Sebab dan Akibat Putusnya perkawinan
a. Diucapkan oleh suami
b. Khulu
c. Cacadnya salah seorang dari suami atau isteri
d. Berbagai kesulitan suami untuk memberikan nafkah kepada isterinya
e. Adanya hal yang membahayakan dhihar karena Ila’
f. Tiadanay kufu
23
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 116 mengenai hal perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
lain sebagiannya yang sukar disembuhkan b.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya; c.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman ataupun penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain ; e.
Salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
23
Abdurahman I Doi, Perkawinan dalam Syari’at Islam terjemahnya , cet ke-1,h.4
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga ; g.
Suami melanggar taklik talak; h.
Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
24
Dari penyebab putusnya perkawinan di atas kiranya istilah – istilah tersebut perlu dijelaskan yaitu;
Khulu’ ialah penyerahan harta yang dilakukan oleh isteri untuk menebus dirinya dari ikatan suaminya
25
Ila’ ialah sumpah seorang suami dengan nama Allah untuk tidak menggauli isterinya
26
. Li’an ialah perkataan suami sebagai berikut “ saya persaksikan kepada
Allah bahwa saya benar terhadap tuduhan isteri saya bahwa dia telah berjinah”. Kalau kalau ada anak yang diyakini bukan anaknya, hendaklah
diterangkan pula bahwa anak itu bukan anaknya. Perkataan tersebut
24
Abdurahman , Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : CV AKADEMIKA PRESSINDO, 2010,h.141
25
Muhammad Jawad Mughniyah, fiqih lima mazhab terjemah , penerjemah: Masykur AG et all, Jakarta: Penerbit Lentera, 2000,Cet,ke-5,h.456
26
Muhammad Jawad Mughniyah, fiqih lima mazhab terjemah , penerjemah: Masykur AG et all, Cet,ke-5,h.498
hendaklah diulanginya empat kali,kemudian ditambahkan lagi dengan kalimat: “ atasku la’nat Allah sekiranya aku dusta dalam tuduhanku”
27
. Penyebab putusnya perkawinan sebagaimana disebutkan diatas antara mazhab
tidak banyak perbedaan. Secara lebih singkat setidaknya ada empat kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu timbulnya keinginan
untuk putus terputusnya perkawinan, yaitu: a.
Terjadinya Nusyuz dari pihak isteri Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri terhadap
suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan, dan hal-hal yang lain yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga
28
. Mengenai hal ini Allah berfirman :
☺ ☺
⌧ ☺
⌧ ☺
⌧ ⌧
⌧
. ءﺎ ا
4 :
34
“Kaum laki laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain wanita dan karena
mereka laki-lakitelah menefkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh ialah yang taat kepada Allah dan memelihara diri. Wanita –
27
Sulaiman Rasyid, fiqih Islam hukum fiqih lengkap , Bandung: CV Sinar baru, 1986 ,h.382
28
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Grafindo persada, 2003 ,h. 269
wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah dari tempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.QS: Al-Nissa:34
Petunjuk dalam Al-Qur’an tersebut merupakan langkah mengantisipasi terjadinya perceraian, dengan pemberian nasehat, memisahkan tempat tidur isteri dari
tempat tidur suami apabila nasehat gagal, terakhir apabila langkah kedua gagal adalah memberinya pelajaran dan memukulnya, namun hal ini merupakan langkah terakhir
setelah didahului mendidiknya dengan member pengertian-pengertian. a.
Terjadinya Nsuyuz dari pihak suami Kemungkinan nusyuz ternyata tidak hanya datang dari pihak isteri dapat juga
datang dari pihak suami
29
, hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an :
⌧ ☺
☺ ☯
⌧ ☯
⌧ ⌧
☺ ☺
ءﺎ ا 4
: 128
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz, atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang
sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir”. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan
memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap acuh, maka sesungguhnya Allah adalah maha menetahui apa yang kamu kerjakan. QS Al-Nisa : 128
b. Terjadinya perselisihan atau percekcokan antara suami dan isteri yang disebut
syiqoq
30
. Dalam hal ini Allah memberi petunjuk :
29
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,h. 270
☺ ☺
☯ ☺
⌧ ☺
. ءﺎ ا
4 :
35
“Dan jika kamu khawatir ada pertengkaran antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscahaya Allah member taufik kepada suami isteri itu, sesunguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana “. QS. Al- Nissa: 35
c. Terjadinya salah satu pihak melakukan perbuatan zina atau fahisyah, yang
menimbulkan saling tuduh-menuduh antara keduanya
31
. Cara penyelesaianya adalah membuktikan tuduhan yang didakwakan, dengan cara li’an dengan
mengucap sumpah. Li’an sesungguhnya telah memasuki “ gerbang” putusnya perkawinan dan bahkan untuk selamanya karena akibat li’an adalah terjadinya
talak ba’in kubra. Selanjutnya penyebab putusnya perkawinan menurut peraturan tertulis di
Indonesia yaitu Undang -Undang No 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, lebih rincinya adalah :
Menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 38 bahwa penyebab putusnya perkawinan adalah :
a. Salah satu pihak meninggal dunia
b. Karena perceraian
c. Atas putusan pengadilan
32
.
30
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,,h.272
31
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,,h. 273
32
Departement Agama R.I, Direktorat Pembinaan Badan Perdilan Agama Islam, Dirjen pembinaan Agama Islam, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan peradilan
Agama, Jakarta: , 2001 ,h.140
Dari jenis penyebab putusnya perkaiwinan di atas , perceraian merupakan fenomena yang paling banyak terjadi di masyarakat, baik itu cerai yang dijatuhkan
oleh suami terhadap isteri yang disebut dengan cerai talak dan cerai yang diminta oleh sang isteri agar suaminya menjatuhkan talak kepadanya yang disebut dengan
cerai gugat. Putusnya perkawinan karena kematian salah satu pihak dengan sendirinyua perkawinan itu terputus. Sedangkan putusnya perkawinan atas keputusan
pengadilan dapat terjadi karena pembatalan suatu perkawinan. Lebih lanjut perceraian di atur dalam pasal 39 yang memuat ketentuan bahwa
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan
33
.hal ini dilakukan setelah upaya damai mengalami kebuntuan. Menurut hemat penulis peraturan ini
sangat tepat guna menghilangkan kesewenang-wenangan dalam menjatuhkan talak oleh suami. Peraturan ini dilaksanakan demi kepastian hukum yang benar-benar
didasarkan pada pemeriksaan kekuasaan yang berwenang, aturan ini juga pantas diterapkan dalam masyarakat yang berbudaya dan moderen
34
. Menurut Kompilasi Hukum Islam, mengenai penyebab putusnya perkawinan
sama dengan yang tertuang dalam Undang-Undang perkawinan. Dalam pasal 113 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan dapat diputus karena:
a. Salah satu dari mereka meninggal dunia
b. Karena perceraian
33
Departement Agama R.I, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan peradilan Agama,
, Jakarta: , 2001 h. 141
34
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, Medan, CV Zahir,1975 ,cet. Ke- 1,h,133
c. Atas putusnya pengadilan
35
. Mengenai alasan alasan perceraian sama dengan Undang – udang perkawinan, hanya
saja ada penambahan yaitu suami melanggar taklik talak dan peralihan agama atau murtad yang menyababkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumahtangga, hal ini
dijelaskan pada pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. 2.
Akibat Putusnya Perkawinan Putusnya sebuah ikatan perkawinan akan menimbulkan akibat hukum baik
terhadap manusia pelaku perkawinan yaitu suami isteri maupun yang dihasilkan dari perkawinan itu seperti anak dan harta bersama.
Diantara akibat dari putusnya perkawinan dalam Undang – undang perkawinan No 1 tahun 1974, dalam pasal 41 bahwa :
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah : a.
Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak,
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Pengadilan dapat
menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isterinya
36
.
35
Departement Agama R.I, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan peradilan Agama,
Jakarta: , 2001 h.140.
36
Departement Agama R.I, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan peradilan Agama,
Jakarta: , 2001 ,h.140.-141
Ketentuan-ketentuan akibat perkawinan karena perceraian dalam pasal 41 Undang-Undang perkawinan tersebut di atas terlihat lebih bersifat global karena tidak
merinci secara detail jenis perinciannya. Namun hal ini diperjelas dengan hadirnya Kompilasi Hukum Islam yang merupakan Instruksi Presiden No 1 tahun 1991. Akibat
putusnya perkawinan, Kompilasi Hukum Islam merincinya dalam empat kategori yaitu akibat cerai talak, cerai gugat, li’an, dan kematian suami, secara rinci kompilasi
hukum Islam menjelaskan beberapa pasal. Pasal 149, dalam pasal ini dijelaskan akibat perceraian karena talak, bunyi redaksi
sebagai berikut: Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isteri, baik berupa uang
atau benda, kecuali bekas isterinya tersebut qabla dukhul. b.
Memberi nafkah, maskan dan kiswah tempat tinggal dan pakaian kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah
dijatuhkan talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. c.
Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul.
d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak yang belummencapai umur 21
tahun Berikutnya dalam pasal 156 dijelaskan tentang akibat perceraian karena cerai
gugat, yaitu cerai yang dijatuhkan oleh isteri agar suami menjatuhkan talak kepadanya. Bunyi pasal tersebut ialah:
a. Anak yang belum mumayyiz berhak untuk mendapatkan hadhanah dari
ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :
1. Wanita – wanita dalam garis lurus keatas dari ibu
2. Ayah
3. Wanita – wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah
4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
5. Wanita – wanita kerabat sedarah menuurut garis samping dari ayah
b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan
hadhanah dari ayah atau ibunya c.
Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah anak dan hadhanah telah
dicukupi, maka atas permintaan kerabatnya yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai
hak hadhanah pula
d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah
menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurusi diri sendiri 21 tahun
e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,
pengadilan agama memberikan keputusannya berdasarkan huruf a, b, c dan d.
f. Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayah menetapkan jumlah
biaya unutuk pemeliharaan anak dan pendidikannya yang tidak turut padanya.
Mengenai harta bersama dijelaskan dalam pasal 157, bahwa harta bersama dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96, 97. Adapun bunyi
pasal 96 adalah : 1.
Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama
2. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau
suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar Pengadilan Agama.
Pasal 97 menjelaskan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang dari harta bersama sepanjang tidak
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Dalam pasal 158 disebutkan tentang mut’ah bahwa mut’ah wajib diberikan oleh
bekas suaminya dengan syarat: a.
Belum ditetapkan mahar bagi isteri ba’da dukhul b.
Perceraian itu atas kehendak suami
Selanjutnya pasal 159 menjelaskan bahwa mut’ah sunnah diberikan oleh bekas suaminya tanpa syarat tersebut pada pasal 158, dan besarnya mut’ah disesuaikan
dengan kepatuhan dan kemampuan suami sebagaimana disebutkan dalam pasal 160. Dalam pasal 161 dijelaskan mengenai akibat perceraian dengan jalan khulu, pasal ini
menjelaskan bahwa “ perceraian dengan jalan khulu mengurangi jumlah talak dan tidak dapat rujuk “.akibat perceraian karena li’an dijelaskan dalam pasal 162, bahwa “
bilamana li’an terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari kewajiban
memberi nafkah
37
37
Departement Agama R.I, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan peradilan Agama,
Jakarta: , 2001 h.353-356