSPSI bakal mogok kerja. Menurut Andi, upaya serius mutlak dilakukan karena
kecelakaan tersebut menewaskan sejumlah pekerja. Apalagi, serikat pekerja mencatat kecelakaan serupa pernah terjadi pada 2006. Ironisnya, dalam
peristiwa yang terjadi tujuh tahun silam itu dan menewaskan sembilan pekerja, Andi melihat pihak yang bertanggungjawab tak dijatuhi sanksi sesuai
harapan serikat pekerja. Hanya dipecat dan diberikan kompensasi. Sedangkan untuk runtuhnya tambang bawah tanah Area Big Gosan yang terjadi tiga hari
lalu itu pemerintah dinilai lamban melakukan tindakan. Begitu juga, PT Freeport, lalai dalam menerapkan Keselamatan Keamanan Kerja K3
sebagaimana diwajibkan dalam UU Ketenagakerjaan. Andi memperkirakan ada puluhan pekerja yang masih terjebak timbunan runtuhan tambang bawah
tanah. Untuk mengawasi jalannya proses investigasi yang bakal dilakukan untuk mengusut peristiwa itu, Andi mendesak KSPSI dilibatkan dalam tim
tersebut. Selain itu Andi mengimbau presiden SBY turun langsung memimpin
6
tim investigasi itu sebagai salah satu bentuk tanggungjawab pemerintah. Pada kesempatan yang sama, Ketua SPSI Kabupaten Mimika, Virgo Solossa,
menyesali pernyataan Kementerian ESDM yang menyebut runtuhnya tambang bawah tanah Big Gossan karena kondisi terowongan termakan usia.
Namun, dia berpendapat keselamatan para pekerja adalah tanggungjawab perusahaan. Virgo, tak ingin alasan pihak Kementerian ESDM itu dijadikan
landasan utama untuk melihat penyebab utama terjadinya kecelakaan tersebut. Tak ketinggalan Virgo menegaskan PT Freeport harus memberi perhatian
yang lebih terhadap keselamatan para pekerja, terutama yang beraktivitas di tambang bawah tanah. Pasalnya, pekerja merupakan aset terbesar
http:www.hukumonline.comberitabacalt51963cbb5e975serikat-pekerja- freeport-ancam-mogok-kerja
, 17 Mei 2013. Fenomena lain yang terkait dengan CSR mengenai lingkungan hidup,
dapat dilihat pada kasus kebakaran hutan yang banyak terjadi di Indonesia, yang dapat dilihat pada artikel berikut: Koalisi masyarakat sipil melaporkan
117 perusahaan ke Kementerian Lingkungan Hidup. Perusahaan-perusahaan ini diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan di Sumatera, hingga
menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan udara di atas ambang batas kesehatan. Muhnur Stayahaprabu, Manager Advokasi Hukum dan
Kebijakan Walhi Nasional mengatakan, dari 117 perusahaan ini 33 perkebunan, 84 hutan tanaman industri dengan lokasi 99 persen di Riau.
7
“Kami menduga kebakaran bukan semata terjadi begitu saja, melainkan ada kepentingan korporasi yang jelas mendapatkan keuntungan di balik kebakaran
lahan dan hutan itu, ” katanya dalam rilis kepada media, di Jakarta, Rabu
26613. Koalisi mendesak KLH memproses hukum 117 perusahaan ini atas dasar tindak pidana lingkungan. Pemerintah diminta audit lingkungan sebagai
bentuk pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga melanggar UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PPLH. Juga
mencabut perizinan lingkungan setiap perusahaan yang jelas-jelas mencemari dan merusak lingkungan. Sebelumnya, pada Selasa 25613, Walhi
menyampaikan somasi ke Presiden Republik Indonesia, ke tiga kementrian yakni KLH, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian dan tiga
gubernur Riau, Jambi dan Sumatera Selatan serta Kapolri. Dalam waktu tujuh hari Walhi mendesakkan beberapa hal. Pertama, mengeluarkan
kebijakan melindungi warga negara dalam ancaman udara yang melebihi ambang batas kesehatan. Kedua, pencegahan dan penanggulangan cepat atas
peristiwa kebakaran hutan di sejumlah pulau di Indonesia. Ketiga, evaluasi semua izin konsesi baik perkebunan maupun HTI. Keempat penegakan hukum
termasuk menangkap pelaku perseorangan, korporasi yang bertanggung jawab http:www.mongabay.co.id20130626diduga-terlibat-kebakaran-hutan-
117perusahaan-dilaporkan-ke-kementerian-lingkungan-hidup , 26 Juni 2013.
8
Sementara itu, undang-undang yang mengatur tentang CSR terdapat dalam undang-undang Nomor 40, Tahun 2007, Bab V, Pasal 74. Pasal
tersebut berisi tentang: 1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan;
2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran;
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan; 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan
diatur dalam peraturan pemerintah. Peraturan lainnya yang diterapkan, terdapat dalam UUD 25, Tahun
2007, Pasal 15, tentang Penanaman Modal, terdapat pada Ayat 1 yaitu setiap penanam modal berkewajiban menerapkan prinsip tata kelola perusahaan
yang baik, dan pada Ayat 2, yaitu setiap penanam modal berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
9
Jadi, Corporate Social Responsibility disclosure merupakan sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan hanya pada
tanggung jawab dari aspek ekonomi dan keuangan saja, tetapi juga harus berpijak pada tanggung jawab pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ide tanggung jawab sosial pada dasarnya adalah bagaimana perusahaan memberikan perhatian kepada lingkungannya, terhadap dampak yang terjadi
akibat kegiatan operasional perusahaan. Penggunaan industri pertambangan sebagai objek dalam penelitian ini
dikarenakan industri pertambangan termasuk industri high profile yang memiliki visibilitas dari stakeholder, risiko politis yang tinggi, dan memiliki
persaingan yang tinggi. Industri high profile umumnya merupakan industri yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya
memiliki potensi yang bersinggungan dengan kepentingan luas dalam masyarakat stakeholder.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dalam bentuk tulisan yang berjudul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris dan Umur Perusahaan terhadap
Corporate Social Responsibility Disclosure dalam Laporan Tahunan ”.
Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan oleh Agung Suaryana 2011. Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah:
10
1. Penelitian ini menggunakan dua variabel yang digunakan sebelumnya, yaitu ukuran dewan komisaris dan ukuran perusahaan, dan menambahkan
satu variabel dalam penelitian ini, yaitu umur perusahaan. 2. Periode penelitian ini meliputi periode pelaporan keuangan pada periode
2010, 2011, 2012, sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan data periode 2009, 2010, 2011, 2012.
3. Penelitian ini
menggunakan data
melalui sampel
perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI, sedangkan pada penelitian
sebelumnya menggunakan data melalui sampel perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI.
B. Perumusan Masalah