2. Faktor penyebab serta Pengaruh Perbedaan Karakter Suami-Isteri
Berbicara keluarga tak lepas dari hubungan suami-isteri. Sedangkan berbicara hubungan suami-isteri sudah dapat dipastikan membicarakan peran masing-masing
pasangan suami-isteri dalam rumah tanggakeluarga. Karena keluarga juga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia
belajar menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam interaksi sosial dengan kelompoknya.
52
Perbedaan karakter baik sifat dan perilaku suami-isteri merupakan hal yang wajar terjadi, karena pada dasarnya sudah merupakan fitrah manusia diciptakan
berbeda-beda satu sama lain, karena bukan hal yang mustahil bagi Allah SWT untuk menjadikan manusia sama keseluruhan—baik sifat, perilaku ataupun bentuk-bentuk
fisik penciptaan manusia. Namun, Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
ﹰﺓﺪِﺣﹶﺍﻭ ﹰﺔﻣﹸﺃ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﹶﻞﻌﺠﹶﻟ ﻚﺑﺭ َﺀﺂﺷﻮﹶﻟﻭ ۖ
ﻚﺑﺭ ﻢِﺣﺭ ﻦﻣ ﺎﱠﻟِﺇ ﻦﻴِﻔِﻠﺘﺨﻣ ﹶﻥﻮﹸﻟﺍﺰﻳ ﺎﹶﻟﻭ ۚ
ﻢﻬﹶﻘﹶﻠﺧ ﻚِﻟﺍﹶﺬِﻟﻭ ۗ
ﻤِﻠﹶﻛ ﺖﻤﺗﻭ ِﺱﺎﻨﻟﺍﻭ ِﺔﻨِﳉﹾﺍ ﻦِﻣ ﻢﻨﻬﺟ ﱠﻥﹶﺄﹶﻠﻣﹶﺄﹶﻟ ﻚﺑﺭ ﹸﺔ
ﻮﻫ ﺩ
١١ :
١١٨ -
١١٩
Artinya: “Dan seandainya tuhanmu menghendaki, maka pastilah Dia jadikan manusia umat yang tunggal. Namun mereka akan tetap berselisih, kecuali
tuhanmu merahmatinya. Lantaran itulah Dia ciptakan mereka itu, dan telah sempurnalah kalimat keputusan Tuhanmu:”Pastilah Aku penuhi
Jahannam dengan isi dari jin dan manusia.”Q.S. Hud11: 118-119
Dalam surat lain juga disebutkan:
52
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Purwokerto: PSG STAIN, 2006, Cet.1, h.41
ﻭِﻣ ﻦ
ﻳﺁ ِﺗﺎِﻪ
ﺧ ﹾﻠﻖ
ﺴﻟﺍ ﻤ
ﻮ ِﺕﺍ
ﻭ ﹾﺍَﻷ
ﺭ ِﺽ
ﻭ ﺧﺍ
ِﺘﹶﻠ ِﻑﺎ
ﹶﺃ ﹾﻟ ِﺴ
ﻨِﺘ ﹸﻜ
ﻢ ﹶﺃﻭ
ﹾﻟﻮ ِﻧﺍ
ﹸﻜ ﻢ ۗ
ِﺇ ﱠﻥ
ِﻓ ﹶﺫ ﻲ
ِﻟﺍ ﻚ
ﹶﻟ ﻳﺂ
ٍﺕﺎ ﱢﻟﹾﻠ
ﻌﺎ ﻴِﻤﹶﻟ
ﻦ ﻡﻭﺮﻟﺍ
٣٠ :
٢٢
Artinya: “dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah menciptakan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui.”Q.S. Ar-Rum30: 22
Memang jelas sekali adanya Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada manusia seperti perbedaan baik perbedaan warna kulit, bahasa dan budaya.
Perbedaan antara laki-laki dan wanita, perbedaan bangsa dan suku bangsa. Hanya saja perbedaan itu harus disadari juga sebagai tanda-tanda kebesaran Allah.
53
Sebagaimana suami-isteri misalnya, dalam keluarga tentunya terjadi begitu banyak perbedaan baik sifat maupun perilaku keduanya dan tak jarang perbedaan-
perbedaan tersebut menjadi pondasi konflik hubungan keluarga mereka. Antara suami-isteri tidak lagi saling mengerti dan memahami, keras kepala, acuh sampai
pada akhirnya menjadi sebuah konflik-konflik yang berkepanjangan. Padahal sebagaimana yang disebutkan Al-Qur’an bahwa salah satu tujuan
perkawinan adalah untuk menjadikan suami-isteri atau yang terlibat di dalamnya dipenuhi ketenangan lahir maupun batin. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-
Rum ayat 21:
ﻳﹶﺍ ﻦِﻣﻭ ﹼﻥِﺍ ﹰﺔﻤﺣﺭﻭ ﹰﺓﺩﻮﻣ ﻢﹸﻜﻨﻴﺑ ﹶﻞﻌﺟﻭ ﺎﻬﻴﹶﻟِﺍ ﺍﻮﻨﹸﻜﺴﺘِﻟ ﺎﺟﺍﻭﺯﹶﺃ ﻢﹸﻜِﺴﹸﻔﻧﹶﺃ ﻦِﻣ ﻢﹸﻜﹶﻟ ﻖﹶﻠﺧ ﹾﻥﹶﺃ ِﻪِﺗﺎ
ﺮﱠﻜﹶﻔﺘﻳ ٍﻡﻮﹶﻘِﻟ ٍﺔﻳﺂﹶﻟ ﻚِﻟﹶﺫ ﻲِﻓَ ﹶﻥﻭ
ﻡﻭﺮﻟﺍ ٣٠
: ٢١
53
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta: Kencana, 2007, Cet.1, h.211
Artinya:“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari
jenismu sendiri,
agar kamu
cenderungdan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah SWT bagi kaum yang berpikir.” Q.S. Ar-Rum30: 21
Menurut Qaradhawi, ayat di atas menunjukkan tiga pondasi bagi berdirinya sebuah keluarga yaitu ketenangan, cinta, dan kasih sayang. Yang dimaksud dengan
ketenangan adalah ketenangan jiwa dari gejolak dan keinginan terhadap lawan jenis dan untuk memenuhi keinginan yang dibolehkan di bawah lindungan keridhaan Allah
SWT.
54
Ayat di atas juga menjadi prasyarat untuk membangun keluarga yang harmonis dan diliputi kasih sayang menuju keluarga yang berkeadilan dan
bermartabat. Sebagaimana dikutip dalam buku kekerasan berbasis gender terdapat 3 tiga kata kunci yang a long life strugle dalam kehidupan berkeluarga:
55
a. Mawaddah To love each other, saling mencintai menyayangi antara satu
dengan lainnya. Mawaddah bukanlah sekedar cinta terhadap lawan jenis dengan keinginan selalu ingin berdekatan dengan cinta penuh gelora dan
menjadikannya terlena dan layu sebelum berkembang, karena melampaui batas kewajaran yang ditentukan agama.
54
Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’ amalu Ma’a al-Qur’ani al-Azhim: Berinteraksi dengan Al-Qur’an. Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Cet. Ke-2, h.144
55
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, h.138-139
Mawaddah dapat diartikan sebagai “cinta plus”, yaitu cinta yang tampak dampaknya pada perlakuan, satu kata dan perbuatan.
56
b. Rahmah Relieve from suffering through symphaty, to show human
understanding from the one other, love and respect one other. Saling simpati, menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lainnya. Sikap
rahmah itu termanifestasikan dalam bentuk perasaan saling simpati, menghormati dan saling mengagumi antara kedua belah pihak sehingga akan
muncul kesadaran saling memiliki dan keinginan untuk melakukan yang terbaik bagi pasangannya sebagaiman dirinya ingin diperlakukan.
c. Sakinah To be or become tranquil; peaceful; god-inspired, peace and mind,
kedamaian dan ketentraman. Sakinah merupakan kesadaran perlunya kedamaian, ketentraman. Keharmonisan, kejujuran dan keterbukaan yang
diinspirasikan dan berlandaskan pada spiritualitas ketuhanan. Ujung-ujungnya spiritualitas ketuhanan yang Maha Lembut, yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang perlu dijadikan sumber ilham dan inspirasi yang agung untuk menempuh hidup baru yang dicita-citakan.
Keadaan sakinah, mawaddah dan rahmah tidak akan tercapai dalam sebuah rumah tangga bila penghuninya tidak saling memahami dan menghormati perbedaan
yang ada pada masing-masing pasangan. Karena semua manusia, betapa pun
56
Depag RI, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat dan Berpolitik Tafsir Al-Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, 2009, Cet.1, h.429
hebatnya pasti ada kekurangannya, begitu pula sebaliknya. Dalam kehidupan rumah tangga suami-isteri tentu tidak luput dari kelemahan, sehingga suami-isteri harus
saling melengkapi dan menyayangi.
57
Sifat dan perilaku secara umum erat kaitannya dengan kepribadian seseorang, yang merupakan bawaan sejak lahir atau anugerah yang diberikan Tuhan pada
manusia begitu juga pada suami ataupun isteri. Sedangkan kepribadian sendiri dalam Psikologi Perkembangan diartikan sebagai karakteristik atau cara bertingkah laku
yang menentukan
penyesuaian dirinya
manusia yang
khas terhadap
lingkungannya.
58
Dalam Psikologi Perkembangan, Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, adapun yang mempengaruhi kepribadiannya antara lain:
1. Potensi bawaan
Seorang bayi telah diwarnai unsur-unsur yang diturunkan oleh kedua orang tuanya dan tentu diwarnai pula oleh perkembangan dalam kandungan ibunya.
2. Pengalaman dalam budayalingkungan
Proses perkembangan mencakup suatu proses belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat tanpa kita sadari lagi, pengaruh nilai-nilai dan
masyarakat dalam kehidupan kita telah kita terima dan menjadi bagian dari diri kita.
57
Ibid., h.429
58
Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan—Pendekan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja, Bandung, PT Refika Aditama, 2006, Cet.1, h128
Pengaruh lain dari budaya adalah mengenai peran seseorang dalam kelompok masyarakat. Misalnya seseorang yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki akan
menerima beban untuk berperan sebagai lak-laki menurut masyarakatnya dan sejenisnya.
3. Pengalaman yang unik
Selain potensi bawaan dan tuntutan peran oleh masyarakat yang juga turut membentuk kepribadian seseorang dan yang membedakannya dari orang lain
adalah pengalaman dirinya yang khas. Orang, selain berbeda dalam bentuk badan, potensi bawaan juga berbeda dalam perasaan reaksi emosi dan daya tahannya.
59
Kaitan ketiga hal tersebut dalam hubungan suami-isteri adalah ketika pasangan berada dalam lingkup keluarga dan menyatukan dua kepala yang berbeda
baik potensi bawaannya yang sudah ada sejak lahir, budaya maupun pengalamannya masing-masing maka akan dijumpai banyak perbedaan baik yang krusial maupun
biasa dan tak jarang membuat perbedaan yang ada semakin meruncing bila tidak diantisipasi dan dapat menimbulkan perselisihan serta pertengkaran.
Sedangkan faktor lain yang juga sering menjadi perselisihan antara suami-isteri dalam sebuah rumah tangga menurut Mufidah dalam Psikologi Keluarga Islam
60
bahwa seringkali antara suami-isteri enggan memecahkan masalah dengan pikirannya yang jernih dilandasi oleh beberapa faktor, antara lain:
59
Ibid.,129-130
60
Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN Malang Press,2008, h.189-194
a. Faktor emosi
Dalam menghadapi masalah, suami-isteri diharapkan mampu mengendalikan emosi karena emosi dan mudah marah merupakan bagian dari perbuatan setan.
Jika suami-isteri masih dalam emosi dan masing-masing mempertahankan egonya maka tidak akan menyelesaikan masalah. Rasulullah SAW menegaskan dalam
hadisnya:
ﺹ ِﷲﺍ ﹶﻝﻮﺳﺭ ﱠﻥﹶﺃ ﹶﺓﺮﻳﺮﻫ ﻲِﺑﹶﺃ ﻦﻋ .
ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻡ :
ﻪﺴﹾﻔﻧ ﺪﻳِﺪﺸﻟﺍ ﺎﻤﻧِﺇ ِﺔﻋﺍﺮﺼﻟﺎِﺑ ﺪﻳِﺪﺸﻟﺍ ﺲﻴﹶﻟ ِﺐﻀﻐﻟﹾﺍ ﺪﻨِﻋ
ﻱﺭﺎﺨﺒﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ
٦١
Artinya:“Dari abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda “orang- orang yang kuat bukannya orang yang kuat secara fisik, akan tetapi
orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan emosinya ketika ia sedang marah”. HR. Bukhari
b. Faktor kurang pengertian pemahaman
Seringkali keterbatasan pemahaman dan pengertian suami-isteri terhadap masalah yang dihadapi menyebabkan kesalahan pemhaman sehingga masalahnya menjadi
semakin rumit. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya suami isiteri saling mengkomunikasikan apa yang dipahami oleh masing-masing tentang masalah
yang sedang dihadapi, menjelaskan duduk persoalannya agar masing-masing menemukan satu pemahaman untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya berikut ini dalam QS. Ali-Imran ayat 159:
61
Al-Bukhari, Sahih Bukhari Juz V, Darul Ihya Turosul al-A’roby, t.t, h.2267
... ِ ﺮﻣَﻷﹾﺍ ﻲِﻓ ﻢﻫﺭِﻭ ﺎﺷﻭ
ۖ ِ ﷲﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﹾﻞﱠﻛﻮﺘﹶﻓ ﺖﻣﺰﻋ ﺍﹶﺫِﺈﹶﻓ
ۚ ﻴِﻠﱢﻛﻮﺘﻤﹾﻟﺍ ﺐِﺤﻳ َﷲﺍ ﱠﻥِﺇ
ﻦ ﻥﺍﺮﻤﻋ ﻝﺍ
٣ :
١٥٩
Artinya:“...Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah
SWT sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada- Nya.”QS. Ali-Imran3: 159
c. Faktor Gender Stereotype Pelabelan Negatif
Perbedaan cara pandang seringkali mengarah pada perasaan su’udzhanburuk sangka, saling menuduh dan melempar tanggung jawab. Gender stereotype
memberikan lebih negative atas dasar perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu penyebab buruk sangka pada pasangannya. Untuk menghilangkan gender
stereotype suami-isteri merupakan langkah positif agar dapat menumbuhkan rasa saling menghargai, saling percaya dan memandang positif pasangannya.
62
Sebagaimana Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
ﻢﹸﻜﱠﻟ ﺮﻴﺧ ﻮﻫﻭ ﺎﹰﺌﻴﺷ ﺍﻮﻫﺮﹾﻜﺗ ﹾﻥﹶﺃ ﻰﺴﻋﻭ ۚ
ﻢﹸﻜﱠﻟ ﺮﺷ ﻮﻫﻭ ﺎﹰﺌﻴﺷ ﺍﻮﺒِﺤﺗ ﹾﻥﹶﺃ ﻰﺴﻋﻭ ۗ
ﺎﹶﻟ ﻢﺘﻧﹶﺃﻭ ﻢﹶﻠﻌﻳ ُﷲﺍﻭ ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﻌﺗ
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ ٢
: ٢٦١
Artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu Allah SWT maha mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” QS. Al-Baqarah: 216
62
Ibid., h 189-194
d. Faktor dominasi pihak yang kuat
Suami dalam pandangan masyarakat sebagai kepala keluarga adalah positif ketika menjalankan fungsi melindungi, mangayomi dan memberdayakan. Tetapi posisi
sebagai pemimpin tidak selamanya diiringi dengan fungsi-fungsi yang semestinya, sehingga memicu lahirnya hubungan suami-isteri yang timpang.
Pihak yang merasa kuat, kuasa dengan dalih meluruskan isteri, biasanya suami yang sering muncul sebagai pihak yang dominan. Demikian pula pihak yang
merasa lemah, kendatipun mempunyai ide yang cemerlang tidak akan mengambil peran dan memberikan kontribusinya terhadap penyesuaian masalah.
63
Allah menjelaskan dalam firmannya:
... ِﺬﱠﻟﺍ ﹸﻞﹾﺜِﻣﱠ ﻦﹶﳍﻭ
ِﻑﻭﺮﻌﻤﹾﻟﺎِﺑ ﻦِﻬﻴﹶﻠﻋ ﻱ ۚ
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ ٢
: ٢٢٨
Artinya: “… dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” Al-Baqarah2: 228
e. Faktor Kafaah kesetaraan
Kafaah menurut hukum Islam adalah keseimbangan dan keserasian antara calon isteri dan suami sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk
melangsungkan perkawinan.
64
Adanya perbedaan dalam memilih pasangan suami atau istri yang tidak sekufu’ setara baik dalam hal harta, status, keturunan, maupun agama juga seringkali
juga menjadi faktor penyebab ketidak-harmonisan dalam rumah tangga.
63
Ibid., 194
64
Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Lengkap, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal.56
Ketidakharmonisan ini ketika tidak bisa dipulihkan dalam bangunan rumah tangga terkadang suami atau istri memutuskan untuk melakukan perceraian.
65
Perselisihan dan percekcokan sering terjadi Akibat dari semakin runcingnya perbedaan-perbendan sifat dan perilaku suami-isteri yang tidak disikapi dengan saling
menghargai serta menghormati satu sama lain. Perbedaan yang ada pun mestinya menjadi motivasi satu sama lain untuk saling mengangkat persamaan yang ada
kepermukaan dan menenggelamkan sisi-sisi perbedaan karakter baik sifat maupun perilaku masing-masing yang hanya akan merugikan keutuhan sebuah rumah tangga.
Maka dari itu Rasulullah menjelaskan dalam haditsnya kiat-kiat memilih pasangan agar umatnya tidak menyesal dikemudian hari. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw dalam hadisnya:
ﺭ ﹶﺓﺮﻳﺮﻫ ﻲِﺑﹶﺃ ﻦﻋ .
ﻉ .
ﺹ ﻲِﺒﻨﻟﺍ ِﻦﻋ .
ﻡ .
ﹶﻝﺎﹶﻗ :
ٍﻊﺑﺭﹶﺄِﻟ ﹸﺓﹶﺃﺮﻤﹾﻟﺍ ﺢﹶﻜﻨﺗ :
ﺎﻬِﺒﺴﺤِﻟﻭ ﹶﺎِﳍﹶﺎِﳌ ﺎﻬِﻨﻳِﺪِﻟﻭ ﺎﻬِﻟﺎﻤﺠِﻟﻭ
. ﻙﺍﺪﻳ ﺖﺑِﺮﺗ ِﻦﻳﺪﻟﺍ ِﺕﺍﹶﺬِﺑ ﺮَﹶﻔﹾﻇﹶﺎﻓ
. ﻢﻠﺴﳌﺍ ﻩﺍﻭﺭ
٦٦
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat perkara; Harta, keturunan, rupa dan agama.
Pilihlah wanita yang beragama. Mudah-mudahan kamu beruntung.” HR. Muslim
Jika keempat alasan tersebut semuanya ada pada seorang laki-laki, tentulah merupakan calon suami yang ideal. Seorang calon suami yang kaya raya, dari
keturunan yang baik-baik atau keturunan bangsawan misalnya, wajahnya tampan dan
65
A.Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan: Nikah, Talak, Cerai, dan Rujuk, Cet.ke-2, Bandung: al-Bayan, 1995, h. 43
66
Muslim, Sahih Muslim ttp, al-Qanāah, tt, I: 623, “ Kitab an-Nikah,” “Bāb Istihbāb an- Nikāhi zāti ad-Dini.”
taat beribadah. Atau sebaliknya, seorang gadis yang kaya, keturunan orang baik-baik atau ningrat, cantik rupawan dan taat mengamalkan ajaran agama. Tentulah
merupakan calon istri yang amat ideal. Akan tetapi, dari hadis tersebut juga kita bisa mengambil pelajaran dalam rangka memilih pasangan yang tepat, yaitu kita boleh
memilih calon pasangan karena alasan apapun, tetapi tidak boleh lepas dari alasan agama.
67
Biasanya konflik perbedaan yang terjadi dalam sebuah rumah tangga ada yang bisa terselesaikan dan antara suami-isteri rukun kembali. Namun, ada juga konflik-
konflik yang terjadi dalam rumah tangga berlarut-larut bahkan menyentuh hal-hal yang prinsipil. Perbedaan sifat dan perilaku keduanya pun semakin terlihat jelas dan
timpang. Suami-isteri saling acuh, karena sama-sama merasa paling benar dan tak ada yang mau mengalah sampai salah satu dari keduanya Nusyuz durhaka dan terjadi
Syiqaq. Nusyuz sendiri memiliki pengertian durhaka. yaitu jika suami-isteri
meninggalkan kewajiban-keawjibannya.
68
Nusyuz suami dapat terjadi ketika meninggalkan hak dan kewajibannya baik materi maupun non materi. Seperti materi
yang bersifat nafkah lahir, sedangkan yang non materi diantaranya muasyarah bil ma’ruf atau menggauli isterinya dengan cara yang baik.
67
A. Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 1999, Cet IX, hlm. 18.
68
M. Abdul Mujib, Mabruri Tholhah, Syafi’ah A.M, Kamus Istilah Fikih, h.251
Bila isteri nusyuz Al-Qur’an memberikan solusi penyelesaian, sebagaimana tertera dalam firmannya sebagaimana berikut:
ﻦﻫﺯﻮﺸﻧ ﹶﻥﻮﹸﻓﺎﺨﺗ ﻰِﺗﺎﱠﻠﻟﺍﻭ ﻦﻫﻮﺑِﺮﺿﺍﻭ ِﻊِﺟﺎﻀﹶﳌﹾﺍ ﻰِﻓ ﻦﻫﻭﺮﺠﻫﺍﻭ ﻦﻫﻮﹸﻈِﻌﹶﻓ
ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ ٤
: ٣٤
Artinya:”Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya meninggalkan kewajiban rumah tangga, maka nasihatilah mereka dan pisah diri dari
tempat tidur mereka dan pukullah mereka.”Q.S. An-Nisa4: 34 Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan, apabila suami khawatir akan
nusyuznya isteri yang diakibatkan oleh sikap serta tingkah-laku isteri setidaknya ada tiga tahapan yang harus dilakukan oleh seorang suami dalam menanganinya. Antara
lain: 1
Memberi nasihat yang baik dan bijaksana kepada isteri, agar ia sadar dan mau kembali kepada tugasnya yang mulia dan utama sebagai ibu rumah tangga yang
baik dan bijaksana. 2
Memisahkan diri dari tempat tidur isteri, dengan maksud agar isteri dapat mawas diri dan mendambakan kerukunan lagi, serta kehidupan keluarga yang baik.
Langkah pemisahan tempat tidur antara suami-isteri hanya boleh ditempuh, apabila nasihat suami tidak dihiraukan lagi oleh isteri.
3 Memberikan pukulan yang cukup ringan tidak boleh keras berat, sampai
melukai atau menyakiti badan isteri. Langkah ini hanya boleh ditempuh oleh
suami dalam keadaan terpaksa, bila pemberian nasihat dan pemisahan tempat tidur tidak membawa hasil isteri masih tetap membangkang.
69
Sedangkan bila sebaliknya, dalam hal ini isteri yang terkena nusyuz dari pihak suami, Al-Qur’an menjelaskan tindakan seperti apa yang mesti diambil. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 128:
ﻦِﻣ ﺖﹶﻓﺎﺧ ﹲﺓﹶﺃﺮﻣﺍ ِﻥِﺇﻭ ۢ
ﺎﺤﹾﻠﺻ ﺎﻤﻬﻨﻴﺑ ﺎﺤِﻠﺼﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﺂﻤِﻬﻴﹶﻠﻋ ﺡﺎﻨﺟ ﺎﹶﻠﹶﻓ ﺎﺿﺍﺮﻋِﺇ ﻭﹶﺃ ﺍﺯﻮﺸﻧ ﺎﻬِﻠﻌﺑ ۚ
.. ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ
٤ :
١٢٨
Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa baginya mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya.”Q.S. An-Nisa4: 128
Dampak selanjutnya yang terjadi akibat adanya perbedaan sifat dan perilaku suami-isteri adalah terjadinya Syiqaq. Syiqaq adalah krisis memuncak yang terjadi
antara suami-isteri sedemikian rupa, sehingga antara suami-isteri terjadi pertentangan pendapat dan pertengkaran, menjadi dua pihak yang tidak mungkin dipertemukan dan
kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya.
70
Syiqaq juga merupakan perbuatan tidak baik yang dapat mengganggu keutuhan ikatan perkawinan.
71
Dalam rumah tangga tak jarang dijumpai perselisihan, sepanjang perselisihan itu bisa diatasi sendiri, maka tak perlu ada campur tangan dari pihak ketiga dalam
menyelesaikannya. Tetapi apabila perselisihan tersebut sudah parah, maka sebaiknya
69
Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid 3: Muamalah, Jakarta: RajaGrafindo, 1993, Cet.II, hal.47-48
70
Ghazaly, Fiqih Munakahat, h.214
71
M. Abdul Mujib, Mabruri Tholhah, Syafi’ah A.M, Kamus Istilah Fikih, h.347
mengangkat dua orang hakam, seorang dari pihak suami seorang lagi dari pihak isteri. apabila hakam sepakat untuk mendamaikan kembali suami-isteri, maka keduanya
berkewajiban untuk kembali hidup rukun. Tetapi apabila hakam mengalami jalan buntu, alangkah baiknya kedua hakam dalam usaha mendamaikan meminta nasehat
Tokoh agama. Setelah usaha-usaha itu dilakukan dan kedua hakam memutuskan tidak ada jalan lain kecuali cerai, maka ada dua cara penyelesaiannya:
a. Hakam dari pihak suami menjatuhkan thalak, atau
b. Hakam dari pihak isteri melakukan Khulu’ thalak tebus.
72
3. Perbedaan Karakter suami-isteri sebagai alasan perceraian