Peranan KOHATI Cabang Ciputat Dalam Perkembangan Intelektual

63

BAB IV PERANAN KOHATI CABANG CIPUTAT DALAM PERKEMBANGAN

INTELEKTUAL DAN PENGARUHNYA BAGI MAHASISWI IAIN JAKARTA

A. Peranan KOHATI Cabang Ciputat Dalam Perkembangan Intelektual

Intelektual tidak bisa dilepas dari kemajuan zaman, intelektual berkembang dan maju seiring dengan bertambahnya ilmu pengetahuan yang semakin besar dan penting. Dewasa ini yang paling besar pengaruhnya bagi mahasiswa, karena betul bahwa mahasiswa mempunyai ikatan yang erat dengan dunia intelektual, yaitu tradisi intelektual dikalangan mahasiswa. Tradisi intelektual dikalangan mahasiswa umumnya, mahasiswi IAIN khususnya tidak pernah lahir begitu saja. Hal ini selalu diawali dengan pergulatan pemikiran yang intensif, kritikal, dan terbuka. Dalam konteks IAIN di mana nilai-nilai keagamaan sering menjadi pertimbangan yang signifikan- atmosfir intelektualisme yang dikembangkan mungkin tidak selalu sejalan dengan tradisi intelektual yang berkembang pada kampus-kampus universitas dan perguruan tinggi umum. Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an di lingkungan Kampus IAIN Jakarta tengah berlangsung dinamika intelektual yang berkecambah menjadi intellectual community. Sedikitnya ada tiga faktor yang mendorong perkembangan ini. Pertama, peran Prof. Dr. Harun Nasution sebagai Rektor IAIN Jakarta yang terus-meneru s mengembangkan teologi “rasional” secara 64 institusional melalui berbagai mata kuliah di IAIN. Kedua, peran Nurcholish Madjid yang menjadi figur ideal anak-anak HMI Ciputat dengan gagasan- gagasan pembaharuannya. Dan ketiga, peran M. Dawam Rahardjo, dengan gagasan kritisnya terhadap pembangunan ekonomi dan sosial kemasyarakatan pada umumnya. Dalam kancah intelektualisme dan gerakan mahasiswa membuat kita harus lebih banyak membaca literatur, khususnya tentang isu-isu modernisasi, modernitas, sekularisme, sekularisasi dalam hubungannya dengan pembangunan yang tengah menemukan momentumnya di bawah kendali rezim Orde Baru. Secara khusus, kita memberi banyak perhatian pada literatur tentang implikasi dan konsekuensi semua perkembangan ini terhadap kehidupan dan masa depan agama. Ciri gerakan intelektual yang dikembangkan KOHATI adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kebajikan, kejujuran dan keadilan, serta penghargaan atas perbedaan pendapat. Sehingga atas dasar itulah, sejak KOHATI dilahirkan di tanah air tercinta ini, sikap kritisnya terhadap persoalan kebangsaan, kemahasiswaan, dan keislaman, menyatu dalam aktivitasnya sebagai komunitas intelektual intelectual community. Penegasan KOHATI sebagai gerakan intelektual ini setidaknya juga tertuang dalam Anggaran DasarAnggaran Rumah Tangga KOHATI yang bertujuan, menjadikan kader terbinanya muslimah berkualitas insan cita serta berperan sebagai pencetak dan Pembina muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Tradisi 65 intelektualitas KOHATI sudah dibuktikan lewat sejarahnya. Selanjutnya KOHATI pun mengembangkan sayapnya ke berbagai universitas, perguruan tinggi dan akademisi di seluruh nusantara. Dalam perjalanannya pun, KOHATI terus-menerus mengembangkan sikap-sikap intelektualnya secara independen. 1 Kegiatan KOHATI di beberapa cabang meningkat pesat, baik secara internal maupun eksternal. Namun setiap perjalanan sebuah kepengurusan tidak akan terlepas dari hambatan-hambatan, terutama pandangan terhadap hadirnya lembaga KOHATI. Meski gelombang intelektual terus berkembang dan bermertamorfosa di luar KOHATI, namun di dalam KOHATI, gelombang ini digantikan dengan gelombang politisme. Gelombang politisme mengusung dominasi logika kekuasaan dan mainstream berpikir politis dalam tubuh dan aktivis KOHATI. Gelombang ini diawali dengan pemaksaan asas tunggal oleh penguasa Orde Baru pada tahun 1980-an awal 2 . Adanya tradisi pesimistis dalam tubuh KOHATI dan rasa kepercayaan yang masih sulit diberikan, memungkinan KOHATI menjadi kurang kualitatif dan dikhawatirkan akan semakin besar gagalnya citra HMI. Kadangkala ada berbenturan kegiatan. Sehingga menjadi tidak jelas. Kegiatan-kegiatan yang bersifat kaderisasi KOHATI lebih banyak berupa nilai praktis. Akibatnya 1 Agussalim Sitompul, Menyatu dengan Umat Menyatu dengan Bangsa; Pemikiran Keislaman –Keindonesiaan HMI 1947-1997, Jakarta : Logos, 2002, hal 52 2 Margiyani Lusi, dkk. ed. Dinamika Gerakan Perempuan Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992 , hal. 15 66 KOHATI larut, karena dalam kondisi yang gelisah, kecemburuan intelektual dan rasa keingintahuan yang menggebu. KOHATI lebih banyak dininabobokan oleh kodrat naluriahnya. Bahkan rasa kurang percaya diri HMI-wan atau kegagalan sifat untuk mencoba menguji kemampuan yang masih terselubung di dalam individu KOHATI. Idealisme KOHATI sebenarnya ada secara potensi, tetapi pada kenyataannya sering terbunuh oleh tradisi subjektif HMI-wan. Di sinilah nampak jelas ketidakberanian HMI untuk melihat kenyataan. Ia sering larut oleh asumsi subjektif, konsep intelektual yang bersifat apologis. Sehingga kenyataannya sering terabaikan. Intelektual mendorong seseorang untuk melihat suatu persoalan dari sudut pandang yang menyeluruh. Intelektual mendorong seseorang untuk tetap kritis dan objektif dalam menyikapi setiap masalah yang ada. Sebagai organisasi Islam, KOHATI akan sungguh-sungguh mempertahankan intelektual. Intelektual yang ada di kalangan warga KOHATI dilandasi oleh nilai-nilai Islam yang abadi dan universal. KOHATI dengan segala karakter yang melekat di dalamnya seperti idealisme, kritisisme, dan intelektualisme, dan progresifisme adalah modal yang cukup berharga untuk membangun bangsa ini ke depan.

B. Sikap Mahasiswi IAIN Terhadap Organisasi KOHATI Cabang Ciputat