Mekanisme Penyelesaian Klaim PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH BANK DALAM CYBER CRIME

1. Keamanannya masih belum terjamin sehingga dikhawatirkan sistem dapat disalahgunakan. 2. Tidak menarik bagi nasabah karena perlu banyak biaya lagi untuk memasang internet. Akibatnya, besarnya biaya pulsa, listrik dan lainnya yang harus ditanggung nasabah. 3. Tidak jauh berbeda dengan ATM, layanan internet banking ini pun tetap memerlukan ATM untuk pengambilan uang tunai. 4. Internet banking hanya bisa digunakan oleh orang yang memiliki atau mengerti tentang internet.

D. Mekanisme Penyelesaian Klaim

Dengan berkembangnya penggunaan sarana elektronik dalam berbagai transaksi terutama di bidang perbankan, maka dapat memberikan kemudahan pelayanan perbankan kepada nasabah. Selain itu, adanya manfaat yang sangat besar bagi pihak perbankan, khususnya dalam hal penyimpanan dokumen sebagai hasil kegiatan usaha yang dilakukan. Namun, terdapat pula kekurangan dan kelemahannya apabila dihadapkan pada masalah alat bukti di pengadilan. Permasalahan lainnya adalah mengenai keabsahan alat bukti transaksi elektronik apakah yang asli atau bukan. 161 Apabila di dalam perjanjian internet banking salah satu pihak wanprestasi maka timbul permasalahan. Penyelesaian permasalahan selalu 161 Dikutip dari http:www.bank.net, Diakses tanggal 3 April 2009. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 berkaitan dengan apa yang menjadi bukti dalam transaksi, sebagai akibat transaksi melalui media elektronik. Ini dikarenakan penggunaan dokumen atau data elektronik sebagai akibat transaksi melalui media elektronik, belum secara khusus diatur dalam hukum acara yang berlaku, baik dalam hukum acara perdata maupun dalam hukum acara pidana. 162 Dalam hukum perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata dan Pasal 164 HIR, alat bukti terdiri atas bukti tertulis, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Selanjutnya dalam Pasal 1867 KUH Perdata ditentukan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau tulisan di bawah tangan. Pengertian ‘tulisan’ dalam pasal tersebut dipastikan dalam bentuk tertulis di atas kertas. 163 Menyadari adanya perkembangan teknologi antara lain dengan penggunaan microfilm atau microfiche untuk menyimpan suatu dokumen, maka Mahkamah Agung dengan suratnya tanggal 14 Januari 1998 yang ditujukan kepada Menteri Kehakiman menyatakan bahwa microfilm atau microfiche dapat dipergunakan sebagai alat bukti surat yang tersebut dalam Pasal 184 ayat 1 huruf c KUHAP. Namun dengan catatan bahwa baik microfilm atau microfiche itu sebelumnya dijamin otentiknya. Caranya dengan menelusuri kembali dari 162 Ibid. 163 Ibid. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 registrasi maupun berita acara. Dalam surat tersebut dikemukakan pula bahwa terhadap perkara perdata berlaku pendapat yang sama. 164 Selanjutnya, untuk efesiensi pengelolaan dokumen keuangan dengan pertimbangan memanfaatkan perkembangan teknologi, dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 dengan tegas disebutkan bahwa dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam microfilm atau media lainnya danatau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Dalam penjelasan pasal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan media lainnya misalnya CD-ROM Compact Disc- Read Only Memory atau WORM Write Once Read Many. Ada dua macam tujuan pokok yang ingin dicapai dari efesiensi pengelolaan dokumen keuangan dengan pertimbangan memanfaatkan perkembangan teknologi, yakni: 165 1. Efesiensi dalam pengelolaan suatu dokumen yang dilakukan dengan cara: a. Memberikan kemungkinan penyimpanan dokumen atau data dalam media elektronik. b. Memberikan kemungkinan melakukan transaksi tanpa mengunakan kertas paperless transaction. 2. Pemberian status hukum bagi dokumen yang tersimpan dalam microfilm atau media lainnya danatau hasil cetaknya sebagai alat bukti yang sah. 164 Sri Harianingsih, “Keabsahan Transaksi Elektronik dan Aspek Hukum Pembuktian terhadap Data Elektronik di Indonesia”, Jakarta : Makalah Seminar tentang Kebutuhan Legal Audit terhadap Penerapan Teknologi Sistem Informasi Perbankan serta Kaitannya dengan Persiapan Internet Banking, 31 Oktober, 2001, hal. 6. 165 Ibid., hal. 7 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Dasar pertimbangan adalah untuk mengatasi permasalahan hukum sebagai akibat suatu transaksi tanpa menggunakan kertas paperles transaction dan penyimpanan dokumen elektronik. 166 Dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP, alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Pengertian alat bukti yang sah dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentunya mengacu pada Pasal 184 ayat 1 huruf c KUHAP, yakni alat bukti dalam bentuk surat. Jadi dapat ditafsirkan bahwa alat bukti dalam bentuk surat, bukan saja yang tertulis di atas kertas, tetapi juga yang tersimpan dalam microfilm atau media lainnya CD-ROM atau WORM. 167 Namun dalam prakteknya ketentuan tersebut masih dipertanyakan efektivitasnya mengingat ketentuan Pasal 184 ayat 1 KUHAP belum dilakukan perubahan. Hal ini kurang beralasan mengingat hukum acara pidana dan dokumen perusahaan sama-sama diatur dengan undang-undang. Sehingga tidak beralasan untuk tidak menerima dokumen perusahaan yang tersimpan dalam microfilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya sebagai alat bukti yang sah. 168 Di samping kekuatan pembuktian dari dokumen asli, maka kekuatan hukum juga harus diberikan terhadap electronic record asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Misalnya informasi tersebut dapat terbaca dan adanya 166 Ibid., hal. 8 167 Ibid., hal. 9 168 Ibid., hal. 10 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 indikasi yang meyakinkan bahwa informasi tersebut merupakan satu kesatuan antara informasi yang pertama sekali di-input dengan informasi final. Karena itu, kewajiban menyimpan dokumen mestinya tetap berlaku secara hukum, sehingga jika electronic record tersebut rusak atau tidak terbaca lagi, alat bukti tersebut patut ditolak oleh pengadilan. 169 Selain itu, berdasarkan model law untuk e-commerce UNCITRAL Pasal 5 dan Pasal 6 bahwa transaksi elektronik diakui sederajat dengan tulisan atau akta sehingga tidak bisa ditolak sebagai alat bukti di pengadilan. Kemudian dalam Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 memberikan solusi apabila masih terdapat keraguan terhadap dokumen yang dimuat dalam microfilm, yakni dengan melegalisasi dokumen tersebut yang mengatakan bahwa cetak sesuai aslinya. 170 Dalam perjanjian internet banking telah ditentukan bahwa sebagai alat bukti adalah catatan, tape atau cartridge, print-out komputer, salinan atau bentuk penyimpanan informasi atau data lain. Selain itu, semua komunikasi dan instruksi dari nasabah yang diterima oleh bank akan diperlukan sebagai alat bukti yang sah meskipun tidak dibuat dokumen tertulis ataupun dikeluarkan dokumen yang ditandatangani. 171 169 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Cet.1, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 131 137 Sri Harianingsih, Op. Cit., hal. 12 171 Sri Harianingsih, Loc.Cit. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Dalam mekanisme penyelesaian klaim ada empat prinsip yang harus dipenuhi, yaitu : 172 1. Prinsip fairness keadilan, yaitu konsumen mempunyai jaminan penyelesaian klaim yang adil dan penegakan yang tegas. 2. Prinsip accessibility, yaitu konsumen mempunyai akses yang terbuka, jelas dan benar. 3. Prinsip affordability, yaitu konsumen diberikan kemudahan dalam penyelesaian klaimnya. Selama ini, kendala utama konsumen dalam penyelesaian klaim melalui internet banking adalah: 173 a. Kendala biaya, dimana konsumen memiliki kemampuan yang relatif kurang dalam mendanai penyelesaian klaimnya. b. Hambatan personal dalam akses informasi dimana sebagian besar dikuasai oleh produsen. c. Posisi tawar yang tidak seimbang, baik dari segi pendidikan dan keuangan yang meyebabkan konsumen selalu berada pada posisi yang lemah. 4. Prinsip availabity, yaitu sarana dan prasarana dalam penyelesaian klaim itu tersedia. 172 Indah Sukmaningsih, “Kebutuhan Legal Audit Terhadap Penerapan Teknologi Informasi Serta Kaitannya Dengan Persiapan Internet Banking”, Makalah disampaikan pada Seminar tentang kebutuhan Legal Audit terhadap Penerapan Teknologi Informasi serta kaitannya dengan Penerapan Internet Banking, Jakarta, 31 Oktober, 2001, hal. 2. 173 Ibid., hal. 3 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Sedangkan unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam mekanisme penyelesaian klaim, adalah: 174 1. Unsur keadilan a. Adanya akuntabilitas publik atas informasi. b. Lembaga penyelesaian klaim itu merupakan lembaga yang independen, terdiri dari berbagai unsur dalam masyarakat. c. Tujuan penyelesaian klaim adalah keadilan yang murni tanpa rekayasa. 2. Unsur ketersediaan akses a. Konsumen tidak dibebani biaya dalam penyelesaian klaimya. b. Konsumen mendapat informasi yang jelas tentang produsen yang dijalani dalam penyelesaian klaim. c. Konsumen diberi akses yang luas dalam pembuktian. d. Penyelesaian klaim dilakukan secara komprehensif. 3. Unsur efektivitas a. Ruang lingkup pelanggaran dan kejahatan perbankan melalui internet diatur secara jelas. b. Penyelesaian klaim dilakukan dengan mekanisme yang cepat dan tidak berlarut-larut. c. Adanya transparansi dalam penyelesaian klaim. d. Adanya penegakan hukum. 174 Ibid., hal. 5 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Dalam hal perlindungan nasabah berkaitan dengan perlindungan konsumen maka perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab atas kelalaian atau kesalahan yang telah terjadi dalam pengelolaan atau pengurus bank sehingga terjadi kerugian yang dialami oleh nasabah. Oleh karena itu bank selaku pelaku usaha mempunyai tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerugian nasabah, sesuai dengan Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan Pasal 39 UU ITE. 175 Apabila yang dipermasalahkan adalah bank yang melakukan kerja sama dengan pihak lain out-sourching dalam internet banking, misalnya penyedia layanan internet banking atau disebut sebagai Internet Service Provider ISP, dapat dikenakan Pasal 24 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan pelanggaran Pasal 30-32 UU ITE yang dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 46-48 UU ITE. Alasannya karena ISP juga ikut bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan nasabah dalam hal penyediaan perangkat lunak kepada bank. Jika ternyata pihak ISP telah melakukan perubahan terhadap produknya tanpa sepengetahuan bank maka bank akan dibebaskan dari tanggung jawab, tentunya setelah pembuktian. Apabila ternyata setelah banyak ditemukan kerugian- kerugian atas pemakaian jasa internet banking maka bank dan ISP jika melakukan kerja sama bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan nasabah karena tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan danatau 175 Ibid., hal. 6 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 garansi yang diperjanjikan. 176 Ini sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa : 177 1 Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 satu tahun wajib menyediakan suku cadang danatau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan; 2 Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat l bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut: a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang danatau fasilitas perbaikan; b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan. Dengan melihat kenyataan maka nasabah diragukan dapat melaporkan dan membuat pengaduan terhadap bank tersebut. Apabila pihak bank benar- benar tidak lagi menangani konsumen kasus tersebut maka sesuai perjanjian, nasabah selaku konsumen dapat melaporkan bank tersebut ke Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia YLKI untuk penyelesaian konflik. Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 menyatakan setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas 176 Ibid., hal. 7 177 Undang-undang No. 8, LN No. 3674 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 25 ayat 1 dan 2 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui yang berada di lingkungan peradilan hukum. Dalam ayat berikutnya dinyatakan penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Selanjutnya, pilihan berperkara di pengadilan atau di luar pengadilan adalah pilihan sukarela para pihak. Penjelasan ayat kedua Pasal 45 Undang-undang Perlindungan Konsumen menyebutkan adanya kemungkinan perdamaian di antara para pihak pengadilan. Jadi, kata sukarela harus diartikan sebagai pilihan para pihak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk menempuh penyelesaian di pengadilan, dikarenakan upaya perdamaian di antara mereka gagal. 178 Apabila nasabah tidak menerima keadaan yang menimpa dirinya karena kerugian maka mereka berhak untuk mengajukan gugatan. Gugatan ini sebaiknya diadakan perdata secara class action, tetapi dapat juga dilakukan perdata secara perorangan, sesuai dengan Pasal 46 ayat 1 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Gugatan ini dapat diajukan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah dan atau instansi terkait. Class action adalah jika dilakukan gugatan maka tidak perlu seluruh nasabah mengajukan gugatan ke pengadilan akan tetapi cukup 178 Indah Sukmaningsih, Op. Cit., hal. 8-9 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 perwakilan. Pada sistem ini, seluruh kasus nasabah yang ada dianggap sebagai suatu kesatuan sesuai dengan proporsi masing-masing bagian nasabah. 179 Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 163 HIR dan Pasal 1865 KUH Perdata dapat dikatakan setiap pihak mendalilkan adanya suatu hak, bahwa konsumen harus dapat membuktikan: 180 1 Konsumen secara aktual telah mengalami kerugian. 2 Konsumen harus membuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi karena akibat dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian barang danatau jasa tertentu yang tidak layak. 3 Bahwa ketidaklayakan itu merupakan tanggung jawab pelaku usaha tertentu. 4 Konsumen tidak berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung atas kerugian yang dideritanya. Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999, beban pembuktian tersebut dibalikkan menjadi beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Pembuktian ini diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 28. Dengan demikian, selama pelaku usaha tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang terletak pada pihaknya, maka demi hukum pelaku usaha bertanggung jawab dan wajib mengganti kerugian yang diderita tersebut. 181 179 Ibid., hal. 10 180 Ibid., hal. 12 181 Ibid., hal. 17 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Dengan demikian Undang-Undang Pelindungan Konsumen dirasakan belum memadai untuk melindungi kepentingan nasabah. Nasabah seringkali masih dirugikan oleh bank. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pembentuk kebijakan harus membuat suatu peraturan perundang-undangan khusus mengenai operasional internet banking. Peraturan operasional tersebut dapat memuat batasan-batasan perjanjian yang berkaitan dengan isi klausula baku dalam perjanjian internet banking yang dibuat oleh bank, jaminan kerahasiaan nasabah, jaminan perlindungan nasabah, dan masalah pertanggungjawaban bagi bank suatu pihak. Prinsip pengaturan internet banking nantinya dapat menjamin tingkat perlindungan yang sama kepada nasabah. Selain itu, prinsip tersebut sebaiknya tidak menghambat pertumbuhan dan inovasi pelayanan keuangan melalui internet bahkan harus meningkatkan manfaaatnya. 182 E. Jaminan Terhadap Perlindungan Nasabah Berdasarkan UU ITE dan Penegakan Hukum ITE Melalui Instrumen Perdata dan Pidana 1. Melalui Penegakan Hukum Perdata Dalam melakukan penegakan hukum perdata, maka setiap orang berhak untuk mengajukan gugatan, adapun gugatan itu antara lain: a Pembatalan atas penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain Pasal 23 ayat 3 UU ITE 182 Ibid., hal. 20 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 b Ganti kerugian atas penggunaan informasi data pribadi oleh orang lain Pasal 26 ayat 2 UU ITE c Ganti kerugian atas penyelenggaraan sistem elektronik penggunaan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian Pasal 38 ayat 1 UU ITE Oleh Penyelenggara Negara, untuk mengajukan gugatan pembatalan penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain vide Pasal 23 ayat 3 UU ITE Oleh masyarakat untuk mengajukan gugatan yaitu antara lain: a. Pembatalan atas penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain Pasal 23 ayat 3 UU ITE b. Ganti kerugian atas penyelenggaraan sistem elektronik penggunaan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian Pasal 38 ayat 1 UU ITE Oleh Badan Usaha untuk mengajukan gugatan Pembatalan atas penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain diatur dalam Pasal 23 ayat 3 UU ITE. 2. Penegakan Hukum Pidana Dalam melakukan penegakan hukum pidana dilakukan oleh penyidik yang terdiri dari Kepolisian Republik Indonesia POLRI dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS. Penyidikan dilakukan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS sebagaimana tercantum dalam Pasal 43 UU ITE, yang berbunyi sebagai berikut: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan UU ITE; b. memanggil setiap orang atau pihak lainnya untuk didengar danatau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan UU ITE; c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan UU ITE; d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang danatau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan UU ITE; e. melakukan pemeriksaan terhadap alat danatau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan UU ITE; f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan UU ITE; g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan; h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan UU ITE; danatau Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan UU ITE sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku Adapun yang menjadi kewenangan khusus PPNS ITE antara lain: 1 Berhak untuk melakukan penangkapan penahanan vide Pasal 43 ayat 6 UU ITE 2 Menyampaikan Surat Perintah dimulai penyidikan SPDP dan hasil penyidikan kepada penuntut umum dan berkoordinasi dengan POLRI vide Pasal 43 ayat 7 UU ITE Yang menjadi syarat khusus penyidikan adalah dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privacy, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data keutuhan data sesuai ketentuan perundang-undangan Pasal 43 ayat 2 UU ITE Yang menjadi perlindungan khusus terhadap sistem elektronik yaitu: Penggeledahan dan atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas ijin ketua PN setempat. Pasal 43 ayat 3 UU ITE. Dalam melakukan penggeledahan danatau penyitaan terhadap sistem elektronik penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum Pasal 43 ayat 4 UU ITE. Sedangkan yang menjadi perlindungan HAM terdapat dalam Pasal 43 ayat 6 UU ITE, yang berbunyi: “Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Informasi elektronik dan data elektronik termasuk hasil cetakannya ditetapkan merupakan alat bukti yang sah sebagai perluasan dari alat bukti yang sah sesuai KUHAP vide Pasal 5 1 2 jo Pasal 1 butir 1 4 UU ITE, adapun yang menjadi persyaratan yaitu, Informasi elektronik dan dokumen elektronik tersebut sesuai dengan ketentuan UU ITE vide Pasal 5 ayat 3 UU ITE. Penegakan hukum pidana dalam UU ITE diatur dalam ketentuan beberapa pasal yang ada dalam UU tersebut yang mengatur mengenai sanksi-sanksi pidana yang ditentukan, antara lain: Pasal 45 UU ITE yang menyebutkan: 1 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 183 ayat 1, ayat 2, ayat 3, atau ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 183 Adapun bunyi Pasal 27 UU ITE adalah sebagai berikut: 1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan danatau mentransmisikan danatau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. 2 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan danatau mentransmisikan danatau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. 3 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan danatau mentransmisikan danatau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan danatau pencemaran nama baik. 4 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan danatau mentransmisikan danatau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan danatau pengancaman. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 2 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 184 ayat 1 atau ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 3 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 185 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 dua belas tahun danatau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 dua miliar rupiah. Pasal 46 UU ITE yang menyebutkan: 1 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30ayat 1 186 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah. 2 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 2 187 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun 184 Pasal 28 UU ITE yang menyebutkan: 1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. 2 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu danatau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan SARA. 185 Pasal 29 UU ITE yang menyebutkan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. 186 Pasal 30 ayat 1 UU ITE yang menyebutkan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer danatau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. 187 Pasal 30 ayat 2 UU ITE yang menyebutkan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer danatau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 danatau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 tujuh ratus juta rupiah. 3 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 3 188 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 delapan tahun danatau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah. Pasal 47 UU ITE yang menyebutkan: Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1 atau ayat 2 189 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun danatau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah. Pasal 48 UU ITE yang menyebutkan: 1 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 1 190 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 delapan 188 Pasal 30 ayat 3 UU ITE yang menyebutkan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer danatau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. 189 Pasal 31 angka 1 dan 2 UU ITE yang menyebutkan: 1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer danatau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. 2 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer danatau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, danatau penghentian Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. 190 Pasal 32 ayat 1 UU ITE menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 tahun danatau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 dua miliar rupiah. 2 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 191 dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 sembilan tahun danatau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah. 3 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 3 192 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun danatau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. Pasal 49 UU ITE yang menyebutkan: Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 193 , dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun danatau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik. 191 Pasal 32 ayat 2 UU ITE yang menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak. 192 Pasal 32 ayat 3 UU ITE yang menyebutkan bahwa: Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya. 193 Pasal 33 UU ITE yang menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik danatau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Pasal 50 UU ITE yang menyebutkan: Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1 194 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun danatau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. Pasal 51 UU ITE yang menyebutkan: 1 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 195 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 dua belas tahun danatau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 dua belas miliar rupiah. 2 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 196 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 dua belas tahun danatau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 dua belas miliar rupiah. 194 Pasal 34 ayat 1 UU ITE yang menyebutkan bahwa: 1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: a. Perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33; b. Sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33. 195 Pasal 35 UU ITE yang menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik. 196 Pasal 36 UU ITE yang menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Masalah yang akan banyak memusingkan pengguna Internet adalah Bab VII mengenai Perbuatan yang dilarang yang terdapat dalam Pasal 27-37 UU ITE, semua pasal ini menggunakan kalimat setiap orang. Padahal perbuatan yang dilarang, seperti spam, penipuan, cracking, virus, penipuan, spam, flooding sebagian besar akan dilakukan oleh mesin oleh program bukan langsung oleh manusia. Contoh skenario-komputer seseorang terinfeksi oleh virus yang kemudian mengirimkan surat e-mail menggunakan e-mail orang yang terinfeksi dan menyebarkan virus trojan berita bohong atau tidak baik ke ratusan pengguna lain. Apakah orang ini bersalah? Lebih buruk lagi, sumber spam, flood, penipuan lebih sering terutama berasal dari Afrika, kadang-kadang dari Eropa, Rusia Amerika. Apakah UU ITE dapat menangkap pelaku hal demikian? Secara sepintas, tampaknya Virus Trojan maupun pembuat virus trojan cukup aman berkiprah di Indonesia karena Pasal 27-37 UU ITE hanya akan menangkap orang yang menyebar virus. Tapi tampaknya bukan pembuat virus dan tentunya bukan virusnya. Tindakan membuat virus tentunya beda dengan menggunakan atau menyebarkan virus. Sama halnya, membuat pisau tentunya tidak sama dengan menggunakan pisau untuk membunuh. Secara sepintas UU ITE semoga dapat memperkecil gerak rekan-rekan hacker yang melakukan pengrusakan dan carder yang mencuri melalui Internet. Semoga masih memberikan keleluasaan para hacker untuk melakukan penelitian dan berkiprah di bidang IT nasional. Bangsa ini akan membutuhkan banyak Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 hacker, karena para hacker ini yang akan menjadi salah satu tulang punggung pertahanan Indonesia di dunia cyber. Walaupun ada banyak sekali keterbatasan, bangsa Indonesia perlu bersyukur akan adanya UU ITE. Semoga para oknum aparat para oknum birokrat tidak memanfaatkan UU ITE ini untuk memancing di air keruh. Keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50PUU-VI2008 atas judicial review Pasal 27 ayat 3 UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat 3 UU ITE adalah Konstitusional. Bila dicermati isi Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27 ayat 3 UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan merujuk Pasal 310 ayat 1 KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Pasal 310 ayat 1 KUHP, menyebutkan: “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Rumusan Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE yang tampak sederhana berbanding terbalik dengan sanksi pidana dan denda yang lebih berat dibandingkan dengan sanksi pidana dan denda dalam pasal-pasal penghinaan KUHP. Misalnya, seseorang yang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE akan dijerat dengan Pasal 45 Ayat 1 UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan atau denda maksimum 1 milyar rupiah. Masih ada pasal lain dalam UU ITE yang terkait dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi, perhatikan Pasal 36 UU ITE. Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 tahun dan atau denda maksimum 12 milyar rupiah dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2 UU ITE dipersepsikan sebagai cyber law di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet cyber, termasuk di dalamnya memberi punishment terhadap pelaku cyber crime. Kalau memang benar cyber law, perlu didiskusikan apakah kupasan cyber crime sudah semua terlingkupi? Di berbagai literatur, cyber crime dideteksi dari dua sudut pandang: 1. Kejahatan yang Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas: Pembajakan, Pornografi, Pemalsuan Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email Fraud, Email Spam, Perjudian Online, Pencurian Account Internet, Terorisme, Isu Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb; 2. Kejahatan yang Menjadikan Sistem Teknologi Informasi Sebagai Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan Penyebaran Virus Komputer, Pembobolan Pembajakan Situs, Cyber war, Denial of Service DOS, Kejahatan Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb. Cyberlaw adalah kebutuhan bersama. Cyber law akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga harus didukung. Nah masalahnya adalah apakah UU ITE ini sudah mewakili alias layak untuk disebut sebagai sebuah cyber law?. Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyber law karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, termasuk tentang Cyber Crime terhadap internet banking meskipun di Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Muatan UU ITE kalau dirangkumkan adalah sebagai berikut: a. Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional tinta basah dan bermaterai. Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines pengakuan tanda tangan digital lintas batas; b. Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP c. UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia; d. Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual; e. Perbuatan yang dilarang cyber crime dijelaskan pada Bab VII Pasal 27-37 UU ITE: f. Pasal 27 Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan; g. Pasal 28 Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan; h. Pasal 29 Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti; i. Pasal 30 Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking; j. Pasal 31 Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi; k. Pasal 32 Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia; l. Pasal 33 Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja DOS; m. Pasal 35 Menjadikan Seolah Dokumen Otentik phising; Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Pasal Krusial, yaitu: Pasal yang boleh disebut krusial dan sering dikritik adalah Pasal 27-29 UU ITE, khusus Pasal 27 Pasal 3 tentang muatan pencemaran nama baik. Terlihat jelas bahwa Pasal tentang penghinaan, pencemaran, berita kebencian, permusuhan, ancaman dan menakut-nakuti ini cukup mendominasi didaftar perbuatan yang dilarang menurut UU ITE. Bahkan sampai melewatkan masalah spamming, yang sebenarnya termasuk masalah vital dan sangat mengganggu di transaksi elektronik. Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini yang juga dipermasalahkan juga oleh Dewan Pers bahkan mengajukan judicial review ke mahkamah konstitusi. Perlu dicatat bahwa sebagian pasal karet pencemaran, penyebaran kebencian, penghinaan, dsb di KUHP sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi. Para blogger patut khawatir karena selama ini dunia blogging mengedepankan asas keterbukaan informasi dan kebebasan diskusi. Kita semua tentu tidak berharap bahwa seorang blogger harus didenda 1 miliar rupiah karena mem-publish posting berupa komplain terhadap suatu perusahaan yang memberikan layanan buruk, atau posting yang meluruskan pernyataan seorang “pakar” yang salah konsep atau kurang valid dalam pengambilan data. Yang terlewat dan perlu persiapan dari UU ITE, yaitu: Beberapa yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu didetailkan dengan peraturan dalam tingkat lebih rendah dari UU ITE Peraturan Menteri, dsb adalah masalah: Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 a. Spamming, baik untuk email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan, internet banking, asuransi, dsb; b. Virus dan worm komputer masih implisit di Pasal 33, terutama untuk pengembangan dan penyebarannya. Kemudian juga tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE. Amerika, China dan Singapore melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child Pornography di Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan ke para pedofili dan pengembang situs porno anak-anak. UU ITE adalah cyberlaw-nya Indonesia, kedudukannya sangat penting untuk mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis Internet, melindungi akademisi, masyarakat dan mengangkat citra Indonesia di level internasional. Cakupan UU ITE luas, mungkin perlu peraturan di bawah UU ITE yang mengatur hal-hal lebih mendetail peraturan menteri, dsb. UU ITE masih perlu perbaikan, ditingkatkan kelugasannya sehingga tidak ada pasal karet yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak produktif. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Pengalihan Saham Dalam Perjanjian Jual Beli Saham Melalui Internet Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 30 104

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik

2 44 150

Tinjauan Hukum Mengenai Informasi Lowongan Kerja Pada Internet Dihubungkan Dengan Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 91

Tinjauan Hukum Mengenai Kekuatan Pembuktian Secara elektronik Dalam Perkara Cyber Crime Dihubungkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

1 10 29

Harmonisasi Hukum Pengaturan Cyber Crime Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

0 0 21

Analisis Pertanggungjawaban Hukum Para Pihak Dalam Perdagangan Secara Elektronik (E-Commerce) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

1 11 33

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

1 1 65

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

2 8 65

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENYEBARAN VIDEO PORNO MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

0 1 14

CYBER CRIME DALAM BENTUK PHISING DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM.

0 1 104