Pengertian dan dasar perceraian

istri dengan kalimat “ perjanjian yang kokoh “. 4 Jika ikatan antara suami istri demikian kokoh kuatnya, maka tidak sepatutnya dirusak dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan hubungan perkawinan dan melemahkannya adalah dibenci oleh Islam, karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemashlahatan antara suami dan istri. 2. Dasar Perceraian Adapun dasar diperbolehkannya cerai adalah 1. Surat Al- Baqarah ayat 229 ق ا نﺎ ﺮ كﺎ ْ ﺈ فوﺮْ ْوأ ﺮْ نﺎ ْ ﺈ ةﺮ ا 2 : 229 Thalak yang dapat di ruju, dua kali. Setelah itu boleh diruju lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. QS: Al-Baqarah: 229 ﺎ ﺎﻬ أ ا اذإ ْ ءﺎ ا ﻦهﻮ ﻦﻬ ﺪ اﻮ ْ أو ةﺪ ْا ﻮ او ﷲ ْ ﻜ ر ﻻ ﻦهﻮﺟﺮْﺨ ن ﻦﻬ ﻮ ﺎ و ﻦْﺟﺮْﺨ ﺎ إ نأ ﻦ ْﺄ ﺷ ﺔ ق ا 65 : 1 Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya dan hitunglah waktu iddah itu dan bertaqwalah kepada Allah tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan keluar kecuali kalau mengerjakan perbutan yang keji yang terang Qs: At-Thalak: 1 Seandainya tahap perceraian ini telah terjadi, Al-Qur’an memerintahkan para suami agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang dan meninggalkan isterinya terkatung- terkatung. 4 Slamet Abidin, Aminudin, fiqih Munaqahat I I Bandung : CV Pustaka setia, 1999 ,h. 9 Dan kamu tidak bisa berlaku adil diantara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung yang kamu cintai sehingga kamu membiarkan yang lain terkatung-katung . dan jika kamu mengadakan perbaiakan dan memelihara diri dari kecuranagan maka sungguh Allah Maha Pengampun Maha Penyayang QS: An-Nissa: 129 2. Hadist Nabi Muhammad Saw : ل ْا ﻐْا و ْ ﻋ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر لﺎ ﺎ ﻬْﻋ ﷲا ر ﺮ ﻋ ﻦْا ْﻦﻋ ﺰﻋ ﷲا ﻰ ا ق ا ﺟو . دواد ﻮ ا اور “ Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda : sesuatu yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian “ H. R. Abu Daud 5

B. Rukun dan Macam- macam perceraian

1. Rukun Perceraian Rukun perceraian atau thalaq ada tiga, yaitu: a. Suami yang menthalaq; dengan syarat baligh, berakal dan kehendak sendiri. b. Isteri yang dithalaq c. Ucapan yang digunakan untuk menthalaq 6 . Ucapan thalak dapat dilakukan dengan lisan secara langsung, dapat dengan tulisan yang dapat dipahami, dengan perantaraan orang lain; bahkan dapat pula 5 Abi Daud Sulaiman bin As’atsajstani, Sunan Abu Daud, Beirut-Libanon : Darul fikr, ١٩٩٤, Juz 1, h. 500 6 Mohammad Rifa’I, Ilmu Fiqih Islam lengkap, Semarang :PT Karya Toha Putra 1978 ,h.483 dengan isyarat orang bisu yang dapat dipahami oleh orang yang melihat dan mendengarnya 7 .Pembicaraan rukun pertama yaitu perceraian suami yang menceraikan. Perceraian merupakan tindakan kehendak yang berpengaruh dalam hukum syara’. Oleh karena itu, perceraian dapat diterima apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu sebagaimana berikut. 8 a. Mukallaf Ulama sepakat bahwa suami yang diperbolehkan menceraikan isterinya dan thalaknya diterima apabila ia berakal, baligh minimal sampai usia belasan tahun , dan berdasarkan pilihan sendiri. Maksud mukallaf ialah berakal dan baligh. Tidak sah thalak seorang suami yang masih kecil, gila, mabuk dan tidur, baik thalak menggunakan kalimat yang tegas ataupun bergantung. Seperti perkataan anak kecil; “Jika aku baligh maka isteriku aku tercerai”. Perceraian tidak terjadi sekalipun anak kecil menjadi baligh dan yang gila sudah sadar. Jika thalak mereka yang sama sekali tidak syah. Adapun thalaknya orang bodoh dan orang sakit sah sekalipun bercanda. Sedangkan thalaknya orang minum obat atau dipaksa minum khamar tidak sah hukumnya. Ringkasnya, sesungguhnya thalak diterima manakala dilakukan oleh ahli thalak yaitu berakal, baligh, dan pilihan sendiri. Ada selain mukallaf yang dikecualikan, yaitu seorang pemabuk dengan sengaja, seperti seorang peminum 7 Amir Syarifuddin, Garis garis Besar FIQIH, Jakarta : PRENADA MEDIA, 2003 ,h. 128- 129 8 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munaqahat Khitbah, Nikah, dan thalak ,h. 261