Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi Mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEKERJA PADA BAGIAN PRODUKSI MENGENAI PENERAPAN SISTEM

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh:

YOSSI ELISABETH SIMANJUNTAK NIM.081000071

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEKERJA PADA BAGIAN PRODUKSI MENGENAI PENERAPAN SISTEM

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

YOSSI ELISABETH SIMANJUNTAK NIM.081000071

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul:

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEKERJA PADA BAGIAN PRODUKSI MENGENAI PENERAPAN SISTEM

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

TAHUN 2012

Yang dipersiapkan untuk dipertahankan oleh: YOSSI ELISABETH SIMANJUNTAK

NIM.081000071

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Juli 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr.Halinda Sari Lubis, MKKK Arfah Mardiana Lubis, M.Psi NIP. 196506151996012001 NIP. 198203012008122002 Penguji II Penguji III

Dra. Lina Tarigan, Apt., MS Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes NIP. 195908061988112001 NIP. 197911072005012003

Medan, Oktober 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989031001


(4)

A B S T R A K

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lainnya di suatu institusi tempat kerja atau perusahaan, seperti manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan lainnya. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mencakup hal-hal yaitu jaminan kemampuan, kegiatan pendukung, dan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengenalan risiko di tempat kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan pekerja pada bagian produksi mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea dengan desain penelitian bersifat deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja di bagian proses produksi sebanyak 374 orang dan sampelnya adalah pekerja tetap di bagian proses produksi yang diambil dengan teknik proportional random sampling

dengan jumlah 80 orang yang mewakili departemen bagian produksi yaitu departemen chemical, departemen energy, departemen fiberline, departemen

engineering dan maintenance dan departemen technical.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa pengetahuan pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 80 orang (100 %), sikap pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori mendukung (favorable) yaitu sebanyak 80 orang (100 %) dan tindakan pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 80 orang (100%). Disarankan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), mengoptimalkan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) melalui pendidikan dan pelatihan, tetap melaksanakan program yang berkaitan dengan peningkatan keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan tetap memerhatikan hal-hal yang perlu ditingkatkan dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).


(5)

A B S T R A C T

The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) is the part that can not be separated from the other management activity in an institution of work site or a company, such as production management, human resource management, financial management, etc. The implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) consist of the warranty of ability, proponent activity, and the identification of hazard source, assessment and recognition of risk at work.

This research aims to know the description of knowledge, attitude and workers practices on the production section about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) in PT. Toba Pulp Lestari Porsea with descriptive research design. The population of this research was all the workers who work in production section counted 374 people and the samples was taken with proprtional random sampling technique from the population that is also the workers who work in production section with amount 80 people who represent the department of production section that is chemical department, energy department, fiberline department, engineering ang maintenance department and technical department.

According to the result of this research, that knowledge of the worker about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the good category that is counted 80 people (100 %), the worker attitude about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the favorable category that is counted 80 people (100 %) and worker practice about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the good category that is counted 80 people (100%). It is a recommendation to improving the supervision and development in order to apply The Occupational Safety and Health Management System (SMK3), to optimize the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) through training and education, consistent to implement any program that is related with the improvement of the implementation The Occupational Safety and Health Management System (SMK3), and consist to pay attention to the things that need to be increased from the knowledge, attitude and practice about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3).


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yossi Elisabeth Simanjuntak Tempat/Tanggal Lahir : Balige, 28 Agustus 1990 Agama : Kristen Protestan Nama Orang Tua

Ayah : M. Simanjuntak

Ibu : S. boru Panjaitan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jl. Marakas No.31 Padang Bulan, Medan Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1996 – 2002 : SD Swasta No. 1 HKBP Balige 2. Tahun 2002 – 2005 : SMP Negeri 4 Soposurung, Balige 3. Tahun 2005 – 2008 : SMA Negeri 2 Soposurung, Balige 4. Tahun 2008 – 2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih karuniaNya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Penelitian ini dilakukan di PT. Toba Pulp Lestari Porsea dengan judul : “Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi Mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012”.

Dalam penulisan skripsi tidak terlepas dari dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

2. Bapak DR. Ir. Gerry Silaban, M.Kes sebagai Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

3. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK sebagai dosen pembimbing pertama 4. Ibu Arfah Mardiana Lubis, M.Psi sebagai dosen pembimbing kedua

5. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt, MS dan Ibu Eka Lestari Mahyuni SKM, M.Kes sebagai dosen penguji

6. Bapak Drs. Jemadi M.Kes, sebagai Dosen Penasehat Akademik

7. Seluruh Dosen dan Staf pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(8)

8. Bapak pimpinan dan seluruh karyawan PT. Toba Pulp Lestari Porsea yang telah membantu penulis dalam penelitian ini

9. Loss Prevention and Control (LP&C) Department PT. Toba Pulp Lestari Porsea yang banyak membimbing penulis di lapangan dan dalam menulis skripsi ini (Bapak Manson Pakpahan, Bapak Jonny Marpaung, Bapak Sautman Sidabutar, dan Bapak Mislan) dan Learning and Development Centre PT. Toba Pulp Lestari yang telah memberikan kesempatan dan izin untuk melakukan penelitian ini (Bapak Fandi Tarigan, Bapak Derusman Purba, dan lain-lain)

10.Orang tuaku tercinta, Bapak M. Simanjuntak dan Mama S. boru Panjaitan yang selalu mendukung, mendoakan, memberi semangat dan membantu penulis baik materil maupun moril sampai selesainya skripsi ini

11.Kakakku Melda Simanjuntak, Amd dan adik-adikku David Simanjuntak dan Gorby Simanjuntak untuk semangat yang selalu diberikan

12.Teman-temanku di Kelompok Kecil d’Luvena (Kak Eva, Kak Maria, Kak Lusy, Ervanny, Suzan, Stela, dan Tari) dan teman-temanku di peminatan K3 (Mailany, Octa, Lidya, Mandroy, Amja, Azhari, Rahmi, Vesta, Bianca, Cut Saura, Jeffry) yang selalu memberi semangat dan dukungan doa

13.Teman-temanku di FKM USU stambuk 2008, khususnya untuk Rani, Helfiana, Kak Grace, Caprin, Edy, Nelly, Novi dan lain-lain yang banyak membantu saya dan memberi semangat serta dukungan doa.


(9)

sahabatku Desy Marito Panjaitan dan Betty Silitonga yang selalu memberi semangat kepada penulis.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkatNya kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2012


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1. Tujuan Umum ... 8

1.3.2. Tujuan Khusus ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pengetahuan ... 10

2.2. Sikap ... 11

2.3. Tindakan ... 13

2.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 14

2.4.1. Pengertian Keselamatan Kerja ... 14

2.4.2. Pengertian Kesehatan Kerja ... 15

2.4.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 17

2.5. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).. ... 18

2.5.1. Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ... 18

2.5.2. Prinsip dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ... 20

2.5.3. Manfaat Penerapan SMK3 ... 32

2.5.4. Faktor Penghambat dan Keberhasilan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ... 33


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2. Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1. Populasi ... 37

3.3.2. Sampel ... 37

3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 38

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4.1. Data Primer ... 39

3.4.2. Data Sekunder ... 39

3.6. Definisi Operasional ... 39

3.7. Aspek Pengukuran ... 40

3.8. Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL ... 43

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 43

4.1.1. Profil Perusahaan ... 43

4.1.2. Struktur Organisasi Perusahaan ... 45

4.1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 46

4.1.4. Organisasi Keselamatan dan Tanggung Jawab ... 47

4.1.5. Praktek Standard Keselamatan Kerja Di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 51

4.1.6. Jenis dan Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 57

4.1.7. Pembagian Waktu Kerja di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 58

4.1.8. Jenis Pekerja di PT. Toba Pulp Lestari Porsea ... 58

4.2. Gambaran Hasil Penelitian di PT. Toba Pulp Lestari ... 59

4.2.1. Gambaran Data Umum Responden ... 59

4.2.2. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden ... 61

BAB V PEMBAHASAN ... 100

5.1. Gambaran Umum Responden... 100

5.2. Pengetahuan Responden ... 100


(12)

5.4. Tindakan Responden ... 115

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

6.1. Kesimpulan ... 123

6.2. Saran ... 123 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Tabel Jumlah Pekerja di Bagian Produksi Mill di PT Toba

Pulp Lestari ... 36 Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di PT. Toba Pulp

Lestari Porsea Tahun 2012 ... 44 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di

PT. Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012 ... 45 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di PT.

Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012 ... 45 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

PT. Toba Pulp Lestari Porsea Tahun 2012 ... 46 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen

Chemical ... 62 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen

Energy ... 65 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen

Fiberline ... 68 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen

Engineering dan Maintenance ... 71 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Departemen


(14)

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen

Chemical ... 77 Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen Energy ... 80 Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen

Fiberline ... 83 Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen

Engineering dan Maintenance ... 86 Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Sikap Responden di Departemen

Technical ... 89 Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen

Chemical ... 92 Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen

Energy ... 94 Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen

Fiberline ... 96 Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen

Engineering dan Maintenance ... 98 Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden di Departemen


(15)

A B S T R A K

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lainnya di suatu institusi tempat kerja atau perusahaan, seperti manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan lainnya. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mencakup hal-hal yaitu jaminan kemampuan, kegiatan pendukung, dan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengenalan risiko di tempat kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan pekerja pada bagian produksi mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari Porsea dengan desain penelitian bersifat deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja di bagian proses produksi sebanyak 374 orang dan sampelnya adalah pekerja tetap di bagian proses produksi yang diambil dengan teknik proportional random sampling

dengan jumlah 80 orang yang mewakili departemen bagian produksi yaitu departemen chemical, departemen energy, departemen fiberline, departemen

engineering dan maintenance dan departemen technical.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa pengetahuan pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 80 orang (100 %), sikap pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori mendukung (favorable) yaitu sebanyak 80 orang (100 %) dan tindakan pekerja mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 80 orang (100%). Disarankan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), mengoptimalkan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) melalui pendidikan dan pelatihan, tetap melaksanakan program yang berkaitan dengan peningkatan keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan tetap memerhatikan hal-hal yang perlu ditingkatkan dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).


(16)

A B S T R A C T

The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) is the part that can not be separated from the other management activity in an institution of work site or a company, such as production management, human resource management, financial management, etc. The implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) consist of the warranty of ability, proponent activity, and the identification of hazard source, assessment and recognition of risk at work.

This research aims to know the description of knowledge, attitude and workers practices on the production section about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) in PT. Toba Pulp Lestari Porsea with descriptive research design. The population of this research was all the workers who work in production section counted 374 people and the samples was taken with proprtional random sampling technique from the population that is also the workers who work in production section with amount 80 people who represent the department of production section that is chemical department, energy department, fiberline department, engineering ang maintenance department and technical department.

According to the result of this research, that knowledge of the worker about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the good category that is counted 80 people (100 %), the worker attitude about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the favorable category that is counted 80 people (100 %) and worker practice about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) reside in the good category that is counted 80 people (100%). It is a recommendation to improving the supervision and development in order to apply The Occupational Safety and Health Management System (SMK3), to optimize the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3) through training and education, consistent to implement any program that is related with the improvement of the implementation The Occupational Safety and Health Management System (SMK3), and consist to pay attention to the things that need to be increased from the knowledge, attitude and practice about the implementation of The Occupational Safety and Health Management System (SMK3).


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan yang nyata dalam tatanan ekonomi dunia sekarang ini adalah terjadinya proses globalisasi di segala aspek kehidupan ekonomi yang berpengaruh terhadap sistem perdagangan dunia. Standar dan norma-norma global menjadi persyaratan utama para praktisi industri antarnegara untuk tetap mampu meningkatkan daya saing, meningkatkan efisiensi, menekan biaya produksi serta kualitas barang produksi dan menciptakan nilai-nilai unggul (Notoatmodjo, 2007).

Di Indonesia, kota-kota industri mulai berkembang dan menghasilkan barang-barang produksi yang bermutu (Anonim, 2010). Perkembangan pesat industri mendorong penggunaan mesin, peralatan kerja dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi semakin meningkat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan kemudahan dalam proses produksi, meningkatnya produktivitas kerja, dan meningkatnya jumlah tenaga kerja. Akan tetapi, banyak pula masalah ketenagakerjaan yang timbul termasuk di dalamnya masalah-masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Seperti, meningkatnya jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja, peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan laporan yang disampaikan Dirjen Pembinaan Pengawas Ketenagakerjaan Kemnakertrans Muji Handaya seusai menyampaikan hasil Pertemuan Asia-Europe Meeting (ASEM) Workshop on National Occupational


(18)

Safety and Health (OSH) bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong tinggi dibanding sejumlah negara di Asia dan Eropa, pada tahun 2010 kecelakaan kerja di Indonesia tercatat sebanyak 98.000 kasus. 1.200 kasus di antaranya, mengakibatkan pekerja meninggal dunia dan menurut Muji Handaya bahwa dengan angka kecelakan kerja tersebut, rata-rata ada tujuh pekerja yang meninggal dunia setiap hari (Djumena, 2011).

Untuk melindungi keselamatan pekerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Pedoman keselamatan dan kesehatan kerja adalah bahwa penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah, maka upaya pokok kesehatan kerja adalah pencegahan kecelakaan kerja (Notoatmodjo, 2007). Tetapi kecelekaan kerja tidak dapat dielakkan secara menyeluruh. Namun demikian setiap perencanaan, keputusan, dan organisasi harus memperhitungkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan. Efisiensi, kemampuan karyawan, keadaan peralatan harus selaras dan seimbang agar proses produksi yang optimal, aman dan selamat dapat dicapai (Silalahi, 1985).

Angka kecelakaan kerja di Indonesia menurun dalam 2009 sampai dengan 2011, hal ini membuktikan bahwa kecelakaan memang dapat dicegah di tempat kerja, tapi angka kematian dalam kecelakaan kerja tidak ikut turun. Pada tahun 2011 lalu jumlahnya menurun jadi 86.000 kasus, sedangkan angka kematian dalam kecelakaan kerja pada tahun 2011 tercatat sekitar 2.100 kasus. Muji Handaya, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenakertrans mengatakan masih tingginya angka kematian dalam kecelakaan kerja karena kasus kecelakaan lalu lintas yang dialami


(19)

kecelakaan kerja. Menurut H. W. Heinrich dalam Notoatmodjo (2007), penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan dan menurut Muji, penyebab kecelakaan kerja di Indonesia adalah perilaku dan peralatan yang tidak aman (Prastyo, 2012).

Perilaku pekerja tentang K3 menentukan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan penerapan SMK3. Hasil penelitian Salawati (2009) menunjukkan adanya hubungan antara perilaku tenaga kesehatan terhadap penerapan Manajemen K3 di Rumah Sakit zainal Abidin Banda Aceh. Hasil penelitian Zulliyanti (2011) menunjukkan bahwa pengetahuan dan tindakan pekerja berpengaruh terhadap penerapan Manajemen K3 di PT. Gold Coin Indonesia dan hasil penelitian Munthe (2010) menggambarkan pengetahuan dan tindakan pekerja tentang SMK3 di PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke ada pada kategori yang baik.

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung, maupun yang dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Benyamin Bloom dalam buku Notoatmodjo (2003) membagi perilaku ke dalam 3 domain yaitu: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan tindakan (psikomotor).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). LaPierre dalam Azwar (2007) mengemukakan bahwa sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli


(20)

sosial yang telah terkondisikan. Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa tindakan adalah perwujudan sikap menjadi suatu perbuatan nyata.

Efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dapat dicapai dengan meningkatkan pengetahuan karyawan, keahlian karyawan, dan sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya. Dengan adanya peningkatan pengetahuan, keahlian dan sikap terhadap tugas maka diharapkan akan mengubah perilaku guna mendapatkan produktivitas yang tinggi (Nasution, 2000).

Produktivitas pekerja yang tinggi sangat diharapkan oleh pihak perusahaan karena hal tersebut berpengaruh dan dibutuhkan dalam menjaga kelancaran proses produksi di perusahaan. Dengan itu, perlu diterapkan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang menjamin hak pekerja untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerjanya. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja akan meningkatkan produktivitas dan selanjutnya akan memberikan keuntungan bagi perusahaan karena kelancaran proses produksinya.

Selain meningkatnya daya saing dan produktivitas tenaga kerja, yang juga menjadi sasaran strategis Kemenakertrans dalam Review Rencana Strategis Kemenakertrans (2012) adalah meningkatnya penerapan pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di tempat kerja. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja berpedoman pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


(21)

Ketenagakerjaan, dalam hal ini perusahaan juga harus menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 yang bertujuan dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Sastrohadiwiryo, 2002).

Sejak 1996 hingga 2011, sebanyak 1.548 perusahaan yang mendapat penghargaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Khusus 2011 saja terdapat sekira 238 perusahaan yang memperoleh SMK3 dan jumlah itu meningkat dibanding 2010 yang hanya 162 perusahaan. Tahun 2011, perusahaan-perusahaan penerima penghargaan SMK3 kebanyakan bergerak di bidang industri sebanyak 80 perusahaan, konstruksi bangunan 42 perusahaan, dan 36 perusahaan lainnya di sektor jasa. Sisanya adalah mereka yang berkiprah di bidang pertanian, pertambangan, listrik, perdagangan, transportasi, dan lembaga (Rosidi, 2012).

Salah satu perusahaan di Indonesia yang telah menerapkan SMK3 dan telah menerima sertifikat audit SMK3 adalah PT. Toba Pulp Lestari, Porsea sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia mulai dari tahun 2005 sampai 2011. Pada tahun 2011, PT. Toba Pulp Lestari menerima sertifikat audit dengan bendera emas (gold flag) karena telah menerapkan SMK3 sebanyak 93% dari 166 kriteria SMK3. PT. Toba Pulp Lestari adalah industri di bidang pulp untuk bahan baku kertas dan bahan baku serat rayon. Secara operasional, PT. Toba Pulp Lestari dibagi menjadi dua bagian yaitu divisi fiber (fiber division)


(22)

menghasilkan pulp atau bubur kertas dan divisi mill (mill division) dengan kegiatan produksi untuk mengolah kayu yang dihasilkan di fiber divison menjadi bubur kertas. Berdasarkan survei pendahuluan dan wawancara yang telah dilakukan di bagian Loss Prevention and Control yaitu bagian manajemen yang menangani masalah K3, bahwa memang bagian produksi merupakan bagian dimana aspek K3 dan SMK3 perlu diterapkan dengan baik. Mereka tetap memantau pekerja agar tetap mematuhi aspek K3. Setiap pekerja yang melanggar langsung ditegur di tempat dan pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri tidak diperbolehkan masuk memasuki areal industri.

Pihak manajemen perusahaan mengatakan bahwa kecelakaan kerja di perusahaan tersebut dibagi dalam 4 jenis: First Aid yaitu kecelakaan kerja yang hanya membutuhkan pertolongan pertama (kotak P3K), Medical Aid yaitu kecelakaan kerja yang membutuhkan pengobatan medis dari rumah sakit, Loss time injury yaitu kecelakaan yang sampai menghilangkan jam kerja pekerja, dan Fatality Aid yaitu kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian. Pada tahun 2011, kecelakaan kerja yang terjadi adalah jenis First Aid dan Medical Aid dengan jumlah kumulatif tertinggi sebanyak 4 kecelakaan kerja dengan rincian 2 kecelakaan kerja terjadi di departemen fiberline karena pekerja terbentur (struck by) oleh motor yang berputar karena tidak memakai sarung tangan dan mata terkena debu kayu (chip file) karena pekerja tidak memakai kacamata, 1 kecelakaan terjadi di departemen chemical karena pekerja tidak menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan benar dan 1 kecelakaan terjadi di departemen energy karena pekerja tidak memakai seragam kerja yang


(23)

terjadi masih cenderung diakibatkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act) dari pekerja itu sendiri.

Berdasarkan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor: KEP.723/BW/2000 bahwa penghargaan kecelakaan nihil diberikan kepada perusahaan yang telah berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu kerja. Kecelakaan yang menghilangkan waktu kerja adalah kecelakaan yang menyebabkan seorang pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah terjadi kecelakaan kerja selama 2 kali 24 jam. Bagi perusahaan besar, dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang, dikatakan kecelakaan nihil jika tidak terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya jam kerja berturut-turut selama 3 tahun atau telah mencapai 6 juta jam kerja tanpa kecelakaan yang menghilangkan waktu kerja.

Meskipun PT. Toba Pulp Lestari belum pernah mengusulkan untuk mendapat penghargaan kecelakaan nihil, namun dengan melihat standar yang ditetapkan dalam keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor: KEP.723/BW/2000, PT. Toba Pulp Lestari Porsea yang telah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan telah mendapat sertifikat dan bendera emas, telah berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu kerja dengan melihat data kecelakaan kerja yang terjadi pada tahun 2011 yaitu sebanyak 4 kecelakaan yang tidak menghilangkan waktu kerja.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik ingin melihat bagaimana penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di


(24)

perusahaan tersebut dengan melihat gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja di perusahaan mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti “Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari, Porsea”.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja pada bagian produksi tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT Toba Pulp Lestari, Porsea”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja pada bagian produksi tentang penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT Toba Pulp Lestari, Porsea tahun 2012.


(25)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT Toba Pulp Lestari tahun 2012.

2. Untuk mengetahui gambaran sikap pekerja tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT Toba Pulp Lestari tahun 2012.

3. Untuk mengetahui gambaran tindakan pekerja tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT Toba Pulp Lestari tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen PT. Toba Pulp Lestari dan perusahaan lainnya akan pentingnya perilaku pekerja terhadap penerapan SMK3 secara optimal.

2. Bagi tenaga kerja, agar lebih mengetahui manfaat dan kegunaan penerapan SMK3.

3. Sebagai bahan informasi bagi penelitian sejenis serta dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

4. Sebagai penambah wawasan pengetahuan bagi penulis khususnya tentang perilaku dan SMK3.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku. Perilaku yang baru diadopsi oleh individu akan bisa bertahan lama dan langgeng jika individu menerima perilaku tersebut dengan penuh kesadaran, didasari atas pengetahuan yang jelas dan keyakinan (Setiawati dan Dermawan, 2008).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu artinya mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Memahami bukan sekedar tahu tetapi dapat menjelaskan atau menyimpulkan terhadap objek yang dipelajari.


(27)

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya atau dapat menerapkan prinsip yang diketahui dalam situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan/atau memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007)

2.2. Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Azwar (2007), sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.


(28)

Menurut Allport dalam buku Notoatmodjo (2005), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu :

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Menurut Notoatmodjo, seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.


(29)

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau memengaruhi orang lain.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab adalah tingkatan sikap yang paling tinggi, yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan menerima segala resiko.

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pada pendapat responden (Notoatmodjo, 2007). 2.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2007).

Mengingat sikap itu belum berupa tindakan, maka untuk dapat mewujudkan sikap menjadi tindakan dibutuhkan tingkatan-tingkatan tindakan, yaitu :

1. Persepsi

Individu mulai membentuk persepsi dalam proses pikirnya tentang suatu tindakan yang akan diambil.


(30)

2. Terpimpin

Persepsi yang sudah ada pada seseorang akan ditindaklanjuti dengan kegiatan secara berurutan.

3. Mekanisme

Kegiatan atau tindakan yang sudah dilakukan secara benar dengan tepat dan cepat, akan dilakukan kembali tanpa harus diperintah atau ditunggui.

4. Adopsi

Kegiatan yang sudah dilakukan secara otomatis selanjutnya individu akan mengembangkan kegiatan tersebut dengan tidak mengurangi makna dan tujuan dari kegiatan tersebut (Setiawati dan Dermawan, 2008).

2.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.4.1. Pengertian Keselamatan Kerja

Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingakatan tertentu. Sedangkan risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya suatu bahaya yang menyebabkan kecelakaan dan intensitas bahaya tersebut (HIPSMI dalam buku Notoatmodjo, 2007).

Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenega kerja. Kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja, dan lain-lain.


(31)

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini terdapat dua masalah penting yaitu kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan dan kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (Suma’mur, 1987).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau terjadinya kondisi tidak aman dapat dipelajari dengan pendekatan keilmuan atau pendekatan praktis yang kemudian dikembangkan menjadi konsep dan teori tentang kecelakaan. Pada umumnya teori tentang kecelakaan memusatkan perhatian pada tiga faktor penyebab utama kecelakaan yaitu peralatan, cara kerja dan manusia atau pekerja (Anonim, 2010).

Kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan dapat dicegah dengan peraturan perundangan tentang ketentuan wajib di tempat kerja, standardisasi keselamatan kerja, pengawasan tentang kepatuhan ketentuan yang diwajibkan dalam peraturan, penelitian bersifat teknik, riset medis, penelitian psikologis, penelitian secara statistik, pendidikan, pelatihan keselamatan kerja, penggairahan dengan cara penyuluhan, asuransi, dan usaha keselamatan pada tingkat perusahaan yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja (Suma’mur, 1987).

2.4.2. Pengertian Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan masyarakat dalam suatu tempat kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja adalah masyarakat pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja bertujuan untuk


(32)

memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja (Notoatmodjo, 2007).

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Anonim, 2009).

Agar seorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti bahwa yang bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerjanya secara optimal, maka perlu ada keseimbangan antara beban kerja, beban tambahan akibat dari pekerjaan dan lingkungan kerja dan kapasitas kerja (Suma’mur, 2009).

Tujuan akhir kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain suhu ruangan yang nyaman, penerangan/pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomi), dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).


(33)

Menurut Suardi yang dikutip oleh Zulliyanti (2011) bahwa perubahan secara signifikan di bidang industri memberikan konsekuensinya terhadap terjadi perubahan pola penyakit/kasus-kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja, peralatan), faktor fisik (panas, bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja, stress kerja, penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya juga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja atau diremehkan. Pihak manajemen perusahaan cenderung melakukan pendekatan pemecahan masalah kesehatan pekerja hanya dari segi kuratif dan rehabilitatif tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan pencegahan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan antara lain mengatur hak dan kewajiban setiap warga negara dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Dalam pasal 23 Undang-Undang Kesehatan tersebut dinyatakan bahwa upaya kesehatan kerja merupakan salah satu dari upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga kerja. Upaya kesehatan kerja wajib dilakukan di setiap tempat kerja, dan mencakup pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja serta penerapan syarat-syarat kesehatan kerja.

2.4.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan


(34)

pendekatan ilmiah dan praktis secara sistematis (systematic),dan dalam kerangka pikir kesisteman (system oriented) (Anonim, 2010).

Keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja (Yuli, 2005). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya preventif yang kegiatannya utamanya adalah identifikasi, substitusi, eliminasi, evaluasi, dan pengendalian risiko dan bahaya (Notoatmodjo, 2007).

Penerapan praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja di berbagai sektor di dalam kehidupan atau di suatu organisasi tidak secara sembarangan. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dan perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan (Anonim, 2010).


(35)

2.5. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

2.5.1. Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi, dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, perlu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Sastrohadiwiryo, 2002).

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lainnya di suatu institusi tempat kerja atau perusahaan, seperti manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan lainnya (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, bahwa :

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 87 ayat 1 dituliskan bahwa : “Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem


(36)

manajemen perusahaan.” Maka dalam hal ini, Sistem Manajemen K3 merupakan sebuah kewajiban dalam sebuah perusahaan untuk mencapai kesejahteraan tenaga kerja di tempat kerja yang menyangkut dalam keselamatan dan kesehatan kerja.

Tujuan penerapan Sistem Manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja dalam rangka :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

b. Menciptakan tempat kerja yang aman terhadap kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada serta membuat tempat kerja yang sehat.

c. Menciptakan efisiensi dan produktivitas kerja karena menurunnya biaya kompensasi akibat sakit atau kecelakaan kerja (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Sastrohadiwiryo (2002), ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 adalah :

1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3

2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja

3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja 4. Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan


(37)

5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

2.5.2. Prinsip dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Sastrohadiwiryo (2002) yang sesuai dengan Lampiran I Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996, yang menjadi prinsip dalam penerapan Sistem Manajemen K3 adalah sebagai berikut :

1. Komitmen dan Kebijakan 2. Perencanaan

3. Penerapan

4. Pengukuran dan Evaluasi

5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen

Prinsip dalam penerapan SMK3 di perusahaan mencakup lima hal di atas yang pelaksanaannya dilakukan oleh pihak manajemen bekerja sama dengan para pekerja. Dari kelima prinsip tersebut, dalam hal penerapanlah peran pekerja sangat dibutuhkan agar pelaksanaan SMK3 dapat dilakukan dengan baik dan mencapai tujuan dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.

Dalam penerapannya, SMK3 terkait langsung dengan pekerja. Perilaku pekerja tentang SMK3 menentukan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan penerapan SMK3 sebagaimana yang diisyaratkan dalam Permenaker Nomor: 05/Men/1996. Keberhasilan realisasi program keselamatan dan kesehatan kerja serta SMK3 berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja (Zulliyanti, 2011).


(38)

Penerapan SMK3 di perusahaan tetap berpedoman dengan Permenaker Nomor: 05/Men/1996. Dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan harus menunjuk personel yang memiliki kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang diterapkan. Penerapan SMK3 mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Jaminan Kemampuan

1) Sumber Daya Manusia, Sarana, dan Prasarana

Perusahaan harus menyediakan personel yang memiliki kualifikasi, sarana, dan dana yang memadai sesuai dengan Sistem Manajemen K3 yang diterapkan.

Dalam menyediakan sumber daya tersebut perusahaan harus membuat prosedur yang dapat memantau manfaat yang akan didapat maupun biaya yang harus dikeluarkan. Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 yang efektif perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a) Menyediakan sumber daya yang memadai sesuai dengan ukuran dan kebutuhan

b) Melakukan identifikasi kompetisi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan

c) Membuat ketentuan untuk mengonsumsikan informasi keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif

d) Membuat peraturan untuk memperoleh pendapat dan saran dan para ahli e) Membuat peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan ketertiban tenaga kerja


(39)

2) Integrasi

Perusahaan dapat mengintegrasikan Sistem Manajemen K3 ke dalam sistem manajemen perusahaan yang ada. Dalam pengintegrasian tersebut dapat terjadi pertentangan antara tujuan dan prioritas perusahaan, maka:

a) Tujuan dan prioritas Sistem Manajemen K3 harus diutamakan

b) Pernyataan Sistem Manajemen K3 dengan sistem manajemen perusahaan dilakukan secara selaras dan seimbang.

3) Tanggung Jawab dan Pertanggungjawaban

Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja akan efektif apabila seluruh pihak dalam perusahaan didorong berperan serta dalam penerapan pengembangan Sistem Manajemen K3, serta memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan kontribusi bagi Sistem Manajemen K3. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan hal-hal berikut:

a) Menentukan, menunjuk, mendokumentasikan, dan mengkomunikasikan tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja serta wewenang untuk bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan untuk seluruh tingkatan manajemen, tenaga kerja, kontraktor, dan pengunjung

b) Memiliki prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab yang berpengaruh terhadap sistem dan program keselamatan dan kesehatan kerja

c) Dapat memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.


(40)

Tanggung jawab pengurus terhadap keselamatan dan kesehatan kerja meliputi:

a) Pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa Sistem Manajemen K3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam perusahaan

b) Pengurus harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumber daya yang berharga yang dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangkan Sistem Manajemen K3.

4) Konsultasi, Motivasi, dan Kesadaran

Pengurus harus menunjukkan komitmennya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja melalui konsultasi dan dengan melibatkan tenaga kerja maupun pihak lain yang terkait dalam penerapan, pengembangan, dan pemeliharaan Sistem Manajemen K3, sehingga seluruh pihak merasa memiliki dan merasakan hasilnya.

Tenaga kerja harus memahami serta mendukung tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3, dan perlu disadarkan terhadap bahaya fisik, kimia, ergonomi, radiasi, biologis, dan psikologis yang mungkin dapat mencederai dan melukai tenaga kerja pada saat bekerja serta harus memahami sumber bahaya tersebut. Dengan demikian, dapat dikenali dan dicegah tindakan yang akan menimbulkan insiden.

5) Pelatihan dan Kompetisi Kerja

Penerapan dan pengembangan Sistem Manajemen K3 yang efektif ditentukan oleh kompetisi dan pelatihan setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan


(41)

mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. Proses untuk melakukan identifikasi standar kompetisi kerja dan penerapannya melalui program pelatihan harus tersedia.

Standar kompetisi kerja keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikembangkan dengan:

a) menggunakan standar kompetisi keselamatan dan kesehatan kerja yang ada b) memeriksa uraian tugas dan jabatan

c) menganalisis tugas kerja

d) menganalisis inspeksi dan audit e) meninjau ulang laporan insiden.

Setelah penilaian kemampuan gambaran kompetisi kerja yang dibutuhkan dilaksanakan, program pelatihan harus dikembangkan sesuai dengan hasil penilaiannya. Prosedur pendokumentasian pelatihan yang telah dilaksanakan dan dievaluasi efektivitasnya harus ditetapkan. Kompetisi kerja harus diintegrasikan ke dalam rangkaian kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi, penilaian kinerja tenaga kerja, serta pelatihan.

b. Kegiatan pendukung 1) Komunikasi

Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting dalam penerapan Sistem Manajemen K3. Penyediaan informasi yang sesuai bagi tenaga kerja dan seluruh pihak yang terkait dapat digunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan serta pemahaman umum sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.


(42)

Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menjamin bahwa informasi keselamatan dan kesehatan kerja terbaru dikomunikasikan ke seluruh pihak dalam perusahaan. Ketentuan dalam prosedur tersebut harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan untuk hal-hal berikut:

a) Mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, pemantauan, audit, dan tinjauan ulang manajemen pada seluruh pihak dalam perusahaan yang bertanggung jawab dan memiliki kontribusi dalam kinerja perusahaan

b) Melakukan identifikasi dan menerima informasi keselamatan dan kesehatan kierja yang terkait dari luar perusahaan

c) Menjamin bahwa informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orang-orang di luar perusahaan yang membutuhkannya.

2) Pelaporan

Prosedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk menjamin bahwa Sistem Manajemen K3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan.

Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani: a) Pelaporan terjadinya insiden

b) Pelaporan ketidaksesuaian

c) Pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja d) Pelaporan identifikasi sumber bahaya.

Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan untuk menangani: a) Pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan


(43)

3) Pendokumentasian

Pendokumentasian merupakan unsur utama dari setiap manajemen dan harus dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan dan didokumentasikan serta diperbarui apabila diperlukan. Perusahaan harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya yang efektif.

Pendokumentasian Sistem Manajemen K3 mendukung kesadaran tenaga kerja dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja serta evaluasi terhadap sistem dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas kegiatan perusahaan. Apabila unsur Sistem Manajemen K3 terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian Sistem Manajemen K3 harus dintegrasikan dalam keseluruhan dokumentasi yang ada.

Perusahaan harus mengatur dan memelihara kumpulan ringkasan pendokumentasian untuk:

a) Menyatukan secara sistemik kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja

b) Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja

c) Mendokumentasikan peran, tanggung jawab, dan prosedur

d) Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan


(44)

e) Menunjukkan bahwa unsur-unsur Sistem Manajemen K3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan.

4) Pengendalian Dokumen

Perusahaan harus menjamin bahwa:

a) Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan

b) Dokumen harus ditinjau ulang secara berkala dan jika diperlukan dapat direvisi

c) Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh personel yang berwenang

d) Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu e) Seluruh dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan

f) Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat, dan mudah dipahami. 5) Pencatatan dan Manajemen Informasi

Pencatatan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menunjukkan kesesuaian penerapan Sistem Manajemen K3 dan harus mencakup:

a) Persyaratan eksternal/peraturan perundangan dan internal/indikator kinerja keselamatan dan kesehatan kerja

b) Izin kerja

c) Risiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin, pesawat, alat kerja, peralatan lain, bahan-bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi


(45)

e) Kegiatan inspeksi, kalibrasi, dan pemeliharaan f) Pemantauan data

g) Rincian insiden, keluhan, dan tindak lanjut h) Identifikasi produk termasuk komposisinya i) Informasi mengenai pemasok dan kontraktor j) Audit dan peninjauan ulang Sistem Manajemen K3

c. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian, dan Pengenalan Risiko

Sumber daya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Selanjutnya dilakukan pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko.

1) Identifikasi Sumber Bahaya

Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan: a) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya

b) Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat dicapai. 2) Penilaian risiko

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

3) Tindakan Pengendalian

Perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalian kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar terhadap tempat kerja, perancangan pabrik dan bahan,


(46)

prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.

Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui metode:

a) Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, higiene, dan sanitasi

b) Pendidikan dan pelatihan

c) Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan, dan motivasi diri

d) Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden, dan etiologi e) Penegakan hukum

4) Desain dan Rekayasa

Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam proses rekayasa harus dimulai sejak tahap desain dan perencanaan. Setiap tahap dari siklus desain meliputi pengembangan, verifikasi tinjauan ulang, validasi, dan penyesuaian harus dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya, prosedur penilaian, dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Personel yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi wewenang serta tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan Sistem Manajemen K3.

5) Pengendalaian Alternatif


(47)

tahapan. Desain dan tinjauan ulang prosedur hanya dapat dibuat oleh personel yang memiliki kompetensi kerja dengan melibatkan para pelaksana. Personel harus dilatih agar memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur. Prosedur harus ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi perubahan peralatan, proses, atau bahan baku yang digunakan.

6) Tinjauan Ulang Kontrak

Pengadaan barang dan jasa melalui kontrak harus ditinjau ulang untuk menjamin kemampuan perusahaan dalam memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditentukan.

7) Pembelian

Sistem pembelian barang dan jasa termasuk prosedur pemeliharaan barang dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada seluruh pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

8) Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat dan Bencana

Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang diuji secara berkala untuk mengetahui keadaan pada saat kejadian yang sebenarnya.


(48)

Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang memiliki bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang.

9) Prosedur Menghadapi Insiden

Untuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden perusahaan harus memiliki prosedur yang meliputi:

a) Penyediaan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medis

b) Proses perawatan lanjutan.

10)Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat

Perusahaan harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat untuk secara cepat mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami trauma.

2.5.3. Manfaat Penerapan SMK3

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan SMK3 adalah sebagai berikut :

1. Melindungi Pekerja

Tujuan utama penerapa bentuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pekerja adalah asset perusahaan yang paling penting. Dengan menerapkan SMK3, angka kecelakaan dapat dikurangi atau ditiadakan sama sekali, hal ini juga akan menguntungkan bagi perusahaan, karena pekerja yang merasa aman dari ancaman kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja


(49)

2. Patuh terhadap peraturan dan Undang-undang

Perusahaan-perusahaan yang mematuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku pada umumnya terlihat lebih sehat. Karena bagaimanapun peraturan atau perundang-undangan yang dibuat bertujuan untuk kebaikan semua pihak. Dengan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku maka perusahaan akan lebih tertib dan hal ini dapat meningkatkan citra baik perusahaan itu sendiri.

3. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan

Penerapan SMK3 secara baik akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Betapa banyak pelanggan yang mensyaratkan para pemasok mereka untuk menerapkan SMK3. Karena penerapan SMK3 akan dapat menjamin proses yang aman, tertib dan bersih sehingga bisa meningkatkan kualitas dan mengurangi produk cacat. Para pekerja akan bekerja secara lebih baik karena mereka terlindungi dengan baik sehingga bisa lebih produktif.

4. Membuat sistem manajemen yang efektif

Dengan menerapkan SMK3, maka sistem manajemen keselamatan akan tertata dengan baik dan efektif karena didalam SMK3 dipersyaratkan adanya prosedur yang terdokumentasi, sehingga segala aktifitas dan kegiatan yang dilakukan akan terorganisir, terarah, berada dalam koridor yang teratur dan dilakukan secara konsisten.

Rekaman-rekaman sebagai bukti penerapan sistem disimpan untuk memudahkan pembuktian identifikasi akar masalah ketidaksesuaian. Sehingga analisis atau identifikasi ketidaksesuaian tidak berlarut-larut dan melebar menjadi tidak terarah, yang pada akhirnya memberikan rekomendasi yang tidak tepat atau


(50)

tidak menyelesaikan masalah. Dalam sistem ini juga dipersyaratkan untuk dilakukan perencanaan, pengendalian, tinjau ulang, umpan balik, perbaikan dan pencegahan. Semua itu merupakan bentuk sistem manajemen yang efektif (Anonim, 2010).

2.5.4. Faktor Penghambat dan Keberhasilan Penerapan SMK3

Dalam penelitian Marpaung (2005) PT Sucofindo (Persero) dalam Seminar Nasional K3 di Medan tahun 2005 mengungkapkan beberapa faktor penghambat dan keberhasilan penerapan SMK3. Faktor-faktor penghambat antara lain:

a. Belum adanya persyaratan dari konsumen mengenai pembuktian penerapan SMK3

b. Dampak krisis ekonomi

c. Tidak terdapatnya konsekuensi bagi perusahaan yang menunda dan menolak pelaksanaan audit SMK3

d. Kekurangsiapan perusahaan dikarenakan ketidaktaatan perusahaan untuk menerapkan SMK3

e. Biaya audit yang dianggap memberatkan perusahaan

f. Frame koordinasi pelaksanaan audit dengan Departemen Teknis lain belum terwujud.

Sedangkan menurut Gallagher dalam Ismail (2010) menyampaikan beberapa kendala atau hambatan dalam penerapan perusahaan sehingga tujuan penerapan sistem ini tidak tercapai, yaitu:

1. Sistem yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan.


(51)

2. Lemahnya manajemen tersebut.

3. Kurangnya keterlibatan pekerja dalam perencanaan dan penerapan.

4. Audit tool yang digunakan tidak sesuai serta kemampuan auditor yang tidak memadai.

Faktor-faktor keberhasilan penerapan SMK3 antara lain:

a. Telah diterapkannya beberapa sistem manajemen yang mendukung penerapan SMK3

b. Tingginya komitmen K3 dari manajemen puncak atau perusahaan induknya c. Melakukan studi banding

d. Adanya tenaga ahli di bidang K3

e. Adanya departemen atau bagian yang khusus menangani K3 f. Telah diperolehnya penghargaan di bidang K3 dari institusi asing

g. Telah dimilikinya Safety Committee yang berperan aktif dalam pelaksanaan K3

h. Terdapatnya tuntutan dari pihak konsumen kepada perusahaan untuk menerapkan SMK3 yang tersertifikasi

i. Terpacunya suatu perusahaan dalam sektornya karena perusahaan lain telah berhasil menerapkan SMK3

j. Adanya upaya pembinaan mengenai SMK3 baik dari asosiasi profesi ataupun dari pembina kawasan perusahaan.


(52)

2.6. Kerangka Konsep

Pekerja

1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan

Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja pada bagian produksi mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari, Porsea. Jenis penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi atau gambaran mengenai fenomena atau suatu keadaan (Satroasmoro dan Ismael, 2007).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian produksi yaitu di mill operation yang terdiri dari departemen chemical, departemen energy, departemen fiberline dan departemen

engineering dan maintenance serta Technical/Enviroment & Q-EMS di PT. Toba Pulp Lestari, Porsea.

Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena belum pernah dilakukan penelitian yang sama dan juga pihak manajemen mengatakan bahwa di bagian produksi sangat perlu diterapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

3.2.2. Waktu Penelitian


(54)

3.3. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pekerja pada bagian produksi yaitu di mill operation dan Technical/Environement & Q-EMS di PT. Toba Pulp Lestari yang berjumlah 374 orang.

Mill Operation terdiri dari departemen chemical, departemen energy, departemen fiberline, dan departemen engineering dan maintenance. Departemen

engineering dan maintenance terdiri dari 8 seksi yaitu automation, chemical & workshop maintenance, civil maintenance, combined service, electrical, engineering & maintenance, fiberline maintenance dan power plant maintenance.

Tabel 3.1. Jumlah Pekerja Bagian Produksi di PT. Toba Pulp Lestari

No Departemen Jumlah (orang)

1 Chemical 66

2 Energy 61

3 Fiberline 56

4 Engineering & Maintenance 152

5 Technical 39

Total 374

3.2.2. Sampel

Untuk menentukan besar sampel minimum digunakan rumus Vincent Gaspersz sebagai berikut:


(55)

n

=

N.Zc2×p(1−p)

N.G2+Zc2.p(1−p) n= 374(1,96)

2×0,5(1−0,5)

374(0,1)2+(1,96)2.0,5(1−0,5) n= 76,41≈76

Keterangan :

N= Besar populasi

n= Besar sampel minimum

Zc= Nilai derajat kepercayaan = 95% = 1,96 p= Proporsi dari populasi, ditetapkan p = 0,5 G= Galat pendugaan = 0,1

Dari rumus di atas, diperoleh besar sampel minimum sebanyak 76 orang dan besar minimum tersebut menjadi 80 orang untuk menghindari kekurangan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah pekerja tetap pada bagian proses produksi di PT. Toba Pulp Lestari Porsea.

3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proportional random sampling.

Dari besar sampel yang telah ditentukan yaitu 80 orang, maka didapatkan jumlah perwakilan sampel dari tiap departemen sebagai berikut:

1. Chemical = 66

374× 80 = 14,11≈14 orang 2. Energy = 61

374× 80 = 13,04≈13 orang 3. Fiberline = 56


(56)

4. Eng&Maint = 152

374× 80 = 32,51≈33 orang 5. Technical = 39

374× 80 = 8,34≈8 orang 3.5. Metode Pengumpulan Data

3.5.1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari pekerja dengan menggunakan kuesioner pada aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pelaksanaan pengambilan data primer akan dilakukan langsung oleh peneliti dengan bimbingan dari pihak manajemen di bagian Loss Prevention and Control PT. Toba Pulp Lestari. Peneliti yang akan membagikan kuesioner, membimbing pengisian jawaban dan mengumpulkan kembali dari para pekerja. Kuesioner disusun dengan modifikasi dari kuesioner penelitian Zulliyanti (2011) dan berdasarkan pedoman keselamatan kerja PT. Toba Pulp Lestari. 3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari PT Toba Pulp Lestari bagian LP&C (Loss Prevention and Control Department) dan bagian L&D (Learning and Development)

yang meliputi gambaran umum perusahaan, data jumlah pekerja, laporan tentang penerapan SMK3, dan data-data lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian.

3.6. Definisi Operasional

1. Pekerja adalah para karyawan tetap yang bekerja di bagian produksi mill PT Toba Pulp Lestari, Porsea.


(57)

3. Sikap adalah tanggapan atau respon pekerja yang masih tertutup. Dengan kata lain sikap adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi upaya atau kegiatan dalam penerapan SMK3.

4. Tindakan adalah kegiatan atau perbuatan nyata pekerja yang berkaitan dengan penerapan SMK3.

5. Penerapan Sistem Manajemen K3 adalah pemenuhan pelaksanaan aspek-aspek Sistem Manajemen K3 yaitu (1) Jaminan kemampuan yang ditunjukkan dengan menyediakan personel yang memiliki kualifikasi, sarana dan dana yang memadai sesuai dengan sistem manajemen K3 yang diterapkan, (2) Kegiatan pendukung yang ditunjukkan dengan membangun komunikasi yang efektif sehingga mampu menjamin informasi K3 terbaru dikomunikasikan ke semua pihak dalam perusahaan, mendokumentasikan dan mencatat semua pelaksanaan kegiatan K3, (3) melakukan identifikasi sumber bahaya, penilaian, dan pengenalan risiko.

3.7. Aspek Pengukuran

1. Penilaian variabel pengetahuan dinyatakan dalam bentuk skala pengukuran ordinal dengan tiga kategori pengukuran (Pratomo dan Sudarti yang dikutip oleh Silaen, 2005). Jumlah skor dikumpulkan dari semua pertanyaan dengan jawaban benar diberi skor 1 apabila pernyataan positif dijawab “Benar” dan pernyataan negatif dijawab “Salah” dan jawaban salah diberi skor 0 apabila pernyataan positif dijawab “Salah” dan pernyataan negatif dijawab “Benar”.


(58)

Nilai baik, jika responden menjawab pernyataan dengan benar yaitu pernyataan positif dijawab “Benar” (B) dan pernyataan negatif dijawab “Salah” (S) di atas 75% dari nilai maksimum 30 (>22,5).

Nilai Cukup, jika responden menjawab pernyataan dengan benar yaitu pernyataan positif dijawab “Benar” (B) dan pernyataan negatif dijawab “Salah” (S) antara 40% - 75% dari nilai maksimum 30 (12 – 22,5).

Nilai buruk, jika responden menjawab pernyataan dengan benar yaitu pernyataan positif dijawab “Benar” (B) dan pernyataan negatif dijawab “Salah” (S) kurang dari 40% dari nilai maksimum 30 (< 12).

2. Penilaian variabel sikap dinyatakan dalam bentuk skala pengukuran ordinal dengan menggunakan skala Guttman, yaitu skala yang digunakan untuk mendapatkan jawaban jelas (tegas) dan konsisten terhadap permasalahan yang ditanyakan (Riduwan, 2005).

Jumlah skor dihitung dari semua pernyataan dengan skor 1 diberikan apabila responden “setuju” dengan pernyataan positif dan “tidak setuju” dengan pernyataan negatif dan skor 0 apabila responden “tidak setuju” dengan pernyataan positif dan “setuju” dengan pernyataan negatif.

Kategori pengukuran sikap (Berkowitz dalam Azwar, 2000) sebagai berikut : Mendukung, jika responden menjawab pernyataan dengan benar, dengan

skor 15-30


(59)

3. Penilaian variabel tindakan dinyatakan dalam bentuk pengukuran nominal dengan tiga kategori pengukuran yaitu (Pratomo dan Sudarti yang dikutip oleh Silaen, 2005). Jumlah skor dikumpulkan dari semua pernyataan dengan skor 1 diberikan apabila pernyataan positif dijawab dengan “Ya” dan pernyataan negatif dijawab dengan “Tidak” dan skor 0 diberikan apabila pernyataan positif dijawab dengan “Tidak” dan pernyataan negatif dijawab dengan “Ya”.

Kategori pengukuran sebagai berikut :

Nilai baik, jika responden menjawab pernyataan positif dengan “Ya” dan pernyataan negatif dengan “Tidak” di atas 75% dari nilai maksimum 15 (> 11,25).

Nilai cukup, jika responden menjawab pernyataan positif dengan “Ya” dan pernyataan negatif dengan “Tidak” antara 40% - 75% dari nilai maksimum 15 (6 – 11,25).

Nilai buruk, jika responden menjawab pernyataan positif dengan “Ya” dan pernyataan negatif dengan “Tidak” kurang dari 40% dari nilai maksimum 15 (< 6).

3.8. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi setiap variabel penelitian yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja mengenai penerapan SMK3 di perusahaan dengan menggunakan program komputer SPSS 18.0.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Profil Perusahaan

PT. Toba Pulp Lestari adalah industridi bidang produksi pulp untuk bahan baku kertas dan bahan baku serat rayon. Pabrik ini merupakan salah satu industri strategis penghasil devisa di antara 5.935 unit pabrik sejenis yang terdapat di dunia dengan kapasitas produksi terpasang 210.459.000 ton pulp per tahun. Dari jumlah tersebut di atas, 5.258 unit terdapat di Asia.

Lokasi pabrik terletak di Desa Sosorladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Pabrik ini berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang dioperasikan berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT dan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. SK/681/M/BPPT/XI/1986 dan No.KEP-43/MNKLH/11/1986 tertanggal 13 November 1986.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal No.07/V/1990, status perusahaan ini telah berubah dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi Penanaman Modal Asing (PMA). Saham perusahaan ini telah dijual di Bursa Saham Jakarta dan Surabaya sejak 1992 dan di New York Stock Exchange (NYSE).


(61)

Kegiatan produksi pulp secara komersial dimulai pada tahun 1989, dimana produksi sekitar 70% diekspor ke mancanegara, sisanya untuk kebutuhan pasar domestik. Kapasitas produksi terpasang pabrik adalah 240.000 ton pulp per tahun.

Dalam upaya mendukung kegiatan produksi, PT. Toba Pulp Lestari mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) yang didasari Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1992 tanggal 01 Juni 1992 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada Perusahaan, seluas 269.060 Ha.

Konsesi hutan kayu tersebar pada beberapa sektor hutan yaitu, Aek Nauli, Habinsaran, Sarulla, Aek Raja, Tele dan Padang Sidempuan yang termasuk dalam Kabupaten di Sumatera Utara, Indonesia.


(62)

4.1.2. STRUKTUR ORGANISASI MANAJEMEN MILL PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

B.U. Head

Mill Operation. GM

Energy Dept. Head Fiberline Dept. Head

Power Plant Maint. Dept. Head

Chem/Rec/LK/Eff& Coal Gas. Dept. Head

Fiberline Mech. Maint. Senior Engineer Automation Senior Engineer Chem/Rec/LK/Eff/Coal Gas &Workshop Senior Engineer Electrical Senior Engineer Combined Service Section Head Commercial Dept.

Head Tech/Env. & Q-EMS

Mill - Q &EMS Manager

Env. Reporting impact minimisation Manager Financial Controller Deputy Financial Controller MIS Reporting Manager Finance/Tax Manager

Sales Coordinator HRD Dept. Head

LP&C Manager

HR Dy. Department Head

HR Service Manager

4L Advisor 4L Head_Porsea 4L Porsea Manager SGR Dept. Head 4L Head- Medan


(1)

20. Kebisingan mesin dapat menyebabkan kerusakan pendengaran.

21. Modifikasi mesin dan peralatan dilakukan untuk mengurangi resiko yang ada pada mesin atau peralatan tersebut.

22. Komite keselamatan (P2K3) dapat melakukan inspeksi keselamatan di tempat kerja.

23. Cara kerja dan posisi kerja yang baik tidak dapat mengurangi kelelahan akibat kerja

24. Ijin kerja (work permit) diberikan bagi pekerjaan yang memiliki tingkat risiko yang tinggi untuk mempersiapkan kondisi kerja yang aman.

25. Pekerja tidak harus menggunakan jalan keluar masuk yang sudah disediakan di area kerja.

26. Keberadaan jalur evakuasi di tempat kerja diperlukan jika terjadi kondisi darurat.

27. Kelengkapan isi kotak P3K di tempat kerja sangat penting. 28. Setiap alat, mesin dan bahan yang digunakan di tempat kerja

memiliki potensi bahaya masing-masing.

29.Pencahayaan yang baik tidak terlalu penting di tempat kerja. 30.Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) harus sesuai dengan

prosedur yang benar.

B

B

B

B

S

S

S

S

B

B

S

S

B

B

B

S

S

S

B

B

S

S


(2)

B. SIKAP

1. Penerapan SMK3 penting untuk pencegahan kecelakaan akibat kerja. a. Setuju b. Tidak Setuju

2. Penerapan SMK3 tidak penting untuk pencegahan penyakit akibat kerja a. Setuju b. Tidak Setuju

3. SMK3 dapat menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. a. Setuju b. Tidak Setuju

4. Tenaga kerja tidak berperan dalam pelaksanaan penerapan SMK3. a. Setuju b. Tidak Setuju

5. Alat Pelindung Diri (APD) harus disediakan oleh perusahaan. a. Setuju b. Tidak Setuju

6. Rambu-rambu K3 (safety sign) di lingkungan kerja membantu mengingatkan pekerja untuk bekerja secara aman.

a. Setuju b. Tidak Setuju

7. Alat Pelindung Diri (APD) tidak penting untuk kesehatan dan keselamatan kerja. a. Setuju b. Tidak Setuju

8. Kecelakaan kerja harus segera dilaporkan kepada Team Leader/Coordinator. a. Setuju b. Tidak Setuju

9. Pekerja tidak harus mengikuti pelatihan dan kompetensi kerja. a. Setuju b. Tidak Setuju

10. Fasilitas P3K harus disediakan di tempat kerja. a. Setuju b. Tidak Setuju

11. Kesehatan awal dan berkala pada pekerja tidak perlu dilakukan. a. Setuju b. Tidak Setuju

12. Material Safety Data Sheet (MSDS) setiap bahan-bahan kimia yang digunakan harus ada di tempat kerja.

a. Setuju b. Tidak Setuju

13. Pekerja harus dilatih terlebih dahulu sebelum mengoperasikan mesin yang akan digunakan.


(3)

14. Pekerja tidak harus ikut memelihara mesin dan peralatan kerja. a. Setuju b. Tidak Setuju

15. Ventilasi (sirkulasi udara) yang baik tidak penting di tempat kerja. a. Setuju b. Tidak Setuju

16. Pekerja harus menggunakan alat pelindung diri misalnya kacamata atau masker untuk keselamatan kerja.

a. Setuju b. Tidak Setuju

17. Risiko terbentur (struck by) mesin yang berputar dapat dikurangi dengan memerhatikan dan bekerja sesuai Standard Operasional Prosedur.

a. Setuju b. Tidak Setuju

18. Banyaknya debu di tempat kerja tidak menjadi masalah bagi kesehatan pekerja. a. Setuju b. Tidak Setuju

19. Pemantauan/pengujian lingkungan kerja secara berkala (pengujian kualitas mesin, alat dan bahan) harus dilakukan di tempat kerja.

a. Setuju b. Tidak Setuju

20. Kebisingan mesin tidak berpengaruh pada sistem pendengaran pekerja. a. Setuju b. Tidak Setuju

21. Modifikasi mesin dilakukan untuk mengurangi resiko bahaya dari mesin tersebut. a. Setuju b. Tidak Setuju

22. Komite keselamatan (P2K3) di perusahaan melakukan inspeksi keselamatan untuk mencegah kecelakaan kerja.

a. Setuju b. Tidak Setuju

23. Cara kerja dan posisi kerja yang baik sangat diperlukan dan dapat mengurangi kelelahan akibat kerja

a. Setuju b. Tidak Setuju

24.Ijin kerja (work permit) tidak perlu diberikan pada pekerja meskipun resiko pekerjaannya sangat tinggi.

a. Setuju b. Tidak Setuju

25.Jalan keluar masuk di area kerja harus selalu diperhatikan oleh pekerja. a. Setuju b. Tidak Setuju


(4)

26.Keberadaan jalur evakuasi jika terjadi kondisi darurat di tempat kerja sangat penting diketahui pekerja.

a. Setuju b. Tidak Setuju

27.Isi kotak P3K di tempat kerja tidak harus selalu lengkap. a. Setuju b. Tidak Setuju

28.Potensi bahaya setiap alat, mesin dan bahan yang digunakan di tempat kerja harus diketahui oleh pekerja.

a. Setuju b. Tidak Setuju

29.Pencahayaan di tempat kerja harus baik dan memadai. a. Setuju b. Tidak Setuju

30.Prosedur yang benar tidak diperlukan dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) di tempat kerja.


(5)

C. TINDAKAN

1. Apakah Anda selalu menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah Anda menggunakan alat pelindung diri hanya jika diawasi?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah Anda tidak memerhatikan setiap rambu-rambu mengenai keselamatan (safety sign) yang dipasang di tempat kerja?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah Anda memelihara alat pelindung diri dengan baik?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah Anda tidak pernah memeriksakan kesehatan secara berkala?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah Anda menggunakan fasilitas kotak P3K jika mengalami kecelakaan?

a. Ya b. Tidak

7. Apakah Anda tidak menjalankan peraturan K3 yang telah ditetapkan?

a. Ya b. Tidak

8. Apakah Anda bekerja dengan memerhatikan setiap Material Safety Data Sheet (MSDS) jika menggunakan bahan kimia?

a. Ya b. Tidak

9. Apakah Anda selalu bekerja sesuai dengan Standard Operasional Prosedur?

a. Ya b. Tidak

10.Apakah Anda pernah bekerja dengan memakai seragam/pakaian kerja yang tidak standard?

a. Ya b. Tidak

11.Apakah Anda menggunakan jalan masuk ke area kerja dengan sesuka hati?


(6)

12.Apakah Anda memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan di perusahaan?

a. Ya b. Tidak

13.Apakah Anda bekerja selalu dengan cara kerja dan posisi kerja yang tidak baik?

a. Ya b. Tidak

14.Apakah Anda menggunakan jalur evakuasi pada saat terjadi kondisi darurat di tempat kerja?

a. Ya b. Tidak

15.Apakah Anda selalu melaporkan jika ada kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja kepada Team Leader/Coordinator


Dokumen yang terkait

Analisis Penerapan Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Dengan Pendekatan SMK3 dan Risk Assessment Di PT. Kreasi Kotak Megah.

11 166 139

Sikap Petani Terhadap Program CD (Community Development) PT.TPL (Toba Pulp Lestari) Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Desa Parbuluan I Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi)

0 34 74

Gambaran Pengetahuan dan Tindakan Pekerja Pada Bagian Produksi Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) OHSAS 18001:2007 di PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke Tahun 2010

9 137 84

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dalam Kegiatan Pemanenan Kayu (Studi Kasus di Areal HTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Sektor Tele, Desa Hutagalung, Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara)

6 56 59

Penentuan Jumlah Produksi Pulp Pada PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Dengan Menggunakan Metode Fuzzy-Mamdani

1 69 61

PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( SMK3 ) DI PT. PATRA TRADING MALANG

4 36 21

Komitmen Team Manajemen dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di DAOP 2 Bandung PT Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2015

5 37 287

Mempelajari Pola Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Kegiatan Produksi Di PT. Toba Pulp Lestari Tbk

23 83 84

PERANCANGAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. ASIA PAPER MILLS PERANCANGAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. ASIA PAPER MILLS.

0 7 12

GAP ANALYSIS PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

2 13 32