Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara alamiah manusia tidak mungkin dilepaskan dari kemajuan teknologi yang tujuannya adalah untuk memudahkan kehidupannya, secara alamiah pula manusia tidak mungkin dilepaskan dari hukum yang tujuannya adalah menjaga eksistensi keberadaannya. Bagi manusia, teknologi tanpa disertai dengan hukum akan berakibat pada kekacauan Chaos, yang pada giliranya akan merusak pada kehidupan manusia itu sendiri. Sebaliknya hukum yang semata-mata membatasi kemajuan teknologi akan memasung keberadaban manusia. Di sinilah perlunya keseimbangan antara hukum dan teknologi. 1 Perkembangan teknologi informasi yang melanda dunia dewasa ini tidak dapat dihindari dan tidak dapat dipungkiri pula, bahwa perkembangan tersebut mempengaruhi tatanan aktifitas manusia. Kurang diimbangi dengan pemahaman yang baik dan memadai mengenai teknologi khususnya dalam perspektif hukum. Hal ini disebabkan, penekanan yang digunakan dewasa ini sangat Technologie Minded mengandalkan teknologi, padahal idealnya kita harus melihatnya secara holistik dengan berbagai sudut pandang tentunya, baik dari sudut teknologi, hukum, bisnis, maupun sosial. Sehingga transformasi teknologi dan industri yang kita harapkan dapat terlaksana. Internet dengan berbagai kelebihannya ternyata banyak pula diperdebatkan. Perdebatan-perdebatan yang muncul ke permukaan, misalnya mengenai istilah-istilah hukum yang terkait dengan telematika itu sendiri, pendekatan apakah yang digunakan 1 Lihat Hikmahanto Juana guru besar ilmu hukum Fakultas hukum Universitas Indonesia kata pengantar ini dikutip dalam buku Kompilasi Hukum Telematika karya Edmon Makarim, Th 2005 untuk menjawab perdebatan-perdebatan semacam ini apakah pendekatan formulatif atau aplikatif. Kemudian masalah pembuktian data elektronik, yang baru dikenal dalam sistem hukum kita yaitu Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, masalah yuridiksi tentang pembajakan hak intelektual di internet dan permasalahan-permasalahan lainnya. Eksistensi internet sebagai salah satu institusi dalam arus utama budaya dunia lebih ditegaskan lagi dengan maraknya perniagaan elektronik e-commerce 2 yang diprediksikan sebagai “bisnis besar masa depan”the next big thing. E-commerce ini bukan saja telah menjadi mainstream budaya negara-negara maju, tetapi juga telah menjadi model transaksi termasuk Indonesia. 3 Dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan yang bersifat tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik yang pada awalnya sulit dikategorikan sebagai delik pencurian, tetapi akhirnya dapat diterima sebagai perbuatan pidana. Kenyataan saat ini yang berkaitan dengan kegiatan cyber tidak lagi sesederhana itu, mengingat kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh teritorial suatu negara. Aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun, kerugian dapat terjadi baik bagi pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun, misalnya dalam pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di internet. Di samping itu masalah pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat data elektronik baru saja terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia. Dalam kenyataannya data yang dimaksud juga 2 E-commerce adalah perniagaan secara elektronik 3 Depkominfo. RI ”.Undang-Undang RI No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ”. ternyata sangat rentan untuk diubah, di sadap, di palsukan dan di kirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Sehingga dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian cepat. Teknologi informasi telah menjadi instrument efektif dalam perdagangan global. Persoalan yang lebih luas juga terjadi untuk masalah-masalah keperdataan, karena saat ini transaksi e-commerce perniagaan secara elektronik telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. 4 Contoh kongkrit adalah untuk membayar zakat, atau berkorban pada saat Idhul Adha, atau memesan obat-obatan yang bersifat sangat pribadi, orang cukup melakukannya melalui internet. Bahkan untuk membeli majalah orang juga dapat membayar tidak dengan uang, tapi cukup dengan mendebit pulsa telepon seluler melalui fasilitas SMS. Pernyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang telematika berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukan hak cipta dan paten baru di bidang teknologi informasi. Kondisi yang demikian pada satu pihak membawa manfaat bagi masyarakat, karena memberikan kemudahan-kemudahan dalam melakukan berbagai aktifitasnya, terutama dalam pemanfaatan informasi. Akan tetapi, fenomena tersebut dapat memicu lahirnya berbagai bentuk konflik di masyarakat sebagai akibat dari penggunaan yang tidak bertanggung jawab. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikatagorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis dalam hal ruang cyber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkatagorikan sesuatu dengan ukuran kualifikasi hukum 4 Saat ini PBB melalui komisi khususnya, UNCITRAL, telah mengeluarkan 2 Guide Lines, yang terkait dengan transaksi elektronik, yaitu UNCRITRAL Model Law On Lectronic Commerce With Guide To Enactmen . 1996, United Nation Publication, NEW YORK, 1999, dan UNCITRAL Model Law on Electronic Signature With Guide to Enactment 2001 , United Nation Pubication. New York, 2002di kutip dari buku CYBER LAW Dan HAKI dalam sistem hukum Indonesia.karya Ahmad M Ramli konvensional untuk dapat dijadikan dan objek perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan cyber sangat berdampak nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus diklasifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum yang nyata. Terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di cyberspace, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua adalah pendekatan sosial budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum. 5 Kecanggihan teknologi komputer telah memberikan kemudahan-kemudahan, terutama dalam membantu pekerjaan manusia. Selain itu, perkembangan teknologi komputer menyebabkan munculnya juga jenis kegiatan-kegiatan baru, yaitu dengan memanfaatkan komputer sebagai modus operandi. 6 Penyalahgunaan komputer dalam perkembangannya menimbulkan permasalahan yang sangat rumit, terutama kaitannya dengan proses pembuktian tindak pidana factor yuridis. Apalagi penggunaan komputer untuk tindak kejahatan itu memiliki karakteristik tersendiri atau berbeda dengan kejahatan yang dilakukan tanpa menggunakan komputer konvensional. Perbuatan atau tindakan, pelaku, alat bukti ataupun barang bukti dalam tindak pidana biasa dapat dengan mudah diidentifikasi, tidak demikian halnya untuk kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan komputer. Kemudahan yang diperoleh melalui internet tentunya tidak menjamin jaminan bahwa aktifitas yang dilakukan di media tersebut adalah aman dan tidak melanggar 5 Ahmad M Ramli, “Cyber Law Dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia”.Bandung, 2004 ; Refika aditama.hal 3 6 Modus operandi menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah suatu hal yang melatar belakangi tindakan, dimana adanya keterhubungan antara kejiwaan dengan perbuatan yang dilakukan dikaitkan dengan keadaan sekeliling. norma. Di situlah kita harus jeli dalam melihat permasalahan yang berkembang di dalam masyarakat. Pengaturan cyberlaw Indonesia jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Seperti di Asia Tenggara, Indoensia merupakan Negara yang baru memiliki perundang-undangan yang khusus mengenai cyberlaw. Salah satu isu dari cyberlaw yang semakin marak akhir-akhir ini adalah cybercrime atau kejahatan yang memiliki keterkaitan erat dengan teknologi informasi. Kejahatan yang terjadi melalui jaringan publik internet merupakan salah satu konsekuensi negatif dari suatu dunia yang tidak mengenal batas yurisdiksi. Kejahatan yang dikenal sebagai cybercrime ataupun computer cryme Indonesia sebenarnya masih dapat ditangani dengan perundang- undangan pidana Indonesia yang masih berlaku KUHP. Namun seringkali timbul pertanyaan mengenai relevansi pengaturan tersebut dengan jenis tindak pidana yang berkembang sekarang. Salah satu kasus lama di Indonesia yang masuk dalam ruang lingkup kejahatan komputer yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 363 KPID1984 Tanggal 25 Juni 1984 mengenai penggelapan uang di bank melalui komputer. Perbuatan pidana itu merupakan kerjasama antara orang luar dengan oknum pegawai BRI cabang Brigjen Katamso Yogyakarta dari tanggal 15 September-12 Desember 1982, yaitu dengan cara mentransfer uang melalui kliring, kemudian warkat kliring yang diterima dari keliring tersebut oleh oknum pegawai BRI secara melawan hukum dan tanpa sepengetahuan bagian kartu dibebankan pada rekening orang lain yang bukan ke rekening yang tertulis pada warkat keliring dengan cara membukukan melalui komputer tanpa kartu atau strook mesin. Perbuatan ini berlangsung 44 kali mencapai jumlah Rp. 815.000.000.00,- serta Rp. 10.000.000.00,- melalui validasi tunai tanpa dilakukan mutasi atas kartu nasabah Nyonya Karlina. atas perbuatan tersebut Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan keputusannya Nomor. 331983PIDPN tanggal 20 September 1983 menjatuhkan hukuman atas terdakwa bersalah melakukan perbuatan korupsi dan menghukum penjara 10 tahun dipotong masa tahanan, harus membayar biaya perkara Rp. 100.000.00,- Keputusan ini diperkuat oleh keputusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 411983PidPTy, Tanggal 6 Maret 1984 dan Mahkamah Agung dengan keputusan Nomor. 363KPID1984 tanggal 25 Juli 1984 menolak permohonan kasasi yang diajukan jaksa karena hak permohonan kasasi telah gugur, disebabkan tidak ada memori kasasi. Adapun landasan hukum penuntutan adalah Pasal 55 1 jo. Pasal 64 1 KUHP Pidana jo Pasal 1 1a Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang pada intinya perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama antara terdakwa dan oknum pegawai BRI dan merugikan Negara. 7 Perbuatan melawan hukum di dunia cyber sangat tidak mudah diatasi dengan mengandalkan hukum positif konvensional, Indoensia saat ini baru mereflesikan diri dengan Negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, India, atau Negara maju seperti Amerika Serikat dan Negara Uni Eropa yang telah secara serius mengintegrasikan regulasi hukum cyber ke dalam hukum fositif nasionalnya. 8 Salah saru implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian adalah pengaruhnya terhadap eksistensi hak atas kekayaan intelektual HAKI disamping terhadap bidang-bidang lain seperti transaksi bisnis elektronik kegiatan e- government sistem informasi pemerintah, dan lain-lain, Kasus-kasus terkait dengan 7 Dikutip dari buku Edmon Makarim. Pengantar Hukum Telematika.Jakarta; PT Raja Grapindo Persada, 2005. hal. 418 8 Lihat Leonardo, Edmon,Ahmad M Ramli,Kimberley, Paul. “government of indonesia information infrastructure development project IIDP.,hal 170 pelanggaran hak cipta dan merek melalui sarana internet dan media komunikasi lainya adalah contoh yang marak terjadi saat ini. 9 Pembuktian tentang benar tidaknya melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting secara pidana. Dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan, bagaimana akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakawakan berdasarkan alat bukti yang ada disertai keyakinan hakim, padahal tidak benar, untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materil, berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formil. Sejarah perkembangan hukum acara pidana menunjukan bahwa ada beberapa sistem atau teori untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan, sistem atau teori pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan tempat. Indonesia sama dengan Belanda dan negara-negara Eropa Kontinental yang lain, menganut bahwa hakimlah yang menilai alat bukti yang di ajukan dengan keyakinan nya sendiri dan bukan dari juri seperti Amerika Serikat dan Negara-negara Anglo Saxon, Di Negara-negara tersebut, belakangan juri yang umum nya terdiri dari orang awam itulah yang menentukan salah tidak nya seorang terdakwa. Sedangkan hakim hanya memimpin sidang dan menjatuhkan pidana. 10 Hukum pembuktian, yang tercantum dalam buku IV keempat dari Burgelijk Wetboek BW atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mengandung segala aturan pokok pembuktian dalam perdata, pembuktian dalam BW semata-mata hanya berhubungan dengan perkara saja, ada beberapa definisi yang di kemukakan oleh para 9 Ibid.,h. 4 10 Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana. Jakarta : Sinar Grafika. 2006, cet, ke-5. hal 245 sarjana hukum yang dapat dijadikan acuan, menurut Pitlo pembuktian adalah suatu cara yang dilakukan oleh suatu pihak atas fakta dan hak yang berhubungan dengan kepentingannya, menurut Subekti yang dimaksud dengan membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil ataupun dalil-dalil yang dikemukakakn oleh para pihak dalam dalam suatu persengketaan. Berkenaan dengan bukti surat, sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 1867 KUHPer dikenal dengan pembagian katagori “tertulis” yakni : a Akta otentik dan b Akta di bawah tangan. 11 Kekuatan pembuktian dengan akta otentik lebih kuat dibanding dengan akta di bawah tangan karena mempunyai kakuatan, pembuktian formil, pembuktian mengikat, dan pembuktian keluar. Hal ini mengingat bahwa dalam pasal 1868 KUHPer dinyatakan bahwa akta otentik adalah akta yang dibuat menurut bentuk undang-undang, oleh dan di hadapan seorang pegawai umum yang berwenang di tempat itu.contoh akta jual beli tanah. dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No 11 Tahun 2008, menyatakan akan keabsahan alat bukti yang bersifat elektronik yaitu terangkum dalam Bab III pasal 5 ayat 1 : “Informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah ”. dan pasal 5 ayat 2 :” informasi elektronik danatau hasil cetaknya sebagamana dimaksud pada ayat 1 merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di indonesia ”. Dalam pada pasal itu ada yang membahas tentang “informasi elektronik merupakan alat bukti yang sah” di sini dapat digarisbawahi bahwa yang merupakan alat bukti yang sah dan mempunyai kekuatan seperti apa yang dimaksudkan dengan pasal 1868 tersebut yaitu sama dengan akta otentik, hal ini diperinci oleh pasal 16 ayat 1 point 11 Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undnag Hukum Perdata.Jakarta : Sinar Grafika. 2007 cet ke-7 b Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik 12 yaitu “Dapat melindungi ketersediaan keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersbut “. Pembuktian dalam hukum acara pidana agak berbeda dengan pembuktian dalam acara perdata, di mana dalam acara pidana pembuktian bersifat materil sedangkan untuk acara perdata bersifat formil. Oleh karena itu, sekiranya dicurigai terhadap alat bukti telah dipalsukan. Persidangan acara perdata akan menunggu diputuskanya dulu kasus pidana tersebut, Dalam hukum acara perdata pembuktian formil yang dimaksud pada pokok nya adalah cukup membuktikan adanya suatu peristiwa hukum yang memperlihatkan hubungan hukum dari para pihak. Alat bukti dahulu diatur dalam pasal 295 HIR yang macam nya sebagai berikut : a. Keterangan saksikesaksian-kesaksian b. Surat-surat c. Pengakuan d. Petunkukisyarat-isyarat 13 Lebih lanjut sebagaimana tercantum dalam pasal 184 KUHAP, Alat-alat bukti 14 yang dikenal hukum acara pidana adalah : a. Surat b. Keterangan saksi 12 Depkominfo. RI. UU NO 11 TAHUN 2008.h.11 13 Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Perdata, Dan Korupsi Di Indoenesia, jakarta : Fadya Indah Mandiri, 2008.h.16 14 Alat bukti berbeda dengan barang bukti, dimana menurut acara pidana ada tiga katagori barang bukti , yaitu : a barang yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana; b barang yang digunakan untuk membantu terjadinya perbuatan pidana; dan c barang yang menjadi hasil perbuatan pidana. c. Petunjuk d. Keterangan ahli, dan e. Sumpah 15 Sementara itu, untuk acara perdata pasal 164 HIR Herizein Inlands Reglement, atau RIB Reglement Indonesia yang Diperbarui staatsblaad 1941 No. 44 dan 1866 KUHPer adalah a Surat, b Pengakuan, c Persangkaan, d Bukti saksi, dan e Sumpah. 16 Berdasarkan hal tersebut, Jika kita cermati keberadaan suatu informasi yang dihasilkan oleh suatu sistem informasi elektronik bersifat netral, yakni sepanjang sistem tersebut berjalan baik tanpa gangguan, input dan output yang dihasilkan terlahir sebagaimana mestinya. Sehubungan dengan standar penyelenggaraan sistem informasi yang baik, maka secara tidak langsung akan dibedakan dengan dua jenis kekuatan pembuktian, valid dan tidak valid, atau layak atau tidak untuk di percaya. Hal ini akan mengarah kepada aspek akuntabilitas dari penyelenggaraan sistem itu sendiri, jika ia memenuhi kriteria standar, sepanjang tidak dapat dibuktikan lain oleh para pihak, Sistem telah dapat dijamin sebagaimana mestinya dan output informasi dapat dinyatakan valid dan outentik secara substansial sehingga informasi tekstual tersebut dapat diakui di persidangan dan layaknya diterima paling tidak sebagai alat bukti surat atau bukti tulisan. 17 Dalam literatur bahwa ada kajian konsepsi berkaitan alat bukti pada zaman sahabat Nabi dan yang dianut oleh para imam Mazhab yaitu yang berkaitan dengan 15 KUHAP dan KUHP. Jakarta : Sinar Grafika. 2006 cet, ke-6 16 R. Soesilo. HIR dan RIB dengan penjelasan.Bogor : Politea. Hal 121 17 Edmon makarim. Pengantar Hukum Telematika.Jakarta, : Raja Grafindo Persada. 2005 hal 241 sumpah. Ada beberapa pendapat para ulama berkaitan akan sumpah yang di ucapkan oleh tergugat yaitu : Pertama. menetapkan, Bahwasanya sumpah itu adalah keterangan yang lemah, tidak dapat menyelesaikan sengketa secara memuaskan kedua belah pihak. Karena itu hakim boleh menerima saksi yang dapat di ajukan oleh si penggugat, sesudah sitergugat bersumpah, Umar Ibn Al Khatab berpegang pada pandapat ini juga segolongan hakim salaf. Kedua . Pendapat Imam Malik, beliau membolehkan si penggugat mengajukan saksinya untuk membenarkan gugatannya. Sesudah si tergugat bersumpah. Akan tetapi dengan syarat, si penggugat tidak mengetahui ada saksinya sebelum dilakukan sumpah. Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama Syafi’iyah, seperti Al Ghazali. Ketiga .Sumpah di anggap alat menyelesaikan perkara, maka tidak boleh mendengar keterangan saksi sipenggugat sesudah si tergugat bersumpah, Karena sumpah si tergugat telah membatalkan hak si penggugat, Karenanya tidak lagi diterima kesaksianya. Pendapat ini dipegang oleh Ahluzh Zhahir, Ibnu Laila, dan Abu Ubaid. 18 Kebanyakan perundang-undangan barat yang membolehkan sumpah mengambil jalan tengah. Sesuai dengan mazhab Hanafi, yaitu dapat memenangkan si penggugat apabila si tergugat tidak mau bersumpah. Tetapi pihak tergugat boleh meminta supaya pihak penggugat bersumpah. Apabila terjadi hal yang demikian, maka si penggugat dihukum benar. Tetapi apabila dia juga enggan bersumpah, maka gugatannya ditolak 19 18 Ibid.hal 152-153 19 Ibid.hal 154 Ternyata pemerintah Indonesia dengan serius akan menindaklanjuti kesetiap wibesite situs informasi untuk selalu menjaga norma-norma dan etika dalam penggunaan fasilitas dunia maya cyber space ini terlihat dari berbagai situs-situs yang oleh pemerintah Indonesia di blockir, dengan hal tersebut, banyak pengguna Internet mengganggap situs resmi pemilik saham. Salah satu konsep pembuktian dalam hukum islam adalah adanya alat bukti petunjuk karinah dan keterangan saksi syahadah. Dari teori tersebut akan terlihat jelas bagaimana hukum pidana islam ternyata sudah mempunyai alur sistem pembuktian hingga zaman kemajuan dalam teknologi. Dalam berbagai kasus cybercrime di Indonesia seperti sejumlah pemuda dari Medan yang memasang iklan di web yang sangat terkenal “yahoo” yaitu dengan menjual mobil mewah Ferrari dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Steven Haryanto seorang hacker dari Bandung ini sengaja dengan membuat situs asli tapi palsu layanan internet banking Bank Central Asia BCA. Dani Hermansyah tahun 2004 melakukan deface perubahan pada tampilan ataupun penambahan materi pada suatu website yang dilakukan oleh hacker dengan mengubah nama-nama partai yang ada dengan nama-nama buah dalam website www.kpu.go.id . Yang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang sedang berlangsung pada saat itu. 20 Dan terakhir adalah kasus Erick Jazier Adriansjah yang menyebarkan berita bohong mengenai lima Bank yang mengalami krisis likuiditas 20 Petrus Reinhard Golose, perkembangan cybercrime dan upaya penanganannya di Indonesia oleh Polri. Buletin hukum perbankan, Vol, 4. Nomor 2, Agustus 2006. dengan menyebarkan lewat e-mail, faks dan pesan pendek kepada sejumlah kantor dan nasabah. 21 Semua pelaku tersebut diatas ditangkap oleh kepolisian dengan petunjuk. Dari berbagai permasalahan diatas maka penulis sangat tertarik untuk membahas akan permasalahan tersebut dengan membuat sekripsi dengan judul. “KEKUATAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berawal dari banyaknya permasalahan yang ada dalam pembahasan tentang perkara Informasi dan Transaksi Elektronik, maka penulis membatasi ruang lingkup skripsi ini hanya pada beberapa pokok masalah terpenting saja baik dari segi Normatif yaitu : hanya membahas tentang kekuatan bukti-bukti elektronik yang tertuang dalam Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan hukum Islam, Serta peraturan lain yang di anggap relevan, Maupun dari segi aplikasinya atau penerapan pasal-pasal tersebut dalam tatanan hukum pidana Indonesia saat ini. Untuk mencapai hasil yang maksimal, perlu adanya rumusan-rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan Pembuktian elektronik ? 2. Bagaimanakah kekuatan alat bukti elektronik tersebut dalam hukum positif ? 3. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap alat bukti elektronik tersebut ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan