Perjanjian Internet Banking Antara Bank Dan Nasabah

sejak tanggal 26 Januari 1998 sampai dengan 31 Januari 2000, yang dapat diperpanjang 6 enam bulan berikutnya. Tindak lanjut dari pelaksanaan pemberian jaminan oleh pemerintah seperti yang dimaksud dalam Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998 yaitu dibuatnya Keputusan Presiden No. 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan BPPN. 128

B. Perjanjian Internet Banking Antara Bank Dan Nasabah

Segala transaksi perbankan selalu diawali dengan perjanjian. Perjanjian tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada nasabah. Dengan adanya perjanjian juga dapat mempermudah dan memenuhi kebutuhan bank. Saat ini, seorang nasabah bank dapat memperoleh pelayanan jasa perbankan melalui internet banking sehingga nasabah tidak perlu repot datang ke bank. Untuk mendapatkan fasilitas internet banking, seorang nasabah harus membuat perjanjian dengan pihak bank. 129 Perjanjian internet banking tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi dengan adanya asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, maka perjanjian internet banking dapat saja terjadi. 130 128 Ibid., hal. 201 129 Dikutip dari http:www.dudung.net, Op. Cit., hal. 3 130 Ibid. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Perjanjian internet banking harus berlandaskan pada Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian bahwa : 131 Syarat sahnya perjanjian ada empat yaitu: 1. Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu pendapat; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Syarat 1 dan 2 dinamakan syarat subyektif karena mengenai subyek yang melakukan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai obyek dari perjanjian tersebut. Apabila salah satu syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atas permintaan salah satu pihak. Sedangkan jika salah satu syarat obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada perikatan. 132 Dalam perjanjian internet banking antara bank dengan nasabah, ditentukan bahwa bank menerima dan menjalankan setiap instruksi dari nasabah sebagai instruksi yang sah berdasarkan penggunaan user ID dan PIN. Maka, bank tidak mempunyai kewajiban untuk meneliti atau menyelidiki keaslian maupun keabsahan atau kewenangan pengguna user ID dan PIN atau menilai 131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1320 132 Dikutip dari http:www.dudung.net, Loc. Cit. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 maupun membuktikan sebaliknya. Berarti untuk melakukan instruksi transaksi finansial nasabah harus memasukkan PIN sebagai tanda persetujuan. Instruksi tersebut bersifat sah dan mengikat nasabah pada saat transmisi diterima oleh pihak bank, walaupun pelaksanaannya baru terjadi pada saat bank telah mendapat konfirmasi dari nasabah mengenai instruksi transaksi yang ingin dilakukan. Konfirmasi dari nasabah dalam melakukan transaksi di internet banking adalah berupa nasabah menekan tombol “kirim”. Untuk itu nasabah tidak dapat membatalkan semua transaksi yang telah diinstruksikan kepada bank, kecuali instruksi tersebut dibatalkan oleh nasabah dengan menekan tombol “batal” sebelum nasabah menekan tombol “kirim”. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebenarnya tidak mempermasalahkan media yang digunakan dalam transaksi. Dengan kata lain Pasal 1320 KUH Perdata tidak mensyaratkan bentuk dan jenis media yang digunakan dalam bertransaksi. Oleh karena itu, dapat saja dilakukan secara langsung maupun secara elektronik. Demikian pula asas kebebasan berkontrak yang dianut KUH Perdata, para pihak dapat dengan bebas menentukan dan membuat suatu perjanjian dalam bertransaksi yang dilakukan dengan itikad baik. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata. Jadi apapun bentuk dan media dari kesepakatan tersebut, tetap berlaku dan mengikat para pihak karena perikatan tersebut merupakan undang-undang bagi yang membuatnya. 133 133 Ibid. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan menjelaskan bahwa data, catatan, danatau keterangan yang dibuat atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca atau didengar. 134 Sedangkan dalam Pasal 12 ayat 1 dan 2 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa: 135 1 Dokumen perusahaan dapat dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya. 2 Pengalihan dokumen perusahaan ke dalam mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan sejak dokumen tersebut dibuat atau diterima oleh perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan di atas dan dikaitkan dengan Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata maka transaksi melalui media elektronik adalah sah menurut hukum. Di dalam perjanjian internet banking, disebutkan mengenai persyaratan nasabah untuk menggunakan fasilitas internet banking yang ditawarkan oleh bank tersebut. Adapun persyaratan tersebut berupa: 136 134 Undang-undang No. 8, LN No. 3674, Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Pasal 1 angka 2 135 Ibid., Pasal 12 ayat 1 dan 2 136 http:www.internetbanking.htmlvirtual_banks, Loc. Cit. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 1. Setiap nasabah yang menyimpan dana di bank dan mempunyai kartu yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi perbankan di ATM, berhak untuk menikmati fasilitas internet banking. 2. Untuk dapat menggunakan fasilitas internet banking tersebut, nasabah harus memiliki identitas pengguna internet banking user ID dan Personal Identification Number PIN yang diperoleh pada saat nasabah melakukan registrasi di mesin ATM tersebut. 3. User ID yang diberikan pihak bank bersifat permanen dan tidak dapat diubah kecuali nasabah mengganti kartu yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi perbankan di ATM karena rusak atau hilang. Sehingga pihak yang dapat menggunakan fasilitas internet banking yang ditawarkan pihak bank penyedia layanan internet banking tersebut hanya nasabah bank yang bersangkutan saja. Untuk itu nasabah tersebut harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama dengan pihak bank. Ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut merupakan hukum yang dapat digunakan sebagai landasan atau dasar. Sedangkan perjanjian itu sendiri menjadi tolok ukur untuk menentukan sejauh mana kewenangan masing-masing pihak. 137 Perjanjian internet banking dibuat dalam formulir-formulir yang telah dibakukan secara rinci dan cermat. Dalam perjanjian internet banking, isinya direncanakan terlebih dahulu oleh pihak bank. Sehingga nasabah tinggal menyetujuinya saja apabila nasabah bersedia menerima aturan atau ketentuan 137 Dikutip dari http:www.google.com, Diakses tanggal 3 April 2009. Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan serta yang ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh bank. Akibatnya perjanjian itu tidak memberikan kesempatan kepada nasabah untuk membicarakan lebih lanjut klausula yang diajukan oleh bank. Syarat-syarat tersebut berlaku bagi siapapun juga yang mengikatkan diri dalam perjanjian itu atas dasar prinsip take it or leave it, tanpa ada negosiasi sebelumnya. Perjanjian yang demikian itu dinamakan perjanjian standar atau perjanjian baku. 138 Pengertian klausula baku terdapat dalam Pasal 1 angka 10 Undang- undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Yang dibakukan dalam perjanjian tersebut adalah klausul-klausulnya bukan formulir perjanjiannya. Pada saat ini, kedudukan nasabah sangat lemah sehingga ia menerima saja aturan dan syarat-syarat yang disodorkan oleh pihak bank, karena jika tidak demikian tidak akan mendapatkan pelayanan jasa internet banking. Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan antara pihak bank dengan pihak nasabah di dalam membuat perjanjian. 139 Dengan adanya Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka perjanjian dengan klausula baku telah dilarang. Larangan 138 Ibid. 139 Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Sumbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, Jakarta: Institut Bank Indonesia, 1993, hal. 69 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian diatur dalam Pasal 18 ayat 1, berupa: 140 a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen. c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli konsumen. d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen. f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa. g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya. 140 Undang-undang No. 8, LN No. 3674 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 18 ayat 1 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Kemudian dalam ayat 2-nya disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letaknya atau bentuknya sulit terlihat, atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Lalu dalam ayat 3 dinyatakan bahwa setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 dinyatakan batal demi hukum. 141 Berarti, dengan diberlakukannya Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perjanjian dengan klausula baku telah dilarang dan apabila dilakukan maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Ini merupakan penegasan kembali akan sifat kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata jo. Pasal 1337 KUH Perdata. Artinya perjanjian yang memuat klausula baku dilarang oleh Pasal 18 ayat 1 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 atau yang memiliki format seperti ayat 2-nya, dianggap tidak pernah ada dan mengikat para pihak. Tetapi pada kenyataannya perjanjian ini terus dipergunakan oleh dunia usaha, termasuk dalam perjanjian internet banking. 142 141 Sjahdeini, Op. Cit., hal. 39. 142 Ibid., hal. 70 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Di dalam perjanjian internet banking antara bank dengan nasabah banyak ditemukan syarat-syarat baku yang sangat merugikan kepentingan nasabah tersebut. Perjanjian dengan syarat-syarat baku yang telah memuat syarat-syarat yang membatasi kewajiban kreditur. Syarat ini dinamakan eksonerasi klausul. Akibatnya, tanggung jawab salah satu pihak dibatasi. Beban tanggung jawab yang mungkin diberikan oleh peraturan perundang-undangan dihapus terhadap penyusun perjanjian dengan syarat-syarat eksonerasi. 143 Hal ini dapat ditemui dalam perjanjian internet banking berupa: 144 1. Bank tidak bertanggung jawab terhadap segala akibat apapun yang timbul karena ketidaklengkapan, ketidakjelasan data atau ketidaktepatan instruksi dari nasabah. Sehingga ini menjadi tanggung jawab nasabah yang melakukan transaksi internet banking itu sendiri. 2. Bank tidak bertanggung jawab atas segala kegagalan pengiriman informasi ke alamat e-mail nasabah yang terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaian Bank. 3. Bank tidak berkewajiban untuk menyimpan danatau mengirimkan ulang informasi yang gagal dikirim ke alamat e-mail nasabah. Namun klausul eksonerasi harus dibedakan dengan klausul force majeure, walaupun klausul force majeure pada hakikatnya merupakan klausul yang membebaskan debitur untuk bertanggung jawab atas tidak dipenuhinya 143 A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Cet. 1, Jakarta : Daya Widya, 1999, hal. 104 144 http:www.google.com, Op. Cit., hal. 2 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 kewajiban yang ditentukan baginya, ini diatur dalam undang-undang. dengan kata lain, sekalipun klausul force majeure tersebut tidak dicantumkan dalam perjanjian, namun debitur yang bersangkutan tetap saja dibebaskan dari tanggung jawab atas tidak dilaksanakannya kewajiban itu karena ketentuan undang-undang. Klausul force majeure biasanya digunakan untuk menguraikan suatu syarat perjanjian dimana salah satu pihak atau kedua pihak dimaafkan untuk tidak melaksanakan prestasinya, baik seluruhnya ataupun sebagian, sehubungan dengan terjadinya kejadian-kejadian tertentu yang berada di luar kekuasaannya. 145 Klausul force majeure terdapat dalam perjanjian internet banking, yaitu nasabah akan membebaskan bank dari segala tuntutan apapun, dalam hal bank tidak dapat melaksanakan instruksi dari nasabah baik sebagian maupun seluruhnya karena kejadian-kejadian atau sebab-sebab di luar kekuasaan atau kemampuan bank termasuk pada bencana alam, perang, huru-hara, keadaan peralatan, sistem atau transmisi yang tidak berfungsi, gangguan listrik, gangguan telekomunikasi, kebijaksanaan pemerintah, serta kejadian-kejadian atau sebab- sebab lain di luar kekuasaan atau kemampuan bank. 146 Hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah merupakan suatu bentuk kontrak campuran yang menampakkan ciri-ciri perjanjian pemberi kuasa lastgeving, sebagaimana diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata. Hal ini 145 Sjahdeini, Loc. Cit., hal. 76 146 http:www.google.com, Loc. Cit., hal. 2 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 tercantum dalam perjanjian internet banking, bahwa nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mendebet rekening nasabah sesuai dengan transaksi yang diinstruksikan nasabah dan untuk pembayaran biaya atas transaksi. Pemberian kuasa oleh nasabah ini tidak akan berakhir selama nasabah masih memiliki kewajiban terhadap bank. 147 Suatu perjanjian akan berakhir sebagaimana diamanatkan Pasal 1381 KUH Perdata, yaitu : 148 Perikatan hapus: 1 karena pembayaran; 2 karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 3 karena pembaharuan utang; 4 karena perjumpaan utang atau kompensasi; 5 karena pencampuran utang; 6 karena pembebasan utang; 7 karena musnahnya barang yang terutang; 8 karena kebatalan atau pembatalan; 9 karena berlakunya suatu syarat pembatalan dan karena kadaluwarsa. 147 Ibid. 148 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1381 Khairil Aswan Harahap : Perlindungan Hukum Nasabah Bank Dalam Cyber Crime Terhadap Internet Banking Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009 USU Repository © 2008 Dalam perjanjian internet banking telah ditentukan layanan internet banking akan berakhir jika nasabah mengakhiri penggunaan kartu ATM dan menutup semua rekening yang terhubung di kartu ATM pada bank penyedia layanan internet banking tersebut. Selain itu, dengan berakhirnya layanan internet banking tersebut, maka e-mail yang diterima oleh nasabah akan berakhir satu bulan setelah layanan internet banking berakhir. 149

C. Jaminan Terhadap Perlindungan Nasabah Dalam Kaitannya Dengan Hukum Perlindungan Konsumen

Dokumen yang terkait

Pengalihan Saham Dalam Perjanjian Jual Beli Saham Melalui Internet Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 30 104

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik

2 44 150

Tinjauan Hukum Mengenai Informasi Lowongan Kerja Pada Internet Dihubungkan Dengan Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 91

Tinjauan Hukum Mengenai Kekuatan Pembuktian Secara elektronik Dalam Perkara Cyber Crime Dihubungkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

1 10 29

Harmonisasi Hukum Pengaturan Cyber Crime Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

0 0 21

Analisis Pertanggungjawaban Hukum Para Pihak Dalam Perdagangan Secara Elektronik (E-Commerce) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

1 11 33

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

1 1 65

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

2 8 65

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENYEBARAN VIDEO PORNO MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

0 1 14

CYBER CRIME DALAM BENTUK PHISING DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM.

0 1 104