Pura Fungsional Pura Kawitan

3. Pura Fungsional

Yang dimaksud Pura Fungsional disini adalah dimana pemuja, pendukung atau penyungsung dari Pura atau tempat suci tersebut menpunyai suatu kepentingan yang sama dalam hal tertentu. 9 Pura ini mempunyai profesi yang sama dalam sistem mata pencaharian hidup seperti: bertani, dan berdagang. Kekaryaan karena bertani, dalam mengelola tanah basah mempunyai ikatan pemujaan yang disebut Pura Bedugul atau Pura Subak. Maka petani tanah kering juga mempunyai ikatan pemujaan yang disebut Pura Alas Angker, Alas Harum dan lain sebagainya. Berdagang mempunyai ikatan pemujaan dalam wujud Pura Melanting didirikan di areal pasar yang dipuja oleh para pedagang dalam lingkungan pasar tersebut.

4. Pura Kawitan

Pura ini mempunyai karakter yang ditentukan oleh adanya ikatan leluhur berdasarkan garis kalahiran geneologis. Pura ini sering pula disebut Pura Pedharman yang merupakan bentuk perkembangan yang lebih luas dari Pura milik warga atau Pura Klen. Dengan demikian, maka Pura Kawitan adalah tempat pemujaan roh leluhur yang telah suci dari masing-masing warga atau kelompok kekerabatan. Klen kecil adalah kelompok kerabat yang terdiri dari beberapa 9 Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu,h. 90 kaluarga inti maupun keluarga luas yang merasakan dari nenek moyang yang sama. 10 Oleh karena itu Pura-pura yang telah disebutkan diatas ada juga terletak di lingkungan rumah tangga; yaitu disebut juga Pura Keluarga. Yang dipuja disembah didalam Pura keluarga ini adalah Hyang widhi Tuhan Yang Maha Esa beserta segala manifestasi-Nya termasuk Dewa dan Pitara yang dianggap telah suci. Palinggih-palinggih pokok yang ada di Pura keluarga ini, antara lain adalah Kamulan, yaitu Palinggih yang beruang tiga merupakan tempat pemujaan Tri Murti dan Dewa Pitara. 11 Pura disebut juga Kahyangan adalah replika atau bentuk tiruan dari Kahyangan tempatsthana sejati Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai manifestasi-Nya. 12 Pada umumnya struktur atau denah Pura dibagi atas tiga bagian, yaitu Jaba pura halaman luar, Jaba tengah halaman tengah dan jeroan halaman dalam. Disamping itu ada juga Pura yang terdiri dari dua halaman yaitu Jaba pura halaman Luar dan jeroan halaman dalam, dan pembagian Pura atas tiga bagian halaman itu adalah lambang dari “triloka”, yaitu: Bbhurloka bumi, Bhuvaloka langit dan Svahloka Sorga. Pembagian Pura atas dua halamantingkat melambangkan alam atas urdhah dan alam bawah adhah. Pembagian halaman Pura yang pada umumnya menjadi tiga bagian adalah horizontal, sedangkan pembagian loka pada palinggih-palinggih adalah 10 Titib, Telogi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu,h. 98-99 11 Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu,h. 88 12 Titib, Teologi dan simbol-simbol dalam Agama Hindu,h.111 pembagian yang vertikal. Pembagian horizontal itu melambangkan “prakerti” unsur materi alam semesta, sedangkan alam pembagian yang vertikal adalah simbolis “purusa” unsur kejiwaan spiritual alam semesta. Hal inilah yang menyebabkan orang dapat merasakan getaran spiritual dalam sebuah Pura. 13 Dari pemahaman ini dapat dipahami bahwa kesakralan sebuah Pura ditentukan oleh adanya pertemuan antara prakerti dengan purusa. Artinya, sebuah Pura dikatakan suci apabila energi langit akasa bertemu dengan energi bumi prativi. Getaran spiritual akan dirasakan oleh seseoarang dengan khusyuk menghaturkan bhakti di tempat pemujaan atau bahkan hanya duduk merenung di tempat-tempat yang sakral. 14 Dijeroan halaman dalam, halaman yang paling disucikan berisi bangunan untuk Tuhan Yang Maha Esa dan para dewa manifestasi-Nya. Diantara jeroan dan jaba tengah biasanya dipisahkan dengan kori agung, sebelum sampai ke halaman dalam jereoan melalui kori agung terlebih dahulu harus memasuki candi bentar, yakni pintu masuk pertama dari halaman luar, ke halaman tengah. Candi bentar adalah simbol pecahnya gunung Kailasa tempat bersemedinya Dewa Siva. 15 Di sebelah kiri kanan pintu masuk candi bentar ini biasanya terdapat arca Dvarapala penjaga pintu atau pengapit lawang, bewujud raksasa yang berfungsi sebagai pengawal Pura terdepan. Kori agung ini senantiasa tertutup baru dibuka bila ada upacara di Pura. Umat penyungsungan Pura tidak menggunakan jalan kecil yang di sebut “bebetelan”, terletak disebelah kiri atau kanan kori agung itu. 16 13 Titib, Teologi dan simbol-simbol dalam Agama Hindu,h. 101 14 Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu, h. 9 15 Titib, Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu, 102 16 Titib, Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu,h. 102 Di atas atau di ambang pintu masuk kori agung terdapat hiasan kepala raksasa, Pura atau candi di India disebut Kirttimukha, Pada ambang pintu masuk candi di Jawa Tengah disebut Kala, pada ambang candi di Jawa Timur disebut Banaspati dan di Bali disebut Bhoma. Menurut cerita orang Hindu, penempatan kepala raksasa Bhoma atau Kirttimukha pada kori agung dimaksudkan supaya orang yang bermaksud jahat masuk kedalam Pura, dihalangi oleh kekuatan raksasa itu. Orang-orang berhati suci yang masuk kedalam Pura akan memperoleh rahmat-Nya. 17

B. Pengertian SanggahMrajan