Dolomit Sebagai Bahan Pengapuran

Pemakaian terak baja sebagai pupuk telah mulai dicoba sejak tahun 18821883 di Jerman, kemudian di Inggris pada tahun 18841885 oleh Wrightson, setelah itu berbagai penelitian terak baja telah dilakukan baik sebagai sumber Si maupun sebagai bahan kapur atau untuk tujuan meningkatkan keefisiensian pemupukan Farrar, 1962 dalam Allorerung, 1988. Beberapa peneliti menduga pengaruh terak baja terhadap sifat kimia tanah berasal dari silikat yang terkandung di dalam terak baja dan dengan demikian terak baja dipandang sebagai sumber Si. Peneliti lain juga menganggap bahwa terak sebagai bahan masukan yang dapat memperbaiki keadaan ketersedian hara atau sebagai bahan yang mempunyai pengaruh mirip dengan kapur, disebabkan kandungan Ca dari terak baja yang cukup tinggi Ali dan Shahram, 2007. Selain karena sifat terak baja sebagai amelioran tanah, terak baja dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas padi. Terbukti bahwa pemberian electric furnace slag dapat meningkatkan produksi padi sawah IR 64 pada tanah gambut sebesar 65-96 . Meningkatnya produksi padi disebabkan oleh kemampuan terak baja yang dapat bereaksi dengan tanah sehingga dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Pemberian terak baja meningkatkan pH tanah, silikon, Cu tersedia, dan basa-basa K, Ca, dan Mg dapat dipertukarkan Hidayatuloh, 2006.

2.5. Dolomit Sebagai Bahan Pengapuran

Kapur banyak mengandung unsur Ca tetapi pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan Ca melainkan karena tanah terlalu masam. Sebetulnya ada beberapa jenis bahan pengapur yang dapat digunakan yaitu kapur bakar CaO, kapur hidrat CaOH 2 , kapur kalsitCaCO 3 , dan kapur dolomit CaMgCO 3 2 Hardjowigeno, 2003. Kalsit dan dolomit adalah senyawa karbonat yang sering digunakan sebagai bahan pengapuran pada tanah pertanian. Kedua senyawa ini mempunyai perbedaan dalam hal kecepatan bereaksi, kalsit bereaksi lebih cepat dari dolomit Soepardi, 1983. Namun, jika kecepatan reaksi bukan merupakan pertimbangan dalam penggunaan bahan kapur, dolomit dirasa lebih menguntungkan karena dalam dolomit terdapat unsur Mg. Dolomit termasuk rumpun mineral karbonat, mineral dolomit secara teoritis mengandung 45,6 MgCO 3 atau 21,9 MgO dan 54,3 CaCO 3 atau 30,4 CaO. Dolomit berasal dari bahan mineral alam yang mengandung unsur hara magnesium dan kalsium berbentuk bubuk dengan rumus kimia CaMgCO 3 2 . Dolomit di alam jarang yang murni, karena umumnya mineral ini selalu terdapat bersama-sama dengan batu gamping, kuarsa, batu api, pirit, dan lempung. Dalam mineral dolomit terdapat juga pengotor, terutama ion besi. Dolomit berwarna putih keabu-abuan atau kebiru-biruan dengan kekerasan lebih lunak dari batu gamping, yaitu berkisar antara 3,50-4,00, bersifat pejal, berat jenis antara 2,80- 2,90, berbutir halus hingga kasar dan mempunyai sifat mudah menyerap air serta mudah dihancurkan. Dolomit lebih disukai karena banyak terdapat di alam Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005. Pada bidang pertanian dolomit ini digunakan sebagai bahan pengapuran tanah masam termasuk lahan gambut. Pengapuran pada lahan gambut dapat memperbaki kesuburan tanah gambut, namun efek residunya tidak berlangsung lama hanya 3-4 kali musim tanam, sehingga pengapuran harus dilakukan secara periodik. Pengapuran selain dapat mengurangi kemasaman tanah juga meningkatkan kandungan kation basa yaitu Ca dan Mg maupun kejenuhan basa gambut. Pengapuran mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui dua cara yaitu peningkatan ketersediaan unsur Ca, Mg, dan perbaikan ketersediaan unsur-unsur lain yang ketersediaannya tergantung pH tanah. Dolomit merupakan salah satu jenis kapur yang mengandung Ca dan Mg. Kedua unsur ini penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk meningkatkan pH tanah dari 3,3 menjadi 4,8 diperlukan kapur sebanyak 4,4 tonha Driessen, 1978 dalam Nurhayati, 2008.

2.6. Permasalahan Logam Berat dalam Lingkungan