1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
1. Identifikasi Masalah Perkembangan inflasi di Indonesia sangat fluktuatif. Inflasi merupakan
hal yang paling diperhatikan dalam perkembangan moneter Indonesia. Hal ini dapat terlihat pada kinerja dari pemerintah dan Bank Indonesia yang
berusaha menjaga kestabilan inflasi. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya
memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa
inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Bank Indonesia, sebagai Bank Sentral, memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal yang dimaksud dengan
kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada tingkat inflasi. Peran kestabilan nilai
tukar yang tercermin pada tingkat inflasi sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga
2 menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar
yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter seperti jumlah uang beredar atau tingkat suku bunga dengan tujuan utama
menjaga sasaran laju inflasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan
instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan
cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Pada periode tahun 20072008, terjadi krisis global yang berpusat di
Amerika Serikat. Krisis ini mempunyai dampak yang cukup besar khususnya bagi negara-negara yang mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan Amerika Serikat dalam hal ekonomi. Dalam hal ini, Indonesia juga merasakan dampaknya meskipun tidak sebesar krisis moneter pada tahun
19971998. Berbagai indikator perekonomian menunjukkan bahwa krisis perekonomian global telah mengalir dan menyebar pada kinerja
perekonomian dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mengalami perlambatan. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh
melambat, sama halnya dengan investasi yang diperkirakan melemah akibat menurunnya permintaan eksternal dan meningkatnya faktor risiko
ketidakpastian perekonomian dunia. Pertumbuhan ekspor diperkirakan juga
3 akan melambat sedangkan pertumbuhan impor diperkirakan akan tertahan.
Di sisi penawaran, beberapa sektor utama penopang pertumbuhan yakni sektor pertanian dan industri diperkirakan tumbuh lebih rendah dari triwulan
sebelumnya. Namun, beberapa sektor seperti sektor pengangkutan dan telekomunikasi, serta sektor listrik, diperkirakan masih akan tumbuh tinggi.
Inflasi menjadi perhatian utama Bank Indonesia. Berbagai kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mengurangi tekanan inflasi dalam jangka
menengah panjang. Inflasi pada akhir tahun 2008 tercatat mengalami penurunan. Penurunan laju inflasi tersebut terutama disebabkan oleh
menurunnya inflasi pada kelompok volatile food dan sumbangan deflasi dari kelompok administered price. Inflasi kelompok volatile food adalah inflasi
yang dominan dipengaruhi oleh shocks kejutan dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga
komoditas pangan internasional. Inflasi kelompok administered price adalah inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks kejutan berupa kebijakan
harga pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan lain-lain. Bank Indonesia, ”Disagregasi Inflasi”. Sementara itu, dari
sisi fundamental, melambatnya permintaan domestik serta berkurangnya tekanan dari imported inflation inflasi yang bersumber dari kenaikan harga-
harga barang yang diimpor menyebabkan tekanan pada inflasi inti cenderung menurun. Meski demikian, Bank Indonesia masih mencermati
tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan serta pertumbuhan kredit perbankan yang masih tinggi.
4 Perkembangan inflasi, nilai tukar, jumlah uang beredar JUB, dan
suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI di Indonesia tahun 2005 - 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 1.1 Perkembangan Inflasi, Kurs, Jumlah Uang Beredar, dan Suku Bunga SBI di
Indonesia Tahun 2005 – 2010
Tahun Inflasi Kurs Rupiah
JUB Miliar Rupiah Suku Bunga SBI
2005. 1 7.76
9273.20 1018190
7.29 2005. 2
7.65 9545.20
1057566 7.79
2005. 3 8.41
10006.17 1121787
8.75 2005. 4
17.79 9997.14
1180230 12.54
2006. 1 16.9
9305.91 1197153
12.85 2006. 2
15.51 9094.84
1232257 12.40
2006. 3 14.87
9121.02 1273881
11.36 2006. 4
6.05 9136.19
1351286 9.50
2007. 1 6.36
9099.42 1372146
8.10 2007. 2
6.02 8975.18
1412120 7.83
2007. 3 6.51
9247.91 1494901
8.27 2007. 4
6.73 9234.98
1581026 8.20
2008. 1 7.64
9257.48 1598235
7.99 2008. 2
10.12 9265.05
1652268 8.43
2008. 3 11.96
9217.78 1715667
9.70 2008. 4
11.5 11028.11
1853117 11.25
2009. 1 8.56
11623.17 1897035
9.68 2009. 2
5.67 10541.46
1939075 7.63
2009. 3 2.76
9996.55 1991585
6.70 2009. 4
2.59 9470.14
2075036 6.59
2010. 1 3.65
9265.80 2084141
6.58 2010. 2
4.37 9119.63
2163467 6.56
2010. 3 6.15
8999.02 2243001
6.63 2010. 4
6.32 8962.97
2374792 6.37
Sumber: 1. Data Inflasi didapat dari Laporan Inflasi Indeks Harga Konsumen pada situs resmi Bank Indonesia.
2. Data Kurs didapat dari Kalkulator Kurs pada situs resmi Bank Indonesia. 3. Data Jumlah Uang Beredar didapat dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia sektor moneter
pada situs resmi Bank Indonesia. 4. Data Suku Bunga SBI didapat dari sub bagian Suku Bunga SBI pada situs resmi Bank Indonesia.
5 Dengan melihat pada tabel. 1.1, depresiasi rupiah yang cukup besar
dan ekspektasi inflasi yang cenderung meningkat sepanjang 2005 kuartal 3 juga turut memberikan tekanan terhadap inflasi. Meskipun demikian,
tekanan dari depresiasi rupiah relatif masih terbatas. Terbatasnya dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi disebabkan oleh kecenderungan para
produsen untuk menahan sebagian kenaikan harga yang bersumber dari depresiasi rupiah mengingat terbatasnya daya beli masyarakat. Tingginya
tekanan inflasi selepas kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 menuntut Bank Indonesia dan pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan
untuk mengendalikan
sumber-sumber tekanan
inflasi. Dalam
perkembangannya sampai tahun 2006, berbagai langkah kebijakan yang diambil Bank Indonesia dan pemerintah berhasil mengendalikan sumber-
sumber utama tekanan inflasi. Pada tahun 2006, penurunan tingkat inflasi hanya diikuti dengan terapresiasinya nilai kurs rupiah terhadap dolar.
Pada periode tahun 20072008, telah terjadi krisis global di Amerika Serikat. Krisis ini mempunyai dampak yang cukup besar
khususnya bagi negara-negara yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Amerika Serikat dalam hal ekonomi. Dalam hal ini, Indonesia juga
merasakan dampaknya meskipun tidak sebesar krisis moneter pada tahun 19971998. Krisis global ini membuat kembali naiknya inflasi pada tingkat
10,12 pada tahun 2008 kuartal 2. Kenaikan tingkat inflasi ini juga diikuti dengan kenaikan pada nilai kurs rupiah terhadap dolar, jumlah uang beredar,
dan suku bunga SBI
6 Tekanan inflasi pada tahun 2009 secara umum sangat minimal. Hal
ini tidak terlepas dari pengaruh kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah dalam memulihkan kepercayaan pasar. Kondisi tersebut pada gilirannya
dapat mendukung membaiknya ekspektasi inflasi untuk kembali kepada targetnya, yaitu berkisar pada tingkat 6. Pada tahun 2009 ini, penurunan
inflasi diikuti oleh penurunan kurs rupiah terhadap dolar dan suku bunga SBI.
Pada awal tahun 2010, tekanan inflasi semakin meningkat tiap kuartalnya sampai dengan pertengahan tahun hingga akhirnya fluktuatif
pada kisaran 6. Inflasi yang baik adalah inflasi yang stabil pada kisarannya, meskipun naik dan turun tetapi tetap pada kisarannya. Pada
tahun 2010, kenaikan inflasi tidak diikuti dengan kenaikan kurs rupiah terhadap dolar dan suku bunga SBI.
Pada sisi inflasi, melambatnya perekonomian dunia tentu menurunkan tekanan inflasi yang berasal dari harga barang internasional.
Secara umum, tekanan inflasi di dalam negeri mereda. Meski demikian, Bank Indonesia masih mencermati beberapa risiko tekanan inflasi ke
depan yang perlu terus diwaspadai. Menghadapi kondisi tersebut, Bank Indonesia memandang penting untuk menjaga kebijakan moneter yang
tepat untuk dapat mencapai keseimbangan antara pencapaian sasaran inflasi dengan kestabilan ekonomi dalam jangka menengah panjang.
7 Perkembangan kurs rupiah terhadap dolar sejak tahun 2008 – 2009
mengalami depresiasi. Sentimen global telah mendorong terjadinya perilaku menghindari risiko risk aversion oleh para investor
asing. Terjadinya krisis global menyebabkan para investor memindahkan portfolionya keluar dari Indonesia. Hal ini memicu terjadinya capital
outflow aliran modal keluar. Meski kondisi fundamental Indonesia masih kondusif, perilaku tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah melemah.
Indonesia tidak sendiri dalam hal ini. Pelemahan nilai tukar terjadi pada mata uang di kawasan regional, dengan penyebab yang sama, yaitu imbas
dari sentimen global. Perkembangan jumlah uang beredar terus mengalami kenaikan
pada periode 2005 – 2010. Penyebab dari hal ini merupakan efek dari sentimen global, di mana masyrakat lebih cenderung untuk memegang
uangnya sendiri atau menyimpannya di bank. Bank sudah menjadi perantara keuangan yang semakin aktif karena semakin bertumbuhnya
perekonomian di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya transaksi yang dilakukan melalui bank, baik itu berupa transfer antar rekening maupun
transfer antar bank. Perkembangan suku bunga SBI terlihat tinggi pada tahun 2006.
Dengan semakin tingginya tingkat suku bunga SBI, maka semakin tinggi juga tingkat bunga deposito dan tingkat bunga kredit yang akan
mempengaruhi investor dalam menyalurkan uangnya. Investor akan lebih
8 condong memanfaatkan kenaikan tingkat bunga deposito karena tidak
berisiko. Kenaikan suku bunga SBI ini pada tahun 2006 tidak selalu diikuti dengan kenaikan inflasi.
Secara spesifik dapat dikatakan bahwa tidak selalu apresiasi nilai tukar juga diikuti dengan kenaikan inflasi, kenaikan jumlah uang beredar
tidak selalu diikuti dengan kenaikan inflasi, dan kenaikan suku bunga SBI tidak selalu diikuti dengan penurunan inflasi.
Sampai saat ini berbagai upaya untuk menekan laju inflasi telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya yaitu melalui pengendalian
inflasi dari sisi moneter, yaitu melalui Inflation Targeting Framework ITF. Inflation Targeting Framework ITF adalah sebuah kerangka kerja
di mana Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran
inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut. Bank Indonesia, ”Kerangka Kebijakan Moneter”. Dengan mengkerucuti hal-hal yang
berpengaruh terhadap inflasi khususnya dalam jangka pendek dan jangka panjang maka dapat dirumuskan kebijakan yang tetap untuk diterapkan
pada negara tersebut agar tingkat inflasi tetap stabil. Oleh karena itu, tulisan ini berusaha untuk menjawab analisis dari kurs, jumlah uang
beredar, dan
suku bunga
SBI yang
mempengaruhi dan
mengidentifikasikan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap inflasi dengan menggunakan alat analisis Vector Error Correction Model
9 VECM. Dengan uraian latar belakang inilah maka dalam penulisan
skripsi ini penulis mengambil judul “Analisis Kurs, Jumlah Uang Beredar,
dan Suku Bunga SBI Terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2001 – 2010”.
2. Batasan Masalah Batasan masalah digunakan untuk menetapkan batasan-batasan
dari masalah penelitian yang akan berguna untuk mengidentifikasi faktor- faktor mana saja yang akan dimasukkan ke dalam ruang lingkup masalah
penelitian dan mana yang tidak dimasukkan. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Inflasi yang dipakai adalah inflasi IHK. b. Jumlah uang beredar yang dipakai adalah jumlah uang beredar M2.
c. Kurs yang dipakai adalah kurs tengah Rupiah terhadap US Dollar. d. Suku Bunga SBI yang dipakai adalah suku bunga SBI jangka waktu
tiga bulan. e. Faktor-faktor lain seperti pertumbuhan ekonomi dan lain-lain
diabaikan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penilitian sebelumnya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Harunurrasyid hanya melihat pengaruh dari variabel tingkat bunga SBI terhadap inflasi, sedangkan
penelitian ini melihat analisis dari kurs, jumlah uang beredar, dan suku bunga SBI terhadap inflasi.
10 Penelitian yang dilakukan oleh Nairobi mengambil wilayah
penelitian di Kota Bandar Lampung sedangkan penulis mencoba untuk mengambil wilayah penelitian secara lebih umum, yaitu Indonesia.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Fery Andrianus Amelia Niko, mereka menggunakan alat analisis OLS Ordinary Least Square
sedangkan pada penelitian ini menggunakan alat analisis VECM Vector Error Correction Model.
B. Rumusan Masalah