Landasan Teologis Poligami dalam Islam

G. Landasan Teologis Poligami dalam Islam

Banyak pertanyaan yang mencuat saat topik poligami asyik dibicarakan. Poligami sebagai Sunah Rasulullah yang sangat kontroversial masih dipertanyakan, apakah akan membawa berkat jika diamalkan, atau sebagai pintu darurat yang seharusnya hanya digunakan dalam keadaan tertentu. Pertanyaan- pertanyaan serupa ini kini banyak diperbincangkan dalam masyarakat Indonesia. Aturan mengenai poligami tertera dalam firman Allah SWT surat An- Nisa’ ayat 3 yang berbunyi: ْن ِإ َ و ْﻢ ُﺘ ْﻔ ِ ﺧ ﱠ ﻻ َأ اﻮ ُﻄ ِ ﺴ ْﻘ ُـﺗ ِ ﰲ ﻰ َﻣ ﺎ َﺘ َﻴ ْﻟ ا اﻮ ُﺤ ِﻜ ْﻧ ﺎ َﻓ ﺎ َﻣ َب ﺎ َﻃ ْﻢ ُﻜ َﻟ َﻦ ِﻣ ِء ﺎ َﺴ ﱢﻨ ﻟ ا َﲎْـﺜَﻣ َث َ ﻼ ُﺛ َ و َع ﺎ َﺑ ُر َ و ْن ِﺈ َﻓ ْﻢ ُﺘ ْﻔ ِ ﺧ ﱠ ﻻ َأ اﻮ ُﻟ ِﺪ ْﻌ َـﺗ ًةَﺪ ِ ﺣ ا َ ﻮ َـﻓ ْو َأ ﺎ َﻣ ْﺖ َﻜ َﻠ َﻣ ْﻢ ُﻜ ُﻧ ﺎ َ ْ ﳝ َأ َﻚ ِﻟ َذ َﱏْدَأ ﱠ ﻻ َأ اﻮ ُﻟ ﻮ ُﻌ َـﺗ ء ﺎ ﺴ ﻨ ﻟ ا : 3 Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. An-Nisa’: 3 Ayat di atas erat kaitannya dengan praktek poligami, yang membutuhkan peran “adil” oleh seorang suami terhadap istri-istrinya dalam berumah tangga. Poligami di sini maksudnya adalah seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling banyak adalah empat orang. Karena melebihi dari empat berarti mengingkari kebaikan yang disyariatkan oleh Allah SWT bagi kemashlahatan hidup bersuami istri. Sementara berlaku adil yang dimaksudkan adalah perlakuan yang adil dalam melayani istri seperti: pakaian, tempat, giliran, dan lain-lain. 46 Ulama kontemporer Quraish Shihab, memahami ayat tersebut dengan mengatakan, bahwa jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, dan kamu percaya diri akan berlaku adil terhadap perempuan- perempuan selain anak yatim itu, maka kawinilah apa yang kamu senangi sesuai selera kamu. Bahkan kamu dapat melakukan poligami sampai batas empat orang perempuan sebagai isteri pada waktu bersamaan. Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, baik dalam hal materi maupun non materi, baik lahir maupun batin maka kawini seorang perempuan saja nikah secara monogami atau kawinilah budak-budak yang kamu miliki. Demikian itu, yakni menikahi selain perempuan yatim berpoligami dengan perempuan lain, dan mencukupkan satu orang istri monogami, itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Persyaratan berlaku adil terhadap isteri-isrti yang dimadu tersebut merupakan persyaratan mutlak dari Allah SWT dan ia tertera dengan tegas dalam ayat tersebut. 47 Berbeda dengan Shahrur yang memahami ayat tersebut, bahwasanya Allah SWT bukan hanya sekedar memperbolehkan poligami, tetapi Ia sangat menganjurkannya, namun dengan dua syarat yang harus terpenuhi, 1 bahwa isteri kedua, ketiga dan keempat itu adalah janda yang memiliki anak yatim; 2 harus terdapat rasa khawatir tidak dapat berlaku adil kepada anak yatim. Sebaliknya, jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka perintah poligami 46 Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqh Munakahat 1, Bandung: Pustaka Setia, 1999, h. 132 47 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbâh, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Ciputat: Lentera Hati, 2000, h. 321-322 menjadi gugur. 48 Dengan demikian, perintah poligami itu adalah perintah bersyarat. Karena ketentuan Allah tentang poligami adalah ketentuan bersyarat, maka poligami tersebut bukanlah ketetapan yang berlaku umum, universal, dan bersifat abadi. Imam Malik berkata dalam kitabnya Al-Muwattha, bahwa Ghaylan bin Salmah memeluk Islam sedangkan dia memiliki sepuluh orang istri. Rasulullah SAW bersabda: ِﲎَﺛﱠﺪَﺣ َﲕَْﳛ ْﻦ َﻋ ٍﻚ ِﻟ ﺎ َﻣ ِﻦ َﻋ ِﻦ ْﺑ ا ٍب ﺎ َﻬ ِ ﺷ ُﻪﱠﻧ َأ َل ﺎ َﻗ ِﲎَﻐَﻠَـﺑ ﱠن َأ َل ﻮ ُﺳ َر ِﻪﱠﻠ ﻟ ا ﺻ ﻰ ﻠ ﷲ ا ﻪ ﻴ ﻠ ﻋ ﻢ ﻠ ﺳ و َل ﺎ َﻗ ٍﻞ ُﺟ َﺮ ِﻟ ْﻦ ِﻣ ٍ ﻒ ﻴ ِﻘ َﺛ َﻢ َﻠ ْﺳ َأ ُﻩَﺪْﻨِﻋَو ُﺮ ْﺸ َﻋ ٍةَﻮ ْﺴ ِﻧ َﲔ ِ ﺣ َﻢ َﻠ ْﺳ َأ ﱡﻰ ِﻔ َﻘ ﱠـﺜ ﻟ ا ْﻚ ِ ﺴ ْﻣ َأ ﱠﻦ ُﻬ ْـﻨ ِﻣ ﺎ ًﻌ َـﺑ ْ ر َأ ْق ِر ﺎ َﻓ َ و ﱠﻦ ُﻫ َﺮ ِﺋ ﺎ َﺳ 49 Artinya: Berkata kepada kami Yahya dari Malik dari Ibnu Syihab bahwasanya berkata dan menyampaikan kepadaku. Rasulullah SAW berkata kepada laki-laki dari bani tsaqif yang menyatakan dirinya masuk islam dan dirinya mempunyai 10 orang isteri, kemudian nabi besabda, pilihlah dari mereka isteri-isterinya empat orang dan lepaskan selebihnya. Begitupula yang diriwayatkan Abu Daud dalam kitabnya: ﺎ َﻨ َـﺛ ﱠﺪ َﺣ َﲕَْﳛ ُﻦ ْﺑ ٍﻢ ﻴ ِﻜ َﺣ ﺎ َﻨ َـﺛ ﱠﺪ َﺣ ُﺪﱠﻤَُﳏ ُﻦ ْﺑ ٍﺮ َﻔ ْﻌ َﺟ ﺎ َﻨ َـﺛ ﱠﺪ َﺣ ٌﺮ َﻤ ْﻌ َﻣ ِﻦ َﻋ ﱢى ِﺮ ْﻫ ﱡﺰ ﻟ ا ْﻦ َﻋ ٍِﱂﺎَﺳ ِﻦ َﻋ ِﻦ ْﺑ ا َﺮ َﻤ ُﻋ َل ﺎ َﻗ َﻢ َﻠ ْﺳ َأ ُن َﻼ ْﻴ َﻏ ُﻦ ْﺑ َﺔَﻤ َﻠ َﺳ ُﻪَﺘ ْ َ ﲢ َ و ُﺮ ْﺸ َﻋ ٍةَﻮ ْﺴ ِﻧ َل ﺎ َﻘ َـﻓ ُﻪَﻟ ﱡِ ﱮﱠﻨﻟا ﻰ ﻠ ﺻ ﷲ ا ﻪ ﻴ ﻠ ﻋ ﻢ ﻠ ﺳ و ْﺬ ُﺧ ُﻬ ْـﻨ ِﻣ ﱠﻦ ﺎ ًﻌ َـﺑ ْ ر َأ 50 48 Muhammad Shahrur, metodologi Fiqh Islam Kontemporer, alih bahasa: Sahiron Syamsuddin, Yogyakarta: eLSAQ, 2004, h. 428 49 Malik Ibn Anas, al-Muwatta’, “29. Kitab at-Talaq”, “29. Bab Jami’u at-Talaq”, edisi M. F. Abd al-baqi Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t., II: 586, hadis nomor 76 Imam Malik meriwayatkan dari Ibnu Syihab. 50 Abu Abdillah Muhammad bin Yazid ar-Raba’i al-Qawzini, Sunan Ibn Majah, “9. Kitab an- Nikah”, “40. Bab ar-Rajulu Yuslimu wa ‘Indahu Aksaru min Arba’I Niswatin”, edisi M.F. Abd al-Baqi Semarang: Toha Putra, t.t., I: 628, hadis nomor 3716. Hadis riwayat dari Qais Ibn Harist. Artinya: Menceritakan kepada kami Yahya bin Hakim, menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, menceritakan kepada kami Ma’mar dari Zuhri dari Salim dari Ibnu Umar berkata, Ghailan bin Salmah menyatakan dirinya masuk Islam, dan drinya mempunyai sepuluh orang isteri, maka nabi SAW besabda, pilihlah empat orang saja dari mereka isteri- isterinya. Penafsiran ayat-ayat dari Al-Qur’an mengenai poligami melahirkan tafsir yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Pendapat-pendapat tersebut dapat diasumsikan ke dalam tiga kelompok utama. Kelompok pertama berpendapat, bahwa orang yang berpoligami mengikuti Sunah Nabi Muhammad, maka secara otomatis mendapatkan pahala. Menurut kelompok ini, poligami dianjurkan bagi laki-laki yang mampu melaksanakannya. Poligami dijadikan sebagai alat ukur keimanan seorang laki-laki”. 51 Berbeda dengan kelompok kedua yang berpendapat, poligami tidak dianjurkan dalam agama, melainkan diperbolehkan dalam keadaan tertentu. Kelompok ketiga percaya, bahwa poligami itu seharusnya tidak dijalankan pada masa kini. Menurut kelompok ini, poligami dilakukan oleh Nabi Muhammad karena kondisi tertentu yang ada pada zaman itu, yaitu masa perang yang menimbulkan banyak janda dan anak yatim yang perlu dilindungi. Karena maksud QS An-Nisa’ 4: 3 adalah untuk membatasi jumlah istri yang boleh dinikahi dan “menghapuskan poligami secara perlahan.” 52 51 Setiati, Hitam Putih Poligami: Menelaah Perkawinan Poligami Sebagai Sebuah Fenomena, Jakarta: Cisera Publishing, 2007, h. 23 52 Chodjim, A 2007, Benarkah poligami dibenarkan dalam Islam, Paras: Bacaan Utama Wanita Islam, No.41, Th. IV Feb 2007, h. 54-55 Tuduhan bahwa Al-Qur’an memperlakukan perempuan secara tidak adil karena memperbolehkan poligami masih terus hangat terdengar. Tuduhan ini juga sering dikaitkan kepada Rasulullah yang juga melakukan poligami bahkan istrinya konon sampai sembilan. Menurut Riffat Hassan masalah tersebut merupakan problem yang tak kunjung selesai. Namun perlu dicatat, dalam Al- Qur’an hanya ada satu ayat, yaitu surat An-Nisa’ 4: 3 yang berbicara poligami, akan tetapi ayat tersebut sering diartikan secara “keliru” oleh kebanyakan mufasir, untuk tidak mengatakan semuanya. Dalam Al-Qur’an maupun dalam keseharian beliau, memelihara anak yatim dan anak yang terlantar selalu mendapat perhatian besar dan dianggap sangat penting. Izin poligami dalam Al-Qur’an sesungguhnya berkaitan erat dengan masalah tersebut. Jika dicermati mengenai kandungan tentang ayat poligami tersebut, sebetulnya fokus utamanya adalah masalah penyantunan anak yatim. Jadi, yang dimaksud “pernikahan” dalam ayat tersebut adalah menikahi ibu anak yatim. Penafsiran ini tidak diragukan lagi, karena ayat ini turun ketika banyak terjadi perang dan banyak laki-laki meninggal sehingga banyak janda dan anak-anak yatim. Oleh sebab itu, sebenarnya pesan moral Al-Qur’an tntang masalah ini: 1 agar anak yatim dipelihara dan disantuni; 2 ayat ini berbicara tentang keadilan, sehingga dapat disimpulkan bahwa poligami sebenarnya hanya dibolehkan dalam kondisi sulit seperti itu. 53 Keadilan ditetapkan sebagai syarat dalam poligami. Itu berarti menuntut manusia mencapai kekuatan moral paling tinggi. Melaksanakan keadilan dan berpantang dari tindakan deskriminasi terhadap istri-istri merupakan tugas paling sulit bagi suami. Hal inilah yang dimaksud dengan tidak akan sanggup berlaku adil. 53 As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Bab II, Beirut: Darul Fikr, 1983, h. 96-97 Dalam Al-Quran Allah menegaskan QS An-Nisa’ 4: 129 54 : ْﻦ َﻟ َ و اﻮ ُﻌ ﻴ ِﻄ َﺘ ْﺴ َﺗ ْن َأ اﻮ ُﻟ ِﺪ ْﻌ َـﺗ َ ْ ﲔ َـﺑ ِء ﺎ َﺴ ﱢﻨ ﻟ ا ْﻮ َﻟ َ و ْﻢ ُﺘ ْﺻ َﺮ َﺣ َ ﻼ َﻓ اﻮ ُﻠ ﻴ ِ َ ﲤ ﱠﻞ ُﻛ ِﻞ ْﻴ َﻤ ْﻟ ا ﺎ َﻫ و ُر َﺬ َﺘ َـﻓ ِﺔَﻘ ﱠﻠ َﻌ ُﻤ ْﻟ ﺎ َﻛ ْن ِإ َ و اﻮ ُﺤ ِﻠ ْﺼ ُﺗ اﻮ ُﻘ ﱠـﺘ َـﺗ َ و ﱠن ِﺈ َﻓ َﻪﱠﻠ ﻟ ا َن ﺎ َﻛ ا ًر ﻮ ُﻔ َﻏ ﺎ ًﻤ ﻴ ِ ﺣ َر ء ﺎ ﺴ ﻨ ﻟ ا : 129 Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. An-Nisa’: 129 Secara historis, ayat ini mempunyai kaitan erat dengan ayat 2-3, dan 20 dalam surat yang sama. Ayat ini diturunkan di Madinah setelah perang Uhud. Bahwasanya dalam perang tersebut umat Islam mengalami kekalahan yang cukup fatal, salah satunya yaitu banyaknya pejuang laki-laki yang gugur di medan laga. Menurut catatan sejarah tidak kurang 70 syuhada laki-laki dewasa dan berkeluarga gugur. Wafatnya mereka meninggalkan banyak janda dan anak-anak yang menjadi yatim. Jumlah mereka sangat banyak, mulai dari yang tua dan yang muda, serta yang kaya dan yang miskin. Begitu pula dengan anak yatim. Persoalan muncul berkaitan dengan pemeliharaan, perlindungan dan keamanan serta praktek kehidupan. Sebab, pada waktu itu laki-laki adalah tumpuan perempuan dalam berbagai hal. Secara psiko-sosial kehidupan janda muda dan anak yatim yang kaya tentu menjadi incaran bagi mereka yang bermaksud jahat terhadap mereka. Oleh karena itu, dalam beberapa ayat di atas 54 Ali Hosein Hakeem, Membela Perempuan Menakar Feminisme Dengan Nalar Agama, alih bahasa: A. H. Jemala, Jakarta: Al Huda, 2005, h. 223 keadilan dan pemenuhan hak-hak mereka sangat ditekankan. Hal ini untuk menghindari agar jangan sampai terjadi kejahatan yang memanfaatkan mereka dan harta mereka. 55 Ayat di atas sebenarnya tidak secara langsung titik tekan uraiannya kepada persoalan poligami, melainkan pada persoalan anak yatim, karena dalam persoalan tersebut terkandung problem mendasar yang sering menimpa mereka, yaitu persoalan ketidakadilan.

H. Asbâb al-Nuzûl Ayat Poligami