Preparasi Analisis Karyotipe Pewarnaan Kromosom

idiogram, mempunyai grafik memperlihatkan komplemen kromosom haploid dari suatu spesies, yang mana idiogram ini merupakan ukuran dari kromosom somatis metafase.

2.6 Preparasi Analisis Karyotipe

Semua organisme yang bereproduksi secara seksual, kromosom berada dalam pasangan-pasangan homolog. Kariotipe disiapkan dengan cara sel-sel yang ditumbuhkan dalam kultur jaringan distimulasi untuk melakukan mitosis. Semacam obat dibubuhkan sel-sel itu untuk menghentikannya dalam metafase, pada waktu kromosom-kromosom berkontraksi menjadi dua. Sel-sel dan isinya diwarnai, kemudian diawetkan pada kaca sediaan mikroskop. Kemudian dilakukan pemotretan kromosom dalam perbesaran dan homolog-homolog dipotong dari gambar dan diperbandingkan; gambar lain diambil membentuk kariotipe. Kariotipe selalu diperlihatkan dengan kromosom-kromosom menjadi dua, sebab kita bisa memberi gambaran mengenai kromosom-kromosom hanya setelah kromosom itu menjadi dua dan melingkar waktu pembelahan sel. Perlakuan yang berkaitan dengan pembuatan preparat kromosom meliputi penghentian pembelahan sel mitotic inhibitor, perlakuan dengan larutan hipotonik, fiksasi, pewarnaan dan penutupan preparat Denton, 1973. Masing-masing perlakuan mempunyai tujuan tertentu. Bahan yang paling sering digunakan sebagai penghambat pembelahan mitosis adalah kolkisin. Kolkisin adalah suatu alkaloida hasil ekstraksi umbi tanaman Colcicum autumnale yang berpengaruh unik, yaitu meniadakan pembentukan gelendong inti dan menghentikan pembelahan mitosis pada stadium metafase, fase dimana kromosom berkontraksi maksimal dan nampak paling jelas Denton, 1973; Sharma, 1976; Suryo, 1994. Konsentrasi normal yang biasa digunakan untuk jaringan ikan berkisar antara 0,01-0,1 untuk periode waktu 1-6 jam Denton, 1973. Selain kolkisin dapat juga menggunakan kolsemid deacethymethyl colcicine, velban vinblastine sulfate, asenaften, kloral hidrat, coumarin dan turunannya, Universitas Sumatera Utara askalin, isopsoralen, oksiquinalen, bromonaftalen dan P-diklorobenzen Sharma,1976http:indoaqua.netgenetikakromosom-dan karyotipe. html?zmien_ css ruby.

2.7 Pewarnaan Kromosom

Dengan teknik pewarnaan tertentu kini orang dapat menimbulkan pita-pita gelap terang yang tegak lurus terhadap poros kromosom pada sediaan sebaran metafase, terutama pada kromosom politen. Ternyata untuk tiap macam kromosom letak dan tebal pita itu tertentu, sehingga menjadi ciri masing-masing kromosom Pewarnaan dilakukan agar kromosom mudah diamati di bawah mikroskop Denton, 1973; Sharma, 1976 dalam Sucipto, 1997. Giemsa merupakan pewarna yang paling sering digunakan untuk mewarnai kromosom Denton, 1973; Sharma, 1976 dalam Sucipto, 1997 meskipun mekanisme pewarnaannya tidak bersih. Giemsa digunakan untuk jenis preparat ulasan tipis maupun tebal Gunarso, 1989. Komponen aktif Giemsa berupa molekul eosin Y dan biru metilen. Kualitas hasil pewarnaan bervariasi tergantung perbandingan pewarna yang digunakan Sharma, 1976 dalam Sucipto, 1997 http:darmaqua.blogspot.com200804preparasi-kromosom-teknik- jaringan.htm Pembuatan preparat dan pewarnaan kromosom dengan Giemsa pada endapan sel limfosit dapat dilakukan dengan meteteskan di atas gelas objek pada tiga tempat yang berbeda. Setelah kering, pada preparat diberi pewarnaan Giemsa 4 selama 5 menit. Setelah dicuci dan dikeringkan, preparat ditutup dan siap untuk dilakukan pengamatan dengan mikroskop dengan perbesaran 1000 kali http:209.85.173.132 search?q=cache:21eBClDyLt4J:nhc.batan.go.iddokumenyanti2.+kromosom. Dari banyak aturan pewarnaan yang telah dipersiapkan dalam berbagai laboratorium untuk menghasilkan kromosom bergelang, dua yang paling umum dipakai adalah teknik asam-garam-Giemsa, yang mengungkap gelang-gelang G untuk Universitas Sumatera Utara perwarnaan Giemsa, dan teknik monstar kuinakrin, yang menghasilkan gelang Q yang bersinar. Gelang-gelang g dan Q mempunyai lokasi yang sama dan dianggap mengungkap srtuktur kromosom patokan yang sama. Meskipun dasar molekul untuk reaksi pewarnaan belum diketahui dengan baik Goodenough, 1988. Universitas Sumatera Utara BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat