Pembatasan dan Perumusan Masalah Tujuan Penulisan Metode Penelitian dan Tehnik Penulisan

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dalam skripsi ini permasalahan yang akan dibahas, yaitu fungsi dan manfaat SanggahMrajan. Permasalahan dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut; “Apa makna dan fungsi SanggahMrajan dalam agama Hindu?”.

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengangkat nilai-nilai religius yang terkandung dalam SanggahMrajan sebagai tempat suci keluarga, sehingga umat hindu memahami bentuk konkrit hubungan manusia dengan Tuhannya. Serta untuk mengetahui fungsi dan peranan SanggahMrajan dalam sosialisasinya sebagai media dalam keluarga Hindu. Penulis berharap melalui tulisan ini, setidaknya penulis memberikan sumbangsih bagi khazanah keilmuan. Selain itu, tulisan ini semoga diharapkan dapat meningkatkan toleransi dan saling menghormati antar pemeluk agama. Tujuan penulisan skripsi ini juga sebagai kontribusi kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk meraih gelar kesarjanaan Strata Satu S1 di jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metode Penelitian dan Tehnik Penulisan

Adapun metode yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan library research penulisan ini dilakukan dengan membaca literatur-leteratur yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi ini, yaitu berupa buku-buku, diktat, dan majalah-majalah. Dan juga penulis menggunakan metode lapangan yaitu wawancara langsung kepada nara sumber yang bersangkutan untuk menambah data-data yang terdapat pada nara sumber. Metode yang penulis pergunakan dalam membahas skripsi ini adalah pendekatan fenomenologis. Fenomenologi agama adalah pendekatan sistematis dan komperatif yang mencoba menggambarkan kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam bermacam-macam fenomena raligius. Unsur yang sama ini adalah makna inti yang terdapat di dalamnya. Makna inti ini yang penulis coba gambarkan kemudian menggolongkan fenomena-fenomena religius itu menurut esensialnya dan selanjutnya membuat penilaian-penilaian komperatif dengan menghormati keabsolutan dalam gambaran-gambaran yang dibuat oleh orang- orang yang mengimaninya. Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani pahainomenon yang secara harfiah berarti “gejala” atau “apa yang menampakan diri” sehingga nyata bagi kita. Metode fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl 1859-1938 dengan semboyan: Zuruck zu Den Sachen Selbst kembali kepada hal-hal itu sendiri. 8 Maksudnya, kalau kita ingin memahami sebuah fenomena jangan hanya puas mempelajari pendapat orang tentang hal itu atau memahaminya berdasarkan teori-teori, tetapi kembalikan kepada subyek yang melakukannya secara langsung. 8 Dister Ofm, Nico Syukur, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Yogyakarta: Kanisius,1993h. 25 Dalam memahami sesuatu, fenomenologi menghendaki keahlian dasariah bukan kesemuan dan kepalsuan. Untuk menemukan makna kebenaran dasariah fenomenologi menyarankan dua langkah atau reduction penjabaran. Pertama, fenomen diselidiki hanya sejauh disadari secara langsung dan spontan sebagai berlainan dengan kesadaran diri. Kedua, fenomen diselidiki hanya sejauh merupakan bagian dari dunia yang dihayati sebagai keseluruhan live world, tanpa dijadikan obyek ilmu yang terbatas. 9 Dalam bekerja, fenomenologi merupakan metodologi ilmiah dalam meneliti fakta religius yang bersifat subjektif seperti pikiran-pikiran, ide-ide, emosi, mkasud-maksud dan sebagainya dari seseorang yang diungkapkan dalam tindakan luar perkataan dan perbuatan. Perlu diingat bahwa dalam fersfektif fenomenologi, masalah objektivitas berarti membiarkan fakta-fakta bicara untuk dirinya sendiri. Untuk mengungkap fakta yang bersifat subjektif menjadi fenomena objektif, Dhavamony menyarankan dua hal epoche 10 dan eiditik, 11 atau emik menurut Pike. 9 Dister Ofm, Nico Syukur, Pengalaman dan Motivasi Beragama,h. 26 10 Epoche adalah penilaian yang dikonsepkan sebelumnya harus ditunda sebelum fenomena itu bicara untuk dirinya. Seorang fenomenolog harus mempertanyakan hakikat yang sebenarnya, tanpa harus terlibat untuk merumuskan baik-buruknya. 11 Eiditik adalah pemahaman makna religius yang diperoleh hanya lewat pemahaman ungkapan-ungkapan. Ungkapan-ungkapan ini meliputi kata-kata dan tanda-tanda, apapun jenisnya. Hanya melalui ekspresilah kita menangkap pikiran-pikiran religius orang lain, dan dengan memikirkan serta mengalaminya kembali, dengan empati atau wawasan imajinatif, kita memasuki pikiran mereka. Pemahaman yang empati berarti memperlihatkan pemahaman terhadap tingka orang lainyang meliputi pengalaman, pikiran, emosi, ide-ide orang lain berdasarkan pengalaman dan tingkah lakunya sendiri. Itulah sebabnya penelitian fenomenologi sangat mengandalkan metode partisipatif agar peneliti dapat memahami tindakan religius dari dalam. Lihat Dhavamony, Mariasusai, Fenomenologi Agama, Yoyakarta: Kanisius, 1995,h. 34-35 Untuk teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada pengetahuan- pengetahuan yaitu Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang ditetapkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

E. Sistematika Penulisan