Pengaruh Brand Image, Reputation, Identity dan Sponsorship Adidas di Chelsea Football Club terhadap Minat Beli Produk Adidas (Studi Kasus : Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) Tangerang Selatan)

(1)

PENGARUH BRAND IMAGE, REPUTATION, IDENTITY DAN SPONSORSHIP ADIDAS DI CHELSEA FOOTBALL CLUB TERHADAP

MINAT BELI PRODUK ADIDAS

(STUDI KASUS : CHELSEA INDONESIA SUPPORTERS CLUB (CISC) TANGERANG SELATAN)

Disusun Oleh:

RIZKY ANANDA PUTRA (1112081000104)

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A.DATA PRIBADI

1. Nama : Rizky Ananda Putra 2. Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 26 April 1993

3. Alamat : Perumahan Amarapura Blok G1 No.1 RT.03 RW.05 Kel.Kademangan Kec.Setu

Kota Tangerang Selatan 4. Nama Bapak : Adi Supriyanto

5. Nama Ibu : Evie Supriasih

6. Agama : Islam

7. Kewarganegaraan : Indonesia

B.DATA PENDIDIKAN

1. Tahun 1999 – 2005 : SD Negeri 4 Tangerang Selatan 2. Tahun 2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Tangerang Selatan 3. Tahun 2008 – 20011 : SMA Negeri 2 Tangerang Selatan 4. Tahun 2012 s/d sekarang : FEB Manajemen UIN Syahid Jakarta


(7)

vi ABSTRACT

This research aims to analyze and measure specific factors that influence purchase intention of Adidas product, by using four independent variables, they are: brand image, reputation, identity and sponsorship. The data was carried out at the Chelseea Indonesia Supporters Club (CISC) branch Tangerang Selatan with a sample of 70 respondents. The data in this study used primary data and it collected from survey. The results of this research indicate that p-value of the variable brand image 0,330 > 0,05, reputation 0,793 > 0,05 and sponsorship 0,272 > 0,05 has no significant influence to purchase intention of Adidas product in Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) members branch Tangerang Selatan. While the p-value of the variable identity 0,001 < 0,05 has significant influence to purchase intention of Adidas product in Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) members branch Tangerang Selatan.


(8)

vii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengukur pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli produk Adidas, dengan menggunakan empat variabel independen, yaitu: brand image, reputation, identity dan sponsorship. Penelitian ini dilakukan di Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) regional Tangerang Selatan dengan jumlah sampel 70 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari survey lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai p-value dari variabel brand image 0,330 > 0,05, reputation 0,793 > 0,05 dan sponsorship 0,272 > 0,05 tidak berpengaruh signifikan terhadap minat beli produk Adidas pada anggota Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) regional Tangerang Selatan. Sementara nilai p-value dari variabel identity 0,001 < 0,05 berpengaruh signifikan terhadap minat beli produk Adidas pada anggota Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) regional Tangerang Selatan.


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan petunjuk-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Brand Image, Reputation, Identity dan Sponsorship Adidas di Chelsea Football Club Terhadap Minat Beli Produk Adidas (Studi Kasus: Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) Tangerang Selatan)” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, petunjuk dan saran dari semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ucapan terima kasih yang paling dalam, untuk mamah dan papahku. Berkat do'a dan kasih sayang merekalah yang selalu membangkitkan harapan penulis. 2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Ade Suherlan, SE., MM., MBA selaku dosen pembimbing yang telah


(10)

ix

5. Ibu Leis Suzanawaty, SE., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menempuh perkuliahan.

6. Semua bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mentransfer ilmu kepada semua mahasiswa khususnya penulis.

7. Seluruh staf karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membantu proses administrasi dalam penulisan skripsi.

8. Alinda Emi Fauzia, SE yang telah memberikan do’a, semangat dan dukungan tiada henti sampai skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Para anggota Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) Tangerang Selatan selaku responden dalam penelitian ini.

10. Teman-teman pengurus Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) Tangerang Selatan yang telah membantu dan mempersilahkan penulis mengambil data responden.

11. Teman-teman kuliah Jurusan Manajemen yang telah memberikan dukungan, semangat serta sebuah persahabatan dan kerjasama yang baik selama kuliah. Semoga semua pihak yang penulis sebutkan di atas diberikan balasan pahala oleh Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya.

Jakarta, 8 Agustus 2016


(11)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 12

1. Merek ... 12

2. Brand Imge ... 17

3. Reputation ... 24

4. Identity ... 26

5. Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC) ... 29


(12)

xi

7. Minat Beli ... 42

8. Pengaruh Keterkaitan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ... 49

B. Penelitian Terdahulu ... 51

C. Kerangka Berpikir ... 58

D. Hipotesis Penelitian ... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 60

B. Metode Penentuan Sampel ... 60

C. Metode Pengumpulan Data ... 61

D. Metode Analisis Data ... 63

1. Uji Kualitas Data ... 63

2. Uji Asumsi Klasik ... 65

3. Uji Hipotesis ... 68

E. Analisis Regresi Berganda ... 70

F. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ... 71

G. Operasional Variabel Penelitian ... 72

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis dan Pembahasan ... 77

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 77

2. Hasil Uji Kualitas Data ... 98

a. Hasil Uji Validitas ... 98

b. Hasil Uji Realibilitas ... 101

3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 104

a. Hasil Uji Normalitas Data ... 104

b. Hasil Uji Multikolinieritas ... 106

c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 107

4. Hasil Uji Hipotesis ... 110

a. Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 110


(13)

xii

5. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 115

6. Hasil Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ... 116

C. Pembahasan ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120

LAMPIRAN ... 124


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Top Brand Award Kategori Peralatan Olahraga

Tahun 2014 ... 3

1.2 Top Brand Award Kategori Peralatan Olahraga Tahun 2015 ... 3

2.1 Penelitian Terdahulu ... 52

3.1 Skala Pengukuran Likert ... 62

3.2 Operasional Variabel Penelitian ... 73

4.1 Adidas memberikan informasi yang jelas tentang produknya ... 77

4.2 Informasi produk yang diberikan Adidas mudah diingat ... 78

4.3 Produk yang ditawarkan Adidas dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan saya ... 78

4.4 Keunikan produk Adidas membuat saya tertarik ... 79

4.5 Saya merasa bahwa produk Adidas adalah produk yang baik ... 79

4.6 Saya percaya pada produk Adidas ... 80

4.7 Saya mengagumi dan respek terhadap produk Adidas ... 80

4.8 Adidas bertanggung jawab atas produknya ... 81

4.9 Adidas selalu mengembangkan produk yang inovatif ... 81

4.10 Adidas menawarkan produk yang berkualitas tinggi ... 82

4.11 Adidas memberikan value for money untuk produknya ... 82

4.12 Adidas memiliki visi yang jelas dimasa depan ... 83

4.13 Adidas memiliki kepemimpinan yang sangat baik ... 83

4.14 Adidas mau mendengarkan konsumen ... 84

4.15 Manajemen Adidas dikelola dengan baik ... 84

4.16 Adidas merupakan perusahaan yang baik untuk bekerja ... 85

4.17 Adidas memiliki karyawan yang baik ... 85

4.18 Adidas mendukung kegiatan sosial (charity) ... 86

4.19 Adidas bertanggung jawab terhadap lingkungan ... 86 4.20 Adidas memiliki standar yang tinggi dalam memperlakukan


(15)

xiv

konsumen ... 87

4.21 Adidas memiliki catatan yang kuat dalam hal profitabilitas ... 87

4.22 Adidas cenderung mengungguli pesaingnya ... 88

4.23 Adidas memiliki prospek pertumbuhan yang kuat dimasa depan ... 88

4.24 Adidas memiliki fitur produk yang lengkap dan menarik ... 89

4.25 Karakter produk Adidas sangat kuat ... 90

4.26 Adidas memiliki unsur budaya tersendiri ... 90

4.27 Adidas dapat menciptakan hubungan secara simbolis dengan konsumen ... 91

4.28 Produk Adidas dapat merefleksikan nilai-nilai dari konsumen ... 91

4.29 Produk Adidas dapat mencerminkan kepribadian ... 92

4.30 Saya menyukai event yang disponsori oleh Adidas ... 92

4.31 Saya memiliki keinginan pribadi untuk datang ke event yang disponsori oleh Adidas ... 93

4.32 Saya merasa sesuai dan cocok dengan event yang disponsori oleh Adidas ... 93

4.33 Saya melihat kesungguhan sponsorship dari Adidas di Chelsea FC ... 94

4.34 Saya melihat keaktifan dan kefokusan sponsorship Adidas di Chelsea FC ... 94

4.35 Saya tertarik untuk mencari informasi tentang produk Adidas ... 95

4.36 Saya akan mempertimbangkan untuk membeli produk Adidas .... 96

4.37 Saya tertarik untuk mencoba produk Adidas ... 96

4.38 Saya ingin mengetahui lebih lanjut tentang produk Adidas ... 97

4.39 Saya akan mempertimbangkan untuk memiliki produk Adidas ... 97

4.40 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Brand Image ... 98

4.41 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Reputation ... 99

4.42 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Identity ... 100

4.43 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Sponsorship ... 100

4.44 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Minat Beli ... 101

4.45 Hasil Uji Realibilitas Brand Image Melalui SPSS ... 102

4.46 Hasil Uji Realibilitas Reputation Melalui SPSS ... 102


(16)

xv

4.48 Hasil Uji Realibilitas Sponsorship Melalui SPSS ... 103

4.49 Hasil Uji Realibilitas Minat Beli Melalui SPSS ... 104

4.50 Hasil Uji Normalitas Secara Statistik ... 106

4.51 Hasil Uji Multikolinieritas ... 107

4.52 Hasil Uji Heteroskedastisitas Secara Statistik (Uji Glejser) ... 109

4.53 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 110

4.54 Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji T) ... 111

4.55 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 115


(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Berpikir ... 58 4.1 Hasil Uji Normalitas Secara Grafik ... 105 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Secara Grafik ... 108


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Lembar Kuesioner Penelitian ... 124

2 Hasil Jawaban Responden (Data Mentah) ... 129

3 Hasil Pengolahan Data Dengan SPSS 22 ... 140

4 Gambaran Umum Perusahaan ... 154


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Seiring perkembangan waktu setiap perusahaan melakukan peningkatan kualitas untuk dapat berkompetisi dengan para pesaing, hal ini dikarenakan persaingan bisnis yang semakin tinggi dan semakin ketat dalam menguasai pangsa pasar. Penyusunan strategi yang tepat sangat dibutuhkan agar dapat bertahan dari perubahan bisnis yang setiap saat bisa saja terjadi. Perusahaan dituntut untuk meningkatkan kreatifitas dan inovasi baru dalam menciptakan sebuah produk yang tujuannya sudah tentu untuk memuasakan kebutuhan dan keinginan konsumen. Untuk memenuhi tujuan pemasaran tersebut, perusahaan harus menciptakan daya saing untuk menghasilkan keunggulan kompetitif. Salah satu keunggulan kompetitif yang dapat dikembangkan perusahaan adalah merek (brand) (Chailan, 2008).

Merek mengarah pada hal yang tidak terlihat (intangible) yang membentuk sebuah produk di benak konsumen. Menurut (Kotler dan Keller, 2016) merek merupakan sebuah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau kombinasi dari seluruhnya, yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang-barang maupun jasa dari suatu kelompok penjual dan untuk membedakan produk mereka dari para pesaing. Hal ini menunjukan betapa pentingya sebuah merek bagi sebuah produk dan perusahaan dalam mencapai kesuksesan bisnis. Persaingan bisnis terjadi hampir disemua sektor, baik di perusahaan barang maupun perusahaan jasa,


(20)

2 salah satunya di sektor perlengkapan olahraga, seperti yang kita tahu banyak sekali produsen-produsen asal Eropa dan Amerika yang bersaing diantaranya Adidas, Nike dan Puma.

Dengan adanya berbagai produsen olahraga ini, maka akan berdampak pada persaingan yang semakin ketat untuk mendapatkan konsumen. Persaingan ini dapat berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan dalam jangka panjang, untuk itu perusahaan harus mengembangkan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Salah satu jalan untuk meraih keunggulan kompetitif berkelanjutan adalah dengan membentuk citra merek (brand image) yang baik secara emosional akan membentuk kepuasan individu yang menghasilkan kesan kualitas terhadap suatu merek.

Biasanya dalam benak konsumen, semakin baik image atau citra dari suatu perusahaan, maka daya beli terhadap produk suatu perusahaan juga akan semakin besar. Namun, tidak selalu image atau citra perusahaan yang baik yang selalu dikenal oleh masyarakat, perusahaan dengan image atau citra yang kontroversial juga dapat menarik minat dari masyarakat karena perusahaan akan memakai image atau citra yang kontroversial untuk meningkatkan pemasaran mereka. Namun tidak selamanya cara yang kontroversial tersebut dapat meningkatkan ketenaran dari suatu merek terentu karena tidak semua orang akan menerimanya, untuk itu perusahaan tetap dituntut untuk menunjukan citra yang baik dimata konsumen agar dapat diterima oleh masyarakat luas.


(21)

3 Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh Top Brand Award pada tahun 2014 dan 2015 (Tabel 1.1 dan Tabel 1.2).

Tabel 1.1

Top Brand Award Kategori Peralatan Olahraga

No Merek Top Brand Index TOP

1. Adidas 58,2% TOP

2. Nike 19,3% TOP

3. Puma 6,0%

4. Yonex 3,3%

5. Reebok 2,6%

Sumber: www.topbrand-award.com, 2014

Tabel 1.2

Top Brand Award Kategori Peralatan Olahraga

No Merek Top Brand Index TOP

1. Adidas 57,8% TOP

2. Nike 23,1% TOP

3. Puma 4,6%

4. Reebok 2,9%

Sumber: www.topbrand-award.com, 2015

Tabel 1.1 dan tabel 1.2 menunjukkan urutan produk peralatan olahraga yang ada di Indonesia dan Adidas terpilih menjadi Top Brand. Data ini memperlihatkan bahwa produk Adidas mengalami penurunan persentase dari


(22)

4 tahun 2014 ke tahun 2015. Meskipun berada di posisi teratas, namun Adidas harus tetap mewaspadai para pesaingnya.

Chelsea telah mengumumkan kesepakatan kontrak selama sepuluh tahun dengan Adidas. Dengan demikian, kedua belah pihak akan terikat kontrak hingga 2023. Adidas pertama kali menjalin kontrak dengan The Blues pada 2006 sehingga kesepakatan ini akan menggenapi kerjasama mereka selama 17 tahun. “Kami girang mampu memperpanjang kerjasama ini sampai 2023 setelah menjalani tujuh tahun sukses. Kami memiliki etos kerja dan ambisi yang sama. Kesepakatan baru ini menegaskan kembali status Adidas dalam sepak bola dunia,” ujar Ron Gourlay, CEO Chelsea, dalam pernyataan resmi. Sementara itu, CEO Adidas Herbert Hainer mengungkapkan hal serupa. “Adidas dan Chelsea memiliki warisan panjang dalam sepak bola dan kami sangat senang untuk melanjutkan hubungan kerja kami dengan salah satu klub elit sepak bola Eropa,” kata Hainer (http://goal.com/id-ID, 2013).

Namun sayangnya, Chelsea mengakhiri kerja sama dengan adidas akhir musim depan, tetapi mereka harus membayar kompensasi kepada manufaktur asal Jerman tersebut. Musim 2016/17 akan menjadi tahun terakhir Adidas menyuplai jersey untuk Chelsea setelah keduanya sepakat untuk menghentikan kerja sama enam tahun lebih cepat. Juara Liga Primer Inggris musim lalu itu memiliki nilai kontrak sebesar £30 juta per tahun dengan manufaktur asal Jerman hingga Juni 2023, tetapi kedua belah pihak akhirnya sepakat untuk memutus kontrak di akhir musim depan. Sebagai bagian dari perjanjian, Chelsea harus membayar adidas dana kompensasi yang dirahasiakan. Raksasa


(23)

5 perlengkapan olahraga itu juga memastikan bahwa keputusan pemberhentian kontrak berdasarkan keputusan The Blues yang menandatangani kontrak baru dengan kompetitor. "Chelsea dan adidas mengumumkan bahwa kedua pihak sepakat untuk menghentikan kerja sama lebih dini. Kesepakatan akan berakhir pada 30 Juni 2017 dan tidak seperti kesepakatan awal pada 30 Juni 2023. "Adidas telah menjadi sponsor dan penyuplai perlengkapan olahraga untuk Chelsea sejak 2006. Kesepakatan pemberhentian dini kontrak ini akan membuat Chelsea bisa menjalin kerja sama baru dengan kompetitor adidas. "Ini juga akan membuat adidas bisa terus menerapkan strategi sponsorship olahraga seperti yang dijabarkan dalam rencana strategi bisnis 'Creating the New'. "Sebagai kompensasi atas pemutusan kontrak dini, adidas akan mendapatkan pembayaran dari Chelsea pada 2017 yang akan memberi dampak positif untuk keuntungan grup tahun ini." (http://goal.com/id-ID, 2016).

Menurut (Rangkuti, 2004) mengatakan bahwa merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur, manfaat dan jasa produk kepada pembeli. Merek (brand) telah menjadi hal yang sangat penting dalam kesuksesan sebuah perusahaan, baik perusahaan barang maupun perusahaan jasa. Pemasar harus selalu melakukan strategi dalam membangun citra merek (brand image) dalam kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk memperkuat merek.

Kekuatan citra merek (brand image) saja tidak cukup untuk mendapatkan hati konsumen agar membeli suatu produk, untuk itu perusahaan juga perlu membangun reputasi (reputation) yang baik dimata konsumen. Reputasi adalah


(24)

6 keseluruhan evaluasi dari pencapaian organisasi (Laksana, 2012). Reputasi merupakan sumber daya keunggulan bersaing dimana tanpa persaingan keras reputasi tidak akan jadi masalah (Hardjana, 2008). Reputasi adalah sebuah cara utama seseorang untuk memperoleh informasi mengenai produk yang harus dibeli, ke mana mereka ingin melamar pekerjaan dan pembelian saham (Laksana, 2012). Jika suatu merek memiliki reputasi (reputation) yang positif di benak konsumen maka merek tersebut akan mudah diterima oleh konsumen.

Suatu perusahaan biasanya memiliki ciri khas tersendiri diantara para pesaingnya, perusahaan seperti Adidas yang bergerak di bidang sportswear pasti ingin menawarkan produk yang menarik kepada konsumen, hal itulah yang bisa dijadikan sebagai identitas (identity). Identitas (identity) dari perusahaan merupakan faktor yang penting untuk menjadi pembeda dari para pesaingnya. Menurut (Riel dan Fombrun, 2007) kata identity berasal dari bahasa Latin “idem” yang berarti sama. Secara eksplisit, kata “idem” berhubungan dengan istilah Latin “identidem” yang berarti berulang-ulang mirip atau sama di setiap waktu. Brand identity merupakan asosiasi merek yang unik yang menunjukkan janji kepada konsumen. Agar menjadi efektif, identitas merek perlu beresonansi dengan konsumen, membedakan merek dari pesaing dan mewakili apa organisasi dapat dan akan lakukan dari waktu ke waktu (Ghodeswar, 2008).

Selain dengan membangun dan menciptakan brand image, reputation dan identity yang baik, perusahaan juga dapat melakukan kegiatan promosi untuk dapat bersaing secara kompetitif dengan melakukan kerja sama dalam bentuk sponsorship, misalnya dengan salah satu klub olahraga sepak bola, karena


(25)

7 perkembangan industri sepak bola semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari persaingan yang ketat di liga-liga top Eropa, seperti di Inggris ada Barclays Premier League, di Italia ada Serie A, di Spanyol ada BBVA, di Jerman ada Bundesliga dan masih banyak lagi liga yang kompetitif di negara benua biru.

Oleh sebab itu, hal inilah yang memicu produsen-produsen asal Eropa dan Amerika tersebut untuk menjalin kerja sama dalam bentuk sponsorship dengan berbagai klub sepak bola di Eropa. Menurut (Bylthe dan Jim, 2000) definisi sponsorship sebagai investasi dalam bentuk tunai maupun barang dalam suatu kegiatan yang merupakan suatu imbalan untuk akses komersil yang terkait dengan apa yang disponsori. Akses komersil yang dimaksud adalah produsen peralatan olahraga dapat memiliki hak penuh atas apa yang disponsorinya, terutama dibidang media seperti: billboard, baliho, poster, flyer dan media lainnya.

Menurut (Olkkonen, 2006) sponsorship sebagai hubungan bisnis yang saling menguntungkan antara sponsor dan pihak yang disponsori, terdapat dua keuntungan yang didapat dari sponsor. Pertama, sponsorship dapat berkontribusi terhadap kesadaran individu terhadap merek perusahaan. Kedua, hubungan dengan stakeholder dapat dibangun dan dikembangkan dalam kerja sama sponsorship. Penelitian yang dilakukan oleh (Woisetschlager, 2012) mendapatkan hasil bahwa sponsorship menunjukkan efek positif dan signifikan dimana sponsorship menjadi stimulus pada citra merek dari waktu ke waktu. Penelitian yang dilakukan oleh (Akaoui, 2007) dengan menggunakan responden


(26)

8 yang berbeda-beda dari waktu ke waktu mendapatkan hasil, efek sponsorship pada tingkat individu dari waktu ke waktu tetap tidak jelas.

Studi eksperimental tentang efek sponsorship menunjukkan terdapat keselarasan antara sponsor dan acara yang disponsori (Menon dan Kahn, 2003). Menurut (Jalilvand, 2012) merek yang kuat dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan pada produk atau jasa yang dibeli dan memungkinkan mereka untuk lebih memvisualisasikan dan memahami faktor-faktor yang tak berwujud. Minat beli konsumen diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang akan membentuk suatu persepsi sebelum konsumen mengambil keputusan untuk membeli suatu produk.

Hal ini memperlihatkan kekuatan brand image, reputation, identity dan sponsorship Adidas di Chelsea Football Club sebagai sponsor utama dalam membangun minat beli produk Adidas. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengambil judul “PENGARUH BRAND IMAGE, REPUTATION, IDENTITY DAN SPONSORSHIP ADIDAS DI CHELSEA FOOTBALL CLUB TERHADAP MINAT BELI PRODUK ADIDAS (STUDI KASUS : CHELSEA INDONESIA SUPPORTERS CLUB (CISC) TANGERANG SELATAN)”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa permasalahan mendasar yaitu adalah berbagai upaya yang dilakukan Adidas dalam


(27)

9 meningkatkan minat beli konsumen khususnya penggemar Chelsea Football Club melalui kekuatan brand image, reputation, identity dan sponsorship.

Adapun masalah-masalah yang dijadikan acuan penelitian adalah : (1) Tanggapan konsumen tentang brand image Adidas, (2) Tanggapan konsumen tentang reputation Adidas, (3) Tanggapan konsumen tentang identity Adidas, (4) Tanggapan konsumen tentang sponsorship Adidas, (5) Seberapa besar pengaruh brand image Adidas terhadap minat beli konsumen, (6) Seberapa besar pengaruh reputation Adidas terhadap minat beli konsumen, (7) Seberapa besar pengaruh identity Adidas terhadap minat beli konsumen, (8) Seberapa besar pengaruh sponsorship Adidas terhadap minat beli konsumen.

C.Pembatasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan penelitian dan agar penulisan skripsi ini dapat terarah maka peneliti membatasi permasalahan yang mencakup brand image, reputation, identity dan sponsorship Adidas yang dapat mempengaruhi minat beli konsumen di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan. Dengan pembatasan masalah ini diharapkan hasil penelitian akan lebih maksimal menjawab seluruh pokok permasalahan.

D.Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Dalam upaya mempengaruhi konsumen untuk membeli suatu produk, produsen harus merangsang terlebih dahulu minat beli konsumen. Perusahaan akan terus mencari strategi dan promotion tools terbaik dalam mencapai tujuannya, baik untuk produk, merek, konsumen maupun untuk perusahaan itu


(28)

10 sendiri. Modal brand image, reputation, identity yang sudah dimiliki Adidas dan sponsorship yang dilakukan Adidas di Chelsea Football Club jelas bukan investasi yang kecil. Pihak Adidas tentunya berharap banyak pada kerja sama ini dan dampaknya pada peningkatan minat beli produk Adidas. Kemampuan brand image, reputation, identity dan sponsorship Adidas di Chelsea Football Club dalam mempengaruhi dan meningkatkan minat beli ini sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu, melihat fenomena yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh antara brand image, reputation, identity dan sponsorship secara simultan terhadap minat beli produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan?

2. Apakah brand image berpengaruh secara parsial terhadap minat beli produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan?

3. Apakah reputation berpengaruh secara parsial terhadap minat beli produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan?

4. Apakah identity berpengaruh secara parsial terhadap minat beli produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan?

5. Apakah sponsorship berpengaruh secara parsial terhadap minat beli produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan?

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


(29)

11 1. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan antara brand image,

reputation, identity dan sponsorship terhadap minat beli produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan.

2. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial brand image terhadap minat beli produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan. 3. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial reputation terhadap minat beli

produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan. 4. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial identity terhadap minat beli

produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan. 5. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial sponsorship terhadap minat beli

produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan. F. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh brand image, reputation, identity dan sponsorship Adidas di Chelsea Football Club terhadap minat beli produk Adidas diharapkan memberikan manfaat antara lain :

1. Hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu manajemen pemasaran terutama mengenai pengaruh brand image, reputation, identity dan sponsorship terhadap minat beli sehingga dapat menjadi alternatif peneliti yang ingin menindaklanjuti hasil penelitian ini.

2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu acuan dalam meningkatkan penjualan melalui pendekatan minat beli yang dipengaruhi oleh brand image, reputation, identity dan sponsorship terutama pada produk Adidas di Chelsea Indonesia Supporters Club Tangerang Selatan.


(30)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori

1. Merek

Merek adalah salah satu atribut yang penting dari suatu produk, karena selain alat identifikasi, merek mempunyai banyak manfaat bagi para konsumen dan produsen. Pentingnya merek bagi konsumen yaitu dengan adanya merek maka akan memudahkan bagi konsumen untuk membedakan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Merek juga memberikan jaminan akan kestabilan kualitas yang berarti bahwa suatu produk dengan merek yang sama maka kualitasnyapun akan sama walau dibeli dimanapun juga. Sedangkan penggunaan merek bagi penjual adalah bahwa dengan adanya merek maka penjual dapat mempromosikannya untuk menumbuhkan citra terhadap perusahaan.

(American Marketing Association, 2003) mendefinisikan merek sebagai nama, ekspresi, tanda, simbol, atau disain, atau kombinasi dari semuanya, yang digunakan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu atau sekelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari para pesaingnya. Pengertian lainnya mengenai sebuah merek dipaparkan oleh (Rangkuti, 2004) seperti: Brand Name (yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan), Brand Mark (yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf


(31)

13 atau warna khusus), Trade Mark (yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa), Copyright (yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksinya, menerbitkannya dan menjual karya tulis, karya music atau karya seni). Menurut (Rangkuti, 2004) merek adalah nama, istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang ditawarkan oleh penjual. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek, selain berguna untuk membedakan satu produk dengan produk pesaingnya juga berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi produk atau jasa yang hendak dibeli atau digunakan.

Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Menurut (Kotler dan Keller, 2016) merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena didalamnya tercakup enam pengertian berikut :

1) Atribut: atribut merek mengingatkan pada atibut-atribut tertentu.

2) Manfaat: atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.

3) Nilai: merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4) Budaya: merek juga mewakili budaya tertentu.


(32)

14 5) Kepribadian: merek juga mencerminkan kepribadian tertentu.

6) Pemakai: merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan merek tersebut.

Menurut (Simamora, 2001) selain memiliki nilai bila mereknya kuat, merek juga bermanfaat bagi pelanggan, perantara, produsen maupun publik, yaitu:

1) Bagi pembeli, manfaat merek adalah: a. Sesuatu kepada pembeli tentang mutu.

b. Membantu perhatian pembeli terhadap produk-produk baru yang bermanfaat bagi mereka.

2) Bagi penjual, manfaat merek adalah:

a. Memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah yang timbul.

b. Memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau ciri khas produk.

c. Memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan.

d. Membantu penjual melakukan segmentasi pasar. 3) Bagi masyarakat, merek bermanfaat dalam hal:

a. Pemberian merek memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten.

b. Meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat menyediakan informasi tentang produk dan dimana membelinya.


(33)

15 c. Meningkatnya inovasi-inovasi produk baru, karena produsen terdorong untuk menciptakan keunikan-keunikan baru guna mencegah peniruan oleh pesaing.

Pendapat lain tentang sebuah merek dijelaskan dalam pernyataan (Temporal dan Lee, 2001). Alasan sebuah merek merupakan hal yang penting bagi konsumen adalah:

1) Merek memberikan pilihan

Manusia menyenangi pilihan dan merek memberi mereka kebebasan untuk memilih. Sejalan dengan semakin terbagi-baginya pasar, perusahaan melihat pentingnya memberi pilihan yang berbeda kepada segmen konsumen yang berbeda. Merek dapat memberikan pilihan, memungkinkan konsumen untuk membedakan berbagai macam tawaran perusahaan.

2) Merek memudahkan keputusan

Merek membuat keputusan membeli menjadi lebih mudah. Konsumen mungkin tidak tahu banyak mengenai suatu produk yang membuatnya menarik, tapi merek dapat membuatnya lebih mudah untuk memilih. Merek yang terkenal lebih menarik banyak perhatian dibanding yang tidak, umumnya karena merek tersebut dikenal dan bisa dipercaya.


(34)

16 3) Merek memberikan jaminan kualitas

Para konsumen akan memilih produk dan jasa yang berkualitas dimanapun dan kapanpun mereka mampu. Sekali mereka mencoba suatu merek, secara otomatis mereka akan menyamakan pengalaman ini dengan tingkat kualitas tertentu. Pengalaman yang menyenangkan akan menghasilkan ingatan yang baik terhadap merek tersebut.

4) Merek memberikan pencegahan resiko

Sebagian besar konsumen menolak resiko. Mereka tidak akan membeli suatu produk, jika ragu terhadap hasilnya. Pengalaman terhadap suatu merek, jika positif, memberi keyakinan serta kenyamanan untuk membeli sekalipun mahal. Merek membangun kepercayaan dan merek yang besar benar-benar dapat dipercaya.

5) Merek memberikan alat untuk mengekspresikan diri

Merek menghasilkan kesempatan pada konsumen untuk mengekspresikan diri dalam berbagai cara. Merek dapat membantu konsumen untuk mengekspresikan kebutuhan sosial-psikologi.

Tantangan dalam sebuah merek adalah memberikan makna atau nilai sehingga terbentuk secara baik di mata konsumen. Merek yang kuat akan berdampak positif yang mengarah pada sebuah pembelian. Merek mempunyai kemampuan untuk memelihara pendapatan dari sebuah perusahaan. Nilai dari sebuah merek pun dapat diakui secara luas, tidak hanya kepada pemilik merek, namun kepada para investor.


(35)

17 Menurut (Keller, 2008) nilai pada sebuah merek merupakan suatu arahan dalam mencapai masa depan merek yang diinginkan. Para pemasar membangun merek dengan sebuah konsep yang matang dan digunakan secara maksimal dalam suatu tindakan pemasaran.

Salah satu cara untuk membuat merek yang kuat adalah dengan pembentukan citra merek yang baik. Citra merek yang baik akan mempengaruhi proses belajar konsumen terhadap merek tersebut.

2. Brand Image

Citra merek (brand image) mempresentasikan persepsi keseluruhan atas merek yang terbentuk dari informasi mengenai merek dan juga pengalaman masa lampau. Konsumen yang memiliki citra positif mengenai suatu merek mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan pembelian atau dengan kata lain mengarah pada pembuatan keputusan pembelian. Oleh karenanya tujuan utama dalam beriklan seringkali adalah untuk membangun citra merek yang positif.

Citra merek adalah impresi total yang tercipta didalam pikiran atau benak konsumen mengenai sebuah merek dan termasuk didalamnya keseluruhan asosiasi fungsi dan diluar fungsi kekuatan dari sebuah merek apabila sebuah merek tetap dapat bertahan dalam lingkungan yang berubah-ubah (Yehsin dan Fill, 2001). Citra merek telah menjadi sebuah tantangan utama, karena citra merek mengacu pada pemilihan konsumen akan sebuah produk atau layanan jasa. Citra yang baik akan memberikan nilai tambah


(36)

18 terhadap sebuah produk dan layanan jasa yang berujung pada peningkatan keinginan pembelian konsumen.

Menurut (Lin dan Lin, 2007) yang menyatakan bahwa citra merek adalah faktor paling penting yang menjadi pertimbangan konsumen sebelum melakukan pemilihan produk atau layanan jasa. Sehingga citra merek yang positif menjadi salah satu pertimbangan apakah konsumen akan memilih suatu merek tersebut atau tidak.

Pencitraan dan asosiasi, keduanya mewakili berbagai persepsi yang dapat mencerminkan realita obyektif. Suatu merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang menonjol dalam suatu kompetisi karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Suatu brand positioning mencerminkan bagaimana orang memandang suatu merek. Positioning dan positioning strategy dapat juga digunakan untuk merefleksikan bagaimana sebuah perusahaan sedang berusaha dipersepsikan.

Pengertian asosiasi merek menurut (Aaker, 2012) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Menurut (Chen, 2001) asosiasi merek dapat dibagi menjadi asosiasi produk dan asosiasi organisasi. Asosiasi produk berupa asosiasi atribut fungsional, seperti atribut produk, persepsi kualitas dan manfaat fungsional; serta asosiasi atribut non-fungsional, seperti


(37)

19 asosiasi simbolik, emosional, harga/nilai dan pemakai atau stuasi penggunaan. Asosiasi organisasi berhubungan dengan asosiasi kemampuan perusahaan, yaitu berupa keahlian menghasilkan dan mengirimkan hasil (produk), seperti keahlian karyawan, keunggulan bagian penelitian dan pengembangan internal, hasil inovasi teknologi dan kepemimpinan industri; serta asosiasi pertanggung jawaban sosial perusahaan, yang berupa refleksi status dan kegiatan perusahaan dengan memperhatikan peningkatan tanggung jawab sosial, ramah dan terlibat dengan lingkungannya.

Nilai mendasar sebuah merek seringkali merupakan sekumpulan dari asosiasinya, dengan kata lain merupakan makna merek tersebut bagi masyarakat. Asosiasi-asosiasi menjadi pijakan dalam keputusan pembelian dan loyalitas merek. Menurut (Simamora, 2001) berbagai nilai dalam asosiasi merek yaitu:

1) Membantu memproses / menyusun informasi

Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan. Sebuah asosiasi bisa menciptakan informasi padat bagi pelanggan dan bisa mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi tersebut, terutama saat mengambil keputusan. Asosiasi juga bisa mempengaruhi interpretasi mengenai fakta-fakta.


(38)

20 2) Diferensiasi / memposisikan merek

Suatu asosiasi bisa memberikan landasan yang penting bagi usaha untuk membedakan dan memisahkan suatu merek dengan merek yang lain. Asosiasi-asosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting. Jika sebuah merek sudah dalam kondisi yang mapan (dalam kaitannya dengan para kompetitor) untuk suatu atribut utama dalam kelas produk tertentu atau untuk suatu aplikasi tertentu, para kompetitor akan kesulitan untuk menyerang.

3) Membangkitkan alasan untuk membeli

Banyak asosiasi merek, membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat pelanggan (customer benefits) yang bisa menyodorkan suatu alasan spesifik untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Asosiasi-asosiasi ini merupakan landasan dari keputusan pembelian dan loyalitas merek. Beberapa asosiasi juga mempengaruhi keputusan pembelian dengan cara memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri atas merek tersebut.

4) Menciptakan sikap / perasaan positif

Beberapa asosiasi mampu merangasang suatu perasaan positif yang akhirnya merembet ke merek yang bersangkutan. Beberapa asosiasi mampu menciptakan perasaan positif selama pengalaman menggunakan dan mengubah pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain.


(39)

21 5) Basis perluasan

Suatu asosiasi bisa menghasilkan suatu landasan bagi suatu perusahaan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah produk baru atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

Citra merek didefinisikan sebagai persepsi tentang merek yang tercermin dari asosiasi merek yang berpegang pada memori konsumen. Dalam mencapai citra merek yang positif, pemasar akan berkenaan dengan beberapa program pemasaran dalam membentuk strength, favourability dan uniqueness of brand associations dalam mentransfer sebuah merek kedalam memori konsumen (Keller, 2008). Berikut penjelasannya, yaitu:

1) Strength of brand association

Semakin banyak konsumen mendapatkan informasi dan menghubungkan dengan pengetahuan akan merek, maka akan semakin kuat asosiasi merek yang terbentuk. Kekuatan dari asosiasi merek tergantung pada seberapa banyak informasi yang masuk kedalam memori konsumen dan bagaimana informasi tersebut dipertahankan sebagai bagian dari sebuah merek. Menurut (Keller, 2008) secara psikologis kognitif memori bersifat tahan lama, sehingga informasi yang berubah menjadi memori merupakan sebuah kekuatan akan sebuah merek. Sumber informasi dalam membentuk citra merek memiliki dua kekuatan yaitu brand attributes dan brand benefits. Brand attributes merupakan fitur-fitur


(40)

22 yang menjadi ciri deskriptif sebuah produk atau jasa. Fitur-fitur ini bisa meliputi bagaimana konsumen berpikir tentang produk atau jasa yang terlibat dalam proses pembelian. Atribut terbagi menjadi dua yaitu product-related, yang didefinisikan sebagai komposisi yang digunakan dalam sebuah produk atau fungsi proses layanan kepada konsumen (physical composition atau service requirement) dan non-product related, yang didefinisikan sebagai aspek eksternal dari sebuah produk atau jasa yang dapat mempengaruhi proses pembelian atau komsumsi (price, packaging or product appearance information, user imagery, usage imagery).

Brand benefits merupakan nilai pribadi konsumen yang berkenaan dengan produk atau jasa layanan, seperti apa yang konsumen pikirkan tentang kelebihan sebuah produk atau layanan jasa. Nilai ini terbagi atas tiga bentuk yaitu functional benefits (berkaitan dengan product-related yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen), experiental benefits (berkaitan dengan perasaan yang dirasakan pada saat menggunakan produk atau jasa) dan symbolic benefits (berkaitan dengan non-product-related yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dan berhubungan dengan kebutuhan mendasar untuk bermasyarakat) (Keller, 2008). Nilai simbolik dapat meningkatkan citra merek yang membantu tahap preferensi merek (Batra dan Hormer, 2004).


(41)

23 2) Favorability of brand association

Komponen ini mempunyai artian apakah merek tersebut disukai atau tidak disukai. Terbentuk oleh keyakinan konsumen terhadap produk yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Keberhasilan sebuah program pemasaran tercermin dalam penciptaan favorable brand association, dimana konsumen memiliki kepercayaan bahwa merek memiliki attributes dan benefits yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan seperti sikap positif yang ingin ditunjukkan dari keseluruhan merek. Dengan demikian, keberhasilan sebuah merek dapat dilihat apabila merek dapat memenuhi keinginan konsumen (convenient, reliable, effective, efficient, colorful) yang berhasil dipenuhi dengan program pemasaran yang dijalankan.

Keinginan (desirability) konsumen mengenai suatu merek tergantung pada tiga faktor, yaitu seberapa relevan konsumen menemukan asosiasi merek, seberapa spesifik atau jelas konsumen menemukan asosiasi merek dan seberapa percaya konsumen menemukan asosiasi merek. Penyampaian (deliverability) pesan juga tergantung pada tiga faktor, yaitu kemampuan aktual atau potensial yang dapat ditunjukkan suatu produk, prospek masa depan dan saat ini dalam mengkomunikasikan keunggulan atau potensi tersebut dan keberlanjutan dari keunggulan atau potensi yang telah dikomunikasikan tersebut.


(42)

24 3) Uniqueness of brand associations

Inti dari sebuah brand positioning adalah bahwa merek memiliki keunggulan kompetitif dan “unique selling proposition” yang membuat konsumen tertarik untuk melakukan pembelian. Keunggulan ini memberikan nilai lebih kepada konsumen agar memiliki suatu ketertarikan dengan sebuah produk atau layanan jasa. Hal-hal tersebut merupakan informasi-informasi yang mengandung makna akan sebuah merek. Merek harus unik dan menarik, sehingga dapat menimbulkan asosiasi yang kuat di dalam pikiran pelanggan. Keunikan dari sebuah merek akan membedakan merek dengan pesaing-pesaingnya.

Selain unik, merek juga harus memiliki reputasi yang baik dimata konsumen, dengan begitu konsumen yang belum mencoba suatu produk dapat dipengaruhi oleh orang lain yang menilai produk tersebut baik untuk digunakan.

3. Reputation

Reputasi merek yang positif menjadi semakin penting bagi akademisi dan praktisi untuk menjadi sukses dan karenanya menguntungkan. Reputasi didefinisikan sebagai kumpulan persepsi dari fitur yang terlihat dari merek/perusahaan dari perspektif lingkungan eksternal (Fombrun dan Rindova, 2000). Memiliki reputasi yang baik akan membantu menarik lebih banyak pelanggan tetapi jika berulang kali gagal dan tidak dapat memenuhi tujuan yang dinyatakannya maka akan mengembangkan reputasi negatif.


(43)

25 Menurut (Fombrun, Gardberg dan Sever, 2000) dimensi dari reputasi (reputation) dibagi menjadi 6 dimensi, yaitu:

1) Emotional appeal:

a. Sympathy: saya memiliki perasaan yang baik tentang perusahaan. b. Trust: saya percaya pada perusahaan ini.

c. Admiration and respect: saya mengagumi dan menghormati perusahaan. 2) Products and services:

a. Vouches for: berdiri di belakang produk dan layanannya. b. Innovative: mengembangkan produk dan layanan yang inovatif. c. Quality: menawarkan produk dan layanan berkualitas tinggi.

d. Value for money: menawarkan produk dan jasa yang baik untuk nilai uang.

3) Vision and leadership:

a. Inspiring vision: memiliki visi yang jelas untuk masa depan. b. Strong leadership: memiliki kepemimpinan yang sangat baik.

c. Responsive: mengakui dan mengambil keuntungan dari peluang pasar. 4) Workplace environment:

a. Well-organised: apakah dikelola dengan baik.

b. Good employer: sepertinya perusahaan yang baik untuk bekerja. c. Good work environment: sepertinya sebuah perusahaan memiliki

karyawan yang baik.

5) Social and environmental responsibility:


(44)

26 b. Environmentally-friendly: apakah sebuah perusahaan bertanggung

jawab terhadap lingkungan.

c. Morally responsible behaviour: mempertahankan standar yang tinggi dalam cara memperlakukan orang.

6) Financial performance:

a. Strong results: memiliki catatan yang kuat dari profitabilitas. b. Low risk: sepertinya investasi beresiko rendah.

c. Competitive clout: cenderung mengungguli pesaingnya.

d. Growth potential: sepertinya sebuah perusahaan dengan prospek yang kuat untuk pertumbuhan dimasa depan.

Citra merek (brand image) dan reputasi merek (brand reputation) rasanya kurang lengkap tanpa adanya identitas merek (brand identity), suatu perusahaan juga harus memiliki identitas merek tersendiri agar dapat dibedakan oleh konsumen dengan merek-merek yang lain.

4. Identity

Identitas merek adalah seperangkat unik asosiasi merek yang menyiratkan janji untuk pelanggan yang termasuk identitas inti dan diperluas. Pada dasarnya, identitas merek adalah tentang bagaimana suatu perusahaan ingin mereknya dirasakan. Menurut (Aaker, 2012) hal yang paling penting tentang ekuitas merek dan identitas merek adalah asosiasi, sebagai “itu adalah jantung dan jiwa dari sebuah merek”. Identitas inti adalah pusat, esensi abadi


(45)

27 dari merek yang tetap konstan sebagai pergerakan merek ke pasar baru dan produk baru.

Identitas inti secara luas berfokus pada atribut produk, layanan, profil pengguna, suasana toko dan kinerja produk. Identitas diperluas adalah jalinan sekitar elemen identitas merek diatur dalam kohesif dan kelompok yang bermakna yang memberikan tekstur merek dan kelengkapan dan berfokus pada kepribadian merek, hubungan dan asosiasi simbol yang kuat.

Menurut (Kapferer, 2004) ada 6 dimensi dari identitas merek (brand identity) yaitu: physique, personality, culture, relationship, reflection dan self-image. Kapferer menyatakan bahwa aspek-aspek ini hanya bisa terjadi ketika merek berkomunikasi dengan konsumen, merek yang kuat adalah merek yang mampu merangkai semua aspek menjadi keseluruhan yang efektif, menjadikannya ringkas, jelas dan identitas merek menarik. Berikut penjelasan dimensi tersebut:

1) Physique

Ini adalah serangkaian fitur merek secara fisik, yang membangkitkan dalam pikiran seseorang ketika nama merek disebutkan. Sebagai contoh Pulpy Orange memiliki botol yang unik ketika dilihat dan digenggam, hal ini dapat mempengaruhi identitas merek dimata konsumen.

2) Personality

Merupakan karakter dari sebuah merek, dengan mengkomunikasikan kepada konsumen dalam beberapa cara. Ini dapat


(46)

28 memberikan perasaan bahwa semua komunikasi yang berhubungan dengan merek sebenarnya merupakan seseorang dengan ciri-ciri karakter tertentu. Hal ini dapat diwujudkan dengan menggunakan gaya penulisan tertentu, menggunakan desain fitur yang spesifik dan menggunakan skema warna tertentu. Sebagai contoh, endorser dengan artis tertentu dapat mempengaruhi dan membentuk karakter tertentu dari identitas merek tersebut.

3) Culture

Merupakan sistem nilai dan prinsip-prinsip dasar yang mana merek harus berdasarkan perilakunya (produk dan komunikasi). Budaya adalah hubungan langsung antara merek dan organisasi. Sebagai contoh, Coca-Cola memiliki nilai-nilai Amerika, Mercedes-Benz untuk orang-orang Jerman dan Citroen untuk orang-orang Perancis.

4) Relationship

Sebuah merek dapat melambangkan hubungan tertentu antara orang-orang tertentu, misalnya seperti ibu dan anak dalam iklan Blue Band. Aspek ini membuthkan seorang manajer yang dapat mengekspresikan hubungan mereknya dengan konsumen.

5) Reflection

Aspek ini membuat referensi ke stereotip pengguna merek dan merupakan sumber untuk identifikasi. Kapferer menyatakan bahwa tidak ada kebutuhan seorang manajer merek untuk membuat realistis refleksi dari kelompok sasaran yang sebenarnya di kampanye mereka, melainkan


(47)

29 menyajikan sebuah kelompok/orang yang akan menarik para anggota kelompok sasaran. Sebagai contoh, Coca-Cola menjelaskan konsumennya 15-18 tahun (dimana terdapat nilai fun, sporty dan friendship).

6) Self-image

Sebuah cerminan kelompok sasaran yang menganggap sesuatu pada dirinya. Sebagai contoh, pengguna mobil Ferrari, yang mengganggap bahwa orang lain akan berpikir bahwa dia orang kaya. Ketika mengembangkan identitas merek, seorang manajer harus memasukkan dimensi ini ke rencana.

Dengan kekuatan merek yang dimiliki perusahaan tentunya akan mendukung setiap strategi pemasaran yang akan digunakan oleh perusahaan tersebut dalam mencapai tujuannya. Salah satu strategi pemasaran yang dapat digunakan adalah IMC (Integrated Marekting Communication).

5. Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC)

Menurut (Belch dan Belch, 2007) komunikasi adalah proses penyampaian informasi, pertukaran ide, atau penyatuan pemikiran antara pihak pengirim dan peneriman pesan.

Dengan definisi tersebut dapat mendeskripsikan komunikasi melalui tiga elemen kunci, yaitu komunikasi bersifat sengaja, komunikasi merupakan sebuah transaksi dan komunikasi bersifat simbolis. Komunikasi bersifat sengaja diartikan bahwa komunikasi merupakan usaha yang dilakukan secara sengaja untuk menghasilkan respon. Komunikasi juga dianggap sebagai


(48)

30 sebuah transaksi yang melibatkan seluruh partisipan di dalam proses yang ada. Komunikasi bersifat simbolis dimana perangsang panca indera seperti kata-kata, gambar, musik dan sebagainya digunakan untuk mentransfer pemikiran.

Menurut (Belch dan Belch, 2007) komunikasi pemasaran merupakan bermacam-macam usaha dan sarana yang digunakan oleh perusahaan untuk memulai dan memelihara komunikasi dengan konsumen. Menurut (Keller, 2008) komunikasi pemasaran menempatkan merek sebagai sesuatu yang ingin disampaikan perusahaan kepada konsumennya.

“Marketing communications are the means by which firms attempt to inform, persuade, and remind consumers, directly or indirectly, about the brands they sell.”

Dengan komunikasi pemasaran, perusahaan dapat “menyuarakan” mereknya dan dapat membangun dialog serta hubungan dengan konsumennya. Sedangkan menurut (Schiffman dan Kanuk, 2010) pengertian komunikasi pemasaran dengan proyeksi lebih jauh, yaitu berujung pada aktivitas pembelian (purchase) oleh konsumen. Berdasarkan definisi yang telah tersaji, dapat dipahami bahwa komunikasi pemasaran bukan hanya sekedar menginformasikan keberadaan suatu produk atau mengkomunikasikan manfaat dan kelebihannya. Komunikasi pemasaran lebih luas cakupannya dari hal itu, dimana komunikasi pemasaran merupakan serangkaian cara yang digunakan oleh perusahaan dalam menginformasikan


(49)

31 dan meyakinkan konsumen akan produk dan merek produknya, serta mengingatkannya kembali sehingga terbentuk kerangka berpikir di pikiran konsumen untuk melakukan aktivitas pembelian.

Dunia komunikasi berkembang dengan cepat, begitu juga dunia pemasaran. Seiring dengan perkembangan dunia komunikasi dan pemasaran ini, komunikasi pemasaran klasikpun telah berkembang menjadi komunikasi pemasaran terpadu atau disebut sebagai Integrated Marketing Communication. Menurut (Duncan, 2005) Integrated Marketing Communication, yang selanjutnya akan disebut dengan IMC, sebagai suatu proses untuk perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pesan merek yang menciptakan hubungan dengan konsumen. Sedangkan menurut (Belch dan Belch, 2007) pengertian IMC sebagai kegiatan mengkoordinasikan berbagai elemen promosi dan aktivitas pemasaran yang terkait komunikasi dengan pelanggan perusahaan.

IMC memiliki nilai lebih dari komunikasi pemasaran klasik kerena adanya harmonisasi di dalamnya. Harmonisasi di dalam IMC inilah yang membuat IMC dikenal juga sebagai marketing orchestra. Semua tools promosi terintegrasi dan terkoordinasi untuk menyampaikan pesan tunggal. Seluruh tools yang ada diarahkan untuk membangkitkan keinginan konsumen akan suatu kategori produk, menciptakan kesadaran merek (brand awareness), mendorong sikap positif terhadap produk dan mempengaruhi niat (intention) dan memfasilitasi pembelian (purchase).


(50)

32 Menurut (Belch dan Belch, 2007) beberapa tools yang dapat dijadikan opsi dalam menjalankan IMC, diantaranya adalah periklanan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), direct marketing, hubungan masyarakat/publisitas (public relation/publicity), word of mouth, serta acara dan sponsorship (event dan sponsorship).

1) Periklanan (Advertising)

Menurut (Kotler dan Keller, 2016) periklanan merupakan suatu bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara non-personal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Periklanan juga dapat dikatakan sebagai suatu bentuk komunikasi non-personal yang menyampaikan informasi berbayar sesuai keinginan dari institusi/sponsor tertentu melalui media massa yang bertujuan memengaruhi atau mempersuasi khalayak agar membeli suatu produk atau jasa.

2) Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Menurut (Duncan, 2005) sales promotion mengacu pada sesuatu berjangka pendek yang merancang nilai tambah dan ditawarkan untuk memotivasi suatu respon cepat. Menurut (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001) respon cepat tersebut sebagai peningkatan permintaan yang cepat. Bentuk-bentuk promosi penjualan yang ditujukan kepada konsumen secara langsung, di antaranya seperti pemberian kupon, samples, diskon, premiums, point-of-purchase dan lain-lain.


(51)

33 3) Hubungan Masyarakatat/Publisitas (Public Relation/Publicity)

Menurut (Belch dan Belch, 2007) public relation sebagai sebuah manajemen fungsi yang mengevaluasi perilaku publik, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur dari individu atau organisasi dengan ketertarikan publik dan rencana serta eksekusi dari program aksi untuk mendapat kepahaman publik dan penerimaannya. Sementara publicity, menurut (Duncan, 2005) merupakan pemberitaan perusahaan dan produknya tanpa perusahaan harus membayar biaya pemberitaan tersebut. Publisitas merujuk pada kegiatan komunikasi tentang sebuah organisasi, produk, layanan atau ide yang tidak secara langsung dibiayai.

4) Pemasaran Langsung (Direct Marketing)

Aktivitas direct marketing merupakan aktivitas total dimana penjual mengarahkan usaha pada target audience dengan menggunakan satu atau lebih media, seperti direct selling, direct mail, telemarketing, direct-action advertising, catalogue selling dan lain-lain. Tujuan yang diharapkan adalah adanya respon dan aksi berupa aktivitas pembelian oleh pembeli potensial atau pelanggan.

5) Penjualan Personal (Personal Selling)

Personal selling atau penjualan personal dapat didefinisikan sebagai interaksi antar individu, saling bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, manguasai dan mempertahankan hubungan pertukaran yang saling menguntungkan dengan pihak lain.


(52)

34 6) Word of Mouth (WOM)

Ketika suatu merek bersaing dalam suatu kategori produk, beberapa perusahaan menemukan cara bahwa lebih baik dan lebih murah jika pelanggan mengetahui merek dengan sendirinya. Ini untuk memanfaatkan kekuatan positif dari WOM. Biaya WOM terjangkau karena tidak perlu bergantung dari media.

7) Pemasaran Acara dan Sponsorship (Event Marketing and Sponsorship) Menurut (Belch dan Belch, 2007) event marketing sebagai suatu jenis kegiatan promosi dimana sebuah perusahaan atau merek dihubungkan dengan suatu event untuk menciptakan pengalaman untuk konsumen akan produknya. Selain itu, event marketing dapat dilakukan dengan mengadakan suatu kegiatan yang dibuat sendiri oleh perusahaan atau suatu brand. Contohnya adalah Festival Jajajan Bango. Sedangkan sponsorship, menurut (Bylthe, 2000) merupakan investasi dalam bentuk tunai atau barang dalam suatu kegiatan yang merupakan suatu imbalan untuk akses komersil potensial yang terkait dengan apa yang disponsori. Akses komersil potensial yang dimaksud adalah “mengendarai” apa yang disponsorinya, terutama “kendaraan” media seperti billboard, baliho, poster, flyer dan liputan media massa. Selain itu, (Belch dan Belch, 2007) juga mengungkapkan bahwa sponsorship dilakukan untuk mendapatkan hak atas pemasangan nama merek, logo ataupun pesan-pesan iklan dari pemberi sponsor pada penyelenggaraan event.


(53)

35 Sponsorship merupakan salah satu tools dari IMC yang dapat digunakan perusahaan untuk menciptakan asosiasi pada mereknya. Setelah brand image, reputation dan identity, perusahaan harus melakukan kegiatan sponsorship jika ingin mereknya dikenal oleh konsumen

6. Sponsorship

Program komunikasi pemasaran yang juga berperan penting dari keseluruhan aktivitas di perusahaan, pada akhirnya dihadapkan pada sebuah pilihan atas saluran komunikasi pemasaran yang paling efektif dan efisien. Salah satu yang paling populer adalah sponsorship. Sedangkan menurut (Bashiri, Sayed, Moharramzadeh dan Zadeh 2010) mengatakan bahwa sponsorship terjadi ketika sebuah perusahaan (atau investor lain) menciptakan sebuah koneksi dengan isu luar atau sebuah kegiatan dengan harapan dapat mempengaruhi audiens melalui koneksi tersebut. Menurut (Masterman, 2007) pengertian sponsorship sebagai:

“a mutually beneficial arrangement that consist of the provision of

resources of funds, goods, and/or services by and individual or body (the sponsor) to an individual or body (right owner) in a return for a set of right that can be used in communications activity, for achievement of objectives for commercial gain.”

Dari definisi yang ada, dapat dikatakan bahwa sponsorship adalah suatu investasi yang dilakukan oleh individu/badan (sponsor) dalam bentuk pemberian uang tunai, barang dan/atau jasa kepada individu/badan/kegiatan


(54)

36 yang tujuannya adalah untuk mendapatkan hak dalam menghubungkan invidu/badan/kegiatan penerima investasi dengan sponsor.

Seperti yang diungkapkan oleh (Belch dan Belch, 2007) sponsorship merupakan salah satu tools dari bauran promosi (promotion mix) atau yang sekarang ini lebih sering disebut sebagai bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix).

Menurut (Masterman, 2007) sponsorship merupakan sebuah communication tool, sponsorship dapat menjadi bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix). Menurutnya sponsorship dapat menyebarluaskan pesan perusahaan atau pesan pemasaran melalui penggunaan advertising, public relations, sales promotions dan personal sales dan/atau direct marketing. Dengan kata lain, sponsorship dapat digunakan untuk mendukung atau menambahan rangkaian kegiatan promosi yang sedang berlangsung. Idealnya, setiap elemen yang ada tersebut harus dapat terintegrasi dengan baik.

Sponsorship menjadi suatu strategi untuk menyiasati pesan iklan yang semakin kurang efektif (akibat banyaknya iklan yang diserap oleh konsumen) dan untuk mengurangi biaya iklan yang mahal. Jadi, sponsorship merupakan usaha komunikasi yang nyata serta memiliki tujuan komersil. Sponsorship memang taktik yang fleksibel yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan komunikasi perusahaan maupun tujuan pemasaran perusahaan, namun


(55)

37 sponsorship merupakan kebijakan yang tidak dapat berdiri sendiri, sponsorship harus didukung oleh aktivitas maupun taktik pemasaran lainnya.

Sponsorship dapat diklasifikasikan menurut sumbangsih dan motif/keuntungan timbal balik dari perusahaan sponsor. Di dalam program sponsorship ini, perusahaan memberikan sumbangan dan tidak mengharapkan adanya keuntungan sebagai timbal baliknya. Sedangkan commercial sponsorship dapat didefinisikan dengan program yang dilakukan perusahaan dengan memberikan dukungan keuangan pada kegiatan-kegiatan (event) tertentu, seperti olahraga, pertunjukan seni musik dan lainnya kemudian diharapkan akan memperoleh keuntungan tertentu. Contoh dari keuntungan tersebut adalah meningkatnya kesadaran merek, memperbaiki citra perusahaan ataupun peningkatan penjualan.

Penelitian yang dipaparkan oleh (Speed dan Thompson, 2000) dalam jurnal yang berjudul “Determinants of Sports Sponsorship Response”. Speed dan Thompson merangkumnya ke dalam conceptual framework yang sebelumnya mengadopsi penelitian mengenai classical conditioning pada periklanan. Penelitian mengenai classical conditioning pada periklanan ini mengungkapkan bahwa tingkat respon akan tergantung pada:

1) Sikap responden terhadap stimulus yang tidak dikondisikan (unconditioned stimulus), dalam hal ini adalah iklan atau endorser.

2) Sikap responden terhadap stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus), dalam hal ini adalah merek.


(56)

38 3) Persepsi responden tentang kesesuaian antara stimulus yang dikondisikan

dan tidak dikondisikan, dalam hal ini adalah iklan/endorser dan merek. Menurut (Speed dan Thompson 2000) terdapat tiga dimensi yang membentuk persepsi konsumen tentang sponsorship, yaitu faktor event (event factors), faktor sponsorship (sponsorship factors) dan faktor sponsor (sponsor factors) itu sendiri. Berikut penjelasannya, yaitu:

1) Event Factors

Status of event

Status yang dirasakan dari acara yang disponsori adalah membangun sentuhan menjadi manfaat yang responden individu terima secara tidak langsung dari acara olahraga dan responden itu dapat menerima tanpa keinginan pribadi untuk acara tersebut. Ini secara konseptual berbeda dengan menyukai suatu acara.

Seorang individu mungkin merespon positif terhadap sponsor acara yang mereka lakukan bukan karena kesukaan personal. Pemerintah sering membuat acara olahraga utama seperti Olimpiade, World Student Games, Piala Dunia atau Grand Prix, bukan karena warga mereka ingin hadir, tetapi karena ekonomi dan manfaat masyarakat yang dirasakan mengalir dari acara tersebut.

Personal liking for the event

Keinginan pribadi untuk suatu acara adalah membangun sentuhan menjadi manfaat yang responden individu terima secara langsung dari


(57)

39 acara olahraga. Hal ini menunjukkan bahwa sponsor dapat meningkatkan respon terhadap sponsorship mereka jika mereka memilih acara yang disukai oleh target pasar mereka.

2) Sponsorship factors

Sponsor-event fit

Adanya kesesuaian, kemiripan citra atau hubungan yang logis antara event yang disponsori dengan sponsor event tersebut akan mempengaruhi penilaian masyarakat. Menurut (Speed dan Thompson, 2000) banyak peneliti sponsorship yang menekankan akan pentingnya hubungan atau kesesuaian antara sponsor dan event yang disponsori.

Menurut (Speed dan Thompson, 2000) kesesuaian antara sponsor dengan event dapat diukur melalui adanya hubungan logis, kemiripan, tujuan yang sama, harmonisasi dan keputusan pemberian sponsorship yang masuk akal (make-sense). Menurut (Carrillat, Francois, Eric, Harris dan Barbara, 2010) apabila terdapat korelasi citra yang signifikan di antara event dan sponsor akan memberi pengaruh yang lebih positif bagi event maupun sponsor dibanding dengan yang tidak terdapat korelasi citra yang signifikan.

Kemudian, menurut (Rifon, Norah, Sejung, Carrie dan Hairong, 2004) menyatakan bahwa kemiripan antara sponsor dan event memang memiliki pengaruh positif dan menggambarkan kesesuaian antara keduanya. Sedangkan keputusan pemberian sponsorship yang dianggap


(58)

40 masuk akal, menurut (Speed dan Thompson, 2000) merupakan hal yang tidak langsung dapat mengukur kesesuaian sponsor dan event tetapi memiliki pengaruh positif terhadap respon untuk sponsorship.

3) Sponsor factors

Penelitian tentang classical contioning juga menguji respon dari sikap terhadap merek. Menurut (Speed dan Thompson, 2000) terdapat tiga hal yang menjadi sub-dimensi sponsor factors, yaitu attitude to the sponsor, sincerity of the sponsor dan ubiquity of the sponsor.

Diantara ketiga sub-dimensi ini, attitude to the sponsor tidak digunakan dalam mengukur dimensi sponsor factors pada penelitian ini karena tidak relevan dengan variabel terikat penelitian, yaitu minat beli.

Sejalan dengan ini, (Speed dan Thompson, 2000) juga mengemukakan bahwa attitude to sponsor dapat dilihat dari bagaimana cara pelanggan mengevaluasi sponsor yang berarti sudah pernah mengkonsumsi brand dari produk sponsor. Berdasarkan pemaparan yang ada, sub-dimensi attitude to the sponsor tidak digunakan pada penelitian ini karena bertentangan dengan prinsip pengukuran minat beli dimana responden adalah orang yang belum pernah mengonsumsi merek.

Sincerity of the sponsor

Menurut (Speed dan Thompson, 2000) menyebutkan bahwa ketulusan sponsor dapat diukur dengan kemauan sponsor untuk tetap mendukung/mensponsori event walaupun status event tidak dalam


(59)

41 keadaan terbaiknya. Alasan sponsor dalam melakukan sponsorship juga dapat menunjukkan seberapa tulus sponsor tersebut. Seperti yang diungkapkan (Speed dan Thompson, 2000) bahwa apabila alasan utama sponsor dalam mensponsori event adalah karena event tersebut sungguh-sungguh memerlukan bantuan akan membawa anggapan bahwa sponsor sangat tulus dalam memberikan sponsor.

Ubiquity of the sponsor

Menurut (Speed dan Thompson, 2000) hasil penelitian terdahulu yang menemukan bahwa respon yang lebih positif akan didapat oleh perusahaan yang memang aktif melakukan program sponsorship. Tetapi, di samping itu pula, masyarakat akan memberikan respon yang kurang terhadap perusahaan yang mensponsori apapun. Sebaliknya, sponsor yang baik adalah sponsor yang melakukan program sponsorship hanya untuk hal atau event tertentu. Dengan begitu, sponsor akan dianggap fokus dalam melakukan program sponsorship hingga akan menciptakan respon positif untuk sponsorship yang dilakukan. Menurutnya sponsor akan dinilai negatif apabila sembarangan memilih event untuk disponsori.

Oleh karena itu, sponsor yang akan mendapatkan respon positif adalah sponsor yang selektif dalam memilih event. Dari penelitian yang sama juga diungkapkan bahwa apabila sponsor yang memilih event besar akan memberi pengaruh yang lebih positif. Hal ini dapat diartikan


(60)

42 bahwa sponsor yang konsisten untuk memilih event besar untuk disponsori akan meningkatkan pengaruh positif untuk sponsor tersebut. Peningkatan penjualan merupakan salah satu tujuan dari perusahaan dalam melakukan program sponsorship, untuk mencapai tujuan tersebut setiap perusahaan harus membangun minat beli konsumen terlebih dahulu. 7. Minat Beli

Menurut (Schiffman dan Kanuk, 2010) minat beli dianggap sebagai pengukuran kemungkinan konsumen membeli produk tertentu, dimana tingginya minat beli akan berdampak pada kemungkinan yang cukup besar dalam terjadinya keputusan pembelian.

Menurut (Schiffman dan Kanuk, 2010) indikator-indikator dari minat beli dijelaskan dengan komponen. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tertarik untuk mencari informasi tentang produk

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Menurut (Kotler dan Keller, 2016) terdapat dua level rangsangan. Pertama, pencarian informasi yang lebih ringan (penguatan perhatian). Kedua, level aktif mencari informasi: mencari bahan bacaan, bertanya pada teman atau mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu.


(61)

43 2) Mempertimbangkan untuk membeli

Melalui pengumpulan informasi, konsumen mempelajari merek-merek yang bersaing serta fitur merek-merek tersebut. Melakukan evaluasi terhadap pilihan-pilihan dan mulai mempertimbangkan untuk membeli produk.

3) Tertarik untuk mencoba

Setelah konsumen berusaha memenuhi kebutuhan, mempelajari merek-merek yang bersaing serta fitur merek tersebut, konsumen akan mencari manfaat tertentu dari solusi produk dan melakukan evaluasi terhadap produk-produk tersebut. Evaluasi ini dianggap sebagai proses yang berorientasi kognitif. Maksudnya adalah konsumen dianggap menilai suatu produk secara sangat sadar dan rasional hingga mengakibatkan ketertarikan untuk mencoba.

4) Ingin mengetahui produk

Setelah memiliki ketertarikan untuk mencoba suatu produk, konsumen akan memiliki keinginan untuk mengetahui produk. Konsumen akan memandang produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan


(62)

44 5) Ingin memiliki produk

Para konsumen akan memberikan perhatian besar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya dan akhirnya konsumen akan mengambil sikap terhadap produk melalui evaluasi atribut dan membentuk niat untuk membeli atau memiliki produk yang disukai.

Lebih lanjut seperti yang dikatakan (Schiffman dan Kanuk, 2010) bahwa perilaku membeli timbul karena didahului oleh adanya minat membeli, minat untuk membeli muncul salah satunya disebabkan oleh persepsi yang didapatkan dari suasana yang menyenangkan.

Perilaku konsumen atau perilaku membeli merupakan tindakan seseorang/individu yang langsung mengarah pada pencapaian dan penggunaan produk (barang dan jasa) termasuk proses keputusan yang mudah dan menentukan tindakan tersebut.

Menurut (Kotler dan Keller, 2016) pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

1) Faktor budaya

Faktor budaya memiliki pengaruh yang terluas dan terdalam dalam perilaku konsumen. Pemasar perlu memahami peranan yang dimainkan oleh budaya, sub budaya dan kelas sosial pembeli.


(63)

45 a. Budaya

Merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar pada konsumen. Perilaku manusia sebagian besar merupakan hasil proses belajar. Sewaktu tumbuh dalam suatu masyarakat, seorang anak belajar mengenai nilai persepsi, keinginan dan perilaku dasar dari keluarga dan lembaga penting lainnya.

Setiap kelompok atau masyarakat memiliki budaya dan pengaruh budaya pada perilaku konsumen yang beragam dari satu Negara ke Negara yang lain.

b. Sub-budaya

Setiap budaya terdiri dari sub-sub budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kewarganegaraan, agama, kelompok ras dan wilayah geografis.

c. Kelas sosial

Pembagian kelompok masyarakat yang relatif teratur dimana anggota-anggotanya memiliki nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak ditentukan oleh satu faktor saja, seperti pendapatan, namun diukur berdasarkan kombinasi pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kesehatan dan variabel lainnya. Dalam beberapa sistem sosial, anggota dari kelas yang berbeda mendapatkan peran tertentu dan tidak dapat mengubah kelas sosial mereka.


(64)

46 2) Faktor sosial

Selain faktor budaya, perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti reference group, keluarga, social roles dan status sosial. a. Reference group

Merupakan sebuah kelompok yang memiliki pengaruh langsung (face-to-face) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan.

Seseorang juga dipengaruhi oleh kelompok yang berada diluar kelompok mereka, seperti kelompok aspirasional yaitu kelompok yang ingin dimasuki oleh seseorang.

b. Keluarga

Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting di masyarakat. Para anggota dari sebuah keluarga memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli.

c. Peran dan status

Peran terdiri atas sejumlah aktivitas yang diharapkan untuk dilakukan menurut orang-orang di sekitarnya. Tiap peran membawa status yang menggambarkan penghargaan umum terhadap peran tersebut oleh masyarakat.


(65)

47 2) Faktor pribadi

a. Umur dan tahap siklus hidup

Setiap orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya. Selera pada setiap orang sering terkait dengan usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga yaitu tahap-tahap yang dilalui oleh suatu keluarga hingga menjadi matang. b. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi

Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola komsumsi barang dan jasa yang akan digunakan. Seperti contoh pekerja kerah biru akan membeli baju lapangan, sedangkan pekerja kerah putih akan membeli baju untuk bisnis. Disamping itu, pemilihan produk akan sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang.

c. Lifestyle

Merupakan sebuah pola hidup seseorang yang tergambarkan dengan aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhandiri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. Sehingga biasanya pemasar mencari hubungan antara produk mereka dengan lifestyle yang ada.

d. Kepribadian dan konsep diri

Merupakan karakteristik psikologis yang menghasilkan tanggapan yang secara konsisten dan terus-menerus terhadap


(66)

48 lingkungannya. Kepribadian dapat menjadi salah satu pengukuran dalam menganalisa pilihan merek konsumen. Dasar konsep diri adalah kepemilikan seseorang dapat mencerminkan identitas diri mereka. 3) Faktor-faktor psikologis

a. Motivasi

Kebutuhan akan menjadi sebuah dorongan ketika mencapai level intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang mendorong seseorang bertindak secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.

b. Persepsi

Merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk memilih, mengorganisir dan menginterpretasikan masukan informasi guna membentuk gambaran yang berarti tentang dunia.

c. Pembelajaran

Pembelajaran menunjukkan perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Ahli teori pembelajaran mengatakan bahwa sebagian besar perilaku manusia dipelajari. Pembelajaran terjadi melalui saling pengaruh antara dorongan, stimulan, tanggapan dan penguatan.


(1)

(CISC) telah resmi mejadi Official Supporters Club of Chelsea FC dari musim 2008-2009.

Banyak sekali penghargaan yang sudah diterima CISC baik dari Futsal maupun kegiatan non olahraga, seperti Community of Choice dari majalah SWA. CISC sampai saat ini sudah memiliki lebih dari 100 regional di seluruh Indonesia, salah satu regional yang menjadi objek penelitian yaitu CISC regional Tangerang Selatan. CISC regional Tangerang Selatan atau biasa disebut dengan CISC Tangsel berdiri pada tanggal 12 November 2011, berdirinya regional ini bermula pada kegiatan nonton bareng Chelsea FC di sebuah kafe roti bakar, ketika itu baru 5 orang yang berkumpul dan dari situlah timbul ide untuk mendirikan regional CISC di Tangerang Selatan.

7. Visi dan Misi Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC)

Maksud didirikannya Chelsea Indonesia Supporters Club adalah sebagai wadah untuk berkumpulnya para pendukung klub sepak bola liga Inggris Chelsea FC di Indonesia, yang mana diharapkan CISC dapat mewakili aspirasi-aspirasi para pendukung Chelsea FC di Indonesia.

a. Visi

Memberi wadah kepada seluruh fans Chelsea FC se-Indonesia dan memberi dukungan penuh kepada Chelsea FC sebagai salah satu klub sepak bola terbaik dunia.

b. Misi

Mempererat dan meningkatkan solidaritas antara seluruh fans Chelsea khususnya di seluruh Indonesia.


(2)

Lampiran 5: Gambaran Umum Responden 1. Gambaran Umum Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) regional Tangerang Selatan, sedangkan jumlah sampel yang dipilih sebanyak 70 responden. Berikut gambaran umum responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan responden:

a. Jenis Kelamin

Berikut ini merupakan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin:

Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Pria 62 88,5%

Wanita 8 11,5%

Total 70 100%

Sumber: data diolah, 2016

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden adalah pria yaitu sebanyak 62 responden atau sebanyak 88,5% dan sisanya sebanyak 8 responden atau 11,5% adalah wanita. Hal ini berarti, bahwa banyak responden Pria yang tergabung dalam Chelsea Indonesia Supporters Club Indonesia (CISC) regional Tangerang Selatan. b. Usia


(3)

Gambaran Responden Berdasarkan Usia Responden

Usia Frekuensi Persentase

Di bawah 17 tahun 1 1,5%

17 – 25 tahun 55 78,5%

25 – 50 tahun 14 20%

Di atas 50 tahun 0 0%

Total 70 100%

Sumber: data diolah, 2016

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas usia responden 17-25 tahun adalah 55 orang atau 78,5%, urutan kedua responden berusia 25-50 tahun sebanyak 14 orang atau 20% dan urutan ketiga responden berusia di bawah 17 tahun sebanyak 1 orang atau 1,5%. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar responden yang tergabung dalam Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) regional Tangerang Selatan berusia 17 – 25 tahun.

c. Tingkat Pendidikan

Berikut ini merupakan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan:

Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase

SD 0 0%

SMP 1 1,5%


(4)

Diploma 8 11,5%

S1 27 38,5%

S2 1 1,5%

S3 0 0%

Total 70 100%

Sumber: data diolah, 2016

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden SMA adalah 33 orang atau 47%, urutan kedua responden S1 sebanyak 27 orang atau 38,5%, urutan ketiga responden Diploma sebanyak 8 orang atau 11,5% dan urutan terakhir responden SMP dan S2 masing-masing sebanyak 1 orang atau 1,5%. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar responden yang tergabung dalam Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) regional Tangerang Selatan berpendidikan SMA.

d. Pekerjaan

Berikut ini merupakan karakteristik responden berdasarkan pekerjaan: Gambaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Pelajar/Mahasiswa 25 35,5%

Pegawai Negeri Sipil 0 0%

Pegawai Swasta 37 53%

Wiraswasta 8 11,5%


(5)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas pekerjaan responden pegawai swasta adalah 37 orang atau 53%, urutan kedua responden pelajar/mahasiswa sebanyak 25 orang atau 35,5% dan urutan ketiga responden wiraswasta sebanyak 8 orang atau 11,5%. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar responden yang tergabung dalam Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) regional Tangerang Selatan bekerja sebagai Pegawai Swasta.

e. Pendapatan

Berikut ini merupakan karakteristik responden berdasarkan pendapatan:

Gambaran Responden Berdasarkan Pendapatan Responden

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Di bawah Rp. 1.000.000 13 18,5% Rp. 1.000.000 – Rp. 2.500.000 21 30% Rp. 2.500.000 – Rp. 5.000.000 27 38,5% Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000 7 10%

Di atas Rp. 10.000.000 2 3%

Total 70 100%

Sumber: data diolah, 2016

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas pendapatan responden Rp. 2.500.000 – Rp. 5.000.000 adalah 27 orang atau 38,5%, urutan kedua responden Rp. 1.000.000 – Rp. 2.500.000 sebanyak 21 orang atau 30%, urutan ketiga responden di bawah Rp. 1.000.000 sebanyak 13 orang atau


(6)

18,5%, urutan keempat responden Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000 sebanyak 7 orang atau 10% dan urutan kelima responden di atas Rp.10.000.000 sebanyak 2 orang atau 3%. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar responden yang tergabung dalam Chelsea Indonesia Supporters Club (CISC) regional Tangerang Selatan berpendapatan sebesar Rp 2.500.000 – Rp. 5.000.000.