daun yang diberi perlakuan pengadukan lebih besar daripada minyak kayu putih yang dihasilkan dari daun tanpa pengadukan.
4.3 Indeks Bias
Hasil nilai indeks bias minyak kayu putih yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1,4661 sampai dengan 1,4683. Nilai ini masuk kedalam standar
nasional Indonesia SNI 06-3954-2006 dan standar EOA. Dalam standar nasional Indonesia disyaratkan nilai indeks bias minyak kayu putih berkisar antara 1,460
sampai dengan 1,470 sedangkan dalam standar EOA nilai indeks bias berkisar antara 1,4660 sampai dengan 1,4720. Pada pengujian nilai indeks bias ini,
diperoleh hasil nilai indeks bias yang semakin naik dengan semakin lama penyimpanan daun M. leucadendron Linn. Tabel 5. Kenaikan nilai indeks bias
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lukmandaru 2002 pada minyak daun leda.
Tabel 5 Indeks bias minyak kayu putih
Indeks bias minyak kayu putih Waktu hari
Volume air penyulingan 2,5 kg daun liter 3
4 1
1,4665 1,4662
Pengadukan 2
1,4676 1,4671
3 1,4681
1,4681 1
1,4665 1,4663
Tanpa pengadukan 2
1,4666 1,4666
3 1,4679
1,4679 Kontrol
1,4683 1,4676
Semakin bertambahnya nilai indeks bias yang dihasilkan dengan semakin lama waktu penyimpanan daun ini diperkirakan akibat semakin banyak atau
dominannya komponen penyusun minyak kayu putih yang berupa komponen fraksi berat. Komponen penyusun minyak kayu putih yang berupa fraksi ringan
diperkirakan hilang selama proses penyimpanan daun berlangsung. Menurut Guenther 1987, bahwa dengan adanya penyimpanan maka akan mengakibatkan
hilangnya sebagian komponen atau minyak atsiri akibat adanya proses penguapan,
oksidasi, resinifikasi dan reaksi kimia lainya yang terjadi selama penyimpanan berlangsung. Dengan dominannya fraksi berat maka kerapatan minyak akan
semakin naik. Hal inilah yang mengakibatkan nilai indeks bias minyak kayu putih akan semakin naik dengan semakin lama penyimpanan daun Guenther 1987.
Gambar 3 Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap indeks bias minyak kayu putih.
Nilai indeks bias yang dihasilkan pada penyulingan dengan menggunakan air 3 liter dan 4 liter memberikan beberapa perbedaan. Nilai indeks bias pada
penyulingan dengan menggunakan air 3 liter lebih besar daripada penyulingan dengan menggunakan air 4 liter Gambar 3. Hal ini diperkirakan terjadi akibat
adanya proses hidrolisis yang terjadi pada penyulingan dengan air 4 liter lebih besar daripada penyulingan dengan air 3 liter. Menurut Ferdiansyah 2010 dan
Guenther 1987, semakin banyak air di dalam ketel dan suhu yang tinggi maka proses hidrolisis akan semakin besar. Proses hidrolisis yang semakin ekstensif ini
dapat mengakibatkan terputusnya ikatan rangkap dan rantai panjang karbon pada minyak kayu putih yang dihasilkan. Menurut Supriatin et al. 2004, semakin
panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap maka nilai indeks bias akan semakin tinggi. Terputusnya ikatan rangkap ini dapat mengakibatkan turunnya
nilai indeks bias minyak kayu putih Supriatin et al. 2004. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan dihari pertama,
kedua dan ketiga memberikan nilai indeks bias minyak kayu putih dari perlakuan
1,4720
EOA SNI
pengadukan lebih tinggi daripada nilai indeks bias minyak kayu putih dari daun yang diberi perlakuan tanpa pengadukan, baik pada penyulingan dengan
menggunakan air 3 liter dan 4 liter. Hal ini diperkirakan karena semakin rata dan seragamnya fraksi ringan yang hilang pada daun yang diberikan perlakuan
pengadukan selama penyimpan berlangsung sehingga fraksi berat pada minyak kayu putih yang dihasilkan semakin dominan. Semakin dominan kandungan
komponen fraksi berat pada minyak kayu putih ini mengakibatkan semakin naiknya nilai indeks bias minyak kayu putih.
4.4 Putaran Optik