Bale Piyasan Palinggih Bhatara-bhatari

1. Padmasari

Dewasa ini, disebelah kanan Sanggah Kamulan, biasanya di sudut Timur dikembangkan bentuk Palinggih untuk penyawangan dewa-dewa atau Sang Hyang Widhi Wasa. Padmasari ini biasanya dibangun agak tinggi, Palinggih ini juga disebut Palinggih Surya, bangunan ini terdiri dari badan dan bagian atas tanpa atap. Ini merupakan Palinggih yang merupakan perkembangan baru dari SanggahMrajan. Tetapi tampaknya keberadaan bangunan ini cukup membingungkan umat Hindu, karena itu tidak semua SanggahMrajan memiliki bangunan ini. Ada umat Hindu mengindentikkan bahwa bangunan ini adalah Sanggah Kamulan dan Palinggih lainnya, sehingga ketika ia sembahyang hanya merasa perlu di Padmasari ini. Disisi lain ada umat yang merasa tidak memerlukan Padmasari ini karena sudah memiliki Sanggah Kamulan. Palinggih ini disebut juga Palinggih Surya, yang berperan sebagai saksi atas segala perbuatan manusia termasuk setiap upacara. Namun dalam setiap upacara walaupun sudah ada Palinggih ini, umat Hindu tetap membuat Sanggar Surya sementara yang beratap, ini menunjukkan bahwa Palinggih Surya tanpa atap lebih tinggi tingkatannya dari Sanggar Surya dengan atap.

2. Bale Piyasan

Bentuknya seperti sebuah rumah kecil dengan sisi-sisi yang terbuka dan dilengkapi sebuah “pelangkiran”yang namanya “waton” batu. Piyasan ini hanya digunakan untuk duduk oleh seorang Sulinggih yang memimpin upacara di SanggahMrajan itu. Ketika seorang Sulinggih sedang memimpin upacara, maka dikatakan “meraga siva” atau melinggihkan kekuatan Siva. Orang-orang biasa tidak boleh duduk diatas bale piyasan itu. Hanya orang yang sedang “meraga siva” boleh duduk disana. Sedangkan pelangkiran “waton” itu tempat pemujaan Siva ketika sang Sulinggih sedang memimpin upacara.

3. Palinggih Bhatara-bhatari

Palinggih ini terdiri dari dua ruagan rong dua, biasanya terletak disebelah kanan Sanggah Kamulan. Palinggih ini juga disebut Sanggah Ibu. Rong dua yang ada di SanggahMrajan merupakan penerapan konsepsi loka dresta tradisi setempat seperti di daerah Timur pulau Bali. Palinggih Rong dua ini berfungsi sebagai sthana atau tempat sementara dari leluhur yang baru selesai mamukur, sebelum lanjut bersthana di rong tiga Sanggah Kamulan, oleh karena merupakan tradisi setempat, rong dua tidak harus ada. Palinggih ini merupakan simbol Purusa Prakerti sebagai asal mula segalanya. Purusa adalah aspek kejiwaan spiritual alam semesta, dan Prakerti adalah aspek materi alam semesta. Disebut Palinggih Bhatara-bhatari karena Palinggih merupakan lanjutan dari perjalanan roh leluhur di Sanggah Kamulan untuk menuju Purusa setelah unsur Prakertinya aspek materinya dikembalikan ketika abu daksina linggihnya ditanam dalam kelapa gading dibelakang Sanggah Kamulan. 29 29 Wawancara Pribadi dengan I Ketut Sudana rimawan. Jakarta 24 maret 2007

BAB 111 MAKNA DAN FUNGSI SANGGAHMRAJAN

A. Makna Filosofis SanggahMrajan Menuju Moksa.

Tujuan agama Hindu adalah mencapai kesejahteraan didunia dan juga untuk mencapai moksa lepas bebas dari segala ikatan dunia. Untuk melaksanakan aktivitas dalam mencapai tujuan agama dan juga tujuan hidup ini, maka umat Hindu menerima karunia dengan diturunkannya konsep Catur Purusa Artha yaitu dharma kebenaran dan kebajikan, yang menuntun umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan, artha benda-benda atau materi yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan hidup manusia, atau juga disebut dengan tujuan, kama hawa nafsu atau keinginan, juga berarti kesenangan, moksa kebahagiaan dan kesejahteraan yang tertinggi juga kelepasan. 1 SanggahMrajan sebagai media terdekat tentu harus mampu menjabarkan pengetahuan tentang ke empat tujuan ini. Menurut I Ketut Sudana Rimawan : Sanggah Kamulan pada umumnya selalu terletak disebelah Timur menghadap ke Barat. Demikian pula ketika Sulinggih duduk di Bale Piyasan selalu menghadap ke Timur, berhadapan di Sanggah Kamulan. Posisi Sanggah kamulan disebelah Timur tidak terlepas dari arah terbitnya matahari. Manusia Hindu tidak akan pernah mengabaikan arah Timur, karena merupakan salah satu arah yang sakral. Disana ada Sang matahari 1 I Gisti Made Ngurah, dkk, Buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi, Surabaya: Paramita,1999h. 70-74