37
4.1. Profil Informal
Informan pertama
“masyarakat yang pernah bertemu dengan masyarakat elie” Nama
: Abdul karim Usia
: 59 tahun Jenis kelamin
: laki-laki Agama
: Islam Suku
: Melayu Tamatan
: SMA Jenis pekerjaan
: Bilal mesjid Penghasilan
: Rp. 1500.000 Bapak Karim adalah seorang tokoh masyarakat di kelurahan Hamdan, beliau
sudah 40 tahun tinggal di kelurahan Hamdan. Bapak karim sehari-hari berprofesi sebagai marbot mesjid, bilal mayat dan pembawa acara pengantin melayu. Peneliti
memilih bapak karim sebagai tokoh masyarakat disebabkan hampir seluruh masyaraka mengenalnya. Apabila masyarakat Badur mengalami musibah seperti
kemalangan atau perkelahian mereka selalu mengadu kepada saya untuk mencari pemecahan masalahnya.
Berdasarkan wawancara dengan bapak karim mengatakan masyarakat yang tinggal dikampung badur ini dikenal dengan dua kategori yaitu masyarakat atas
dan masyarakat bawah.Masyarakat atas di dominasi oleh masyarakat menengah dan masyarakat elite. Sedangkan masyarakat badur bawah seperi kami lah maksud
bapak karim masyarakat pribumi..Bapak karim juga mengatakan masyarakat atas itu baik dalam bertentangga walaupun kamu tidak saling mengenal, mereka tidak
Universitas Sumatera Utara
38
menyusahkan atau tidak merepotkan anggota masyarakat yang lain. Apabila bertemu di jalan sebagai sarana masyarakat atas dan bawah bertegur saat sapa.
Biasanya betemu di kede pada saat membeli sarapan pagi atau membeli pulsa. Jika bertemu hanya senyum saja, saya tidak mengenal masyarakat tionghoa ini
semua namun karena mereka terkadang lewat di depan musola sering membunyikan klakson jadi saya mengenal mobil dan BK nya,, tibaa-tiba tak
berapa lama kemudian lewat sebuah mobil CRV bapak karim mengatakan itu dia salah seorang cina yang tinggal di perumahan elite.
Bapak karim juga mengatakan jika bertemu bersikap biasa saja seperti senyum kadang dia membunyikan mengklakson mobil saya lambaikan tangan
begitulah, seperti kita berperilaku dengan jiran tetangga biasanya. Jika bertemu dengan masyarakat elite hanya begitu saja tidak pernah lebih jauh seperti
mengobrol itu tidak pernah lah, cina ini mana suka bahas masalah dengan kita. Adapun bertemu hanya di mesjid pada saat dia ingin memberi sumbangan
sembako biasanya diantar ke mesjid, itu pun yang mengantar biasanya ajudannya bukan orang yang bersangkutan lalu pergi itu saja tidak ada yang lain
Bapak Karim juga mengatakan jarang dapat melakukan kegiatan bersama dengan masyarakat atas. Apabila ada kegiaan yang sering mengikuti masyarakat
badur bawah dan masyarakat menengah lainnya. Jika masyarakat yang rumahnya berpagar tinggi sangat tertutup tidak pernah ikut kegiatan bersama kami. kegiataan
yang sering kami mengadakan gotong royong dua minggu sekali atau sebulan sekali. Saya dengan masyarakat yang lain bersama-sama membersihkan sampah
dari sungai, parit dan mesjid. Masyarakat yang diatas rata-rata pengusaha tidak ada waktu untuk mengikuti kegiatan bersama kami. Terkadang ada sebagian yang
Universitas Sumatera Utara
39
baik, menyumbang makanan dan minuman untuk kami namun hanya beberapa kali saja. Rumah didepan musola kia baik orangnya, jika akan diadakan pemilihan
umum dia selalu di halaman depan rumahnya. Dulu di depan halaman nya dibuat tempat bermain bola voly namun sekarang sudah tidak lagi, masyarakat bawah
banyak yang tidak mau bermain voly. Pada saat ada permain bola voly disitulah biasa ngumpul nya antara masyarakat atas dan masyarakkat bawah, namun ya
begitu hanya masyarakat atas yang menengah saja yang mau bergabung, Berbeda dengan masyarakat atas yang tinggal di perumah sebelah, kami sama sekali tidak
pernah berkumunikasi dengan mereka, jika pernah hanya mengantarkan surat undangan pemilu sajalah, itu pun mereka susah sekali membuka pintunya.
Sampai-sampai saja bilang saya tidak minta sumbangan hanya mengantar undangan pemilu saja, akhirnya saya pulang dimaki-maki sama dia. Masyarakat
cina berprasangka negative saja dengan kita mereka mengganggap kita minta uang mereka. Sehingga mereka selalu takut jika kita datang kerumahnya Mereka
jika di undang atas pesta perkawinan masyarakat bawah masih mau datang. Begitulah penuturan bapak karim mengenai hubungan sosial dengan masyarakat
badur atas.
Informan kedua
“masyarakat yang pernah bertemu dengan masyarakat elite dan menengah
Nama : Lidi Hana S
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Suku : Minang
Universitas Sumatera Utara
40
Pendidikan : SMP
Pekerjaaan : buruh cuci
Ibu Hana adalah wakil kepling di badur bawah. Ibu hanya sering membantu anggota masyarakat dalam membuat KTP, KK atau menyampaikan
informasi mengenai program bantuan dari pemerintah dari ibu kepala lingkungan. Ibu Hana sudah dari kecil tinggal di badur semenjak menikah dengan suami kira-
kira sudah 40 tahun tinggal di badur. Ibu Hana mengatakan saya dipercaya sebagai wakil kepling untuk masyarakat badur bawah agar urusan masyarakat
badur lebih gampang jika ada yang mau buat KTP dan KK melalui saya data setelah itu saya berikan kepada ibu kepling. Selama saya tinggal di badur ini saya
kenal masyarakat atas dan bawah meskipun tidak tahu mananya. Jika masyarakat badur bawah hampir seluruhnya saya kenal, tetapi jika masyarakat badur atas
hanya sebagian saja yang saya kenal disebabkan diatas itu masyarakat sudah campuran ada etnis tionghoanya. Salah satu masyarakat yang tinggal di Saija
kebanyakan etnis cina, dan di gang buntu itu masyarakat campuran terdiri dari pendatang anak kost, masyarakat etnis tionghoa dan masyakat pribumi. Jika
masyarkat badur bawah hampir setiap hari bertemu saya tidak betah dirumah biasanya ngumpul-ngumpul setelah selesi nyuci, bisa dikatakan masyarakat badur
bawah ini semua kompak-kompak tertutama ibu-ibunya. Ibu Hana juga mengatakan selama tinggal di badur semua aman-aman saja
,tetapi itulah banyak masyarakat luar tertutama pemuda-pemuda yang datang kemari jadi kurang aman. Disini sampai pagi masih rame, banyak anak muda yang
suka datang kemari seperti biasalah dek, disini semua ada kadang mereka hanya nongkrong atau membeli makan jadi selalu ramai. Jika rasa nyaman ibu rasa
Universitas Sumatera Utara
41
nyaman saja saya sudah lama tinggal disini. Ibu rasa kurang nyaman tinggal disini banyak pengaruh kurang baik dari lingkung terhadap masyarakatnya. Anak
–anak disini banyak yang rusak karena pengaruh narkoba, masih kecil saja permainan mereka sudah berjudi guli begitulah dek, ibu juga tidak bilang memang
sudah zamannya lah. Ibu Hana mengatakan masyarakat badur ada dua dek ada badur bawah ya
kami lah yang dekat sungai dan badur atas mereka yang rumahnya di atas. Jika masyarakat badur atas ada sebagian yang saya kenal, namun jika pendatang hanya
kenal begitu saja. Sebagian masyarakat atas orang kaya ada juga yang saya kenal dek, namun tidak dekat. Saya pernah bekerja pada masyarakat atas tapi sudah
lama sekali sekarang tidak lagi majikan saya dahulu juga sudah pindah dek. Jika bertemu dengan mereka biasanya di jalan pada saat saya lewat saija hanya senyum
saja tetapi kami tidak pernah sampai berbicara apalagi bercerita. Ibu juga mengatakan jarang bertemu dengan masyarakat atas khusus etnis
tionghoa. Setahu ibu mereka sibuk sekali bekerja keluar rumah pun mereka jarang, hanya satu-satulah yang ibu nampak sering jalan-jalan pagi atau sore-sore.
Di badur memang sering mengadakan kegiatan, terutama badur bawah seperti kegiatan gotong royong, tempat kami tinggak sarangnya sampah jika sungai sudah
banyak sampah biasanya kami bersama-sama membersihkannya. Selama ibu tinggal di badur belum ada kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat atas
khusu etnis tionghoa. Seperti yang kita ketahui etnis tionghoa mereka kurang terbuka dengan kami dek, biasanya orang cina memang begitu, ada juga sebagian
masyarakat atas yang elite orang kita tapi sama sajalah tertutup juga mereka sibuk bekerja kadang pulang sudah malam kapan lagi ingin bertemu. Jika mereka pergi
Universitas Sumatera Utara
42
menaiki mobil sedangkan kami jalan jarang kami bisa tegur sapa, kadang jika ada yang kenal bertemu dijalan mereka membunyikan klakson ibu hanya senyum
saja, seperti itu saja kami biasanya bertemu. Ibu hana juga menganggap masyarakat etnis tionghoa di badur atas baik dan
ramahnya sebenarnya jika kita bersikap baik dengan mereka, mereka juga akan begitu dek, selama saya tinggal disini belum pernah terjadi keributan dengan
mereka. Kami sesama masyarakat badur meskipun tidak dekat namun tetap bersikap baik dengan tetangga yang diatas. Ibu hanya juga mengatakan meskipun
begitu orang cina disini mau membantu, sebentar lagi akan mengadakan acara 17 agustus biasanya kami kerumah mereka memberikan proposal dikasih juga sama
mereka biasanya anatara Rp. 100-000-Rp. 300.000 tiap rumah dek. Kegiatan acaranya sering kami adakan di badur bawah yang menghadiri sebagian
masyarakat atas yang biasa saja dan menengah lah, jika yang masyarakat kaya jarang mereka ke bawah. Dibadur ini sering banjir apabila terjadi hujan deras
rumah kami selalu terendam banjir, biasanya kami mengungsi ke atas di mesjid atau dikantor PTPN V dek, tidak pernah di rumah masyarakat cinanya. Mana
mungkin lah dek dirumah mereka mana mau mereka menampung kami.Namun jika diundang ke acara pesta pernikahan masyarakat badur bawah mereka selalu
datang berbaur juga dengan kami, tidak menyendirilah mereka. Ibu Hana juga menuturkan kami yang tidak pernah mendapat undangan dari mereka, sebab
mereka jarang mengadakan acara dirumah dan kami tidak pernah diundang di acara mereka.
Informan ketiga
Universitas Sumatera Utara
43
“Masyarakat yang sudah 20 tahun tinggal di badur namun tidak bertemu dengan masyarakat elite”
3. Nama
: Kariti Umur
: 55 tahun Agama
: Islam Suku
: Padang Pendidikan
: SD Penghasilan
: Rp. 1500.000 Pekerjaan
: Pedagang
Ibu Kariti adalah satu warga masyarakat sudah lama tinggal di badur bawah sejak dia menikah dengan suaminya, ia mengaku lebih dari 20 tahun tinggal di
badur. Ibu kariti berkerja sebagai penjual sambal lauk, kue dan buah-buahan di badur bawah. Ibu kariti berjualan dari pagi hari hingga sore. Ia menjajakan
dagangannya didepan rumahnya. Ibu kariti juga mengatakan walaupun sudah lama tinggal namun hanya sebagian mengenal masyarakat atas khusus masyarakat
elite. “saya sudah lama tinggal dibadur namun jarang bertemu dengan mereka masyarakat elite. Kami berbeda dengan mereka tidak mungkin dapat bertemu.
Kita orang susah malu berkunjung kerumah mereka. Jika bertemu saat saya lewat depan rumah mereka ada sebagian yang saya kenal saling memberikan senyum
tidak pernah menyapa atau mengobrol dengan mereka. Meskipun kami tidak saling mengenal namun mereka baik, apabila terjadi banjir besar di Badur mereka
mau memberi bantuan seperti roti kaleng, makanan uang dlln. Biasanya juga mereka membantu jika kami mengadakan acara seperti acara 17 agustus.
Universitas Sumatera Utara
44
Apabila terjadi kemalangan di masyarakat bawah masyalat atas ada juga yang berdatangan namun kebanyakan hanya yang muslin saja, disebabkan masyarakat
atas campuran ada sebagian yang muslim, sedangkan yang cina tidak pernah, kita kan beda dengan mereka mana mau mereka datang. Ibu kariti juga mengatakan
meskipun sudah lama bertentangga dengan masyarakat atas namun tidak memiliki teman yang tinggal di badur atas sehingga saya tidak pernah berkunjung kerumah
masyarakat atas. Berdasar kan penuturan ibu kariti “masyarakat atas sangat
tertutup jika tidak ada kepentingan sangat sulit menjumpai mereka. Di badur sendiri memiliki perkumpulan seperti gotong royong, perwiritan
dan STM. Saya sendiri tidak ikut wirit dek tidak ada yang jaga warung, saya hanya ikut STM saja. Gotong royong disini biasaya hanya masyarakat bawah saja
sedangkan masyarakat atas manalah mereka mau, apalagi cina-cina mereka sudah punya pembantu untuk membersihkan rumah mereka ujar ibu kariti. Selama saya
tinggal di badur nyamanlah saya sudah lama tinggal disini dek jadi uda terbiasa, disini sampai malam pun rame kalau malam banyak pemuda yang datang ke badur
ini. keamanan ibu rasa kurang aman sering juga kehilangan sepeda motor disini dek, namanya banyak yang datang kemari. Jika terjadi keributan pernah juga
biasanya anak muda masalah apa saya juga tidak terlalu tahu, namun yang sering terjadi keributan ibu-ibu karena masalah anak nya berantam.
Informan keempat
“Masyarakat sudah 20 tahun tinggal badur namun tidak pernah bertemu masyarakat elite”
Nama :Maya
Universitas Sumatera Utara
45
Umur : 20 tahun
Agama : Islam
Suku : Minang
Pendidikan : Sekolah Dasar
Penghasilan : Rp. 2000.000
Pekerjaan : Pedagang Bensin
Maya adalah salah seorang masyarakat yang tinggal di pemukiman bawah, ia bekerja sehari-hari sebagai penjual bensin. Maya mengatakan saya tidak pernah
bertemu dengan masyarakat pemukiman elite disebelah, disebabkan mereka sangat tertutup dan jarang dirumah. Namun walaupun tidak pernah bertemu saya
merasa senang bertetangga dengan mereka karena mereka sopan dan tidak pernah membuat keributan di Badur. Apabila bertemu hanya masyarakat atas menegah
sesekali bertemu di jalan kami biasanya saling memberikan senyum saja. Sebab saya juga jarang keatas sehingga tidak ada yang saya kenal.
Maya juga mengatakan jika masyarakat atas menengah sebagaian mereka mau menjalin interaksi dengan kami, jika kami memberi undangan mereka mau
datang. Namun jika masyarakat atas mengundang masyarakat bawah itu jarang terjadi, masyarakat atas jika mengadakan acara di gedung tidak pernah dirumah.
Selain itu masyarakat pemukiman atas kebanyakan etnis tionghoa, mereka sangat tertutup sehingga kami jarang berinteraksi. Maya juga mengatakan
saya tidak memiliki teman di pemukiman atas, disebabkan saya jarang keatas.
Informan kelima “masyarakat yang pernah bertemu dengan masyarakat atas
Universitas Sumatera Utara
46
Nama :Yuma atau Ummi
Umur :45 tahun
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :Pedagang sate
Ibu Yuma adalah anggota perwiritan di kampong Badur, ia mengatakan sering bertemu dengan masyarakat pemukiman atas baik masyarakat elite dan
masyarakat menengah. Ibu Yuma mengatakan jika bertemu dengan masyarakat elite biasanya dijalan, hanya senyum sajalah. Walaupun bertemu kami tidak
pernah sampai berkenalan siapa namanya. Jika masyarakat menengah sebagian ada yang sering kebawah untuk belanja sayur sering juga kami bertemu, seperti
ibu makliang jika ingin belanja sayur ke bawah atau mencari pembantunya yang belum datang sering datang kerumah pembantunya. Ibu Yuma juga mengatakan
dulunya kami pernah juga berkunjung dengan masyarakat elite yang di atas pada waktu mereka kemalangan, kami datang memberikan ucapan belasengkawa.
Namun saat ini kami tidak pernah lagi berkunkung karena tidak pernah mereka mengalami kemalangan mungkin sudah tidak boleh mengadakan dirumah di bawa
kewihara langsung. Jika bertemu masyarakat elite yang saya kenal bertegur sapa saja sebab dia tidak tahu nama saya begitu saya sebaliknya. Tapi kebanyakan
masyarakat pemukiman elite sudah banyak yang pindah digantikan dengan yang baru jadi tidak saling kenal.
Dulu kita bebas masuk ke pemukiman mereka namun saat ini sudah ada palang pintunya, diatas sering terjadi kemalingan sehingga dibuat palang pintu.
Setiap malam ada yang meronda diatas berasal dari masyarakat bawah juga. Jika pembantu mereka mau jugalah diajak ngobrol misalnya bertemu pada saat beri
Universitas Sumatera Utara
47
sarapan di kedai nasi yang diatas, namum majikakan nya kami tidak pernah bertemu. Mereka sibuk bekerja jika pulang kerja juga malam, jadi tidak pernah
bertemu. Bagaimana mau bertemu mereka mengendari mobil yang tertutup kaca, mana mungkin kami bisa saling mengenal, terkadang saya mau mengantar
undangan pemilu meminta tanda tangan nya saja sulit bertemu. Namun ada sebagian masyarakat elite mau memberi sumbangan kepada kami, seperti hari
raya idul fitri dan tahun baru kami di beri macam-macamlah sembako seperti: beras, minyak goreng,susu,roti dan kain sarung. Jika kami ingin mengadakan
kegiatan seperti 17 Agustus kemarin kami membawa proposal mau juga mereka memberi sumbangan. Jika masyarakat bawah mengadakan acara pesta pernikahan
sebagian masyarakat elite yang kami undang dan masyarakat menengah juga kami undang mereka mau datang, namun yang pasti datang masyarakat menengahnya.
Tapi kami tidak pernah diundang oleh masyarakat elite pada saat acara mereka. Mereka kebanyakan etnis tionghoa manalah mau mengundang kami, mereka juga
tidak pernah mengadakan acara dirumah. Kami disini sering mengadakan kegiatan seperti posyandu, gotong royong,
dln. Seminggu yang lalu kami mengadakan posyandu lansia kami undang semua masyarakat bawah maupun masyarakat atas, tetapi biasaya yang kami undang
masyarakat atas yang menengah jika yang masyarakat elite sudah pasti tidak bisa datang, mereka sibuk. Jika perwiritan ibu-ibu diadakan seminggu sekali setiap
hari sabtu pukul 3 sore, yang mengikuti campuran ada masyarakat badur bawah ada juga masyarakat badur atas. Namun kebanyakan masyarakat atas yang
menengah jika yang masyarakat elite kebanyakan etnis tionghoa, yang muslim hanya ada 2 keluarga kalau saya tidak salah hitung. Jika pun ada mereka tidak
Universitas Sumatera Utara
48
pernah mengikuti perwiritan kami hanya ikut STM saja. Jika masyarakat ata menengah mereka masih mau berbaur dengan kami, baik masyarakat etnis
tionghoa seperti ibu pekliang namun jika yang masyarakat elite sangant tertutup disebabkan mereka sangat sibuk bekerja. Begitulah penuturan ibu Yuma.
Informan keenam
“masyaraka yang tinggal 20 tahun di badur tetapi tidak pernah bertemu
Nama : Halimahtu Sakdiah
Usia : 43 tahun
Pekerjaan : Pembantu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Suku : aceh
Berdasarkan penuturan ibu Atu nama panggilan sehari-hari ia mengatakan hanya sebagian mengenal masyarakat pemukiman atas itu pun jika masyarakat
menengahnya saja, tetapi jika masyarakat elite tidak pernah tahu saya. Saya juga sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk berkumunikasi dengan
mereka. Masyarakat atas campuran tetapi kebanyakan cina mereka sangat tertutup. Saya sudah 25 tahun tinggal disini tetapi kami tidak pernah saling kenal.
Kegiatan bersama yang sering diadakan di badur gotong royong, biasanya setiap hari minggu namun tidak tentu juga. Kadang sebulan sekali atau dua minggu
sekali. Biasaya yang ikut kegiatan gotong royong masyarakat badur bawah saja, kalo cina-cina dia atas tidak mungkin mereka semua orang penting. Namun ada
Universitas Sumatera Utara
49
sebagian yang baik juga, tidak pelitlah jika kami mengadakan acara selalu mengantar proposal ke rumah mereka, Alhamdulillah selalu dikasih. Saya tidak
tahu berapa saja sumbangan mereka tetapi kadang mereka kasih antara Rp. 100.000-Rp. 500.000. setahu saya masyarakat pemukiman elite kebanyakan
pengusaha sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk bergabung dalam kegiatan kami. Mereka juga sangat tertutup, biasanya jika ingin bertemu mereka
harus membuat proposal itu pun biasanya diwakili saja oleh anak buahnya tidak pernah majikan secara langsung, sehingga kami juga tidak pernah tahu seperti apa
wajaahnya.
Informan masyarakat pemukiman menegah Informan ketujuh
“masyarakat yang sudah 20 tahun tinggal dihamdan pernah bertemu masyarakat bawah slum area dan masyarakat elite
Nama : Liang
Usia : 53
Agama : Budha
Suku : Tionghoa
Pendidikan : SD
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Ibu liang salah salah satu etnis tionghoa yang mau berbaur dengan masyarakat setempat. Ibu liang mengatakan, sudah 25 tahun sejak menikah pindah ke badur
Universitas Sumatera Utara
50
atas. Ibu makliang termasuk masyarat tionghoa menengah. Sehari-hari ia mengurus cucunya disebabkan suaminya sudah meninggal. Dia mengatakan
mengenal masyarakat badur bawah dan masyarakat badur atas. Ibu makliang juga mengatakan pernah berkunjung ke badur bawah jika malas ke pasar untuk
membeli sayur saya beli di kedai di bawah saja dari pada repot- repot kata ibu liang.
Menurut saya ibu-ibu di badur bawah baik mereka kompak-kompak, saya sering datang belanja kebawah ketika mereka sedang ngumpul-ngumpul di
warung buk umi. Tetapi saya tidak pernah gabung dengan mereka jika sudah selesai belanja ya langsung pulang kerumah. Ibu liang juga mengatakan saya
biasanya duduk dengan ibu-ibu badur atas jika ke bawah saya jarang gabung dengan mereka. Saya merasa lebih nyaman saja dengan mereka ketimbang di
badur bawah. Udara di bawah sangat lembab dan kotor saya tidak tahan lama- lama berada di sana. Masyarakat atas hampir rata-rata saya kenal dek, saya juga
hobby jalan biasanya ke warung gorengan ibu jasmine saya bawa cucu duduk di sana. Saya lebih sering duduk di atas di warung ibu jasmine.
Di badur ini setahu saya khusus badur atas masyarakat campuran ada yang etnis cina, jika etnis cina disini semua orang penting pemilik perusahaan setahu
saya. Kadang jika berjumpa dengan mereka saya tegur sapa juga, tetapi yang jalan kaki atau sering keluar naik becak saya berteman juga mereka, namun untuk
yang menaiki mobil jarang saya berinteraksi, saya juga tidak kenal kaca mobil tertutup warna hitan tidak tahu siapa yang berada dalam mobil tersebut. Disini
tidak perumahan cina-cina kebanyakan tinggal di jalan depan ini dek, jalan saija itu buka perumahan mereka patungan mendirikan portal karena disini rawan
Universitas Sumatera Utara
51
kerampokan minta izin nya mereka saya ibu kepling untuk mendiri portal atau palang pintu. Jika sudah malam ada yang jaga dan biasnaay di tutup dari depan
dan belakang sehinga tidak dapat masuk. Interaksi saya dengan masyarakat di pemukiman Saija jarang karena tidak pernah saling kenal mereka semua sibuk
bekerja loh. Bekerja tidak ada waktu kadang pergi nya pagi atau siang tidak tentulah mananya juga bos sesuka hati mereka kadang mereka tidak pulang.
Rumah-rumah disana jarang ada penghuninya apalagi sudah mendekati hari libur hanya pembantunya dan pekerja yang menempati mereka sering keluar negeri.
Satu tidak semua mengenal namun ada satu-satu di Saija yang saya kenal seperti ibu bapak steven biasanya dipanggil ibu ester. Jika bertemu dengan dia biasanya
dijalan pada saat jalan pagi. Jika bertemu mengatakan apa kabar, mau kemana tu sajalah. Ibu itulah salah satu masyarakat di Saija yang mau senyum jika bertemu
dengan masyarakat badur mau badur bawah maupun badur atas. Ibu Ester pengsiunan seorang guru jadi dia mau berbaur dengan semua kalangan
masyarakat walau hanya sekedar memebrikan senyum, jika masyarakat cian yanga ada disini mana ada yang begitu semuan keluar rumah sudah di antar
samam supirnya. Mereka sangat tertutup jika ada perlu sangat penting saja baru bisa menjumpai mereka itupun dengan mengantar proposal atau melalui ajudan
mereka. Tidak bisa kita langsung bertemu dengan mereka biasanya pagar rumah selalu tertutup. Kegiatan kemasyaratan di badur saya tidak tahu apa saja yang saya
lihat perwiritan ibu-ibu. Jika yang lain gotong royong itupun saat ini sudah jarang dilakukan namun saya pernah mengikutinya. Pernah juga saya ikut membersihkan
pekarangan dan parit dengan ibu-ibu di badur bawah. Tetapi jika saya tidak sibuk,
Universitas Sumatera Utara
52
biasanya diadakan hari minggu terkadang hari minggu saya pergi jalan-jalan dengan anak saya sehinga tidak sempat ikut.
Informan Kedelapan
“masyaraka yang sudah 20 tahun di badur mengenal masyarakat bawah namun sebagian masyarakat elite
Nama : Linda
Usia : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan Agama
: Islam Suku
: Padang Tamatan
: SMA Pekerjaan
: Ibu rumah tangga Ibu Linda salah seorang masyarakat bawah yang menikah dengan
masayarakat atas dan kini sudah memiliki satu putra dan putri. Ibu linda mengatakan mengenal masyarakat atas dan bawah dengan baik, namun jika
perumah dibelakang rumah nya dia mengaku dia tidak mengenal karena mereka tidak pernah keluar. Jika keluar itu hanya pembantunya saja misal membeli pulsa
itu sajalah. Biasanya bertemu di jalan dan kami hanya senyum saja. Jika masyarakat menengahnya kami sering bertemu misal nya pada saat membeli
pulsa. Jika pertemuan yang lain tidak mereka mayoritas budha atau hindu. Walaupun di kelurahan Hamdan ada perkumpulan ibu-ibu seperti wirit saya
jarang mengikuti dan dirumah saja mengurus anak saya. Kalaupun saya kebawah kerumah mamak saya saja mengobrol dengan mereka untuk menghilangkan
suntuk. Pada saat saya mengadakan pesta syukuran pernikahan masyarakat atas
Universitas Sumatera Utara
53
dan bawah saya undang dan mereka datang. Ibu linda juga mengatakan jika anaknya juga bergaul dengan masyarakat yang tinggal di bawah namun pada saat
libur sekolah saja, selebihnya mereka dirumah saja. Saya tidak mau anak saya terganggu belajar jika terlalu banyak bermain. Saya juga tidak mau perilaku anak
saya berubah seperti anak di badur bawah sehingga saya sangat membatasi pergaulan anak saya. Begitulah penuturan ibu linda mengenai interaksinya dengan
masyarakat yang tinggal dibawah dan atas.
Informan kesembilan
Masyarakat 20 tahun di badur tidak mengenal masyarakat badur bawah slum area
Nama :Yudia
Umur : 51 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Padang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Berdasarkan wawancara yang saya lakukan dengan ibu yudia, dia mengatakan sebagian mengenal masyarakat atas dan masyarakat bawah. Ibu yudia
mengatakan sering bertemu masyarakat atas jika sedang duduk di kedai ibu ginting. Ibu yudia merupakan istri dari etnis suku tionghoa sehingga ia dapat
berbahasa cina. Saya mengenal masyarakat atas seperti ibu ester biasa di panggilnya, saya bertemu saat di sedang di kedai ibu ginting. Jika bertemu kami
saling menyapa, biasanya jika ibu ester ingin mengantar sayur kerumah anaknya
Universitas Sumatera Utara
54
kami sering berjumpa kebutulan rumah anak ibu ester di sebelah rumah saya. Jika bertemu dengan ibu ester kami selalu mengobrol tentang anak atau apa sajalah
tetapi dalam bahasa cinalah, ujar ibu yudia. Ibu yudia sudah 15 tahun tinggal di badur atas, menurut ibu yudia masyarakat badur semua memang tertutup
disebabkan rawan kerampokan. Di badur atas sangat sepi yang membuat rame hanya lalu lalang mobil lewat saja, selama saya tinggal di badur atas saya merasa
kurang aman kurang aman sudah disebabkan sudah beberapa kali kendaraan hilang, sehingga hampir setiap rumah memiliki berpagar. Kami memilih berpagar
agar lebih aman. Lagi pula setiap tetangga cuek terhadap tetangga jika terjadi apa mereka
mana mau buka pintu untuk menolong, apalagi rumah cina-cina sangat tertutup bahkan ada yang dijaga oleh PM setiap malam. Kami walaupun bertentangga
jangan bertegur sapa. Mereka semua individu sekali, jika tetangga apa kamu teriak-teriak mana mau dia buka pintu mungkin mereka mau buka pinti pada saat
kebakaran saja.Ibu yudia juga mengatakan mengenal masyarakat badur bawah namun hanya sebagianlah, saya kurang akrab dengan masyarakat badur bawah
sebab saya jarang ke bawah. Dulu pernah juga sesekali saya ke bawah namun saat ini tidak pernah lagi, semenjak kaki saya sakit. Jika kebawah mau ngapin juga
tidak nyaman dan aman di bawah tu, semua ada saja disana. Saya takut juga jika saya ke bawah di waktu penggerebekan pula kan malu jika tertangkap ujar ibu
yudia. Ibu yudia juga mengatakan di badur ada perkumpulan seperti STM, perwiritan dan gotong
–royong. Namuan setahu saya yang masih aktif hanya perwiritan ibu-ibu. Saya sendiri tidak mengikuti disebabkan repot sesekali
mengurus rumah.
Universitas Sumatera Utara
55
Informan kesepuluh
Masyarakat sudah 20 tahun di badur tidak mengenal masyarakat badur bawah Nama
: Br. Ginting Umur
: 49 tahun Pendidikan
: SMA Pekerjaan
: Pedagang Etnis
: Batak karo Agama
: Kristen Ibu ginting salah seorang masyarakat yang sudah 17 tahun tinggal di
Badur. Berdasarkan penuturan ibu Ginting tidak mengenal masyarakat badur bawah, disebabkan saya tidak pernah ke bawah. Ibu ginting juga mengaku tidak
pernah mengikuti kegiatan dengan masyarakat badur bawah. Jika mereka melakukan kegiatan gotong royong tidak sampai sini,lagian jalan kami sudah ada
yang menyapu dan tukang kebersihan sampai sini. Mayoritas di badur bawah islam yang Kristen masih bisa di hitung, sehingga tidak pernah bertemu. Namun
ada sebagian yang saya kenal yang tahu nama itu ibu serik yang jual sarapan pagi, ibu parida yang jual nasi goreng itu pun mereka masyarakat badur atas namun
dapat dikatakan menengahlah. Jika bertemu di warung merekalah pada saat saya malas masak beli dengan mereka itu saja.Terkadang saya diundang juga dengan
masyarakat badur bawah yang mengadakan acara, ya saya sempatkan datang. Ibu ginting juga mengatakan masyarakat badur atas dan bawah jika
diundang mau juga mereka datang., namun hanya sebagian juga jika kenal. Jika tetangga depan saya etnis tionghoa bertemunya jaranglah, terkadang sesekali pada
saat mereka mau olah raga pagi, tegur sapa jugalah. Kami juga sudah lama
Universitas Sumatera Utara
56
bertetangga, tetapi saya tidak pernah diajak kerumahnya, jika mereka hari raya saya di kasih kue bakul, terkadang jika dia baru pulang dari luar negeri saya
dikasih tas, sepatu. Jika ingin bertemu dengan mereka susahlah mereka keluar dari rumah tidak tentu kadang pagi, siang namanya juga pengusaha. Rumah mereka
pagarnya tinggi, tidak semabarangan bisa masuk. Jika kita bel belum tentu dibukakn pintu, hampir tiap rumah punya cctv jika tidak kenal tidak mau mereka
membuka pintu. Begitulah penuturan ibu ginting tetang interaksi dengan
masyarakat badur bawah dan badur atas. Informan kesebelas
Masyarakat 20 tahun tinggal di badur mengenal masyarakat elite dan masyarakat bawah slum area
Nama : lilis
Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Kios pulsa
Agama : Islam
Suku : Padang
Ibu lilis merupakan warga badur atas, ia mengatakan sudah 35 tahun tinggal dibadur. Ibu lilis juga mengatakan selama tinggal di badur masyarakat atas
dan masyarakat bawah akur-akur saja, jarang ada keributan. Apalagi di badur atas sangat sepi jika menjelang sore hanya mobil saja yang lewat. Ibu lilis mengatakan
jika bertemu dengan masyarakat elite biasanya dijalan atau di toko saya, itu saja di tempat lain seperti di mesjid gak ada lah mereka mana ada yang muslim. Jika
Universitas Sumatera Utara
57
bertemu di jalan itu pun yang sering beli pulsa saja, seperti cina depan rumah saya kenal karena dekat rumah saya. Kebetulan cina depan rumah saya istri orang
bawah. Saya selama tinggal di badur tidak pernah menjalin kumunikasi dengan masyarakat elite, orang ini jarang keluar jika keluar hanya belanja. Disini ada juga
perkumpulan perwiritan ibu-ibu setiap hari sabtu tetapi hanya masyarakat badur bawah tetapi tidak gabung dengan masyarakat badur elite. Walaupun kami tidak
pernah berinteraksi tetapi ada juga masyarakat elite yang mau memberikan sumbangan kepada kami. seperti rumah besar itu ada lah mereka kasih waktu
puasa kemarin memberikan bingkisan kepada kami, tetapi yang memberikan anak buah nya. Ibu lilis mengatakan sudah lama tinggal dibadur tidak pernah tahu
bagaimana wajah pemilik rumah yang sering memberikan sumbangan kepada masyarakat badur. Ibu lilies juga mengatakan mereka kalau keluar rumah
menggendari mobil dengan kaca mobilnya tertutup berwarna hitam tidak pernah ada interaksi. Meskipun begitu ibu Lilis mengatakan kami setiap tahun diberikan
sumbangan oleh pemilik rumah besar berupa sembako seperti minyak, gula, roti.susu dan lainnya. Semua masyarakat badur dapat tidak pandang masyarakat
bawah yang pinggiran maupun masyarakat menengah semua kebagian. Berdasarkan observasi peneliti di kios pulsa ibu lilies menjadi tempat
bertemu masyarakat atas dan bawah ketika membeli pulsa mereka saling berinteraksi, ketika saya mewawancarai ibu lilies tiba-tiba ibu yudia singgah
diwarung bu lilies, mereka berdua saling mengobrol-ngobrol dengan penuh canda. Peneliti melihat ibu Yudia dan lilies sangat akrab. Mereka berteman sudah lama,
namun ibu lilies mengatakan walaupun kami berteman tetapi saya tidak pernah berkunjung kerumah ibu Yudia.
Universitas Sumatera Utara
58
Ibu lilis juga mengatakan hubungan antara masyarakat atas dan bawah berjalan baik, meskipun saya jarang kebawah tetapi jika masyarakat bawah
mengadakan acara mereka selalu mengundang saya maupun masyarakat elite, namun hanya sebagian jika mereka mengenalnya jika tidak pernah kenal tidak
diundang. Sebalik jika hubungan sosail dengan masyarakat atas kami jarang berinteraksi mereka jarang dirumah dan sangat tertutup paling yang saya kenal
hanya pembantunya itupun bertemu di kios pada saat mengisi pulsa biasanya kami mengobrol sebentar saja, tetapi dengan majikannya tidak pernah berinteraksi.
Ibu lilis juga mengatakan terdapat perkumpulan di badur seperti; perwiritan, STM dan gotong royong. Namun yang masih aktif hanya perwiritan
ibu yang diadakan setiap hari sabtu saya sendiri tidak ikut karena tidak ada yang jaga kios kami. Kegiatan STM tidak ada namun aktif pada saat ada orang
meninggal saja, biasa kami mengutip sumbangan beras dan uang. Jika kegiatan gotong sudah lama jarang dilakukan anatara masyarakat atas dan bawah. Biasanya
kegiatan gotong ikut-ikutan jika ada yang mengadakan gotong royong sebagian masyarakat ikut bergotong royong.
Informan masyarakat elite
masyarakat 20 tahun tinggal di badur tidak mengenal masyarakat bawah slum area
Nama : Sri Veriati
Umur : 45 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pemilik toko
Universitas Sumatera Utara
59
Etnis : Jawa
Agama : Islam
Berdasarkan wawancara dengan ibu Sri, sudah 35 tahun tinggal di badur atas. ibu Sri mengatakan hanya sebagian mengenal masyarakat pemukiman
bawah,yang aktif di kegiatan STM. Ibu sri mengatakan jika ada kegiatan atau apapun saya yang selalu ditemui disebabkan saya hanya tinggal berdua dengan
anak. Jarang bertemu dengan masyarakat badur bawah disebabkan sibuk menjaga toko.
Meskipun ada masyarakat badur bawah yang saya kenal yang sering membeli gas di toko, namun saya tidak tahu nama nya hanya wajahnya saja.
Apabila pergi keluar jarang mampir di badur bawah hampir tidak pernah, jika perlu apa-apa ya saya keluar dengan anak saya. Kami hanya tinggal berdua suami
saya sudah tidak ada. Namun jika mereka mengundang saya pada acara pesta saya sempatkan datang, biasanya mereka mengadakan acara hari sabtu atau minggu
jadi saya bisa datang. Namun saya belum pernah mengadakan acara sehingga tidak pernah mengundang mereka.
Dibadur sendiri sering juga mengadakan gotong royong tapi mereka saja lah, saya tidak pernah ikut. Terkadang saya sumbang snak seperi roti, kerupuk dan
kopi untuk mereka. Saya jarang dapat mengikuti kegiatan bersama dengan ibu-ibu badur, kemarin ada kegiatan yang diadakan di rumah ibu kepling posyandu lansia
namun kesibukan bekerja sehingga tidak punya waktu untuk ikut, apabila ikut tidak ada yang menjaga toko.Pada saat akan mengadakan kegiatan seperti 17
agustus kemarin yang diadakan di bawah, mereka mengajukan proposal kepada saya untuk mengutip dana, saya terima proposal dan berikan kasih namun ibu Sri
Universitas Sumatera Utara
60
tidak ingin menyebutkan berapa nominal yang diberikannya. Namun pada saat perayaan 17 agustus kebetulan pergi keluar dengan anak sehingga tidak ikut
merayakan dengan masyarakat badur bawah. Selain itu kegiatan bersamaaan lainnya setahu saya acara menyambut
tahun baru mereka mengadakan hiburan dengan menyewa kibot, jika mengadakan acara masyarakat badur bawah selalu datang proposalnya kepada
saya, saya berikan saja namun saya tidak pernah datang mengikutinya. Jika dengan tetangga depan rumah, kami jarang bertemu, biasanya yang belanja sopir
atau pembantunya membeli gas atau aqua. Majikan jarang keluar rumah jika bertemu pada saat belanja ditoko hanya senyum setelah itu dia langsung masuk
kerumah. Kebanyakan di badur atas masyarakat elite etnis tiongho mereka sangat tertutup dengan etnis pribumi bahkan dengan sesama mereka saja tidak saling
tertegur sapa. Pagar rumah mereka liatlah sangat tinggi keluar mengendari mobil, kemudian pulang naik mobil, tidak akan terjadi interaksi.
Ibu sri mengatakan mereka jarang membuka pintu gerbang kemungkinan takut disebabkan rata-rata yang tinggal diatas pengusaha, seperti depan rumah
saya pemilik pabrik ban, sebelahnya direktur surat kabar analisa, depannya lagi pengusaha wallet. Mereka tidak akan mau membuka pintu jika tidak mereka
kenal. Di badur atas ini sering terjadi kemalingan sehingga rata-rata rumah berpagar bahkan pagar nya menggunakan cctv serta remote kontrol. Apabila kita
ingin bertemu dengan mereka sangat sulit, hanya
Informan 2
“masyarakat 20 tahun tinggal di badur mengenal masyrakat bawah
Universitas Sumatera Utara
61
Nama : Sera
Usia : 27 tahun
Pekerjaan : Guru les privat
Suku : Jawa
Penghasilan : Rp. 5.000.000
Pendidikan : SI-Sasta Inggris
Berdasarkan wawancara dengan ibu Sera sudah sejak kecil tinggal tinggal di badur atas bersama orang tua hingga menikah. Ia mengatakan saya jarang bertemu
dengan masyarakat badur sesekali jika acara dirumah saya diundang oleh ibu saya, kebetulan ibu saya mengikuti perwiritan jadi sering bertemu, namun saya
tidak sampai mengenal namanya. Jika bertemu hanya tegur sapa, kadang tersenyum. Saya juga jarang keluar rumah jadi tidak terlalu akrab dengan mereka.
Kami juga sering diundang dengan mereka jika ada acara pesta saya datang begitu sebaliknya. Apabila masyarakat badur mengalami kemalangan saya datang itu pun
yang saya kenal. Tetapi jika masyarakat badur bawah saya tidak semua kenal karena saya juga tidak pernah kebawah. Anak saya tidak pernah saya kasih keluar,
jika bermain dengan keponakan yang lain atau adik saya. Saya bukan melarang anak saya bermain dengan anak-anak badur bawah tetapi lebih baik anak saya
dirumah saja lebih aman. Jika badur bawah apa saja ada tidak mau anak saya salah bergaul. Kegiatan bersama yang sering dilakukan itu wirit dan gotong royong,
namun saya sibuk tidak sempat mengikuti. Biasanya yang ikut kegiatan gotong royong hanya masyarakat badur bawah saja. Jika wirit dilakukan seminggu sekali
setiap hari sabtu. Saya kerja tidak bisa ikut, ibu saya yang ikut. Di badur atas kebanyakan etnis cina dan mereka sangat tertutup. Kami saja dengan tetangga
Universitas Sumatera Utara
62
depan tidak pernah tegur sapa. Jika keluar rumah selalu menaiki mobil, pagar juga tinggi sangat sulit bertemu mereka. Liatlah pagar rumah mereka sampai ditulis
slogan
kami tidak melayani segala bentuk sumbangan dan pungutan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari RTRW.
Jika kita datang kerumah mereka dikira meminta sumbangan, sehingga kami pun tidak pernah tegur sapa dengan mereka. Pemilik rumahnya sangat tertutup
dan jarang menerima tamu dari luar. Pembantu mereka juga jarang keluar rumah. Biasanya keluar membeli pulsa hanya sebentar kemudian masuk lagi. Kebanyakan
yang saya tahu cina-cina mengambil pemabantu dari yayasan, yang saya tahu pembantu depan rumah saya berasal dari jawa. Namun jika bertemu kami hany
saling tersenyum tidak lama kemudian dia langsung masuk kedalam rumah. Menurut ibu Sera di badur masyarakat bersifat individu sehingga jika tidak merasa
penting mereka tidak akan peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Informan 3
“masyarakat 20 tahun di badur tidak mengenal masyarakat bawah slum area
Nama
:
NANA Umur
: 46 tahun Agama
: Islam Suku
: Minang Pendidikan
: S1- Perhotelan Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Universitas Sumatera Utara
63
Ibu Nana adalah salah satu anggota masyarakat di Badur atas yang tinggal dibadur dari kecil hingga menikah. Ibu Ana merupakan anak dari bapak H.Anas
yang banyak dikenal oleh masyarakat badur. Bapak Anas salah satu anggota masyarakat atas khusus masyarakat elite yang mau bergaul dengan bapak-bapak
di badur bawah. Salah satu teman dekat nya bapak karim, berdasarkan penuturan bapak karim bahwa bapak Anas sebelum menderita penyakit jantung, stroke
sering main kerumah saya atau kami mengobrol di musola setelah shalat. Bapak anas jika shalat selalu di musolah badur ini, namun semenjak sakit parah beliau
tidak pernah keluar rumah dan bapak karim jarang bertemu lagi dengan bapak Anas. Ibu nana mengatakan meskipun sudah lama tinggal di badur namun tidak
kenal ingan ibu-ibu badur disebabkan ia sehari-hari dirumah saja. Sejak dulu saya keluar rumah selalu ada supir yang mengatarkan sehingga tidak pernah menjalin
interaksi dengan masyarakat badur bawah. Namun ada juga yang saya kenal biasaya yang sering mengantar proposal kerumah. Walaupun kami tidak saling
kenal namun ibu-ibu badur bawah baik orangnya, mereka mau mengundang kami jika mengadakan pesta. Biasanya yang datang ibu saya kalau saya jarang bisa
datang, terkadang saya sibuk harus mengurus rumah. ibu nana mengatakan masyarakat badur hampir rata-rata mengenal ayah saya, mereka biasa panggil
bapak Haji Anas. Biasanya masyarakat badur bawah jika akan mengadakan kegiatan seperti mauied, lomba 17 agustus dll selalu nyampe proposalnya
kerumah. Namun saya tidak pernah berkenalan jika sudah terima proposal ya bilang nanti saya kasih ma ayah saya setelah itu saya masuk kedalam rumah. Jika
bertemu dijalan karena saya sudah pernah bertemu dirumah hanya sekedar senyum saja. Selain itu ketemu dengan mereka jaranglah saya tidak pernah kenal
Universitas Sumatera Utara
64
dekat dengan mereka. Paling jika ada yang kemalangan saya tahu itu pun dari ibu atau pembantu dirumah. Biasanya dishalatkan di musolah. Jika melayat masih
bisa dihitung lah, pernah juga saya datang itupun waktu saya belum menikah jika sekarang sudah sibuk mengurus anak dirumah.
Ibu nana juga mengatakan disini setahu saya ada kegiatan bersama masyarakat bawah dan masyarakat badur atas seperti kegiatan, gotong-royong,
wirit, dan posyandu namun tapi saya tidak pernah ikut. Ibu saya mengikuti arisan keluarga saja jika wirit di badur tidak pernah ikut. Jika kegiatan gotong royong
kadang sebagai pengganti ketidakhadiran biasanya kami belikan snak untuk cemilan mereka. Kami sudah memiliki pembantu untuk membersihkan halaman
sehingga tidak perlu repot-repot gotong bersama, lagian kan wajar di badur bawah melakukan gotong royong karena sampah di bawah sangat banyak. Jika kami
sudah memiliki tukang kebun jadi dibersihkan sendiri.
Informan 4
“masyarakat 20 tahun tinggal di badur namun tidak mengenal masyarakat bawah” Nama
:Steven Umur
:44 tahun Pekerjaan
:Pengusaha Agama
:Kristen Suku
:Tionghoa Pendidikan
: S1-Hukum Penghasilan
:≥ Rp. 10.000.000 Bapak steven salah satu pemilik rumah mewah di jalan Badur. Bapak steven
mengaku sudah dari kecil tinggal di Badur atas tepatnya di Jl. Saija disini
Universitas Sumatera Utara
65
sebenarnya bukan perumahan namun kami mendirikan potal untuk keamanan rumah kami. Hampir seluruh rumah di jl Saija hunian mewah serta yang
menampati etnis tionghoa. Disini sering terjadi pencurian, dulu sekitar dua tahun yang lalu rumah disebelah rumah saya dirampok, sehingga kami meminta izin ibu
kepling untuk mendirikan portal atau palang pintu. Palang pintu akan terutup saat jam 22.00 hingga menjelang pagi hari. Setiap malam ada meronda menjaga
malam di pemukiman ini. Bapak steven mengatakan tidak mengenal masyarakat badur bawah, karena
saya sangat sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk bergabung dalam kegiatan masyarakat badur bawah. Walaupun saya tidak pernah bertemu dengan
mereka ada sebagian yang kenal dengan saya meskipun tidak tahu namanya.Apabila pagi hari palang pintu telah dibuka sehingga dapat dilalui oleh
masyarakat badur yang hendak memotong jalan, ada sebagian yang sering lewat depan rumah, saya tahu anggota badur bawah kami saling tersenyum dia menyapa
saja dan saya menjawab sambil tersenyum. Masyarakat badur jika akan melakukan kegiatan seperti 17 agustus, maulid nabi dlln proposal mereka selalu
datang kerumah saya. Mungkin mereka tahu nama saya dari ibu kepling, tetapi biasanya saya selalu menandatangi proposal.
Bapak Steven juga mengatakan sangat sibuk bekerja sehingga tidak mempunyai waktu untuk hal yang tidak penting. Tetapi jika ada hal yang sangat
penting biasanya asisten yang mewakili saya ujar bapak Steven. Bapak Steven juga mengutarakan tidak pernah mengikuti kegiatan yang diadakan di badur tetapi
jika berpartisipisai dalam hal mateeri saya bisa, beberapa tahun yang lalu dari USU melakukan pemberdayan saya terima proposal nya dan saya bantu tetapi
Universitas Sumatera Utara
66
tergantung juga mereka berbuat apa dan membutuhkan apa untuk masyarakat badur. Jika dengan tetangga sebelah saya, terkadang jika kami berpapas ingin
kekantor jumpa di gerbang pintunya ya hanya bertegur sapa saja, kami sama-sama sibuk tidak mempunyai waktu, hanya sekedar tegur sapa. Istri saya juga sibuk
sehingga tidak memiliki waktu untuk mengobrol. Sudah ya dek saya ingin kekantor ungkapan terakhir bapak Steven sembari memasuki mobilnya.
Kepala lingkungan 10
Nama : Emi
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Kepala lingkungan Badur 10 Ibu Emi baru 2 tahun menjadi kepala lingkungan di badur menggantikan
suaminya semenjak meninggal tahun 2013. Berdasarkan penuturan ibu Emi warganya semua kompak-kompak baik masyarakat atas maupun masyarakat
bawah. Masyarakat badur dibedakan menjadi atas dan bawah agar lebih mudah membedakan, jika badur bawah pemukiman berada diatas sungai sedangkan badur
atas berdiri diatas tanah. Meskipun masyarakat atas dan bawah jarang bertemu namun masih memiliki
rasa peduli satu sama lain, apabila ada kemalangan saling membantu, jika diundang masyarakat bawah dan atas mau datang menghadiri undangan,
meskipun tidak semua warga tetapi sebagian warga badur mau berpartsipasi dengan masyarakat dan lingkungannya.Di badur memiliki kegiatan bersama seperi
gotong-royong namun biasanya yang mengikuti masyakat biasa sajalah. Biasanya
Universitas Sumatera Utara
67
yang kami bersihkan paret yang ada di bawah maupun di atas. Namun tidak semua yang ikut serta dalam kegiataan yang dominan mengikuti masyarakat badur
bawah. ada juga masyarakat elite yang mau memberikan makanan. Kami jarang mengundang masyarakat pemukiman elite ikut kegiatan gotong-royong sebab
mereka sangat tertutup. Mana mungkin kami mengundang masyarakat elite mereka orang kaya, warga saya yang lain masih banyak diajak gotong royong.
Saya saja sebagai kepala lingkungan jarang dapat bertemu dengan mereka. Saya pikir jika mereka ada perlu mereka akan kerumah saya. Kesibukan mereka bekerja
dari pagi hingga malam menjadi susah untuk bertemu dengan mereka. Jika saya ingin meminta uang PBB harus menefon dahulu kapan ada dirumah atau kapan
akan dibayar karena capek juga bolak-balik kerumah mereka tidak ada penghuninya. Jika ada keperluan membuat surat-surat baisanya ajudan yang
datang kerumah saya. Mereka sangat tertutup buka pintu gerbang saja jarang, bagaimana mana ada interaksi. Hampir keseluruhan masyarakat atas khusus
pemukiman elite cina, namun mereka juga tidak begitu dekat terkadang sesama mereka sering ribut biasanya masalah pembangunan rumah apabila melewati
batas rumah sedikit saja, saya dipanggil menjadi pemengahnya ujar ibu Emi. Saya rasa memang begitulah masyarakat elite ini terutama cina, mereka tidak
suka dengan hal yang tidak penting karena membuang waktu mereka. Mereka masuk rumah mengendari mobil tidak pernah kedepan jarang terbuka sehingga
sulit dapat berinteraksi dengan mereka apalagi untuk hal-hal yang tidak penting. Namun saya rasa semua warga saya semuanya membaur. Apabila diundang
masyarakat elite oleh masyarakat bawah mau juga mereka datang, namun hanya sebagian saja jika mereka mengenal. Jika kami akan mengadakan acara seperti 17
Universitas Sumatera Utara
68
agustus masyarakat elite mau juga memberi sumbangan. Namun untuk ikut kegiatan kami memang jarang mereka dapat mengikutinya. Di badur tidak pernah
saya dengar ada konflik antara masyarakat atas dan bawah kami semua disini bertetangga baik-baik saja meskipun kami berbeda secara status sosial.
4.3 Hasil Interprestasi Data 4.3.1 Kondisi Sosial Masyarakat Badur Bawah dan Masyarakat Badur Atas