BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan datang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat, ramah lingkungan,
sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktifitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik bagi pengusaha maupun pekerja. Dengan demikian pemantauan
dan pelaksanaan norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan kesejahteraan pekerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan
bekerja dan berusaha dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan sustainable development Tambusai, 2001.
Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, menurut International Labor Organitation ILO,
setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan
sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya Sulistomo, 2001
Salah satu cara untuk menghindari kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan pada pekerja atau mengurangi akibat yang timbul saat terjadi kecelakaan kerja serta mereduksi
potensial gangguan kesehatan pekerja adalah menggunakan alat pelindung diri, maka Undang- Undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja mewajibkan pengurus untuk
menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri bagi tenaga kerja dan menjelaskan pada tiap
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja baru tentang semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya.
Menurut H.W. Heinrich 1980 yang dikutip oleh Ikhwan 2004 mengungkapkan bahwa 80 kecelakaan kerja disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman unsafe action dan hanya
20 disebabkan kondisi yang tidak aman unsafe condition, sehingga pengendaliannya harus bertitik tolak dari perbuatan yang tidak aman yang dalam hal ini adalah perilaku manusia,
dimana sikap kerja merupakan bagian dari perilaku. Menurut David Mahone 1999 seperti yang dikutip oleh Noor Fitrihana 2005 pada
suatu perusahaan garmen timbul beberapa gangguan kesehatan pada pekerja seperti 70 operator jahit mengalami sakit punggung, 35 melaporkan mengalami low back pain secara
persisten, 25 menderita akibat Cumulative Trauma Disorder CTD, 81 mengalami CTD pada pergelangan tangan , 14 mengalami CTDs pada siku, 5 CTDs pada bahu, dan 49
pekerja mengalami nyeri leher. Hasil penelitian dari Aik Soewarno 2005 pada pengrajin selongsong peluru di Desa
Kamasan, para pekerja mempunyai kebiasaan bekerja dengan sikap duduk. Tinggi meja yang tidak sesuai dengan antropometri pemahat menyebabkan sikap paksa dalam bekerja. Sikap paksa
tersebut akan menimbulkan rasa sakit pada bagian tubuh pengrajin, yaitu leher = 100, bahu kiri = 33,3, bahu kanan = 66,6, punggung = 100 , pinggang = 100 , dan pantat = 66,6.
Di Kuala Begumit terdapat beberapa usaha pandai besi yang bergerak disektor informal. Satu usaha pandai besi tersebut terdiri dari 2 sampai 4 orang tenaga kerja termasuk pemilik
usaha pandai besi itu sendiri. Usaha pandai besi tersebut merupakan industri rumah tangga yang menghasilkan alat-alat pertanian seperti cangkul, sabit, parang, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Pekerja pandai besi bekerja sesuai jumlah pesanan yang diterima. Jam kerja dan waktu istirahat pekerja tidak diatur, apabila pesanan banyak maka pekerja bekerja lebih lama, oleh
karena itu beban kerja pekerja pandai besi tergantung dari jumlah pesanan yang diterima. Pada saat usaha pandai besi tidak menerima pesanan maka kegiatan produksi tetap berjalan, untuk
menghasilkan aneka produk untuk dipasarkan. Proses pemotongan besi baja, pembentukan, pengerasan, dan penghalusan besi baja merupakan kegiatan utama pandai besi.
Tahapan kerja pandai besi di Kuala Begumit, adalah : 1. Memotong dan membentuk besi baja
Proses kerja ini dilakukan dengan sikap kerja berdiri dan duduk. Alat kerja yang digunakan pada tahap ini adalah palu, penjepit besi, pahat pada tahap memotong besi baja,
gunting pemotong besi, tungku pembakar,dan meja tempa. Sumber bahaya pada tahapan kerja ini adalah debu sisa pembakaran, percikan api atau logam panas, potongan besi tajam, dan
sikap kerja yang tidak ergonomis. 2. Penghalusan dan penajaman
Proses kerja ini dilakukan dengan sikap kerja berdiri. Alat kerja yang digunakan pada tahap ini adalah gerinda, kikir, dan dudukan besi. Sumber bahaya pada tahapan kerja ini
adalah debu, besi tajam, dan sikap kerja yang tidak ergonomis.
3. Pengerasan Proses kerja ini dilakukan dengan sikap kerja berdiri dan duduk. Alat kerja yang
digunakan pada tahap ini adalah penjepit besi, tungku pembakar, dan bak air. Sumber bahaya
Universitas Sumatera Utara
pada tahapan kerja ini adalah debu sisa pembakaran, percikan api atau logam panas, potongan besi tajam, dan sikap kerja yang tidak ergonomis.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan, tempat kerja yang tidak ergonomis menimbulkan sikap paksa. Sikap paksa tersebut mengakibatkan pekerja pandai besi banyak
mengeluh berbagai gangguan sistem otot rangka. Keluhan utama yang dialami oleh pekerja pandai besi antara lain sesak napas, luka bakar pada bagian tangan dan kaki, dan nyeri pada
bagian punggung. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk meneliti keluhan keselamatan dan
kesehatan kerja pada pekerja pandai besi ditinjau dari sikap kerja di Kwala Begumit Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
1.2 Perumusan Masalah