Hubungan Mahasiswi IAIN Jakarta Dengan Organisasi KOHATI

menghalangi niat akan berkembang dan majunya organisasi KOHATI Cabang Ciputat. Perjalanan yang panjang semenjak KOHATI ada di Ciputat ini, sudah banyak yang berkembang dan mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Apalagi kalau kita kaitkan dengan keadaan sekarang, masa tuntunan profesionalisasi anggota sangat menjadi permasalahan. Di wilayah sendiripun KOHATI tidak pernah ketinggalan dalam mengikuti peningkatan-peningkatan diri, hal ini tentunya berkat keadaran tersendiri, misalnya tanpa diutus secara langsung juga mengikuti training seperti basic, intermediate dan sebagainya. KOHATI dituntut untuk tumbuh menjadi putra-putri Islam yang berpendidikan tinggi, KOHATI dituntut untuk tumbuh menjadi istri-istri yang bijaksana, kekasih suami yang serba bisa, KOHATI dituntut untuk menjadi ibu-ibu yang bisa membina anak-anaknya menjadi insan akademis, pencipta, pengabdi yang bertaqwa kepada Allah SWT. KOHATI dituntut untuk menjadi wanita-wanita dinamis, kreatif, dan sadar bahwa ia adalah masyarakat yang mempunyai tanggung jawab terhadap pembangunan bangsa dan negaranya.

B. Hubungan Mahasiswi IAIN Jakarta Dengan Organisasi KOHATI

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mahasiswa merupakan salah satu tonggak masa depan bangsa. Mahasiswa tidak bisa lepas dengan ruang lingkup keorganisasian. Masuk ke dalam organisasi manapun yg diinginkan oleh para mahasiswa, adalah bagaimana cara mereka menyikapi, bergelut, dan aktif dalam organisasi yang mereka ikuti. Bahkan ada yang hanya ikut-ikutan saja aktif berorganisasi. Tidak semua mahasiswi IAIN Jakarta ikut bergabung dengan organisasi KOHATI. Menjadi kader KOHATI sekalipun bahkan ada yang tidak aktif, hanya sekedar ikut-ikutan saja. Eksistensi KOHATI sebagai lembaga khusus yang berfungsi mengembangkan potensi kader HMI-wati ditingkatan PB HMI mulai dipertanyakan. Pasalnya sejauh ini banyak kader HMI menilai KOHATI tidak mempunyai program yang jelas, bahkan cenderung mati suri. Semua itu dapat dibuktikan dengan minimnya sosialisasi kegiatan KOHATI dari tingkatan PB HMI sampai komisariat. Hal ini menyebabkan KOHATI dipandang sebelah mata oleh beberapa pihak. Kedudukan KOHATI saat ini sudah tidak jelas, bahkan jika kita menyadarinya, KOHATI mulai dipertanyakan, sebab program kerjanya tidak jelas, bahkan banyak yang mengusulkan untuk dibubarkan saja. Perkara untuk membubarkan KOHATI bukanlah perkara yang mudah, KOHATI mempunyai nilai historis dalam di HMI, karena KOHATI sudah berdiri semenjak terbentuknya HMI. KOHATI sudah melekat dalam diri HMI, jadi untuk membubarkannya bukanlah perkara yang mudah. Hanya saja mungkin butuh dikembangkan beberapa program kerja yang dapat mengembalikan eksistensi KOHATI kedepan. Selain itu KOHATI merupakan ciri khas dari organisasi Islam yang cenderung mempunyai lembaga khusus untuk kader akhwat. Sementara itu keberadaan KOHATI untuk tingkatan PB HMI sebagai lembaga HMI-wati masih dibutuhkan, hanya saja perlu adanya komitmen yang jelas dari para kader HMI-wati untuk mengembangkan dan membesarkan nama KOHATI. Oleh karena itu, hubungan mahasiswi IAIN Jakarta dengan organisasi KOHATI haruslah seimbang, harus terus semangat untuk membuat nama KOHATI maju dan besar di mata semua orang banyak, tidak hanya dilingkungan kampus saja, tetapi juga bisa dikenal dan diketahui oleh masyarakat diluar kampus atau perguruan tinggi manapun. Mahasiswi IAIN Jakarta yang ikut serta menjadi kader KOHATI haruslah mampu aktif di KOHATI. Tugasnyalah menjadi beban dan tanggung jawab yang harus diembannya. Jika semua kader KOHATI mampu membesarkan nama KOHATI disemua lingkungan baik itu lingkungan kampus atau perguruan tinggi, maupun lingkungan masyarakat diluar perguruan tinggi, maka yang akan bangga dengan ini semua adalah bukan hanya kader-kadernya namun masyarakat luas mampu dibuat bangga oleh KOHATI itu sendiri umumnya dan mahasiswi IAIN Jakarta yang menjadi kadernya khususnya. Mahasiswa IAIN Jakarta yang aktif di organisasi KOHATI pada saat itu banyak berperan serta dan aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan di kampus. Diantaranya adalah acara-acara Inaugurasi, Fosma saat ini Propesa, Wisuda Sarjana, Vocal Group saat ini disebut PSM yaitu Paduan Suara Mahasiswa, LSMI Lembaga Seni Mahasiswa Islam. Meski gelombang intelektualisme ini terus berkembang dan bermetamorfosa di luar HMI, namun di dalam HMI, gelombang ini segera digantikan dengan gelombang politisme. Gelombang politisme mengusung dominasi logika kekuasaan dan mainstream berpikir politis dalam tubuh dan aktivis HMI. Gelombang ini diawali dengan pemaksaan asas tunggal oleh penguasa Orde Baru pada tahun 1980-an awal 6 . Logika kekuasaan tersebut membekas sangat kuat, karena memaksa HMI untuk lebih erat dengan kekuasaan Negara. Akibatnya HMI larut dalam logika kekuasaan tersebut dan menghantarkan HMI pada gelombang berikutnya, yaitu gelombang beku di akhir tahun 1990-an hingga saat ini. Gelombang beku ditandai dengan tampilnya generasi aktivis HMI yang memitoskan generasi sebelumnya, berlindung dan menuai keberkatan dari kebesaran generasi sebelumnya. Maka jangan heran bila saat ini banyak kader yang cenderung mudah larut dalam agenda politik pihak eksternal dan berkonflik di internal. Ketimbang menjunjung tinggi persatuan dan program membangun HMI. Gelombang beku merupakan titik nadir dari produk gelombang politisme.

C. Landasan Gerakan Filosofis dan Teologis KOHATI