Komunikasi Antarpribadi Suami Istri (Studi Kasus Kualitatif Pasangan Suami Istri Yang Menikah Tanpa Pacaran di Kota Medan)

(1)

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI SUAMI ISTRI

(Studi Kasus Kualitatif Pasangan Suami Istri Yang Menikah Tanpa Pacaran di Kota Medan)

SKRIPSI

Anggie Dahlia Simanjuntak 100904087

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014


(2)

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI SUAMI ISTRI

(Studi Kasus Kualitatif Pasangan Suami Istri Yang Menikah Tanpa Pacaran di Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara

Anggie Dahlia Simanjuntak 100904087

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

Tanda Tangan : Tanggal :

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang

berlaku.

Nama : Anggie Dahlia Simanjuntak NIM : 100904087


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

1. Ketua Penguji :

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik :

Nama : Anggie Dahlia Simanjuntak NIM : 100904087

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI (Studi Kasus Kualitatif Pasangan Suami Istri Yang Menikah Tanpa Pacaran di Kota Medan)

Dilaksanakan Pada Hari : Tanggal : Pukul : Tempat :

Tim Penguji :

2. Penguji :


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, peneliti mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat, karunia, dan anugerah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri (Studi Kasus Kualitatif Tentang Komunikasi Antarpribadi Pada Pasangan Suami Istri Yang Menikah Tanpa Pacaran di Kota Medan). Skripsi ini merupakan tugas akhir peneliti sebagai syarat pendidikan sarjana (S-1).

Dalam penulisan penelitian ini dan penyusunan skripsi ini, peneliti mendapat banyak bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua peneliti yaitu ayahanda Drs. Daud Simanjuntak dan ibunda Rosita Damanik yang selalu mendukung dan membantu peneliti baik dukungan moril, materil terlebih untuk setiap doa yang senantiasa mengiringi setiap langkah dalam hidup peneliti.

2. Saudara peneliti yaitu Philip Simanjuntak, Paul Simanjuntak dan July Banjarnahor, Joshua Simanjuntak, Queensha Simanjuntak dan Visarah Simanjuntak yang senantiasa memberikan dukungan kepada peneliti.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Nurbani, M.Si selaku dosen pembimbing peneliti yang senantiasa memberikan motivasi dan membantu peneliti yang senantiasa memberikan motivasi dan membantu peneliti dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

7. Seluruh staff pengajar Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang juga telah membantu peneliti dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.


(6)

8. Kak Maya selaku Staff Departemen Ilmu Komunikasi yang banyak membantu dalam penyelesaian studi sampai penyelesaian skripsi.

9. Teman-teman peneliti Nora Evangeline, Olivia Ruth, Grace Ebanta, Sarah Sianturi, Camilla Emanuella, Rosida Zulsufyani, Jessica Lara yang senantiasa memberikan motivasi kepada peneliti.

10. Para informan yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

11. Teman – teman angkatan 2010 Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu, peneliti mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Peneliti juga mengharapkan ide, saran, kritik dari pembaca untuk perbaikan yang lebih baik ke depannya.

Medan, April 2014

Peneliti


(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Anggie Dahlia Simanjuntak NIM : 100904087

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty – Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI SUAMI ISTRI

(Studi Kasus Kualitatif Pasangan Suami Istri Yang Menikah Tanpa Pacaran di Kota Medan)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


(8)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Komunikasi Antarpribadi Suami Istri (Studi Kasus Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri Yang Menikah Tanpa Proses Pacaran di Kota Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi antarpribadi pada pasangan suami istri yang menikah tanpa proses pacaran di Kota Medan, dan untuk mengetahui perkembangan hubungan suami istri yang menikah tanpa proses pacaran di Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus dimana peneliti akan memberikan pemaparan atau gambaran umum mengenai bagaimana komunikasi antarpribadi yang terjadi pada pasangan suami istri yang menikah tanpa pacaran di Kota Medan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara mendalam (in-depth interview) yaitu wawancara terhadap empat orang informan yang telah memenuhi kriteria penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Wawancara dilakukan secara intensif dan terus menerus sampai data yang didapatkan telah sesuai dengan tujuan penelitian dan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan bahan bacaan dan buku sebagai bahan referensi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model Miles and Huberman yaitu peneliti melakukan reduksi data dan melakukan penarikan kesimpulan kemudian menyajikan data dengan teks yang naratif lalu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan pasangan suami istri (JS dan HS, VP dan RS, ES dan OS, SS dan NM) yang menikah tanpa proses pacaran membutuhkan penyesuaian baik karakter maupun berbagai kondisi seperti aktivitas waktu luang, seksualitas, ekonomi dan sebagainya. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa keintiman dan kemesraan yang dirasakan oleh pasangan suami istri (JS dan HS, ES dan OS, SS dan NM) yang menikah tanpa proses pacaran tidak langsung muncul di awal pernikahan, namun seiring berjalannya waktu dan kebersamaan mereka setiap hari, timbul keintiman, kemesraan dan cinta, kecuali pasangan suami istri (VP dan RS) tidak menemukan keintiman, kemesraan, dan cinta di dalam hubungan suami istri. Pasangan suami istri (JS dan HS, ES dan OS, SS dan NM) yang menikah tanpa pacaran menjalin komunikasi yang efektif, saling terbuka dan saling percaya, serta menjunjung tinggi komitmen, sedangkan pasangan suami istri (VP dan RS) tidak menjalin komunikasi yang efektif, tidak saling terbuka, tidak saling percaya namun tetap menjunjung tinggi komitmen pernikahan. Peneliti menemukan bahwa pasangan suami istri (JS dan HS, ES dan OS, SS dan NM) merasa puas menjalani pernikahan tanpa pacaran kecuali pasangan suami istri (VP dan RS) tidak puas menjalani pernikahan tanpa pacaran.


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………..i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ………ii

LEMBAR PENGESAHAN ……….iii

KATA PENGANTAR ……….iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………vi

ABSTRAK ………...vii

DAFTAR ISI ………..viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ……...1

1.2 Fokus Masalah ………..8

1.3 Tujuan Penelitian ………..8

1.4 Manfaat Penelitian ………8

BAB II Kajian Pustaka 2.1 Paradigma Kajian ………...10

2.2 Kajian Pustaka ………...12

2.2.1 Komunikasi ………...12

2.2.1.1 Pengertian Komunikasi ………..10

2.2.1.2 Komponen Dasar Komunikasi ………...13

2.2.1.3 Fungsi dan Tujuan Komunikasi ……….13

2.2.1.4 Prinsip Komunikasi ………15

2.2.1.5 Jenis-jenis Komunikasi ……….……….16

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi ……….17

2.2.3 Teori Penetrasi Sosial ………..24

2.2.4 Self Disclosure ……….28

2.2.5 Teori Johari Windows ………..51

2.2.6 Teori Pelanggaran Harapan ………..33

2.2.7 Perkawinan ………...35

2.2.7.1 Pola-pola Hubungan Interaksi ………40


(10)

2.2.8.1Hubungan Pria Wanita ………42

2.3 Model Teoritik ………43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ………44

3.2 Objek Penelitian ………..46

3.3 Subjek Penelitian ………46

3.4 Kerangka Analisis ………...46

3.5 Teknik Pengumpulan Data ………..47

3.6 Keabsahan Data ………..49

3.7 Teknik Analisis Data ………...50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ………..51

4.1.1 Profil Informan ……….53

4.1.1.1 Profil Pasangan Suami Istri JS dan HS ………53

4.1.1.2 Profil Pasangan Suami Istri VP dan RS ………...………54

4.1.1.3 Profil Pasangan Suami Istri ES dan OS ………...……55

4.1.1.4 Profil Pasangan Suami Istri SS dan NM ………...………...56

4.1.2 Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri ………..57

4.1.2.1 Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri JS dan HS …………57

4.1.2.2 Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri VP dan RS ………...65

4.1.2.3 Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri ES dan OS ………...71

4.1.2.4 Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri SS dan NM …...…...78

4.2 Pembahasan ……….93

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ………..110


(11)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Komunikasi Antarpribadi Suami Istri (Studi Kasus Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri Yang Menikah Tanpa Proses Pacaran di Kota Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi antarpribadi pada pasangan suami istri yang menikah tanpa proses pacaran di Kota Medan, dan untuk mengetahui perkembangan hubungan suami istri yang menikah tanpa proses pacaran di Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus dimana peneliti akan memberikan pemaparan atau gambaran umum mengenai bagaimana komunikasi antarpribadi yang terjadi pada pasangan suami istri yang menikah tanpa pacaran di Kota Medan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara mendalam (in-depth interview) yaitu wawancara terhadap empat orang informan yang telah memenuhi kriteria penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Wawancara dilakukan secara intensif dan terus menerus sampai data yang didapatkan telah sesuai dengan tujuan penelitian dan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan bahan bacaan dan buku sebagai bahan referensi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model Miles and Huberman yaitu peneliti melakukan reduksi data dan melakukan penarikan kesimpulan kemudian menyajikan data dengan teks yang naratif lalu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan pasangan suami istri (JS dan HS, VP dan RS, ES dan OS, SS dan NM) yang menikah tanpa proses pacaran membutuhkan penyesuaian baik karakter maupun berbagai kondisi seperti aktivitas waktu luang, seksualitas, ekonomi dan sebagainya. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa keintiman dan kemesraan yang dirasakan oleh pasangan suami istri (JS dan HS, ES dan OS, SS dan NM) yang menikah tanpa proses pacaran tidak langsung muncul di awal pernikahan, namun seiring berjalannya waktu dan kebersamaan mereka setiap hari, timbul keintiman, kemesraan dan cinta, kecuali pasangan suami istri (VP dan RS) tidak menemukan keintiman, kemesraan, dan cinta di dalam hubungan suami istri. Pasangan suami istri (JS dan HS, ES dan OS, SS dan NM) yang menikah tanpa pacaran menjalin komunikasi yang efektif, saling terbuka dan saling percaya, serta menjunjung tinggi komitmen, sedangkan pasangan suami istri (VP dan RS) tidak menjalin komunikasi yang efektif, tidak saling terbuka, tidak saling percaya namun tetap menjunjung tinggi komitmen pernikahan. Peneliti menemukan bahwa pasangan suami istri (JS dan HS, ES dan OS, SS dan NM) merasa puas menjalani pernikahan tanpa pacaran kecuali pasangan suami istri (VP dan RS) tidak puas menjalani pernikahan tanpa pacaran.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Konteks Masalah

Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup seorang diri. Dalam hubungannya sebagai makhluk sosial, terkandung makna bahwa bagaimanapun juga manusia tidak terlepas dari individu yang lain karena akan saling melengkapi dan membutuhkan. Komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan suatu hubungan kontak antara manusia baik individu maupun berkelompok. Menurut Hovland, Jains & Kelley komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (Fajar,2009:27).

Komunikasi merupakan medium paling penting dalam membangun suatu hubungan dengan orang lain dan untuk membangun kontak sosial. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communicatio, yang bersumber dari kata communis artinya “sama” dan communico atau communication, yang berarti “membuat sama” (Effendy,2003:30). Melalui proses komunikasi kita tumbuh dan belajar mengenal lingkungan sekitar. Sebab itu, komunikasi merupakan kebutuhan bagi setiap manusia dalam rangka pertukaran informasi. Salah satu cara pertukaran yaitu secara pribadi, baik itu berupa gagasan ataupun pendapat pribadi.

Hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia untuk membina hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut bisa dalam bentuk pertemanan, hubungan kasih sayang antara anak dengan orang tua, hubungan kasih sayang dengan pasangan, hubungan kasih sayang dengan teman, dan sebagainya. Di dalam komunikasi antarpribadi, hubungan dapat diartikan sebagai sejumlah harapan yang dua orang miliki bagi perilaku mereka didasarkan pada pola interaksi mereka. Hubungan adalah perpaduan antara kedekatan emosional, komunikasi pada berbagai tingkatan, dan perilaku sosial terhadap sesama anggota komunitas atau lingkungan (Veere,2013:1). Hubungan yang baik adalah dimana interaksi-interaksi sifatnya memuaskan dan sehat bagi mereka yang terlibat interaksi tersebut (Budyatna dan Ganiem, 2011:36). Salah satu tujuan dari membina hubungan dengan orang lain adalah agar kita mendapatkan dukungan sosial. Salah satu bentuk hubungan interpersonal adalah menikah.


(13)

Secara emosional, komunikasi antarpribadi sangat efektif dalam membangun hubungan dengan orang lain. Komunikasi antarpribadi menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan berapa umpan balik seketika (Fajar,2009:78). Komunikasi antarpribadi merupakan pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan feedback yang langsung dalam (Hidayat,2012:41). Lebih lanjut De Vito dalam (Liliweri,1991:13), menyatakan ada 5 ciri-ciri komunikasi antarpribadi yaitu openees (keterbukaan), emphaty (empati), supportiveness (dukungan), positiveness (rasa postif), dan equality (kesamaan). Dengan adanya komunikasi antarpribadi tercipta suatu hubungan yang intim, salah satunya komunikasi antarpribadi dalam hubungan pernikahan.

Menikah dan membina kehidupan rumah tangga merupakan salah satu aktivitas sentral dari manusia yang bertujuan untuk memperoleh suatu kehidupan yang bahagia. Pernikahan adalah suatu bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan yang meliputi hubungan seksual, legitimasi untuk memiliki keturunan (memiliki anak), dan penetapan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pasangan.

Seluk beluk pernikahan di Indonesia diatur dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Pernikahan No. 1 tahun 1974, yang mendefenisikan pernikahan sebagai “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ikatan lahir dan batin (Walgito,1984) menunjukkan bahwa suatu pernikahan tidak hanya mengandung ikatan formal sesuai peraturan masyarakat yang ada, tetapi juga mengandung ikatan yang tidak nampak secara langsung dan bersifat psikologis. Ikatan batin ini tercipta bila suami istri saling mencintai. Adanya ikatan lahir batin tersebut akan menimbulkan kebahagiaan lahir batin

Cinta merupakan kekuatan yang mampu menarik dua orang dalam satu ikatan yang tidak terpisahkan yang dinamakan perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan akan kuat ketika dilandasi cinta. Berbagai jenis cinta hadir dalam masyarakat, dan banyak orang mencintai dengan motif cinta yang berbeda-beda. Ada beberapa jenis cinta di dalam buku “Interpersonal Comunication” yaitu Eros merupakan passionate love pengalaman cinta yang menarik seseorang dengan tarikan yang sangat kuat dan sebuah hasrat untuk memberikan fokus yang eksklusif


(14)

terhadap perhatian orang tersebut. Ludus menggambarkan sebagai “game playing” cinta, dimana hubungan terlihat sebagai jalan untuk bermain dengan afeksi dan daya tarik. Storge menggambarkan tipe cinta yang memiliki afeksi dan kedekatan utama namun tidak selalu menggairahkan dan berhubungan dengan komiten jangka panjang dan berkualitas yang membuat hubungan harus dipertahankan. Mania hampir sama dengan eros yang melibatkan nafsu emosi dan obsessive focus pada salah satu pasangan cintanya, namun pada tipe ini pengalaman cinta selalu terlihat berupa penderitaan. Pragma menggambarkan pendekatan cinta yang sangat praktis dan pragmatik. Agape tidak meminta apapun dari pasangannya dan berorientasi pada cara memberi bukan menerima (Beebe&Redmond,2008:282).

Cinta dan komitmen menjadi alasan utama pernikahan. Komitmen yang dimaksud adalah komitmen pribadi dalam hubungan intim, yang salah satunya berupa pernikahan. Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambungan dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama. Komitmen yang sejati adalah komitmen yang berasal dari dalam diri, yang tidak akan luntur walaupun mengahadapi berbagai rintangan dan ujian yang berat dalam perjalanan kehidupan cintanya. Adanya rintangan dan godaan justru menjadi pemicu bagi masing-masing individu untuk membuktikan ketulusan cintanya. Dengan demikian, komitmen akan mempererat dan melanggengkan kehidupan cinta sampai akhir hayat.

Hasil penelitian telah menemukan ada tiga karakteristik umum mengenai pasangan perkawinan yang telah berlangsung dan bertahan lebih dari lima puluh tahun (Dickson,1995). Karakteristik yang pertama, adanya saling menghormati atau mutual respect, memperlakukan terhadap satu sama lain dengan saling menghargai. Karakteristik yang kedua, ialah tingkat kedekatan yang nyaman atau comfortable level of closeness – menghabiskan sejumlah waktu yang tepat dengan teman hidupnya. Karakteristik yang ketiga ialah kehadiran sebuah rencana atau bayangan hidup (Budyatna,2011:168).

Dalam proses menuju pernikahan, pacaran merupakan cara yang biasa dilakukan dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Pacaran ditandai dengan adanya kedekatan emosional dan daya tarik seksual terhadap lawan jenis serta perasaan cocok yang dirasakan oleh kedua individu (lakilaki dan perempuan lajang).


(15)

Pacaran dalam rangka mencari dan mendapatkan pasangan hidup kini menjadi cara yang paling digemari. Pacaran telah menjadi tradisi yang mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Pacaran sebagai cara yang dilakukan dalam rangka penjajakan untuk mencari pasangan hidup sudah menjadi alasan utama mereka yang menempuhnya. Penjajakan dimaksudkan untuk saling mengenal satu sama lain, saling mengerti pribadi masing-masing dan dalam rangka mencari kecocokan sebelum memasuki bahtera rumah tangga. Penjajakan dilakukan guna menghindari kesalahan dalam memilih pasangan hidup. Hal ini menyebabkan timbulnya asumsi dalam masyarakat bahwa pacaran lebih baik dalam menjunjung penyesuaian pasangan setelah menikah, karena pacaran berfungsi sebagai sarana untuk saling mengenal, memahami, dan mengerti kepribadian masing-masing calon pasangan hidup.

Dalam proses menuju perkawinan, pacaran bukan jaminan untuk melaju kejenjang pernikahan. Ada juga pernikahan yang dilakukan tanpa melalui proses pacaran. Pernikahan tanpa didahului proses berpacaran biasanya dilakukan karena latar belakang yang berbeda-beda. Alasan yang sering ditemukan adalah karena faktor dijodohkan oleh orang tua, teman atau keluarga, faktor umur yang semakin matang, dan ada yang karena faktor agama (ta’aruf), faktor masa lalu yang membuat orang malas untuk berpacaran, dan masih banyak faktor lainnya yang mendukung. Walaupun demikian, tidak sedikit pasangan yang memutuskan sendiri untuk menikah tanpa melalui proses pacaran.

Pernikahan tidaklah harus selalu di dasari oleh cinta pada awalnya. Cinta dapat tumbuh dan berkembang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Ikatan suci pernikahan dan kebersamaan yang dilalui setiap harinya serta adanya niat yang tulus untuk saling menerima kelebihan dan kekurangan pasangan satu sama lain akan menjadi pendorong untuk memberi kemudahan dalam timbul berkembangnya rasa cinta diantara pasangan. Bahkan, rasa cinta itu akan lebih berkesan dan bermakna karena tumbuh dalam bingkai keimanan dan dalam ikatan suci yakni setelah pernikahan. Sehingga perasaan keduanya selalu berbunga-bunga dan serasa seakan seperti masa bulan madu setiap harinya.

Kisah cinta fenomenal Presiden Soeharto dengan Ibu Tien, mereka di persatukan dalam sebuah pernikahan tanpa didahului proses berpacaran dengan cara dijodohkan. Mereka berhasil

menumbuhkan dan memupuk cinta mereka selama hampir setengah abad. Dengan falsafah cinta mereka yangberlatar belakang Jawa berhasil memp


(16)

ertahankan pernikahan sampai akhir hayat

Pada pasangan yang menikah tanpa melalui proses pacaran maka banyak hal bagi kedua individu tersebut menjadi suatu hal yang sulit karena pasangan tersebut banyak belum mengetahui dan mengerti tentang satu sama lainnya sehingga banyak hal yang harus disesuaikan maka dari itu penyesuaian perkawinan sangat menentukan perjalanan rumah tangga yang mereka bangun selamanya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Universitas Ain Syams, hasilnya menunjukkan bahwa 75% pernikahan yang dilakukan setelah proses pacaran yang romantis akan berujung pada kegagalan total dan perceraian. Sedangkan pernikahan yang dilakukan atas dasar perjodohan, baik dikenalkan keluarga, teman, atau tetangga, menunjukkan jumlah keberhasilan yang mencengangkan, melebihi angka 95% dalam Sukmadiarti, 2007

Hasil penelitian Ardhianita (2005, h. 109) mengungkapkan bahwa kepuasan pernikahan pasangan yang menikah tanpa pacaran berada pada nilai yang lebih tinggi dibandingkan pasangan yang menikah dengan pacaran. Lebih jauh lagi, dalam pkan bahwa pacaran justru memberi dampak negatif terhadap kepuasan pernikahan yang pada akhirnya membuat pernikahan tidak stabil. Menurutnya, orang yang berpacaran cenderung menampilkan diri di depan pacaranya tidak secara apa adanya. Banyak hal dari sisi karakter dan kepribadian yang ditampilkan jauh dari realitas yang sesungguhnya. Beberapa penelitian selanjutnya kemudian membantah asumsi bahwa pacaran bukanlah satu-satunya media untuk mengenal lebih jauh calon pasangan.

Berkebalikan dengan penelitian tersebut, studi tentang manajemen konflik rumah tangga yang dilakukan Blood (1969) menyatakan bahwa pacaran itu dibutuhkan sebelum pernikahan. Blood mengatakan “courtship is the entire process that leads up to marriage”. Dalam hal ini Blood mengatakan bahwa ada suatu proses untuk menuju pernikahan dan itu dinamakan sebagai proses courtship (pacaran). Masa courtship ini sangat penting untuk dioptimalkan dengan baik. Menurut studi ini, fenomena cerai sebagian besar disebabkan oleh kegagalan dalam masa courtship. Kebanyakan pasangan yang pada akhirnya memutuskan untuk bercerai disebabkan pengalaman courtship yang tidak dimanfaatkan secara baik. Dengan kata lain, bahwa seseorang


(17)

yang tidak mengoptimalkan masa courtship atau bahkan tidak sama sekali mengalami masa courtship (menikah tanpa pacaran) dikatakan akan mengalami konflik. Akhir dari manajemen konflik yang kurang baik dalam rumah tangga adalah perceraian

Survey terhadap 1000 orang berumur diatas 18 tahun yang dilakukan di Amerika. Dalam survey tersebut 53% responden mengatakan ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif merupakan penyebab utama dari perceraian. Selain itu, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hubungan antarpribadi membuat kehidupan menjadi lebih berarti. Sebaliknya hubungan yang buruk bahkan dapat membawa efek negative bagi kesehatan. Seperti yang ditemukan oleh Patel (Reardon;1987;159) bahwa hubungan antarpribadi dalam keluarga dan tempat kerja yang penuh stress dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk hipertensi. Sebaliknya pasangan suami istri yang saling mencintai dan mereka memiliki jaringan teman yang menyenangkan cenderung terhindar dari hipertensi. Apabila menyimak hasil penelitian diatas, maka jelas sekali terlihat bahwa komunikasi suami istri yang baik merupakan kunci untuk mencapai keharmonisan rumah tangga. Relasi antarpribadi yang sudah dibina sampai pada tingkat hubungan yang tertinggi yaitu pernikahan harus terus dibina dengan sebuah komunikasi yang baik. Komunikasi sepertinya merupakan hal yang mudah, apalagi untuk pasangan suami istri yang sudah berhasil mencapai tangga defenisi hubungan yang tertinggi. Tetapi ternyata berkomunikasi antara suami istri tidaklah semudah berkomunikasi seperti ketika berpacaran. Akan banyak sekali gangguan (noise) dalam kegiatan yang akan menjadi batu sandungan dalam sebuah rumah tangga

Permasalahan dalam pernikahan merupakan hal yang biasa bagi setiap masyarakat, dan hal ini bisa terjadi di mana saja. Kota Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia dan merupakan kota terbesar di pulau Sumatera Utara. Kota Medan memiliki masyarakat yang majemuk, dan secara geografis permasalahan dalam pernikahan ini bisa terjadi dimana saja dan tidak memandang tempat.

Setiap tahun kasus perceraian mengalami peningkatan di Kota Medan. Untuk bulan Januari-Agustus 2013 mencapai 1481 kasus yang telah diputus di Pengadilan Agama Medan. Dari kasus tersebut, kaum istri saat ini lebih banyak menuntut perceraian dibandingkan suami. Perkara yang ditangani Pengadilan Negeri Agama tiap tahunnya terus mengalami kenaikan, tidak


(18)

pernah mengalami trend penurunan. Ini berarti menunjukkan ada permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat, khususnya masalah menyangkut rumah tangga maupun keluarga

Melihat fenomena yang terjadi dalam penyesuaian dan pertumbuhan dalam pernikahan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang belum pernah diteliti sebelumnya yakni mengurai proses komunikasi antarpribadi pada pasangan yang menikah tanpa proses berpacaran. Karena kita tahu, dalam memulai sebuah hubungan pernikahan itu ada unsur cinta, keintiman, dan keterbukaan satu sama lain.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana proses komunikasi antarpribadi pada pasangan suami istri yang menikah tanpa proses pacaran, di mana dalam hal ini peneliti memfokuskan penelitian terhadap pasangan suami istri yang menjalin hubungan pernikahan tanpa proses pacaran.

1.2Fokus Masalah

Fokus masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya. Dapat juga dinyatakan bahwa perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan terinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah (Syafruddin Pohan, dkk, 2012:10). Fokus masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana komunikasi antarpribadi pada pasangan yang menikah tanpa pacaran di Kota Medan?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah :

1. Bertujuan untuk mengetahui komunikasi antarpribadi pada pasangan suami istri yang menikah tanpa proses pacaran di Kota Medan.

2. Bertujuan untuk mengetahui perkembangan hubungan suami istri yang menikah tanpa proses pacaran di Kota Medan.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis


(19)

Penelitian ini diharapkan mampu memperluas atau menambah khasanah penelitian komunikasi dan menambah pengetahuan dan pengalaman ilmu mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini untuk menerapkan ilmu yang didapat selama menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU serta menambah cakrawala dan wawasan peneliti yang berkaitan dengan komunikasi antarpribadi dalam suatu hubungan pernikahan tanpa pacaran. 3. Secara Praktis

Melalui penelitian ini, diharapkan bisa memberikan pandangan dan pengetahuan tentang komunikasi antarpribadi kepada siapa saja, apabila suatu saat nanti pembaca mengalami pernikahan tanpa pacaran.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian

Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan perspektif. Becker mendefenisikan perspektif sebagai seperangkat gagasan yang melukiskan karakter situasi yang memungkinkan pengambilan tindakan, suatu spesifikasi jenis-jenis tindakan yang secara layak dan masuk akal dilakukan orang, standar nilai yang memungkinkan orang dapat dinilai (Mulyana,2005:5). Sedangkan Wimmer & Dominick (dalam Kriyantono, 2006: 48) menyebut pendekatan dengan paradigma, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. Perspektif tercipta berdasarkan komunikasi antaranggota suatu kelompok selama seseorang menjadi bagian kelompok tersebut.

Menurut Mulyana (dalam Kriyantono, 2006: 48), jenis perspektif atau pendekatan yang disampaikan oleh teoritis bergantung pada bagaimana teoritis itu memandang manusia yang menjadi objek kajian mereka. Adapun metodologi yang digunakan peneliti dalam pembahasannya adalah metode deskriptif kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Asumsi ontologis pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu, realita juga dianggap sebagai hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap sebagai hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu.

Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Didalam paradigma ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksi realitas sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.


(21)

Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali di bidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011:221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya. Perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan di dalam sistem kognitif individu.

Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena Konsep-konsep-Konsep-konsep tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami orang lain. Para individu berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya. Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu cenderung melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki perbedaan secara kognitif, maka individu akan melakukan perbedaan-perbedaan secara lebih halus dan lebih sensitif. Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain.

Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan strategi atau strategy-choice theory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan mengkalsifikasikannya yang berkenaan dengan kategori-kategori strategi (Budyatna dan Ganiem,2011:225).

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1. Komunikasi

2.2.1.1. Pengertian Komunikasi

Menurut Stephen W. Littlejohn mengatakan bahwa : communication is difficult to define. The word is abstract and, like most terms, posses numerous meanings (komunikasi sulit untuk didefenisikan. Kata ‘komunikasi’ bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak arti) (Morisson&Cory,2009:).


(22)

Menurut Hovland, Janis dan Kelley (dalam Muhammad,2007:2) komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Sedangkan menurut Louis Forsdale (dalam Muhammad,2007:2) komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah. Pada defenisi ini komunikasi dianggap sebagai suatu proses. Kata signal maksudnya adalah signal yang berupa verbal dan nonverbal yang mempunyai aturan tertentu. Dengan adanya aturan ini menjadikan orang yang menerima signal yang telah mengetahui aturannya akan dapat memahami maksud dari signal yang diterimanya. Tubbs dan Moss (1996:5) mendefenisikan komunikasi sebagai proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Menurut Harold D. Laswell komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (dalam Effendy,2007:10). Paradigma Laswell menyatakan : who, says what, in which channel, to whom with, what effect (siapa, mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dengan efek apa). Hal tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur yaitu :

1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan.

2. Pesan (message), yaitu pernyataan yang didukung oleh lambang, ide, opini, informasi dan lain sebagainya.

3. Komunikan (communicant, audience), yaitu orang yang menerima pesan

4. Saluran (media, channel), yaitu alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan.

5. Efek (effect) yaitu efek atau pengaruh kegiatan komunikasi yang dilakukan komunikator kepada komunikan.

2.2.1.2. Komponen Dasar Komunikasi

Dari bermacam-macam model komunikasi yang telah dikemukakan di atas kelihatan bahwa ada bermacam-macam komponen atau elemen dalam proses komunikasi. Adapun yang menjadi komponen dasar dalam komunikasi yaitu (Muhammad,2007:17-18):

1. Pengirim pesan, yaitu individu atau orang yang mengirim pesan. Pesan atau informasi yang akan dikirimkan berasal dari otak si pengirim pesan.

2. Pesan, yaitu informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal ataupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara tertulis seperti surat, buku, majalah, memo. Sedangkan pesan yang secara lisan dapat berupa, percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, radio, dan sebagainya.


(23)

4. Penerima pesan, yaitu individu yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya.

5. Balikan, yaitu respon terhadap pesan yang diterima yang dikirimkan kepada si pengirim pesan. Dengan diberikannya reaksi ini kepada si pengirim, pengirim akan dapat mengetahui apakah pesan yang dikirimkan tersebut diinterpretasikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim. Bila arti pesan yang dimaksudkan oleh si pengirim diinterpretasikan sama oleh si penerima berarti komunikasi tersebut efektif.

2.2.1.3. Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Fungsi utama komunikasi adalah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi, dan sosial. Komunikasi insane atau human communication baik yang non-antarpribadi maupun yang antarpribadi semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan seperti dalam bentuk fisik, ekonomi, dan sosial (Miller&Steinberg,1975). Pengendalian lingkungan dibedakan ke dalam dua tingkatan. Pertama, hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diinginkan. Kedua, hasil yang diperoleh mencerminkan adanya kompromi dari keinginan semula pihak-pihak yang terlibat (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011:27). Sedangkan menurut Effendy (2007:55) fungsi komunikasi adalah sebagai berikut :

a. Mengubah sikap

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan berubah sikapnya.

b. Mengubah Opini

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

c. Mengubah perilaku

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan berubah perilakunya.

d. Mengubah Masyarakat

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

Komunikasi sebagai ilmu dan seni, sudah tentu memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam terjadinya komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana komunikasi yang baik, tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi-fungsi dari komunikasi (Effendy,2007:55) adalah sebagai berikut :


(24)

Komunikasi berfungsi dalam menyampaikan informasi, tidak hanya informasi tetapi juga pesan, ide, gagasan, opini maupun komentar. Sehingga masyarakat bisa mengetahui keadaan yang terjadi dimanapun.

b. Mendidik (to educate)

Komunikasi sebagai sarana informasi yang mendidik, menyebarluaskan kreativitas, tidak hanya sekedar memberi hiburan, tetapi juga memberikan pendidikan untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal disekolah maupun untuk di luar sekolah, serta memberikan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju, dan lebih berkembang.

c. Menghibur (to entertain)

Komunikasi juga memberikan warna dalam kehidupan, tidak hanya informasi tetapi juga hiburan. Semua golongan menikmatinya sebagai alat hiburan dalam bersosialisasi. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik dan bunyi maupun gambar dan bahasa.

d. Mempengaruhi (to influence)

Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk memberi motivasi, mendorong untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca, dan didengar. Serta memperkenalkan nilai-nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku kea rah yang baik dan moderniasasi.

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi didefenisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “ The Interpersonal Communication Book” sebagai :

“ Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika “ ( The process of sending and receiving messages between two person, or among a small groups of persons, with some effect and some immediate feedback) (Devito, 2007 : 4). Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk lain dari komunikasi seperti komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok dan komunikasi massa. Istilah lain dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi antarpribadi merupakan pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan feedback yang langsung. Menurut Barnlund (1968), komunikasi antarpribadi merupakan pertemuan antara dua orang atau mungkin empat orang yang terjadi spontan dan tidak berstruktur (dalam Hidayat,2012:41). Sedangkan menurut Kathleen S. Verderber et.al (2007) komunikasi antapribadi merupakan proses melalui mana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab


(25)

Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi adalah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih baik daripada secara monologis. Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati (Effendy,2007:60).

Secara teoritis komunikasi antarpribadi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu komunikasi diadik (dyadic communication) yang berlangsung antara dua orang dan komunikasi triadik (triadic communication) yang berlangsung dengan tiga orang pelaku. Komunikasi diadik lebih efektif dari pada komunikasi triadik, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada satu komunikan, sehingga komunikator dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya. Selain itu, umpan balik yang diharapkan juga terjadi karena proses komunikasi yang berlangsung efektif (Mulyana,2005:80).

Komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan accurancy yang paling tinggi derajatnya dalam setiap situasi. Untuk kesamaan dan ktidaksamaan dalam derajat pasangan komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi, Everet M. Rogers mengetengahkan istilah homophily dan heterophily yang dapat memperjelas hubungan komunikator dan komunikan dalam komunikasi antarpribadi. Homophily adalah sebuah istilah yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifatnya, seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial dan sebagainya. Sedangkan heterophily sebagai kebalikan dari homophily, didefenisikan sebagai derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berada dalam sifat-sifat tertentu (Effendy,2007:64).

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antarpribadi dan bukan komunikasi lainnya yang terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan Samovar (1982). Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu adalah (Liliweri, 1991:31) :

1. Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal

2. Melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan, scripted, contrived 3. Komunikasi antarpribadi tidaklah statis melainkan dinamis

4. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi (pernyataan yang satu harus berkaitan dengan yang sebelumnya)


(26)

6. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu kegiatan dan tindakan 7. Melibatkan didalamnya bidang persuasif

Komunikasi antarpribadi merupakan suatu action oriented, tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Tujuan komunikasi antarpribadi ini bermacam-macam (Suranto,2011:19) :

1. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain. Dalam hal ini seseorang berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkukkan badan, menanyakan kabar kesehatan partner komunikasinya, dan sebagainya. Pada prinsipnya komunikasi antarpribadi hanya dimaksudkan untuk menunjukkan adanya perhatian kepada orang lain dan untuk menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup, dingin, dan cuek. Apabila diamati lebih serius, orang yang berkomunikasi dengan tujuan sekedar mengungkapkan perhatian kepada orang lain, bahkan terkesan “hanya basa-basi”. Meskipun bertanya, tetapi sebenarnya tidak terlalu berharap akan jawaban atas pertanyaan itu.

2. Menemukan diri sendiri. Seseorang melakukan komunikasi antarpribadi karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi dari orang lain. Bila seseorang terlibat komunikasi antarpribadi dengan orang lain, maka terjadi proses belajar banyak sekali tentang diri sendiri maupun orang lain. Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk berbicara tentang apa yang disukai dan apa yang dibenci. Dengan saling membicarakan keadaan diri, minat, dan harapan maka seseorang memperoleh informasi berharga untuk mengenal jati diri atau dengan kata lain menemukan diri sendiri.

3. Menemukan dunia luar. Dengan komunikasi antarpribadi diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan aktual. Dengan adanya informasi ini maka dapat dikenali dan ditemukan keadaan dunia luar yang sebelumnya tidak diketahui. Jadi komunikasi merupakan “jendela dunia”, karena dengan berkomunikasi dapat mengetahui berbagai kejadian di dunia luar.

4. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis. Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Manusia tidak dapat hidup sendiri, perlu bekerja sama dengan orang lain. Semakin banyak teman yang diajak bekerja sama maka semakin lancarlah pelaksanaan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu setiap orang telah menggunakan banyak waktu untuk komunikasi antarpribadi yang diabdikan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain.

5. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku. Dalam prinsip komunikasi, ketika pihak komunikan menerima pesan atau informasi, berarti komunikan telah mendapat pengaruh dari proses komunikasi. Sebab pada dasarnya, komunikasi adalah sebuah fenomena, sebuah pengalaman. Setiap pengalaman akan memberi makna pada situasi kehidupan manusia, termasuk memberi makna tertentu terhadap kemungkinan terjadinya perubahan sikap.

6. Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu. Ada kalanya seseorang melakukan komunikasi antarpribadi sekedar untuk mencari kesenangan atau hiburan. Berbicara dengan teman mengenai acara perayaan ulang tahun, berdiskusi mengenai olahraga, bertukar cerita-cerita lucu adalah pembicaraan untuk mengisi dan menghabiskan waktu. Disamping itu juga dapat mendatangkan kesenangan, karena


(27)

komunikasi antarpribadi semacam ini dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan suasana rileks, ringan dan menghibur dari semua keseriusan berbagai kegiatan sehari-hari.

7. Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi. Komunikasi antarpribadi dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi dan salah interpretasi yang terjadi antara sumber dan penerima pesan karena dengan komunikasi antarpribadi dapat dilakukan pendekatan secara langsung, menjelaskan berbagai pesan yang rawan menimbulkan kesalahan interpretasi.

8. Memberikan bantuan (konseling). Dalam kehidupan sehari-hari, dikalangan masyarakat pun dapat dengan mudah diperoleh contoh yang menunjukkan fakta bahwa komunikasi antarpribadi dapat dipakai sebagai pemberian bantuan (konseling) bagi orang lain yang memerlukannya. Tanpa disadari setiap orang ternyata sering bertindak sebagai konselor maupun konseling dalam interaksi antarpribadi sehari-hari. Misalnya seorang remaja “curhat” kepada sahabatnya mengenai putus cinta. Tujuan melakukan “curhat” tersebut adalah untuk mendapatkan bantuan pemikiran sehingga didapat solusi yang baik.

Dilihat dari sudut pandang humanistik, komunikasi antarpribadi memiliki lima karakteristik yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (possitiveness), dan kesetaraan (equality) (dalam Devito,1997:259) :

1. Opennes (keterbukaan) maksudnya adalah bahwa komunikasi antarpribadi akan efektif apabila terdapat keinginan untuk membuka diri terhadap lawan bicara kita, keinginan untuk bereaksi dengan jujur pada pesan yang disampaikan oleh lawan bicara kita, keinginan untuk bereaksi dengan jujur pada pesan yang disampaikan oleh lawan bicara kita, keinginan untuk menghargai bahwa perasaan dan pemikiran yang disampaikan oleh lawan bicara kita, keinginan untuk menghargai bahwa perasaan dan pemikiran yang disampaikan selama proses komunikasi berlangsung adalah kepunyaan kita sendiri (owning of feels and thought). Dalam situasi seperti ini diantara pelaku komunikasi akan tercipta keterbukaan perasaan dan pemikiran, serta masing-masing pihak bertanggungjawab atas apa yang disampaikannya. 2. Empathy (empati), yaitu ikut merasakan apa yang orang lain rasakan tanpa kehilangan

identitas diri sendiri. Melalui empati kita bisa memahami baik secara emosi maupun secara intelektual apa yang pernah dialami oleh orang lain. Empati harus diekspresikan sehingga lawan bicara kita mengetahui bahwa kita berempati padanya, sehingga dapat meningkatkan efektivitas komunikasi.

3. Supportiveness (mendukung) maksudnya adalah komunikasi interpersonal akan efektif apabila tercipta suasana yang mendukung. Nuansa dukungan akan tercipta apabila proses komunikasi


(28)

bersifat deskriptif dan tidak evaluative, serta lebih fleksibel dan tidak kaku. Jadi dalam proses penyampaian pesan gunakanlah kata-kata atau kalimat yang deskriptif dan tidak memberikan penilaian, kemudian tunjukkan bahwa masing-masing pelaku komunikasi bersedia mendengarkan pendapat lawan bicara dan bahkan mengubah pendapat kalau memang diperlukan.

4. Positiveness (sikap positif) maksudnya adalah dalam komunikasi antarpribadi yang efektif para pelaku komunikasi harus menunjukkan sikap yang positif dan menghargai keberadaan orang lain sebagai seseorang yang penting (stroking).

5. Equality (kesetaraan) maksudnya adalah penerimaan dan persetujuan terhadap orang lain yang menjadi lawan bicara. Harus disadari bahwa semua orang bernilai dan memiliki sesuatu yang penting yang bisa diberikan pada orang lain. Kesetaraan dalam komunikasi antarpribadi harus ditunjukkan dalam proses pergantian peran sebagai pembicara dan pendengar.

Evert M. Rogers (dalam Hidayat,2012:43) menyebutkan beberapa karakteristik komunikasi antarpribadi yaitu arus pesan cenderung dua arah, konteks komunikasi adalah tatap muka, tingkat umpan balik yang tinggi, kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi, kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban dan efek yang terjadi antara lain perubahan sikap. Namun demikian, dari sekian pendapat tentang karakteristik komunikasi antarpribadi tersebut, belum ada secara simplisit para pakar menyebutkan bahwa komunikasi antarpribadi juga melibatkan media. Selama ini yang diketahui atau yang disampaikan adalah komunikasi antarpribadi itu terjadi secara langsung dan tatap muka (face to face). Tetapi, tidak pernah terpikirkan bahwa komunikasi antarpribadi juga melibatkan media sebagai saluran komunikasi.

Kebanyakan hubungan atau mungkin semua, berkembang melalui tahap-tahap. Kita tidak menjadi kawan akrab segera setelah pertemuan terjadi. Keakraban tumbuh secara bertahap melalui serangkaian langkah atau tahap. Adapun tahap-tahap dalam pengembangan hubungan yaitu kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan, dan pemutusan (Devito,1997:233). Tahap-tahap ini menggambarkan hubungan seperti apa adanya. Tahap-Tahap-tahap ini tidak mengevaluasi atau menguraikan bagaimana seharusnya hubungan itu berlangsung. Berikut ini adalah uraian dari tahap-tahap pengembangan hubungan, yaitu :

1. Kontak. Pada tahap pertama kita membuat kontak, ada beberapa macam persepsi alat indera. Menurut beberapa periset, selama tahap inilah dalam empat menit pertama interaksi anda


(29)

memutuskan apakah anda ingin melanjutkan hubungan ini atau tidak. Pada tahap ini penampilan fisik begitu penting, karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati secara mudah. Namun, kualitas-kualitas lain seperti sikap bersahabat, kehangatan, keterbukaan, dan dinamisme juga terungkap pada tahap ini.

2. Keterlibatan. Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh, ketika kita mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita.

3. Keakraban. Pada tahap keakraban, anda mengikat diri anda lebih jauh pada orang ini. Anda mungkin membina hubungan primer, dimana orang ini menjadi sahabat baik atau kekasih anda.

4. Perusakan. Pada tahap perusakan anda mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin tidaklah sepenting yang anda pikirkan sebelumnya. Pada tahap ini tidak lagi banyak pengungkapan diri yang terjadi. Jika tahap perusakan ini berlanjut, anda memasuki tahap pemutusan.

5. Pemutusan. Tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak. Hubungan antarpribadi dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan antarpribadi yang baik akan menumbuhkan derajat keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, semakin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya sehingga semakin efektif komunikasi yang berlangsung diantara peserta komunikasi. Miler (dalam Hidayat, 2012:56) menyatakan bahwa :

“ Memahami proses komunikasi antarpribadi menuntut hubungan simbiosis antara komunikasi dan perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut”. Rakhmat (dalam Hidayat,2012:56) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi antarpribadi yang menumbuhkan relasi antarpribadi yang baik, yaitu : percaya, sikap suportif, dan sifat terbuka. Berikut ini uraiannya :

1. Percaya (trust) secara ilmiah didefenisikan sebagai upaya mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko. Adapun faktor utama yang menumbuhkan sikap percaya yaitu menerima, empati dan kejujuran.

2. Suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif apabila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empati. Dengan sikap defensif, komunikasi antarpribadi akan gagal karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah dan pengalaman defensif).

3. Sikap terbuka, yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Keterbukaan atau sikap terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif. Keterbukaan adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan untuk memberikan tanggapan kita di masa kini tersebut.


(30)

2.2.3. Teori Penetrasi Sosial

Menurut Alman dan Taylor (dalam Liliweri,1991:55) teori penetrasi sosial adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antarpribadi telah terjadi suatu penyusupan sosial. Ketika kita baru berkenalan dengan orang lain untuk pertama kalinya maka sebenarnya kita mulai dengan suatu ketidakakraban, kemudian dalam proses yang terus menerus berubah menjadi lebih akrab sehingga pengembangan hubungan mulai terjadi. Dari sinilah setiap orang mulai menghitung apa yang bisa diterima atas keuntungan apa yang akan diperoleh.

Irwin Altman dan Dalmas Taylor mengenalkan istilah penetrasi sosial. Menurut teori mereka, karena hubungan itu berkembang, komunikasi bergerak dari level yang relative sedikit dalam, tidak akrab, menuju level yang lebih dalam, lebih personal. Personalitas komunikator dapat diperlihatkan melalui lingkungan dengan lapisan dua dimensi yaitu memiliki jarak (breadth) dan kedalaman (depth). Breadth merupakan susunan yang berurutan atau keragaman topik yang merasuk ke dalam kehidupan individu. Depth adalah jumlah informasi yang tersedia pada tiap topik. Didalamnya merupakan detail privat yang meningkat mengenai kehidupan, perasaan, serta pikiran. Karena hubungan itu berkembang, partner berbagi lebih banyak atas diri, menyediakan breadth sebaik depth, melalui pertukaran informasi, perasaan dan aktivitas (Hidayat,2012:87-88).

Sebuah hubungan dapat didefenisikan sebagai hubungan yang kasual atau hubungan yang intim tergantung dari keluasan dan kedalaman informasi yang diberikan. Dalam sebuah hubungan yang kasual, keluasan subjek pembicaraan mungkin sangat baik, namun tidak mendalam. Hubungan yang lebih intim dapat menghasilkan self disclosure yang mendalam, meskipun hanya dalam satu subjek pembicaraan. Namun kebanyakan hubungan yang intim sangat baik dalam keluasan maupun kedalaman subjek pembicaraan. Altman dan Taylor melihat bahwa perkembangan sebuah hubungan sebagai sebuah progress atau kemajuan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Masing-masing hubungan personal seseorang mungkin memiliki kombinasi keluasan subjek dan kedalaman pengungkapan yang berbeda-beda.

Teori penetrasi sosial dapat dilihat dengan menggunakan dua dimensi : keluasan dan kedalaman. Keluasan (breadth) merujuk kepada berbagai topik yang didiskusikan dalam suatu hubungan. Waktu keluasan (breadth time) berhubungan dengan jumlah waktu yang dihabiskan oleh pasangan dalam berkomunikasi satu sama lainnya mengenai berbagai macam topic tersebut.


(31)

Kedalaman (depth) merujuk pada tingkat keintiman yang mengarahkan diskusi mengenai suatu topik (West dan Turner,2009:201-202). Kedalaman dan keluasan dalam teori penetrasi sosial dapat dianalogikan dengan sebuah bawang, dengan lapisan-lapisan (berbentuk lingkaran) dari sebuah bawang yang mewakili berbagai aspek dari kepribadian seseorang.

Teori penetrasi sosial memfokuskan diri pada pengembangan hubungan. Hal ini terutama berkaitan dengan perilaku antarpribadi yang nyata dalam interaksi sosial dan proses-proses kognitif internal yang mendahuluinya, menyertai dan mengikuti pembentukan hubungan. Teori ini sifatnya berhubungan dengan perkembangan di mana teori ini berkembangan dengan pertumbuhan dan pemutusan mengenai hubungan antarpribadi. Proses penetrasi sosial berlangsung secara bertahap dan teratur dari sifatnya dipermukaan ke tingkat mengenai pertukaran sebagai fungsi baik mengenai hasil yang segera maupun yang diperkirakan. Perkiraan meliputi estimasi mengenai hasil-hasil yang potensial dalam wilayah pertukaran yang lebih akrab. Faktor inilah yang menyebabkan hubungan bergerak maju dengan harapan menemukan interaksi baru yang secara potensial lebih memuaskan.

Keputusan mengenai apakah sebuah hubungan yang berpotensi terlihat memuaskan tidak dapat serta merta dilihat. Perkembangan suatu hubungan terjadi dalam sebuah cara yang sistematis, dan keputusan mengenai apakah orang berkeinginan untuk mempertahankannya biasanya tidak diambil dengan cepat. Tidak semua hubungan berjalan dengan proses ini dan hubungan yang melalui proses ini tidak selalu merupakan hubungan yang romantis. Terdapat empat tahap perkembangan hubungan dalam teori penetrasi sosial yaitu tahap orientasi (orientation,), pertukaran penjajakan afektif (exploratory affective exchange), pertukaran afektif (affective exchange) dan tahap pertukaran stabil (stable exchange) (West&Turner,2009:205).

Orientation mengandung komunikasi impersonal, dimana seseorang memberitahukan hanya informasi yang sangat umum mengenai dirinya sendiri. Pada tahap ini kecil sekali terjadinya evaluasi atau penilaian terhadap satu sama lain. Sebaliknya, para individu membuat usaha-usaha kesepakatan untuk menghindari konflik. Nada pembicaraan keseluruhannya bersifat hati-hati dan tentratif, dimana masing-masing pihak dalam hubungan itu saling mengamati sesuai dengan formula-formula kesepakatan sosial. Selama tahapan ini, pernyataan-pernyataan yang dibuat biasanya hal-hal yang klise dan merefleksikan aspek superfisial dari seorang individu. Taylor dan Altman (West dan Turner,2009:206) menyatakan bahwa orang tidak mengevaluasi


(32)

atau mengkritik selama tahap orientasi. Perilaku ini akan dipersepsikan sebagai ketidakwajaran oleh orang lain dan mungkin akan merusak interaksi selanjutnya.

Jika tahap ini menghasilkan reward yang baik dari komunikan, maka akan bergerak menuju tahap selanjutnya, the exploratory affective exchange , dimana perluasan awal informasi dan gerakan menuju level lebih dalam dari disclosure itu terjadi. Pada tahap ini aspek-aspek kepribadian yang dijaga atau ditutupi sekarang mulai dibuka secara lebih terperinci, rasa berhati-hati sudah mulai berkurang. Hubungan tahap ini umumnya lebih ramah dan santai. Hubungan romantis mencirikan tahap berikutnya (pertukaran afektif) dari interaksi sosial. Di sini, perjanjian bersifat interaktif lebih lancer dan kasual. Interaksi pada lapisan luar kepribadian menjadi terbuka dan adanya aktivitas yang meningkat pada lapis menengah kepribadian. Meskipun adanya rasa kehati-hatian, umumnya terdapat sedikit hambatan untuk penjajakan secara terbuka mengenai keakraban. Pentingnya pada tahap ini ialah bahwa rintangan telah disingkirkan dan kedua pihak belajar banyak mengenai satu sama lain. Tahap ini merupakan tahap peralihan ke tingkat yang paling tinggi mengenai pertukaran keakraban yang mungkin terjadi.

Tahap ketiga, affective exchange memusatkan pada perasaan dan kritis pada level yang lebih dalam. Terakhir adalah stable exchange adalah keakraban yang sangat tinggi dan mengizinkan partner untuk meramalkan setiap tindakan pihak lain dan menanggapinya dengan sangat baik. Pada tahap ini pengembangan dalam hubungan yang tumbuh dicirikan oleh keterbukaan yang berkesinambungan juga adanya kesempurnaan kepribadian pada semua lapisan. Baik komunikasi yang bersifat publik maupun pribadi menjadi efisien. Kedua pihak saling mengetahui satu sama lain dengan baik dan dapat dipercaya dalam menafsirkan dan memprediksi perasaan dan mungkin juga perilaku pihak lain.

Semakin hubungan itu mendekati persahabatan dan cinta, semakin besar kemungkinan bahwa jarak akrab akan terjadi. Pada hubungan yang akrab, kedua anggota akan lebih bersedia untuk membolehkan satu sama lain untuk menggunakan, mempunyai akses ke, atau mengetahui tentang keakraban dan kepemilikan yang sangat pribadi. Salah satu hal yang dipandang sebagai bagian yang penting dari pengembangan sebuah hubungan adalah konflik. Pertumbuhan hubungan terjadi selama periode adanya kecocokan atau kesesuaian dan kemunduran hubungan terjadi sebagai akibat terjadinya krisis dan tekanan jiwa lainnya. Proses-proses konflik ini diasumsikan berlangsung menurut faktor-faktor yang sama (imbalan/biaya, pribadi dan situasional) yang terdapat didalam pengembangan. Namun demikian proses-proses pertukaran


(33)

yang terjadi pada putusnya hubungan antarpribadi merupakan kebalikan apa yang terjadi pada tahap-tahap pengembangan. Proses-prose pertukaran ini berlangsung sistematis dan teratur. Prosesnya bergerak dari tingkat yang akrab ke tingkat yang tidak akrab. Dalam satu pengertian bahwa depenetrasi merupakan kegagalan dari manajemen konflik.

2.2.4 Self Disclosure

Teori self disclosure atau pengungkapan diri merupakan proses mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi guna memahami suatu tanggapan terhadap orang lain dan sebaliknya. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap suatu yang telah dikatakan atau dilakukannya atau perasaan kita terhadap suatu kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan (Devito,1997:231-232).

Menurut Paul Cozby (dalam Adler,2007:275-276) sebuah pengungkapan diri dalam komunikasi harus memiliki kriteria seperti : “ (1) harus mengandung informasi personal tentang si pengirim pesan atau sender. (2) pengirim pesan harus mengkomunikasikan informasi secara verbal dan (3) harus ada seseorang yang menjadi targetnya”.

Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat didalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dalam pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan kita menyenangkan dan membuat kita merasa aman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi kita untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu kita dapat saja menutup diri karena merasa kurang percaya. Dalam proses pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki kecenderungan norma timbal balik. Bila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi pada kita, kita akan cenderung membrikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya kita mengharapkan orang lain memperlakukan kita sama seperti memperlakukan mereka (Dayakisni,2003:88).

Carl Rogers dalam karyanya Third Force menyatakan bahwa tujuan komunikasi adalah meneliti pemahaman diri orang lain dan pengertian hanya dapat terjadi dengan komunikasi yang benar. Menurut psikologi humanistic, pemahaman antarpribadi terjadi melalui self disclosure,feedback dan sensitivitas untuk mengenal/mengetahui orang lain. Misunderstanding


(34)

dan ketidakpuasan dalam hubungan diawali oleh ketidakjujuran, kurangnya kesamaan antara tindakan seseorang dengan perasaannya, miskin feedback, serta self disclosure yang ditahan (Hidayat,2012:84).

Personal growth (pertumbuhan personal) melekat pada komunikasi antarpribadi sebab dunia merupakan lingkungan sosial yang sangat luas. Untuk menerima perubahan seseorang itu sendiri meminta kita untuk menetapkan bahwa kita juga diterima oleh orang lain. Pertumbuhan akan sulit jika orang-orang disekitar kita tidak membuka diri terhadap penerimaan kita. Sandra Petronio meletakkan secara bersamaan serangkaian ide mengenai kompleksitas self disclosure dalam sebuah hubungan. Menurut Petronio, individu terlibat dalam hubungan secara konstan menjadi bagian dalam proses pengaturan yang membatasi antara publik dan privat, antara perasaan dan pikiran yang mereka mau berbagi dengan sang partner dengan perasaan dan pikiran yang tidak mau mereka bagi. Permainan di antara kebutuhan untuk berbagi dan kebutuhan untuk melindungi diri ini sifatnya konstan dan mendorong pasangan untuk membicarakan dan mengoordinasi batasan mereka (Hidayat,2012:85).

Meskipun pengungkapan diri dapat memperkuat rasa suka dan mengembangkan hubungan, Derlega (dalam Taylor, Peplau dan Sears,2009:336) mengungkapkan bahwa pengungkapan diri mengandung risiko. Beberapa risiko yang terjadi saat mengungkapkan diri antara lain :

1. Pengabaian. Kita mungkin berbagi sedikit informasi dengan orang lain saat mengawali suatu hubungan. Terkadang pengungkapan diri kita dibalas dengan pengungkapan diri orang lain dan hubungan pun berkembang. Tetapi terkadang kita menyadari orang lain tidak peduli pada pengungkapan diri kita dan sama sekali tidak tertarik untuk mengenal kita.

2. Penolakan. Informasi diri yang kita ungkapkan mungkin menimbulkan penolakan sosial. 3. Hilangnya kontrol. Terkadang orang memanfaatkan informasi yang kita berikan kepada

mereka untuk menyakiti kita atau untuk mengontrol perilaku kita.

4. Pengkhianatan. Ketika kita mengungkapkan informasi personal kepada seseorang, kita sering berasumsi, atau bahkan secara tegas meminta agar informasi itu dirahasiakan. Sayangnya, terkadang orang itu berkhianat.

Selain itu sebuah pengungkapan diri tidak terlepas dari konsep diri. Konsep diri didefenisikan sebagai gambaran dan penilaian diri kita, pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri (Rakhmat,2008:106). Konsep diri ini terbentuk dari empat sumber utama, yaitu :

1. Pandangan orang lain terhadap diri seseorang yaitu mengenai bagaimana seseorang mendapatkan gambaran dirinya dari orang-orang yang disekitarnya. Seseorang akan


(35)

mengetahui seperti apa dirinya dari bagaimana cara orang-orang di sekitarnya memperlakukannya dan bagaimana cara orang lain memandang dirinya.

2. Bagaimana seseorang tersebut membandingkan dirinya dengan orang-orang disekitarnya (social comparisons) yaitu ketika seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain, maka orang tersebut akan melihat seberapa jauh kemampuan dan batasan dirinya akan sesuatu hal, misalnya prestasi akademis, `kemampuan bersosialisasi atau bernegosiasi, kemampuan berbicara di muka umum, kemampuan di bidang-bidang tertentu seperti olahraga, kesenian, dan sebagainya.

3. Ajaran budaya yaitu seseorang memandang dirinya seperti apa yang diajarkan oleh budayanya. Selain budaya, konsep diri seseorang terbentuk melalui nilai-nilai dan keyakinan yang telah ditanamkan, serta tingkah laku yang diajarkan padanya sejak orang tersebut masih kecil.

4. Evaluasi diri dan interpretasi yaitu konsep diri seseorang terbentuk setelah seseorang melakukan interpretasi dan evaluasi terhadap dirinya sendiri. Seseorang berbuat sesuatu, kemudian bagaimana orang tersebut bereaksi dengan tingkah lakunya, kemudian orang tersebut akan mengevaluasi tingkah lakunya dan lama kelamaan akan terbentuk konsep dirinya.

2.2.5 Teori Johari Windows

Joseph Luft dan Harrington Ingham mengembangkan konsep Johari Window sebagai perwujudan bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain yang digambarkan sebagai jendela. ‘Jendela’ tersebut terdiri dari matriks 4 sel, masing-masing sel menunjukkan daerah self (diri) baik yang terbuka maupun yang disembunyikan. Keempat sel tersebut adalah daerah publik, daerah buta, daerah tersembunyi dan daerah yang tidak disadari. Berikut ini disajikan gambar ke 4 sel tersebut :

Gambar : Konsep Johari Windows

Tahu tentang diri Tidak tahu tentang diri

Diketahui orang lain

Tidak diketahui orang lain

Sumber : Jalaludin Rakhmat, 2004 : 108 Daerah Publik

(public area) A

Daerah Buta (blind area)

B Daerah Tersembunyi

(hidden area) C

Daerah Yang Tidak Disadari (unconscious area)


(36)

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa dalam mengungkapkan diri kepada orang lain, seseorang memiliki wilayah-wilayah dan level self disclosure yang berbeda, tergantung kepada siapa dia mengungkapkan dirinya. Pertama, yaitu “public area” atau wilayah diri seseorang yang terbuka, yaitu keadaan dimana seseorang mengetahui seperti apa dirinya sendiri dan hal tersebut juga diketahui oleh orang lain (known to self, known to others). Contohnya yaitu seseorang yang merasa senang menceritakan perasaan senangnya kepada orang lain dan menceritakan pengalamannya dengan orang lain. Kedua itu “blind area” yaitu sebuah keadaan di mana seseorang tidak mengetahui bagaimana dirinya sesungguhnya, namun orang lain dapat melihat dan menilai bagaimana dirinya (not known to self, known to others).

Ketiga yaitu “hidden area” atau wilayah yang tersembunyi, yaitu suatu keadaan di mana kita mengetahui bagaimana diri kita sesungguhnya, namun hal tersebut tidak tampak bagi orang lain. Biasanya seseorang yang wilayah konsep dirinya berada di area III ini adalah seseorang yang tertutup dan memiliki tingkat self disclosure yang rendah karena orang tersebut kurang dapat membuka dirinya dengan orang lain. Terakhir adalah ”unknown area”, yaitu suatu keadaan di mana kita tidak mengetahui siapa dan bagaimana diri kita sesungguhnya dan orang lain juga tidak mengetahui siapa dan bagaimana kita sesungguhnya. Contohnya yaitu seseorang yang tidak mengetahui bakat terpendamnya, begitu pula orang lain yang juga tidak mengetahuinya.

2.2.6 Teori Pelanggaran Harapan

Teori pelanggaran harapan (Expectancy Violations Theory) menyatakan bahwa orang memiliki harapan mengenai perilaku nonverbal orang lain. Mengenai teori pelanggaran harapan Burgoon (1978) mengintegrasikan kejadian-kejadian khusus dari komunikasi nonverbal yaitu ruang personal dan harapan orang akan jarak ketika perbincangan terjadi. Karena ruang personal merupakan konsep inti dari teori ini.

Teori Pelanggaran Harapan adalah satu dari sedikit teori yang secara khusus berfokus pada apa yang diharapkan orang dan reaksi mereka kepada orang lain dalam sebuah percakapan. Expectancy Violations Theory meningkatkan pemahaman kita akan bagaimana harapan memengaruhi jarak dalam percakapan. Teori ini menemukan apa yang terjadi didalam benak para komunikator dan bagaimana komunikator memonitor perilaku nonverbal dalam percakapan mereka (West dan Turner,2009:166).


(37)

Pelanggaran ruang merupakan bagian penting dalam teori ini, ada berbagai macam jarak spasial dalam teori pelanggaran harapan (dalam West&Turner,2006:155-157) :

1. Hubungan Ruang

Ilmu yang mempelajari penggunaan ruang seseorang disebut sebagai proksemik (proxemics), membahas cara seseorang menggunakan ruang dalam percakapan mereka dan juga persepsi orang lain akan penggunaan ruang. Penggunaan ruang dapat memengaruhi makna dan pesan. Burgoon (1978) mulai dari sebuah premis bahwa manusia memiliki dua kebutuhan yang saling bertarung : afiliasi dan ruang pribadi. Ruang personal (personal space), menurut Burgoon, dapat didefenisikan sebagai “sebuah ruang tidak kelihatan dan dapat berubah-ubah yang melingkupi seseorang, yang menunjukkan jarak yang dipilih untuk diambil oleh seseorang terhadap orang lain”. Burgoon dan peneliti pelanggaran harapan lainnya percaya bahwa manusia senantiasa memiliki keinginan untuk dekat dengan orang lain, tetapi juga menginginkan adanya jarak tertentu.

2. Zona Proksemik

Edward Hall (1966) mengklaim bahwa ada empat zona proksemik, yakni : • Jarak Intim

Zona spasial yang sangat dekat, mulai dari 0-18 inci. Hall (1966) mengamati bahwa perilaku-perilaku ini termasuk perilaku yang bervariasi mulai dari sentuhan (misalnya, berhubungan intim) hingga mengamati bentuk wajah seseorang.

• Jarak Personal

Zona spasial yang berkisar antara 18 inci-4 kaki, digunakan untuk keluarga dan teman. • Jarak Sosial

Zona spasial yang berkisar antara 4-12 kaki, digunakan untuk hubungan-hubungan yang formal seperti hubungan dengan rekan sekerja.

• Jarak Publik

Zona spasial yang berjarak 12 kaki atau lebih yang digunakan untuk diskusi yang sangat formal seperti antara seorang dosen dan mahasiswa di dalam kelas.


(38)

Kewilayahan (territoriality) atau kepemilikan seseorang terhadap suatu area atau benda. Ada tiga jenis wilayah :

Wilayah Primer (primary territories)

Wilayah primer merupakan wilayah eksklusif seseorang. Contohnya ruang kerja seseorang atau komputer adalah wilayah primer seseorang.

Wilayah Sekunder (secondary territories)

Menunjukkan hubungan personal seseorang dengan sebuah area atau benda. Contohnya, banyak mahasiswa pascasarjana merasakan bahwa perpustakaan kampus adalah wilayah sekunder mereka, mereka tidak memiliki bangunannya, tetapi mereka sering kali menggunakan ruang yang ada di dalam bangunan tersebut.

Wilayah Publik (public territories)

Wilayah publik tidak melibatkan suatu afiliasi personal dan termasuk area-area yang terbuka bagi semua orang, misalnya pantai, taman, bisokop, dan transportasi umum.

Asumsi Teori Pelanggaran Harapan :

Teori Pelanggaran Harapan berakar pada bagaimana pesan-pesan ditampilkan pada orang lain dan jenis-jenis perilaku yang dipilih orang lain dalam sebuah percakapan. Terdapat tiga asumsi yang menuntun teori ini (West&Turner,2009:158) :

a) Harapan mendorong terjadinya interaksi manusia b) Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari

c) Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal

2.2.7 Perkawinan

Di dalam komunikasi antarpribadi, hubungan dapat diartikan sebagai sejumlah harapan yang dua orang miliki bagi perilaku mereka didasarkan pada pola interaksi mereka. Hubungan antarpribadi dapat didefenisikan sebagai serangkaian interaksi antara dua individu yang saling kenal satu sama lain. Hubungan yang baik adalah dimana interaksi-interaksi sifatnya memuaskan dan sehat bagi mereka yang terlibat interaksi tersebut (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011:36).

Hubungan pribadi atau personal relationship ialah dimana orang mengungkapkan informasi terhadap satu sama lain dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pribadi satu sama lain. Hubungan antarpribadi yang sehat ditandai oleh keseimbangan pengungkapan diri atau self disclosure yang tepat yaitu saling memberikan data biografis, gagasan-gagasan pribadi dan


(39)

perasaan-perasaan yang tidak diketahui oleh orang lain dan umpan balik berupa verbal dan respon-respon fisik kepada orang dan pesan-pesan mereka di dalam suatu hubungan. Didalam hubungan yang akrab sekalipun, masih terdapat batas-batas mengenai jumlah pengungkapan diri yang sesuai. Meskipun mengkomunikasikan informasi pribadi mengenai diri dan melakukan pengamatan pribadi mengenai orang lain adalah perlu bagi keakraban supaya berkembang, pada kejadian mengenai keterbukaan tanpa syarat dapat terjadi gangguan hubungan sebagai kebalikan dari hubungan baik.

Seperti Mills & Clark menjelaskan (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011:158), “berbagi dan mengemukakan informasi pribadi merupakan karakteristik hubungan komunal secara timbal balik yang kuat di mana pengungkapan diri telah diajarkan sebagai inti dari hubungan yang erat “. Teman akrab atau intimates adalah orang-orang yang berbagi hubungan yang menyangkut kedekatan, kepedulian, dan kepercayaan yang dicirikan oleh pengungkapan diri dan tanggung jawab secara timbal balik. Baik hubungan platonik maupun romantik dapat menjadi teman akrab. Hubungan platonik atau platonic relationship adalah hubungan di mana para mitra tidak tertarik secara seksual atau tidak memilih untuk bertindak atas dasar ketertarikan seksual. Sebaliknya, hubungan romantik ialah hubungan di mana para mitra bertindak atas dasar ketertarikan seksual terhadap satu sama lain. Salah satu bentuk dari hubungan romantik ini sendiri adalah perkawinan.

Seluk beluk perkawinan di Indonesia diatur dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Pernikahan No. 1 tahun 1974, yang mendefenisikan perkawinan sebagai “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ikatan lahir dan batin (Walgito,1984) menunjukkan bahwa suatu pernikahan tidak hanya mengandung ikatan formal sesuai peraturan masyarakat yang ada, tetapi juga mengandung ikatan yang tidak nampak secara langsung dan bersifat psikologis. Ikatan batin ini tercipta bila suami istri saling mencintai. Adanya ikatan lahir batin tersebut akan menimbulkan kebahagiaan lahir batin

Sejumlah besar penelitian telah diarahkan untuk memahami keakraban di dalam perkawinan dan hubungan dalam ikatan romantis jangka panjang lainnya. Hal yang paling penting dalam hubungan yang baik di antara teman hidup, orang mendapatkan kepuasan yang terbesar dalam keberadaan bersama itu. Misalnya, suatu survey terhadap lebih dari dua ribu


(1)

Jawab : Sama teman-teman lama masih tetap kontak juga, sama teman dilingkungan rumah dan lingkungan pekerjaan masih tetap berhubungan karena itu memang penting.

Tanya : Beralih ke masalah seksualitas, bagaiaman perasaan bapak/ibu dalam hal seksualitas bapak/ibu?

Jawab : Dalam berhubungan seksualitas kami selalu bahagia Tanya : Bagaimana kesetiaan antara bapak dengan ibu?

Jawab : Kesetiaan langgeng tidak ada masalah apa-apa, sama-sama jaga komitmen, ya ga pernah ada yang macam-macam sih

Tanya : Terus, bagaimana perasaan bapak/ibu dengan hadirnya anak dalam pernikahan bapak/ibu?

Jawab : Kami punya anak dua bulan setelah menikah. Perasaanya ya senang lah punya anak.

Tanya : Terus bagaiaman hubungan bapak/ibu sebelum memiliki anak dan setelah memiliki anak?apakah ada perbedaan nya?

Jawab : ya ga ada sih sama aja hubungannya setelah punya anak dan sebelum punya anak.

Tanya : Kemudian, bagaimana penilaian bapak/ibu terhadap kepribadian pasangan bapak/ibu?

Jawab : kepribadiannya baik, nurut, sayang sama anak-anak dan istri, keluarga, dan bertanggung jawab

Tanya : Bapak/ibu menikah tanpa proses pacaran ya kan dan perkenalannya juga cukup singkat. Terus bagaimana cara bapak/ibu dalam menyesuaikan diri di awal-awal pernikahan?


(2)

Jawab : penyesuaiannya dia memperhatikan kita gimana sehari-hari kita. Ya di awal ada malu-malu juga sih, tapi ga ada gombal-gombal ya jalani apa adanya, tidak ada romantis, tapi ya baik. Kalau saya di awal-awal harus menyesuaikan sama dia langsung cocok sama dia.

Tanya : Bagaiamana keintiman bapak/ibu saat diawal pernikahan? Apakah langsung muncul diawal-awal pernikahan?

Jawab : ya langsung intim sih kami , trus kami saling terbuka dengan cerita kami masing-masing.

Tanya : Apakah sudah timbul perasaan cinta antara bapak/ibu pada saat itu?

Jawab : Ya langsung timbul cuman gak terlalu banyak, semakin sering bersama semakin timbul cinta.

Tanya : Nah, bagaiamana soal kemesraan diantara bapak/ibu pada saat itu?apakah langsung muncul?atau ada rasa malu-malu?atau kemesraan itu muncul setelah beberapa pernikahan berlangsung?

Jawab : Ya gak langsung mesra masih ada malu-malu untuk memulai sentuhan fisik, tapi seiring berjalannya waktu mesra juga, tapi ya beberapa waktu kemudian.

Tanya : Pernahkah Anda dengan pasangan pada saat memiliki konflik, justru menemukan informasi tentang hal-hal yang disukai dan tidak disukai pasangannya, sehingga informasi tersebut bermanfaat untuk menjaga hubungan perkawinan?

Jawab : pernah sih, contohnya pas saya hamil saya ngidam main judi lalu saya menang karena saya sangat senang pas menang saya langsung bilang ke suami saya, lalu suami saya langsung marah besar. Nah dari situ saya tau kalau suami saya tidak suka saya terlalu seperti nakal diluar.

Tanya : Apakah Anda dengan pasangan pernah merasakan kebosanan dalam rumah tangga?


(3)

Jawab : ya gak pernah, karena memang rumah tangga kami harmonis sih.

Tanya : Nah, sekarang kan sudah menikah ya pak/bu. Bagaiaman perasaan bapak/ibu menjalani peran-perannya dalam rumah tangga baik sebagai ayah/ibu, bagaiaman perasaannya menjalani itu semua?

Jawab : kalau dikatakan menjalankan peran-perannya ya lumayan lah terjalani. Perasaanya ya memang harus di jalani

Tanya : Terus menurut bapak/ibu bagaiaman pengaruh pola asuh anak-anak terhadap bapak/ibu, adakah manfaatnya terhadap diri sendiri?

Jawab : manfaatnya kami jadi bisa mengatur anak-anak dan membimbing mereka ke jalan yang baik. Dan buat kami menjadi dewasa.

Tanya : Terus kan, bapak/ibu sudah sekian lama menjalani rumah tangga. Bagaimana perasaan bapak/ibu menjalani pernikahan yang sudah terbina sekian tahun ini? Jawab : Perasaan bahagia lah, ya walaupun banyak tantangan dan rintangan, kebetulan

suami saya baik sekali sama saya. Dan saya makin sayang dengan suami saya karena kondisi dia yang sekarang sakit dan harus bekerja.

Tanya : Apakah bapak/ibu merasa puas sampai saat ini dengan pernikahan yang dilakukan tanpa melalui proses pacaran?

Jawab : puas juga lah karena saya lihat teman-teman yang pacarannya lama pernikahannya ga bertahan, lalu hubungan keluarga kami pun harmonis jadi memang puas lah dengan menikah tanpa pacaran.

Tanya : Lalu bagaiamana bapak/ibu menunjukkan rasa cinta dan kasih terhadap pasangan?

Jawab : ya mengatur dan memenuhi kebutuhan dia, menyambut dia sewaktu pulang kerja, buatin minumannya sepulang kerja, dan melayani dia dengan baik lah.


(4)

Tanya : Ada gak sih saat-saat bapak/ibu timbul rasa semakin cinta dan sayang kepada bapak/ibu?misalnya pas lg ada masalah jadi malah masalah atau kesulitan itu yang membuat bapak/ibu semakin sayang satu sama lain?

Jawab : Ada sih, waktu dulu saya sakit DBD dan masuk rumah sakit, itu kondisi saya parah sekali, suami saya sangat perhatian sekali sampai-sampai dia gak pulang dan gak kerja demi merawat saya di rumah sakit, dan hal itu menyentuh saya dan buat saya semakin sayang.

Tanya : Dari sekian tahun menikah, ada gak sih masa-masa dimana yang paling menyenangkan bagi bapak/ibu dalam pernikahan ini?

Jawab : Ada waktu saya hamil, suami saya sangat perhatian sekali mau menanyakan apa yang saya inginkan. Semua apa yang saya inginkan dia penuhi. Mislanya waktu itu saya lagi pengen kalung langsung dia membelikan saya kalung. Dia memang ga pelit dan perhatian sama anak-anak dan istrinya.

Tanya : Bagaiamana harapan anda untuk pernikahan kedepannya?

Jawab : Ya kalau harapannya kami baik-baik aja sampai tua, anak-anak kami baik-baik dan menyenangkan kami dan selalu akur di dalam keluarga.


(5)

BIODATA PENELITI

Nama : Anggie Dahlia Simanjuntak/100904087 Tempat/Tanggal Lahir : Jambi, 25 September 1990

Departemen : Ilmu Komunikasi FISIP USU Alamat : Jln. Agenda No. 49 Medan

Email

Orangtua

Ayah : Drs. Daud Simanjuntak

Ibu : Rosita Damanik

Anak ke : 4 dari 4 bersaudara

Saudara kandung : 1. Philip Stevayer Simanjuntak 2. Paul Baja Simanjuntak 3. Joshua Mora Simanjuntak Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : 1996-2002 SD Kalam Kudus Medan 2002-2005 SMP Kalam Kudus Medan 2005-2008 SMA St. Thomas 2 Medan


(6)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA JL. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

____________________________________________________________________

NO.

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI NAMA : Anggie Dahlia Simanjuntak

NIM : 100904087

PEMBIMBING : Dr. Nurbani, M.Si

TGL. PERTEMUAN PEMBAHASAN

PARAF PEMBIMBING 1. 2 Desember 2013 ACC PROPOSAL SEMINAR

2. 7 Desember 2013 SEMINAR PROPOSAL

3. 19 Desember 2013 PERBAIKAN BAB 1 DAN BAB II SERTA DISKUSI BAB III

4. 11 Januari 2014 DISKUSI PEDOMAN WAWANCARA

5. 18 Januari 2014 PENYERAHAN REVISI BAB 1-BAB 3

6. 7 Februari 2014 DISKUSI BAB 4 7. 4 Maret 2014 PENYERAHAN HASIL

WAWANCARA

8. 13 Maret 2014 PEMBAHASAN BAB 1 – BAB 3 9. 20 Maret 2014 PENYERAHAN BAB 1-BAB 4 10. 5 April 2014 PENYERAHAN SKRIPSI

SECARA KESELURUHAN 11. 12 April 2014 ACC SIDANG